Pengaruh Faktor Makroekonomi Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan Syariah di Indonesia

(1)

PENGARUH FAKTOR MAKROEKONOMI TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

RAHMI RAHMAWATI NIM: 1112046100024

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2016 M


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

Program Studi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas Islam Negeri (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/2016 M).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor makroekonomi jangka pendek dan jangka panjang terhadap kinerja keuangan perbankan syariah di Indonesia. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Return on Asset (ROA),

Financial to Deposit Ratio (FDR) dan Biaya Operasional Pendapatan Operasional

(BOPO) sebagai proksi dari kinerja keuangan. Sedangkan variabel bebas adalah

industrial production index (IPI), inflasi, BI rate, indeks harga saham gabungan

(IHSG) dan nilai tukar. Metode analisis yang digunakan adalah Vector Error

Correction Models (VECM). Data yang digunakan dalam penelitian ini data

runtun (time series) bulanan dari Januari 2010 – Desember 2015.

Hasil penelitian menyatakan bahwa pada jangka panjang Pengaruh Industrial

Production Index (IPI), inflasi dan nilai tukar memiliki pengaruh yang negatif dan

signifikan terhadap Return on Asset (ROA) dan Financial to Deposit Ratio (FDR). Sedangkan BI rate dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Return on Asset (ROA) dan

Financial to Deposit Ratio (FDR). Industrial Production Index (IPI), inflasi dan

nilai tukar memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO). Sedangkan BI rate dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO). Pengaruh jangka pendek dari variabel makroekonomi terhadap kinerja keuangan (ROA, FDR dan BOPO) tidak memperlihatkan hubungan yang signifikan.

Kata kunci: Industrial Production Index (IPI), Inflasi, BI Rate, Nilai Tukar, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Return on Asset (ROA), Financial to

Deposit Ratio (FDR), Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO),


(6)

v

serta salam semoga selalu tercurah keada Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarga dan juga sahabat-sabahatnya.

Atas kehendak dan rahmat Allah SWT. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Kondisi Makroekonomi terhadap Kinerja Keuangan Perbankan Syariah di Indonesia” ditujukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata 1 (S-1) dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy.) di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada orang-orang atau pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ungkapan terimakasih penulis tujukan kepada:

1. Kedua orang tua penulis, bapak Ahmad Sudja’i dan ibu Iyah Akmaliyah yang selalu mendo’akan dan mendukung dalam kondisi apapun serta telah menjadi motivasi dan ambisi dalam hidup sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

2. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak AM. Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Program Studi Muamalat dan Bapak H. Abdurrauf, Lc., M.A., selaku sekretaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Nur Rianto Al Arif, M.Si., selaku dosen pembimbing penulis yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.


(7)

vi

pendidikan ini dengan baik, dan tak lupa kepada para staf akademik, karyawan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Kakak-kakak ku yang selalu mendukung penulis dan memberikan motivasi untuk segera menyelesaikan penelitian ini kakak-kakak ku teh Ina, aa Asep, teh Lia, mas Giyo dan adik penulis Neng Muti.

8. Bapak Aries Koentjoro yang telah membantu dan memberikan arahan untuk tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan serta mengingatkan untuk tetap optimis pada penelitian yang dilakukan.

9. Sahabat-sahabat Kost Kece ka Ella, Kartini dan teh Lia yang selalu menemani dan merawat di kostan selama kuliah, terimakasih selalu memberikan motivasi, berbagi cerita, memberikan suasana kekeluargaan, nasihat dan canda tawa.

10.Kepada sahabatku Rani K.D. terimakasih atas segala cerita, canda, emosi, nasihat dan selalu mengingatkan jika penulis banyak kesalahan yang diperbuat.

11.Kepada sahabat-sahabat Agashi (Deti, Lala, Ais, Ayu, Eva, Mulki, Nia, Iffa, Nada, Eka Sel, Mentari, Friska, Ifat) terimakasih sudah menemani, membantu dalam banyak hal dan membuat canda tawa.

12.Kepada sahabat-sahabatku Farida, Irfan (komeng), Mucus terimakasih selalu memberikan waktu luang untuk refreshing dan membuat canda tawa.

13.Teman-teman kelas Perbankan Syariah A terimakasih atas waktu dan kebersamaannya yang telah kita mulai sejak awal perkuliahaan.

14.Sahabat-sahabat Small Group Discussion (SGD) LiSEnSI 2012, ka Syifa, Dian, Ina, Liska terimakasih untuk motivasi, cerita, diskusi, canda dan Nasihat untuk terus maju dan memperbaiki diri serta berada di Jalan yang di Ridhoi Allah SWT.


(8)

vii

16.Teman-teman seperjuangan di Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) Lingkar Studi Ekonomi Syariah UIN Jakarta 2013/2014 dan 2014/2015 terutama keluarga Keilmuan. MPL Lingkar Studi Ekonomi Syariah angkatan 2012. KBL (1 dan 2) UIN Jakarta terimakasih atas dukungan, diskusi, ilmu dan nasihat untuk selalu berada di jalan yang di Ridhoi Allah SWT.

17.Teman-teman KKN EXPRESSO Mekarsari Kec. Jambe Kab. Tangerang – Banten terimakasih atas perhatian dan kerjasama, dan saling pengertian dalam menjalankan kegiatan KKN serta pengerjaan laporan KKN serta pengalaman berharga penuh dengan cerita yang belum di dapatkan sebelumnya.

18.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, hal itu tidak akan mengurangi rasa terimakasih atas do’a dan dukungannya. Semoga semua kebaikan yang diberikan Allah balas dengan berlipat ganda.


(9)

viii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 15

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 15

1. Pembatasan Masalah ... 15

2. Perumusan Masalah... 16

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 16

1. Tujuan Penelitian... 16

2. Manfaat Penelitian... 16

E. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Perbankan Syariah ... 19

1. Sejarah Perbankan Syariah ... 19

2. Pengertian Industri Perbankan Syariah ... 22

3. Karakterisktik Perbankan Syariah ... 23


(10)

ix

F. Efisiensi... 37

G. Variabel Makroekonomi ... 39

1. Industrial Production Index (IPI) ... 39

2. Inflasi ... 40

3. BI Rate... 41

4. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ... 43

5. Nilai Tukar ... 44

H. Kajian Pustaka (Review Studi Terdahulu) ... 47

I. Kerangka Konsep ... 55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN GAMBARAN UMUM A. Ruang Lingkup Penelitian... 56

B. Metode Pengumpulan Data ... 56

C. Sumber Data ... 57

D. Variabel Penelitian ... 58

E. Metode Analisis ... 61

1. Uji Stasioneritas ... 61

2. Uji Lag Optimal ... 63

3. Uji Kointegrasi ... 65

4. Uji Vector Error Correction Model (VECM) ... 66

F. Model Penelitian ... 68

G. Kerangka Penelitian ... 72


(11)

x

1. Uji Stasioneritas ... 81

2. Uji Lag Optimal ... 83

3. Uji Kointegrasi ... 84

4. Uji VECM ... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 109


(12)

xi

Tabel 1.3 Rasio Keuangan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah ... 6

Tabel 2.1 Review studi terdahulu ... 47

Tabel 4.1 Data Return on Asset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah ... 75

Tabel 4.2 Data Financial to Deposit Ratio Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah... 76

Tabel 4.3 Data Biaya Operasional Pendapatan Operasioal Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah ... 77

Tabel 4.5 Pertumbuhan Industrial Production Index di Indonesia ... 78

Tabel 4.6 Pertumbuhan Inflasi di Indonesia ... 79

Tabel 4.7 Pertumbuhan BI Rate di Indonesia ... 79

Tabel 4.8 Pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Indonesia .... 80

Tabel 4.9 Pertumbuhan Nilai Tukar di Indonesia ... 80

Tabel 4.11 Hasil Uji Stasioneritas ADF pada tingkat level ... 81

Tabel 4.12 Uji stasioneritas ADF tingkat 1st difference ... 83

Tabel 4.13 Hasil Penetapan Lag Optimal ... 84

Tabel 4.14 Hasil Uji Johansen Cointegration Test ... 85

Tabel 4.15 Estimasi VECM Jangka Panjang dan Jangka Pendek ROA ... 87

Tabel 4.16 Estimasi VECM Jangka Panjang dan Jangka Pendek FDR ... 88

Tabel 4.17 Estimasi VECM Jangka Panjang dan Jangka Pendek BOPO ... 89

Tabel 4.18 Nilai Impulse Respon Return on Asset (ROA) ... 91

Tabel 4.19 Nilai Impulse Respon Financial to Deposit Ratio (FDR) ... 95

Tabel 4.20 Nilai Impulse Respon Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) ... 98

Tabel 4.21 Hasil analisis Variance Decompotion (VD) Return on Asset (ROA) 102 Tabel 4.22 Hasil analisis Variance Decompotion (VD) Financial to Deposit Ratio (FDR) ... 103

Tabel 4.23 Hasil analisis Variance Decompotion (VD) Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) ... 104


(13)

xii

Grafik 4.1 Respon ROA terhadap guncangan makroekonomi... 92 Grafik 4.2 Respon FDR terhadap guncangan makroekonomi ... 96 Grafik 4.3 Respon BOPO terhadap guncangan makroekonomi ... 101


(14)

1

A. Latar Belakang

Sistem keuangan didominasi oleh Bank yang memegang 79 persen aset sektor keuangan (dibanding dengan 50 persen di Malaysia, sebagai contoh), sehingga menyisakan ruang yang sedikit bagi lembaga keuangan lainnya. Di sisi lain, perusahaan asuransi memegang sekitar 10 persen dari aset sektor keuangan dan kurang dari 3 persen dipegang oleh dana pensiun1

.

Perkembangan industri keuangan syariah secara informal telah dimulai sebelum dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan operasional perbankan syariah di Indonesia. Sebelum tahun 1992, telah didirikan beberapa badan usaha pembiayaan non-bank yang telah menerapkan konsep bagi hasil dalam kegiatan operasionalnya. Hasil tersebut menunjukan kebutuhan masyarakat akan hadirnya institusi-institusi keuangan yang dapat memberikan jasa keuangan yang sesuai syariah. UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan secara implisit telah membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang memiliki dasar operasional bagi hasil yang

1

Survey Ekonomi Ouachita Economic Development Coorporation (OEDC) Indonesia, (Maret 2015), h. 11


(15)

secara rinci dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil2

.

Menjawab kebutuhan masyarakat bagi terwujudnya sistem perbankan yang sesuai syariah, pemerintah telah memasukan kemungkinan tersebut dalam undang-undang yang baru. Telah diberlakukannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhan secara lebih cepat lagi. Dengan progress perkembangannya yang impresif yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65 persen pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan3

.

Tabel 1.1 Indikator Pertumbuhan Bank Syariah

Miliar Rupiah (in Billion IDR)

Indikator 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

Aset 97,519 145,467 195,018 242,276 272,343 270,735

DPK 76,036 115,415 147,512 183,534 217,858 272,750

2

Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia, Bank Indonesia, h. 4

3Perbankan Syariah, “Sekilas Perbankan Syariah di Indonesia”. Diakses: 13/06/2016 pada


(16)

Pembiayaan 68,181 102,655 147,505 184,122 199,330 212,996

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Aset 2,738,745 3,520,417 4,698,952 5,833,488 6,573,331 7,739,270 DPK 1,603,778 2,095,333 2,937,802 3,666,174 4,028,415 4,801,888 Pembiayaan 2,060,457 2,675,930 3,553,520 4,433,492 5,004,909 5,765,171

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Pertumbuhan perbankan syariah yang relatif cepat dapat dilihat pada indikator seperti aset, dana pihak ketiga serta volume pembiayaan yang terus mengalami peningkatan, sebagaimana yang dilihat pada Tabel 1.1 Jumlah Aset dari tahun ke tahun Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) maupun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) mengalami peningkatan. Apabila dilihat dari dana pihak ketiga dan volume pembiayaan kedua indikator ini menunjukan pertumbuhan pada setiap tahunnya.

Secara umum kondisi perekonomian yang masih belum membaik telah mempengaruhi pertumbuhan perbankan syariah (BUS, UUS dan BPRS) dengan pertumbuhan yang tidak setinggi pertumbuhan pada tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, saat ini bank syariah besar melakukan proses konsolidasi internal yang telah turut mempengaruhi perkembangan perbankan syariah, di samping kendala dari faktor


(17)

internal perbankan syariah lainnya seperti kapasitas SDM, jaringan kantor dan infrastruktur lain.4

Tabel 1.2 Perkembangan Jaringan Kantor Perbankan Syariah

Indikator 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Bank Umum Syariah

Jumlah Bank 11 11 11 11 12 12

Jumlah Kantor 1215 1401 1745 1998 2163 1990

Unit Usaha Syariah

Jumlah UUS 23 24 24 23 22 22

Jumlah Kantor 262 336 517 590 320 311

Total Kantor BUS dan

UUS 1477 1737 2262 2588 2483 2301

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Jumlah Bank 150 155 158 163 163 163

Jumlah Kantor 286 364 401 402 429 446

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Perkembangan syariah dapat dilihat dari sisi jumlah Unit atau cabang dari Bank Syariah itu sendiri dan indikator keuangan. Pada Tabel 1.2 terlihat pertumbuhan yang positif dari jumlah Bank di Indonesia. Pada tahun 2010 Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan Syariah memiliki masing-masing 11 Bank untuk BUS, 23 UUS dan 150 untuk jumlah BPRS. Stagnan untuk jumlah Bank Umum Syariah pada tahun 2011 sampai 2013, akan tetapi untuk jumlah kantor dari BUS dan UUS itu sendiri selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014 dan

4

Booklet Perbankan Indonesia 2016, Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan. (Otoritas Jasa Keuangan), h. 64


(18)

2015 jumlah BUS bertambah dari 11 Bank menjadi 12 Bank. Begitu pula dengan jumlah kantor dari Bank Pembiayaan Rakyat Syariah selalu meningkat, meskipun pada tahun 2013 sampai 2015 mengalami stagnan untuk jumlah Bank-bank tersebut. Maka pertumbuhan perbankan syariah yang dilihat dari indikator aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan pembiayaan memiliki trend yang sejalan dengan perkembangan jumlah bank syariah itu sendiri.

Indikator lainnya dalam melihat pertumbuhan Perbankan Syariah dengan digunakannya ukuran kinerja keuangan untuk mengetahui peningkatan nilai perusahaan, dengan berbagai rasio keuangan misalknya: Capital Adequacy Ratio (CAR). Return on Asset (ROA), Non Performing Finance (NPF), Financial to

Deposit Ratio (FDR) dan Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO).

Analisis kinerja keuangan merupakan interpretasi laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi dan data numerik lainnya yang dihasilkan oleh perusahaan. Tujuan dari analisis kinerja keuangan adalah untuk mengetahui kinerja keuangan pada saat tertentu, baik perkembangan dari tahun-tahun sebelumnya sampai saat penilaian hingga membuat suatu prediksi mengenai keadaan perusahaan pada masa yang akan datang dengan melakukan analisis data keuangan dari tahun-tahun sebelumya guna mengevaluasi program kearah sasaran dan tujuan yang ditetapkan


(19)

oleh manajemen perusahaan, hingga diketahui kelebihan dan kekurangan bank yang bersangkutan5

.

Tabel 1.3 Rasio Keuangan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

Indikator 2010 2011 2012 2013 2014 2015

CAR* 16.25 16.63 14.13 14.42 16.1 15.02

ROA 1.67 1.79 2.14 2 0.8 0.49

NPF 3.02 2.52 2.22 2.62 4.33 4.84

FDR 89.67 88.94 100 100.32 91.5 88.03

BOPO 80.54 78.41 74.97 78.21 79.28 97.01

Dalam Persentase *Hanya Data Bank Umum Syariah Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Secara faktual selama kurun waktu 2010 sampai 2015, ukuran kinerja keuangan yang dapat dilihat pada tabel 1.3 menunjukan kecenderungan meningkat. Secara sekilas kecukupan modal yang dilihat dari rasio CAR mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, pada tahun 2010 dan 2011 CAR ada pada kisaran 16 persen akan tetapi mengalami penuruan pada dua tahun berikutnya menjadi 14,13 persen di tahun 2012 dan 14,42 persen pada tahun 2013 kemudian meningkat kembali pada tahun 2014 menjadi 16, 1 persen dan turun kembali pada tahun 2015 menjadi 15, 02 persen. Pada penelitian yang dilakukan Kartika dan Syaichu menyatakan rasio kecukupan modal

5Budi Santosa, “Hubungan Variabel Makro

ekonomi terhadap Kinerja Keuangan pada PT. Bank Syariah Mandiri (Periode Mei 2005 – Oktober 2007)”. (Skripsi Fakultas Syariah. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), h. 2-3


(20)

ini menunjukan kemampuan Bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan manajemen bank, rendahnya CAR menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap bank yang pada akhirnya dapat menurunkan profitabilitas6

.

Adapun ukuran kinerja yang dilihat dari ROA mengalami peningkatan pada tahun 2010 sampai 2013, akan tetapi terjadi penurunan yang tajam di tahun 2014 yang hanya sebesar 0,8 persen dan di tahun 2015 sebesar 0,49 persen. ROA sendiri merefleksikan tingkat profit yang diperoleh Bank, menurut Yuhanah penurunan profit ini diduga akibat diberlakukannya aturan down payment (DP) dan finance to value (FTV) pada perbankan Syariah sehingga menurunkan profit perbankan syariah7

. Meskipun demikian, tingkat gagal bayar Bank Syariah ini yang dilihat dari rasio Non

Performing Finance (NPF) masih dibawah 5 persen dan ini berarti masih dibawah

ketentuan minimal. Hal ini menunjukan bahwa bank syariah tidak mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi. Dalam penelitian Yuhanah8

menyatakan hal tersebut terjadi karena adanya faktor

6Kartika W.S. dan Muhamad Syaichu, “Analisis Faktor

-faktor yang mempengaruhi Kinerja Bank Umum di Indonesia” Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi. (Volume 3, Nomor 2, Juli, Tahun 2006), h. 48.

7Siti uhanah, “Pengaruh Struktur Pasar terhadap Profitabilitas Industri Perbankan Syariah di

Indonesia Periode September 2010 – September 2015”. (Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2016), h. 6

8Siti uhanah, “Pengaruh Struktur Pasar terhadap Profitabilitas Industri Perbankan Syariah di

Indonesia Periode September 2010 – September 2015”. (Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2016), h. 2


(21)

makroekonomi global seperti menguatnya nilai tukar Dollar AS terhadap Rupiah, melambatnya perekonomian Tiongkok dan faktor internal seperti menurunya konsumsi pasar domestik sehingga memperburuk perusahaan-perusahaan tanah air.

Rasio pembiayaan yang dilihat dari nilai FDR mengalami fluktiatif dari tahun ke tahunnya, nlai FDR yang rendah padah tahun 2010 dan 2011 masing-masing 89,67 persen dan 88,94 persen kemudian mengalami peningkatan di tahun 2012 dan 2013 hingga mencapai kisaran nilai 100 persen, akan tetapi mengalami penurunan di tahun 2014 menjadi 91,5 persen dan di tahun 2015 kembali pada nilai 88,03 persen. Rendahnya FDR pada tahun 2015 menunjukan kurang efektifnya penyaluran pembiayaan pada Bank Syariah ini, sebaliknya jika FDR tinggi maka Bank Syariah tersebut mampu menyalurkan pembiayaan secara optimal. Indikator lain yang dapat dilihat untuk menilai apakah bank tersebut efisien atau tidak salah satunya dari rasio BOPO, nilai dari BOPO ini memperlihatkan perkembangan yang cukup baik secara sekilas. Nilai dari BOPO cenderung menurun dari tahun ke tahun selama tahun 2010 sampai dengan 2014 dengan tetap mempertahankan pada kisaran nilai 70 persen, meskipun pada tahun 2010 berada pada nilai 80,54 persen tetapi di tahun berikutnya terjadi penurunan nilai BOPO, hal ini menandakan kinerja Bank Syariah lebih baik dan efisien, akan tetapi terjadi kenaikan nilai yang cukup tinggi pada tahun 2015 menjadi 97,01 persen dari tahun sebelumnya di 2014 dengan nilai 79,28 persen.


(22)

Deskripsi diatas memunculkan pertanyaan tentang bagaimana sesungguhnya kondisi kinerja keuangan Bank Syariah di Indonesia. Rismon dan Henny Satyo9 dalam penelitiannya menyatakan bahwa kinerja bank yang baik memiliki daya tarik sendiri kepada investor dan dapat mensejahterakan pemegang saham atas investasinya. Dalam tahap ini membuat investor-investor baru untuk membeli saham pada bank tersebut hingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Jika semakin banyak modal yang ditanam investor pada bank tersebut, maka akan semakin banyak juga pembiayaan yang dilakukan bank sehingga tingkat profit yang akan diperoleh bank akan tinggi juga tapi dengan tetap harus memperhatikan prinsip kehatia-hatian dalam menyalurkan pembiayaan tersebut.

Kinerja perbankan sendiri dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang dimaksud dapat berupa daya saing masing-masing yang dimiliki, sedangkan faktor eksternal dapat berupa kondisi makro dan keuangan suatu Negara secara umum10

. Faktor internal adalah karakteristik individu bank yang mempengaruhi kinerja bank. Faktor-faktor ini pada dasarnya dipengaruhi oleh keputusan internal manajemen dan dewan.

9

Rismon H dan Henny Setyo L, “Pengaruh Faktor Intenal dan Eksternal Bank terhadap

Kinerja Bank di Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Manajemen Trisakti (e -Journal) (Volume 2 Nomor 1 Februari 2015. ISSN: 2339-0824), h. 15 - 32

10

Aviliani, Hermanto dkk, “The Impact of Macroeconomic Condition on The Bank’s

Performance in Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. (Volume 17, Nomor 4, April


(23)

Penelitian yang dilakukan oleh Rismon dan Henny11

yang melakukan penilaian untuk melihat pengaruh faktor internal terhadap kinerja Bank yang diproyeksikan dengan rasio profitabilitas (ROA, ROE dan NIM) dengan menggunakan perhitungan CAMEL menunjukan bahwa terdapat korelasi positif secara keseluruhan antara rasio CAMEL (Capital Adequacy, Asset Quality, Management Efficiency. Liquidity) terhadap profitabilitas yang di proyeksikan oleh rasio ROA, ROE dan NIM, kecuali

Asset Quality berpengaruh negatif terhadap ROA dan NIM kemudian Capital

Adequacy terhadap ROE yang juga berpengaruh negatif. Adapun penelitian yang di

lakukan oleh Suria dan Roza12

yang juga meneliti pengaruh faktor internal terhadap kinerja bank yang melihat dari profitabilitas dengan diproyeksikan oleh rasio ROA dan ROE, untuk Faktor internalnya sendiri melihat karakteristik bank dengan variabel CAMEL (Capital Adequacy, Asset Quality, Management Efficiency. Liquidity), penelitiannya menunjukan bahwa rasio CAMEL tersebut mempengaruhi terhadap kinerja Bank baik itu mempengaruhi secara positif maupun negatif.

Jauh sebelum penelitian yang dilakukan Rismon dan Henny serta Suria dan Roza, penelitian sebelumnya telah meneliti mengenai faktor internal yang mempengaruhi

11Rismon H dan Henny Setyo L, “Pengaruh Faktor Intenal dan Eksternal Bank terhadap

Kinerja Bank di Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Manajemen Trisakti (e -Journal) (Volume 2 Nomor 1 Februari 2015. ISSN: 2339-0824), h. 15 - 32

12Suria Rismawati S. dan Roza Hazli Z, “The Performance of Islamic Banks and

Macroeconomic Conditions”, Journal, ISRA Intenational Journal of Islamic Finance. (Vol. 5, Issue 2, 2013), h. 83 – 98.


(24)

kinerja bank umum di Indonesia, seperti yang dilakukan oleh Kartika dan Saichyu13 dengan melihat profitabilitas dari rasio ROA yang menunjukan bahwa Capital

Adequacy Ratio (CAR) dan Loan to Deposito Ratio (LDR) berpengaruh positif dan

signifikan terhadap ROA, sedangkan untuk Non Performing Loans (NPL) berpengaruh positif tetapi tidak signifikan, kemudian untuk Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan sedangkan untuk Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA.

Faktor makroekonomi merupakan salah satu faktor yang juga menyumbang pengaruh terhadap kinerja keuangan14

. Menurut Ongore15

stabilitas kebijakan makroekonomi, produk domestic bruto, inflasi, suku bunga dan ketidakpastian politik juga merupakan variabel ekonomi makro lainnya yang mempengaruhi kinerja bank. Faktor makroekonomi merupakan salah satu faktor yang datag dari luar yang sifatnya diluar kekuasaan bank, sehingga kebijakan pemerintah secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat kesehatan industri perbankan di Indonesia.

13Kartika W.S. dan Muhamad Syaichu, “Analisis Faktor

-faktor yang mempengaruhi Kinerja

Bank Umum di Indonesia” Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi. (Volume 3, Nomor 2, Juli, Tahun 2006), h. 46 - 57

14Rismon H dan Henny Setyo L, “Pengaruh Faktor Intenal dan Eksternal Bank terhadap

Kinerja Bank di Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Manajemen Trisakti (e -Journal) (Volume 2 Nomor 1 Februari 2015. ISSN: 2339-0824), h. 16.

15Ongore, V.O, “The Relationsip Between ownership structure and Firm Performance: An


(25)

Adapun penelitian yang mengkaji mengenai pengaruh faktor eksternal yang merupakan faktor makroekonomi terhadap kinerja Bank, seperti penelitian yang dilakukan oleh Budi Santosa16

menyatakan bahwa korelasi antara variabel makro yang diantaranya Inflasi, SBI, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (kurs) dan IHSG terhadap Return on Equity (ROE) memiliki korelasi yang kuat dan positif. Hal ini mengindikasikan bahwa jika naiknya inflasi, SBI, kurs dan IHSG akan meningkatkan ROE. Sebaliknya, korelasi variabel makro tersebut terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) korelasinya negatif, maksudnya disini jika naik/turnnya inflasi, SBI, kurs dan IHSG cenderung akan menurunkan kinerja LDR.

Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Aviliani dkk17

kondisi makro yang kondusif dapat memberikan lingkungan yang yang positif terhadap perkembangan perbankan itu sendiri. Sebaliknya, kondisi makro dan keuangan yang kurang stabil dapat mempengaruhi risiko pasar da risiko kredit perbankan yang pada gilirannya dapat berdampak pada kinerja bank. Layaknya suatu siklus, stabilitas sistem perbankan merupakan unsur terciptanya stabilitas sistem keuangan dan bermuara kembali pada stabilitas perekonomian suatu Negara.

16Budi Santosa, “Hubungan Variabel Makro ekon

omi terhadap Kinerja Keuangan pada PT. Bank Syariah Mandiri (Periode Mei 2005 – Oktober 2007). (Skripsi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), h. 2-3

17Aviliani, Hermanto dkk, “The Impact of Macroeconomic Condition on The Bank’s

Performance in Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. (Volume 17, Nomor 4, April 2015), h. 380.


(26)

Perkembangan perekonomian suatu Negara dapat diukur dari pendapatan nasional, peetumbuhan ekonomi ataupun lainnya secara umum dianggap dapat berpengaruh secara positif terhadap kinerja perbankan. Pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi berasosiasi dengan semakin berkembangnya sektor perbankan sehingga persaingan antar bank semakin ketat dan akhirnya dapat menurunkan profitabilitas Bank. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Siew Chun dan Shaikh18

yang menyatakan bahwa terdapat korelasi yang positif antara pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan oleh GDP dengan tingkat profitabilitas dan likuditas Bank. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Rismon dan Henny19

yang menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari GDP dan Inflasi terhadap tingkat profitabilitas bank yang dilihat dari Rasio ROA, ROE dan NIM.

Beberapa guncangan eksternal lain yang berasal dari luar negeri seperti krisis keuangan global yang diikuti beberapa rangkaian resesi di dunia dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja bank. Pengaruh tidak langsung dapat terjadi salah satunya jika guncangan tersebut berpengaruh terhadap kondisi

18Shiew Chung Hong dan Shaikh Hamzah Abdul Razak. “The Impact of Nominal GDP and

Inflation on The Financial Performance of Islamic Banks in Malaysia”. Journal of Islamic Economics,

Banking and Finance (Vol. 11 No. 1. Jan – March 2015), h. 158 - 180

19Rismon H dan Henny Setyo L, “Pengaruh Faktor Intenal dan Eksternal Bank terhadap

Kinerja Bank di Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Manajemen Trisakti (e -Journal) (Volume 2 Nomor 1 Februari 2015. ISSN: 2339-0824), h. 16.


(27)

makroekonomi Indonesia dan kemudian kondisi makro itulah yang berpengaruh terhadap kinerja bank20

.

Sebagaimana literatur empiris yang telah disajikan sebelumnya, kinerja bank dapat dispesifikasi sebagai fungsi dari kondisi internal dan eksternal bank. Variabel internal mengacu pada faktor spesifik (karakteristik) masing-masing bank, sementara variabel eksternal dapat mencakup kondisi makroekonomi. Kinerja bank yang baik secara individual maupun dalam suatu sistem diharapkan dapat meningkatkan kontribusinya dalam perekonomian. Karena peran perbankan yang begitu besar, penting untuk dipastikan bahwa sistem keuangan dan perekonomian di suatu Negara juga berjalan dengan lancar dan efisien.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perlu diteliti lebih jauh mengenai pengaruh dari ketidakpastian kondisi makroekonomi terhadap kinerja keuangan perbankan syariah di Indonesia. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melanjutkan penelitian yang kemudian dituangkan dalam skripsi dengan judul:

“Pengaruh Faktor Makroekonomi terhadap Kinerja Keuangan Perbankan Syariah di Indonesia”.

20Aviliani, Hermanto dkk, “The Impact of Macroeconomic Condition on The Bank’s

Performance in Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. (Volume 17, Nomor 4, April


(28)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

1. Terjadi fluktuasi kinerja keuangan Bank Syariah di Indonesia (Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah)

2. Penurunan beberapa kinerja keuangan yang dilihat dari rasio keuangan, diantaranya menurunnya ROA pada tahun 2014 dan 2015 dari tahun-tahun sebelumnya.

3. Rasio Non Performing Finance (NPF) yang pada tahun 2014 dan 2015 meningkat dan hampir mencapai 5 persen.

4. Rasio Biaya Pendapatan Operasional Pendapatan Operasional yang meningkat di tahun 2015 dari tahun-tahun sebelumnya.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan penulis sebelumnya, penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu penulis hanya fokus untuk meneliti masalah kinerja keuangan yang hanya melihat dari rasio Return on Asset (ROA), Non

Performing Finance (NPF) dan Finance to Deposit Ratio (FDR) serta pengaruh

faktor eksternal yang merupakan makroekonomi, diantaranya Industrial Production


(29)

terhadap kinerja keuangan Perbankan Syariah di Indonesia dan tidak melihat dari sisi lainnya.

2. Perumusan Masalah

Melalui pembatasan masalah di atas, maka untuk mempermudah penulisan skripsi ini, penulis merumuskan masalah penelitan sebagai berikut:

Bagaimana pengaruh dari kondisi makroekonomi terhadap kinerja keuangan perbankan syariah di Indonesia?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1) Menganalisis pengaruh jangka pendek dari kondisi makroekonomi terhadap kinerja keuangan perbankan syariah di Indonesia.

2) Menganalisis pengaruh jangka panjang dari kondisi makroekonomi terhadap kinerja keuangan perbankan syariah di Indonesia.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menjawab masalah dalam penelitian ini, selain itu diharapkan juga dapat memberikan manfaat diantanya:

a. Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan bagi pembaca maupun peneliti pribadi.


(30)

b. Penelitian ini dapat menjadi sumber referensi bagi penelitian sejenis dan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dari penelitian yang telah ada maupun yang akan dilakukan.

c. Penelitian ini dapat memperluas khazanah ilmu pengetahuan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan pada bank syariah.

d. Membantu memberikan saran dan masukan bagi bank syariah dalam pengambilan keputusan berdasarkan informasi yang diperoleh untuk merencanakan suatu setrategi baru, sehingga kinerja dari perbankan syariah di Indonesia mengalami peningkatan.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara sederhana agar dapat memudahkan penulisan skripsi, maka disusun sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab dengan rincian sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dijelaskan latar belakang, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : KAJIAN TEORITIS

Pada bab ini akan disajikan mengenai teori perbankan syariah, laporan keuangan dan rasio rasio yang terdapat dalam laporan keuangan tersebut, pengukuran kinerja keuangan dan hubungan antara kondisi makroekonomi dengan kinerja keuangan


(31)

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai ruang lingkup penelitian, metode pengumpulan data, sumber data, variabel yang digunakan dalam penelitian, teknik pengumpulan data serta metode analisis yang digunakan.

BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Berisi data penelitian mengenai pengaruh kondisi makroekonomi terhadap kinerja keuangan perbankan syariah di Indonesia pada periode tahun 2010 – 2015.

BAB V : PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan permasalahan yang telah dibahas sebelumnya dan saran.


(32)

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Industri Perbankan Syariah

1. Sejarah Perbankan Syariah

Upaya awal penerapan sistem profit-loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya upaya mengelola jamaa’ah haji secara non-konvensional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic Rural Bank di Desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir. Lembaga Islamic Rural Bank dengan Mit Ghamr Bank binaan Prof. Dr. Ahmad Najjar beroperasi di pedesaan Mesir dan berskala kecil, namun institusi tersebut mampu menjadi pemicu yang sangat berarti bagi perkembangan financial system dan ekonomi Islam1

.

Secara kolektif gagasan berdirinya bank syariah di tingkat Internasional muncul dalam konferensi Negara-negara Islam sedunia di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 21-27 April 1969 yang diikuti oleh 19 negara peserta. Konferensi tersebut memutuskan beberapa hal, yaitu2

:

1) Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi, jika tidak ia

1

Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah: Teori dan Praktik. (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 18 – 19.

2

Muh. Zuhri, Riba dalam Al-Quran dan MAsalah Perbankan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996), h. 159.


(33)

termasuk riba dan riba itu sedikit atau banyak hukumnya haram.

2) Diusulkan supaya dibentuk suatu bank syariah yang bersih dari sistem riba dalam waktu secepat mungkin

3) Sementara menunggu berdirinya bank syariah, bank-bank yang menerapkan bunga diperbolehkan beroperasi, namun jika benar-benar dalam keadaan darurat. Pembentukan bank syariah semula banyak diragukan, antara lain karena3

:

1) Banyak yang beranggapan bahwa sistem perbankan bebas bunga adalah suatu hal yang tidak mungkin dan tidak lazim

2) Adanya pertanyaan tentang bagaimana bank akan membiayai operasionalnya, tapi dilain pihak bank Islam adalah suatu alternatif sistem ekonomi Islam

Untuk lebih mempermudah berkembangnya bank syariah di Negara-negara muslim perlu ada usaha bersama diantara Negara muslim. Maka pada bulan Desember 1970, pada sidang Menteri Luar Negeri Negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Karachi, Pakistan, delegasi Mesir mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan bank syariah. Pada sidang Menteri Luar Negeri OKI di Jeddah pada 1974 di setujui rancangan pendirian Bank Pembangunan Islam atau

Islamic Development Bank (IDB) dengan modal awal 2 miliar dinar atau ekuivalen

dengan 2 miliar SDR (special drawing right) IMF4 .

Indonesia sebagai Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sejak tahun

3

Tim Redaksi, Ensklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru, Van Hoeve, 1994), h. 233

4

Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah: Teori dan Praktik. (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 21


(34)

1989-an mulai merintis usaha pendirian bank Islam guna memenuhi permintaan masyarakat yang membutuhkan alternatif jasa perbankan dengan syariat Islam. Setelah melalui proses panjang, atas prakarsa Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya didirikanlah bank syariah pertama di Indonesia dengan nama Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991. Dengan didirikanya BMI ini, perbankan mulai dikenal oleh masyarkaat Indonesia. Namun, sejak beroperasi 1 Mei 1992, bank syariah belum mendapatkan perhatian optimal dalam tatanan perbankan nasional, sehingga pertumbuhannya terbilang cukup lambat5

.

Dalam periode 1992 sampai dengan 1998, terdapat hanya satu Bank Umum syariah dan 78 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang terlah beroperasi. Pada tahun 1998, dikeluarkan UU No. 10 Tahun 1998 sebagai amandemen dari UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang hanya memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi keberadaan sistem perbankan syariah. Pada tahun 1999 dikeluarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang memerikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk dapat pula menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip syariah. Industri perbankan syariah berkembang lebih cepat setelah kedua perangkat perundang-undangan tersebut diberlakukan6

.

5Ida Syafrida dan Ahmad Abror, “Faktor

-faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhi

Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, (Vol. 10 No. 1, Juni

2011), h. 25

6


(35)

2. Pengertian Industri Perbankan Syariah

Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta tata cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan7

.

Apabila dilihat dari segi definisi, menurut pasal 1 angka 1 UU No. 10 Tahun 1998 mengungkapkan bahwa istilah Bank berarti badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Dari Definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa bank merupakan perusahaan yang memperdagangkan utang piutang, baik yang berupa uang sendiri maupun uang masyarakat, dan memperedarkan uang tersebut untuk kepentingan umum8

.

Menurut Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Sementara Unit Usaha Syariah menurut Undang-undang No. 21 Tahun 2008 adalah unit kerja kantor dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor

7

Booklet Perbankan Syariah Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (Maret 2016), h. 13

8

Dr. Suwardi K. Lubis dan Farid Wadji, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 41


(36)

induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional yang berfungi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan unit usaha syariah.

3. Karakterisktik Perbankan Syariah

Bank syariah bukan sekedar bank bebas bunga, tetapi juga memiliki orientasi pencapaian kesejahteraan. Secara fundamental terdapat beberapa karakteristik bank syariah9

:

1) Penghapusan Riba

2) Pelayanan kepada kepentingan publik dan merealisasikan sasaran sosio-ekonomi Islam

3) Bank syariah bersifat universal yang merupakan gabungan dari bank komersial dan bank investasi

4) Bank syariah akan melakukan evaluasi yang lebih berhati-hati terhadap permohonan pembiayaan yang beroriantasi kepada penyertaan modal, karena bank komersial syariah menerapkan profit and loss sharing dalam konsinyasi, ventura, bisnis atau industri.

5) Bagi hasil cenderung mempererat hubungan antara bank syariah dan pengusaha 6) Kerangka yang dibangun dalam membantu bank mengatasi kesulitan

9

Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Lencana Prenada Media Group, 2012), h. 67


(37)

likuiditasnya dengan memanfaatkan instrumen pasar uang antarbank syariah dan instrument bank sentral berbasis syariah.

Menurut Sumitro10

terdapat beberapa ciri bank syariah yang membedakan dengan bank konvensional:

1) Beban biaya

Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam jumlah nominal yang besarnya tidak kaku dan dapat dilakukan dengan kebebasan untuk tawar menawar dalam batas wajar. Beban biaya tersebut hanya dikenakan sampai batas waktu sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak

2) Penggunaan persentase

Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindari, Karena persentase bersifat melekat pada sisa utang, meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir, sehingga yang dipergunakan adalah nisbah bagi hasil

3) Kontrak-kontrak pembiayaan proyek

Di dalam Kontrak-kontrak pembiayaan proyek, bank syariah tidak menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti yang ditetapkan dimuka Karena pada hakikatnya yang mengetahui tentang ruginya suatu proyek yang dibiayai bank hanya Allah semata. Tingkat keuntungan yang dipergunakan adalah tingkat keuntungan aktual, apabila tingkat keuntungan aktual lebih kecil daripada tingkat

10

Warkum Sumitro, Azaz-azaz Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait (BMUI dan Takaful) di Indonesia (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), h. 20-21


(38)

keuntungan proyeksi maka yang dipergunakan adalah tingkat keuntungan aktual tersebut.

4) Penyerahan dana dianggap titipan (wadiah)

Penyerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh penyimpan dianggap sebagai titipan (wadiah) sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang dibiayai bank yang beroperasi sesuai prinsip-prinsip syariah, sehingga pada penyimpanan tidak dijanjikan imbalan yang pasti

5) Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Terdapatnya Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur organisasi bank syariah yang bertugas untuk mengawasi operasionalisasi bank dari sudut syariahnya. Selain itu, manajer dan pimpinan bank Islam harus menguasai dasar-dasar muamalah Islam. Unsur Dewan Pengawas Syariah inilah hal utama yang membedakan struktur organisasi antara bank syariah dan bank konvensional 6) Fungsi kelembagaan

Selain menjembatani antara pihak pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana, juga mempunyai fungsi khusus, yaitu fungsi amanah, artinya berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang disimpan dan siap sewaktu-waktu apabila dana diambil pemiliknya.

B. Laporan Keuangan Bank Syariah


(39)

laporan keuangan kepada bank sentral (yaitu Bank Indonesia) dan publik, setiap enam bulan, yang terdiri atas laporan inti dan laporan pelengkap11

. Laporan inti terdiri dari Neraca dan perhitungan laba/rugi, sedangkan laporan pelengkap terdiri atas:

1) Laporan komitmen dan kontijensi

2) Laporan perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum 3) Laporan transaksi valuta asing dan derivatif

4) Laporan kualitas aktiva produktif dan derivatif 5) Perhitungan rasio keuangan

6) Pengurus bank dan pemilik bank

Tidak berbeda dengan laporan keuangan pada bank konvensional, selayaknya organisasi bank syariah juga harus menyusun laporan keuangan pada akhir periode akuntansinya. Menurut PSAK No. 59 (2002), laporan keuangan bank syariah yang lengkap terdiri dari atas komponen-komponen sebagai berikut:

1) Neraca

Unsur neraca bank syariah meliputi aktiva, kewajiban, investasi tidak terikat dan ekuitas. Yang membedakan dengan neraca jenis organisasi lain adalah pada “investasi tidak terikat”. Invetasi tidak terikat bukan merupakan kewajiban dan juga bukan ekuitas. Investasi tidak terikat adalah dana pihak ketiga yang dititipkan atau diserahkan kepada bank untuk dikelola tanpa ikatan dari penitip dana atau dikelola secara bebas sesuai syariah.

11


(40)

2) Laporan laba/rugi 3) Laporan arus kas

Laporan arus kas bank syariah disajikan sesuai dengan PSAK No. 2 mengenai laporan arus kas dan PSAK No. 31 mengenai akuntansi perbankan, dengan catatan menyesuaikan kegiatan dan transaksi bank syariah

4) Laporan perubahan ekuitas

Laporan perubahan ekuitas bank syariah disajikan sesuai dengan PSAK No. 1 mengenai penyajian laporan keuangan. Urutan penyajian dan deskripsi, bila perlu, dapat diubah sesuai dengan kondisi masing-masing perusahaan agar tercapai penyajian laporan keuangan secara wajar dengan memperhatikan PSAK terkait. 5) Laporan perubahan dana investasi terkait

Investasi terkait adalah investasi yang bersumber dari pemilik dana investasi terkait dan sejenisnya yang dikelola oleh bank sebagai manajer investasi berdasarkan mudharobah muqayadah atau sebagai agen investasi. Dalam hal bank bertindak sebagai manajer investasi dengan akad mudharobah muwayadah, bank mendapatkan keuntungan sebesar nisbah atas keuantungan investasi. Jika terjadi kerugian maka bank tidak memperoleh imbalan apapun. Apabila dalam investasi tersebut terdapat dana bank maka bank menanggung kerugian sebesar bagian dana yang diikutsertakan.

6) Laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infaq, shadaqah

Unsur dasar laporan sumber penggunaan dana zakat, infaq, shadaqah meliputi sumber dana selama suatu jangka waktu, serta saldo dana zakat, infaq dan


(41)

shadaqah pada tanggal tertentu. Sumber dana zakat, infaq, shadaqah berasal dari bank dan pihak lain yang diterima bank untuk disalurkan kepada yang berhak. 7) Laporan sumber dan penggunaan qardul hasan

Unsur dasar laporan sumber dan penggunaan dana qardul hasan melipti sumber penggunaan dana qardul hasan selama jangka waktu tertentu dan saldo dana

qardul hasan pada tanggal tertentu. Penggunaan dana qardul hasan meliputi

pemberian pinjaman baru selama jangka waktu tertentu dan pengembalian dana

qardul hasan temporer yang disediakan pihak lain.

8) Catatan atas laporan keuangan

C. Analisis Kinerja Keuangan

Menurut mulyadi12

, pengukuran kinerja adalah suatu tingkatan keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, kinerja itu sendiri dapat dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik. Pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu karyawannya berdasarkan standar dan kriteria yang telah ditetapkan.

Alat analisis yang dapat digunakan untuk menganalisa kinerja keuangan, diantaranya adalah analisis rasio, proporsional, Du Pont System of Analysis dan EVA

(Economic Value Added). Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil

perbandingan dari suatu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai

12


(42)

hubungan signifikan. Rasio keuangan sangat penting dalam melakukan analisis terhadap kondisi keuangan suatu perusahaan. Analisis rasio ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan teknik analisis lainnya, keunggulannya sebagai berikut13

: 1) Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan

ditafsirkan

2) Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit

3) Mengetahui posisi perusahaan ditengah industri lainnya

4) Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengii model-model pengambilan keputusan dan model prediksi

5) Menstandarisir ukuran (size) perusahaan

6) Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik

7) Lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakkan prediksi di masa yang akan datang.

Rasio keuangan didesain untuk memperlihatkan hubungan antara item-item antara laporan keuangan (neraca dan laporan laba – rugi). Ada lima jenis rasio keuangan:14

1. Leverage ratios, memperlihatkan berapa hutang yang digunakan perusahaan.

13

Admad Rodoni dan Herni Ali, Manajemen Keuangan Modern (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2014), h. 24 – 25.

14

Drs. Lukas Setia Atmaja, Manajemen Keuangan. (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2003), h. 415


(43)

2. Liquidity ratios, mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban perusahaan yang jatuh tempo.

3. Efficiency atau turnover atau asset management ratios, mengukur seberapa

efektif perusahaan mengelola aktivanya.

4. Profitability ratios, mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba.

5. Market value ratios, mempelihatkan bagaimana peusahaan dinilai oleh investor

dipasar modal.

Hingga saat ini analisis rasio keuangan bank syariah masih menggunakan aturan yang berlaku di bank konvensional. Analisis rasio keuangan bank syariah dilakukan dengan menganalisis posisi neraca dan laporan laba rugi.15

1. Rasio Likuiditas adalah ukuran kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, meliputi:

a. Current Ratio, adalah kemampuan bank untuk membayar utang dengan

menggunakan aktiva lancar yang dimiliki.

b. Quick (Acid test) Ratio, adalah ukuran untuk mengetahui kemampuan bank

dalam membayar utang jangka pendeknya dengan aktiva lancar yang lebih liquid

c. Loan Deposit Ratio (LDR), adalah menunjukan kesehatan bank dalam

memberikan pembiayaan.

15

Muhammad. Manajemen Dana Bank Syariah (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2014), h. 252-254


(44)

2. Rasio aktivitas, adalah ukuran untuk menilai tingkat efisiensi bank dalam memanfaatkan sumber dana yang dimilikinya. Rasio ini meliputi:

a. Fixed Asset Turnover (FAT) adalah kemampuan aktivitas (efisiensi) dana

yang tertanam keseluruhan aktiva tetap bank dalam suatu periode tertentu dengan jumlah keseluruhan aktiva.

b. Total Asset Turnover adalah rasio yang menunjukan kemampuan dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam suatu periode tertentu atau kemampuan bank dalam mengelola sumber dana dalam menghasilkan pendapatan (revenue)

3. Rasio Profitabilitas, adalah rasio yang menunjukan tingkat efektivitas yang dicapai melalui usaha operasional bank, yang meliputi:

a. Profit margin, adalah gambaran efisiensi suatu bank dalam menghasilkan

laba.

b. Return on Asset adalah rasio yang menggambarkan kemampuan bank dalam

mengelola dana yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang menghasilkan keuntungan. ROA adalah gambaran produktifitas bank dalam mengelola dana sehingga menghasilkan keuntungan.


(45)

D. Profitabilitas

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sylvia16

mengungkapkan bahwa tingkat profitabilitas merupakan hal penting bagi sebuah bank dan menjadi salah satu indikator untuk mengukur kinerja keuangan suatu bank, karena profitabilitas menjadi faktor penentu kelanjutan sebuah bank agar dapat terus berkembang secara berkelanjutan. Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan memperoleh laba yang berhubungan dengan penjualan total aset maupun modal sendiri. Sasaran yang akan dicapai adalah laba perusahaan.

Tujuan analisis profitabilitas yaitu untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba yang berhubungan dengan aset maupun modal. Tingkat profitabilitas biasanya dinyatakan dalam persentase menggunakan rasio, rasio profitabilitas merupakan salah satu metode untuk menilai kondisi keuangan bank berdasarkan perhitungan rasio berdasarkan analisis kuantitatif yang menunjukan hubungan antar unsur dalam laporan laba rugi dan neraca. Salah satu rasio profitabilitas yang digunakan bank pada umumnya adalah Return on Asset (ROA).

Return on Asset (ROA) adalah rasio profitabilitas yang dapat menggambarkan

kemampuan perusahaan dalam mengelola asset yang dimilikinya. Rasio ini menjadi gambaran dari tingkat produktifitas yang dimiliki perusahaan. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, maka standar ROA yang baik adalah sekitar 1,5 persen. Semakin

16Sylvia Nur Indahsari, “Analisis Faktor Makroekonomi yang mempengaruhi profitabilitas

Bank (studi pada PT. Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk.),” (Jurnal Ilmiah Universitas Brawijaya,


(46)

besar ROA menunjukan kinerja perusahaan semakin baik, karena return semakin besar. ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan atau laba secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai oleh bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut (Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/11/DPNP tanggal 31 Maret 2010):

ROA= Laba Sebelum Pajak

Rata rata Total Aktiva 100%

Laba sebelum pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional sebelum pajak, sedangkan rata-rata total aset merupakan rata-rata volume usaha atau aktiva. Perhitungan ROA terdiri dari17

:

1) Menghitung Earning Before Tax (EBT) laba perusahaan (bank) sebelum dikurangi pajak

2) Menghitung keseluruhan aktiva yang dimiliki oleh bank yang terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tetap.

17Siti uhanah, “Pengaruh Struktur Pasar terhadap Profitabilitas Industri Perbankan Syariah

di Indonesia Periode September 2010 – September 2015”. (Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016), h. 37


(47)

E. Likuiditas

Menurut Santosa18

kinerja likuiditas, rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dan permohonan kredit atau pembiyaan dengan cepat. Pemenuhan kemampuan likuiditas bank dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti adanya persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah dan dilema antara likuiditas dengan profitabilitas. Likuiditas yang tinggi mengakibatkan kas menganggur semakin tinggi, ini akan merugikan bank yang bersangkutan karena profitabilitasnya akan semakin rendah.

Likuditas bersifat rentan dan dapat secara tiba-tiba terkuras dari suatu bank. Kesulitan likuditas pada suatu bank dapat menjalar pada bank lain sehingga menimbulkan risiko sistematik. Kejutan (shock) dapat mendorong terciptanya spiral likuditas yang menyebabkan hilangnya likuditas dan terbentuknya krisis keuangan. Belajar dari historis, krisis perbankan yang terjadi selama ini terutama disebabkan oleh krisis likuditas bank yang menyebabkan terjadinya gagal bayar bank terhadap sebagain besar kewajibannya19

. Likuiditas adalah faktor lain yang menentukan tingkat kinerja perbankan.

Likuiditas mengacu pada kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya,

18Budi Santosa, “Hubungan Variabel Makro ekono

mi terhadap Kinerja Keuangan pada PT. Bank Syariah Mandiri (Periode Mei 2005 – Oktober 2007)”, (Skripsi. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), h. 28 – 29.

19Zulkarnain Sitompul dkk, “Pengelolaan Dana dan Likuiditas Bank”, Bulletin Ekonomi


(48)

terutama dari deposan. Menurut Dang20

rasio keuangan yang paling umum yang mencerminkan posisi likuiditas bank adalah total kredit dibagi simpanan nasabah.

Likuidity dicerminkan dalam rasio Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR merupakan

rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Menurut Kartika21

tingkat LDR menunjukan adanya risiko likuditas

(liquidity risk) yang kemungkinan akan dihadapi oleh bank. Risiko likuiditas adalah

risiko yang dihadapi bank dalam menyediakan alat-alat likuid untuk dapat memenuhi kewajiban hutang-hutangnya dan kewajiban lain serta kemampuan memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadinya penangguhan. Rasio ini menunjukan salah satu penilaian likuiditas bank yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

LDR=Total Dana Pihak Ketiga KLBI Modal IntiJumlah Kredit yang Diberikan 100%

LDR digunakan untuk untuk mengukur kemampuan melempar dana berdasarkan sumber tertentu. Semakin tinggi angka rasio LDR, maka semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank tersebut. karena sebagian besar dana bank tertanam pada pinjaman. Jika ada penarikan dana oleh deposan, bank bisa mengalami kesulitan. Di lain pihak, semakin tinggi angka ini, semakin besar profitabilitas bank tersebut,

20Uyen Dang, “The CAMEL Rating System in Banking Supervision: a Case Study of Arcada”

(University of Applied Sciences, International Bussiness).

21Kartika W.S. dan Muhamad Syaichu, “Analisis Faktor

-faktor yang mempengaruhi Kinerja Bank Umum di Indonesia” Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi. (Volume 3, Nomor 2, Juli, Tahun 2006), h. 49.


(49)

karena bank mampu melempar dana efektif22 .

Lebih banyak penelitian menggunakan objek konvensional, sehingga dalam menggitung rasio yang sering digunakan dengan istilah loan yaitu Loan to Deposito

Ratio (LDR). Dalam perbankan syariah tidak dikenal istilah kredit (loan) namun

pembiayaan atau financing23

. Pada umumnya konsep yang sama ditunjukan pada bank syariah dalam menyebut likuiditas dengan menggunakan Financing to Deposit

Ratio (FDR). Financing to Deposit Ratio (FDR) yaitu seberapa besar dana pihak

ketiga bank syariah dilepaskan untuk pembiayaan. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

FDR=Total Dana Pihak KetigaTotal Pembiayaan 100%

Bank Indonesia menyatakan suatu bank masih dianggap sehat jika rasio berada diantara 85 persen – 110 persen. Apabila FDR suatu bank berada diatas atau dibawah 85 persen – 110 persen, maka bank dalam hal ini dapat dikatakan tidak menjalankan fungsinya sebagai pihak intermediasi (perantara) dengan baik. Menurut Mahdiyah24 jika angka rasio FDR suatu bank berada pada angka 60% berarti 40% dari seluruh dana yang dihimpun tidak tersalurkan kepada pihak yang membutuhkan, sehingga

22

Mahmud M. Hanafi dkk, Analisis Laporan Keuangan (Yogyakarta: UPP STIM YKPN. 2007), h. 333

23

Syafii Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek. (Jakarta: Gema Insani Press. 2001), h. 170

24Mahdiyah, “Pengaruh Pembiayaan Murabahah, Kualitas Aset Produktif dan Rasio

Likuiditas terhadap Profitabilitas pada Bank Umum Syariah Periode 2009-2013” (Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta), h. 25 - 25


(50)

dapat dikatakan bahwa bank tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Kemungkinan jika rasio FDR bank mencapai 110% berarti total pembiayaan yang diberikan bank tersebut melebihi dana yang dihimpun. Oleh karena dana yang dihimpun dari masyarakat sedikit, maka bank dalam hal ini juga dapat dikatakan tidak menjalankan fungsinya sebagai pihak intermediasi (perantara) yang baik.

F. Efisiensi

Working paper Bank Indonesia25

yang menjelaskan mengenai efisiensi telah mendefinisikan efisiensi sebagai indikator yang menunjukan kemampuan manager dan staf perusahaan dalam menjaga tingkat kenaikan pendapatan laba diatas tingkat kenaikan biaya operasional. Penilaian aspek efisiensi dimaksudkan untuk mengukur kemampuan bank dalam memanfaatkan dana yang dimiliki dan biaya yang dilakukan untuk mengoperasikan dana tersebut.

Pengukuran efisiensi menurut Bank Indonesia dilihat dari nilai Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO). Dalam penelitiannya Rahmat26

memaparkan bahwa semakin kecil nilai BOPO menunjukan semakin baik tingkat efisiensi bank dalam menjalankan aktivitas usahanya. Bank yang sehat memiliki nilai BOPO kurang dari satu, sebaliknya bank yang kurang sehat nilai BOPO nya lebih dari satu.

25Dadang Muljawan dkk, “Faktor

-Faktor Penentu Efisiensi Perbankan Indonesia Serta

Dampaknya Terhadap Perhitungan Suku Bunga Kredit”, (Working Paper Bank Indonesia. Desember

2014), h. 6-7

26Rahmat Abdillah, “Faktor

-faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas dan Likuiditas pada Bank Umum Syariah di Indonesia (Periode 2008-2005)”, (Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2015), h. 37-38.


(51)

Biaya operasional pendapatan operasional (BOPO) sering disebut rasio efisiensi digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Menurut Almilia dan Herdiningtyas27

semaki kecil rasio ini berarti semakin efisiensi biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan. Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga dan total beban operasional lainnya. Pendapatan operasional adalah penjumlahan dari total pendapatan bagi hasil dan total pendapatan operasional lainnya. Perhitungan adalah seperti berikut ini:

BOPO=Total Pendapatan Operasional Total Beban Operasional 100%

BOPO menggambarkan beban bunga yang harus dibayar dan pendapatan bank. Beban bunga yang harus dibayar sangat tergantung dengan variabel makro, terutama

BI Rate yang menjadi acuan penentuan baik bunga pinjaman maupun simpanan.

Selain tingkat suku bunga yang dapat mempengaruhi BOPO tersebut, salah satu aspek yang juga dapat mempengaruhi yaitu aspek ketidakpastian, sumber aspek ketidakpastian ini merupakan tingginya tingkat inflasi yang terjadi.

27Tiara Kusuma Hapsari, “Analisis pengaruh CAR, NPL, BOPO, LDR, GWM dan Rasio

Konsetrasi terhadap ROA (studi empiris pada Bank Umum yang Listing di BEI 2005 – 2009)”, (Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang, 2011), h. xxvii


(52)

G. Variabel Makroekonomi

1. Industrial Production Index (IPI)

Rinal28

dalam penelitiannya menjelaskan mengenai teori makro yang menyatakan bahwa tabungan merupakan fungsi dari suku bunga dan pendapatan nasional. Besarnya pendapatan menunjukan sebarapa besar kemampuan (ability) seseorang untuk menabung. Apabila pendapatan masyarakat meningkat, maka Jumlah pendapatan yang bisa dibelanjakan akan meningkat. Jika konsumsi diasumsikan tetap atau peningkatannya relatif lebih kecil daripada peningkatan pendapatannya, maka akan semakin banyak jumlah dana yang bisa ditabungkan masyarakat di perbankan.

Dalam penjelasan pada penelitian yang dilakukan oleh Sri29

Industiral Production

Index (IPI) adalah sebuah indikator ekonomi yang mengukur produksi output riil. IPI

sering digunakan sebagai representasi bagi pendapatan nasional untuk menggantikan ketiadaan data PDB bulanan. Sejalan dengan teori yang ada pada penelitian yang dilakukan oleh Aviliani30

mengungkapkan bahwa indeks produksi industri (IPI) sebagai proksi dari pendapatan nasional memiliki hubungan kuat dengan hampir semua indicator kinerja bank.

28Rinal Satria Anugrah, “Analisis Faktor

-faktor yang Mempengaruhi Likuiditas Bank Umum

Syariah di Indonesia”, (Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, 2006), h. 31.

29Sri Wulan Fatmawati, “Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi dan Indeks Harga

Saham Syariah di Beberapa Negara Terhadap Jakarta Islamic Index(JII)”. (Skripsi Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. 2013), h. 9

30Aviliani dkk. “The Impact of Macroeconomic Condition on The Bank’s Performance in


(53)

2. Inflasi

Inflasi adalah naiknya harga-harga komiditi secara umum yang disebabkan oleh tidak singkronnya antara program pengadaan komoditi (produksi, penentuan harga, pencetakan uang dan sebagainya) dngan tingkat pendapatan yang dimiliki oleh masyarakat31

. Inflasi merupakan presentasi kecepatan kenaikan harga-harga dalam suatu tahun tertentu. Atau dengan kata lain, adanya penurunan dari nilai mata uang yang berlaku. Menurut Sukirno32

terdapat tiga akibat penting dari inflasi yang terkait dengan investasi, yaitu:

a. Inflasi menimbulkan penanaman modal secara spekulatif, dalam hal ini pemilik modal cenderung menggunakan uangnya untuk investasi yang bersifat spekulatif. Mereka menganggap membeli rumah atau menyimpan barang berharga lebih menguntungkan daripada investasi pada sektor produktif

b. Tingkat bunga meningkat sehingga mengurangi investasi, untuk menghindati penurunan dari nilai modal yang dipinjamkan. Makin tinggi nilai inflasi maka makin tinggi pula tingkat bunganya. Tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi kemauan pemilik modal untuk mengembangkan sektor-sektor profuktif. Apabila dikaitkan dengan kinerja bank, maka dengan redahnya investasi maka akan menghambat likuditas bank, penyaluran dana jadi menurun dan secara otomatis profit juga akan lebih kecil jika dana yang disalurkan semakin sedikit.

31Iskandar Putong, “

Teknik Pemanfaatan Analisis SWOT Tanpa Skala Industri

(A-SWOT-TSI)”. (Jurnal Ilmuan Ekonomi dan Bisnis, Vol. 8 no. 2), h. 65 – 72.

32


(54)

c. Menimbulkan ketidakpastian ekonomi suatu Negara di masa yang akan datang, dengan begitu investor akan berfikir lagi di Negara yang bersangkutan.

Dari sisi supply, banyak proyek yang terancam tidak feasible gara-gara asumsi inflasinya terlalu tinggi, sehingga investasi tidak jadi dilakukan dan lapangan pekerjaan tidak jadi bertambah. Bahkan saat inflasi Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi di Negara tetangga menjadikan tingkat bunga riil terancam negatif yang akan memberikan tekanan pada nilai rupiah terhadap uang asing, khususnya ditengah kabar meningkatnya suku bunga Fed Fund di Amerika33

. Kecenderungan harga barang-barang yang semakin meningkat (inflasi) akan berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada sektor perbankan. Secara teori, inflasi berpengaruh terhadap dunia perbankan sebagai salah satu institusi keuangan. Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Budi34

yang menunjukan bahwa inflasi ini memiliki korelasi yang sangat kuat dan searah terhadap tingkat profitabilitas yang dilihat dari rasio Return on Equity (ROE).

3. BI Rate

Suku bunga Bank Indonesia (BI Rate)35

adalah suku bunga acuan yang mencerminkan sikap kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai

33

Mandala Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2008), h. 373

34Budi Santosa, “Hubungan Variabel Makro ekonomi terhadap Kinerja Keuangan pada PT.

Bank Syariah Mandiri (Periode Mei 2005 – Oktober 2007).” (Skripsi. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta).

35


(55)

otoritas moneter dan diumumkan kepada publik. Menurut Siamat36

BI Rate adalah suku Bunga yang diumumkan oleh BI secara periodik dengan tenor satu bulan untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal kebijakan moneter.

Pada working paper Bank Indonesia37

menyebutkan bahwa tingkat suku bunga bank, baik suku bungan kredit maupun simpanan dapat memengarui tingkat efisiensi perbankan. Pengaruh ini dijelaskan oleh interest rate spread atau net interest margin. Tingginya interest rate spread mejadi indikasi inefisiensi pada sektor perbankan. Oleh karena itu, spread suku bunga perbankan yang tinggi dapat mengurangi potensial savers karena tingkat pengembalian yang rendah atas deposit dan meningkatkan biaya financial untuk borrowers, sehingga dapat mengurangi potensi pertumbuhan investasi dan ekonomi. Selain interest rate spread, net interest margin juga dapat digunakan sebagai salah satu proksi untuk mengukur tingkat efisiensi industri perbankan.

Menurut Dwijayanti38

secara tidak langsung BI Rate mempengaruhi kinerja keuangan perbankan melalui suku bunga pokok perbankan. Karena apabila BI Rate naik, maka suku bunga simpanan dan pinjaman akan naik juga. Hal tersebut

36

Siamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan Kebijakan Moneter dan Perbankan. Edisi Kelima (Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. 2005), h. 139.

37

Dadang Muljawan dkk, “Faktor-Faktor Penentu Efisiensi Perbankan Indonesia Serta

Dampaknya Terhadap Perhitungan Suku Bunga Kredit,” (Working Paper Bank Indonesia. Desember

2014), h. 16

38Dwijayanti, Febrina dan Naomi, “Analisis Pengaruh Inflasi, BI Rate dan Nilai Tukar Mata

Uang Terhadap Profitabilitas Bank Periode 2003 –2007”. Jurnal Karisma, (Vol. 3 (2): 87 – 89. 2009), h. 95.


(56)

mengakibatkan masyarakat lebih memilih menaruh uangnya di Bank dalam bentuk simpanan dengan ekspektasi mendapat bunga yang tinggi dari pada meminjam uang. Hal ini menyebabkan penurunan penyaluran kredit dan pendapatan bank dari sektor kredit akan berkurang sehingga menurunan profit.

Sejalan dengan teori yang sudah ada dan penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh aviliani39

secara umum suku bunga kebijakan (BI Rate) merupakan variabel makro yang direspon besar oleh mayoritas indikator kinerja bank. BI Rate merupakan instrument paling potensial yang dimiliki Bank Indonesia untuk menjaga kestabilan sektor keuangan khususnya perbankan.

4. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Indeks harga saham gabungan menggambarkan suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga saham gabungan seluruh saham sampai pada tanggal tertentu, indeks harga saham gabungan merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja gabungan seluruh saham yang tercatat di suatu bursa efek40

.

Pasar modal menjadi suatu yang penting di era globalisasi ini. Indonesia merupakan Negara yang pasar keuanganya sedang berkembang. Sebagai alternatif investasi, sumber dana melalui penjualan saham dan penerbitan obligasi serta sebagai

39Aviliani dkk. “The Impact of Macroeconomic Condition on The Bank’s Performance in

Indonesia. Bulletin Ekonomi Moneter dan Perbankan,” (Volume 17, Nomor 4, April 2015), h. 398.

40

Luna Haningsih, Pasar Modal: Indeks Harga Saham Pusat (Pusat Pengembangan Bahan Ajar-UMB), Modul 11.


(57)

indikator makroekonomi. Menurut Sri41

investasi di Indonesia saat ini sedang mengalami perkembangan yang cukup baik. Hal ini ditandai dengan membaiknya indeks yang berkaitan dengan Indonesia yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI).

Pasar saham dapat menyebabkan spekulasi jangka pendek yang bahkan dapat mendominasi perdagangan dan mendistrosi keputusan yang dibuat manager yang juga sering mempengaruhi kinerja jangka pendek42

. Menurut Budi43

apabila harga saham meningkat, maka kemampuan perusahaan akan menghasilkan laba meningkat. Dengan kata lain peningkatan harga saham akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan. Tingginya harga saham tersebut akan menurunkan profitabilitas perusahaan karena persahaan dibebani biaya yang tinggi, akibatnya perusahaan harus mencari tambahan dana untuk menutupi kekurangan yaitu dengan mengajukan kredit kepada pihak perbankan. Jika semakin banyak dana yang tertanam pada pinjaman (kreditor), akan mengakibatkan penurunan kemampuan likuiditas bank.

5. Nilai Tukar

Sekarang orang sering memperkatakan tentang globalisasi ekonomi, suatu konsep

41Sri Wulan Fatmawati, “Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi dan Indeks Harga

Saham Syariah di Beberapa Negara Terhadap Jakarta Islamic Index(JII)”. (Skripsi Fakultas Ekonomi

dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. 2013), h. 1

42

Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith, Pembangunan Ekonomi Edisi Kesembilan. (Jakarta: Erlagga. 2006), h. 337.

43Budi Santosa, “Hubungan Variabel Ma

kro ekonomi terhadap Kinerja Keuangan pada PT. Bank Syariah Mandiri (Periode Mei 2005 – Oktober 2007).” (Skripsi. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), h. 64.


(58)

yang semakin popular dibahas dan dibicarakan orang dalam beberapa tahun belakangan ini. Pada dasarnya konsep ini menunjukan bahwa, secara ekonomi ketergantungan perkembangan kegiatan dan pertumbuhan ekonomi suatu Negara kepada perkembangan ekonomi di Negara-negara lain semakin besar44

. Gambaran mengenai hubungan ekonomi berlaku diantara satu Negara dengan berbagai Negara lainnya dapat dilihat dalam neraca pembayaran yang memberi informasi tentang nilai ekspor dan impor, transaksi jasa-jasa, aliran modal jangka pajang (penanaman modal asing) dan aliran modal jangka pendek.

Besarnya ekspor dan impor dipengaruhi oleh perbandingan harga relatif antara produk domestik dengan harga pasar luar negeri untuk produk dengan spesifikasi yang sama. Harga relatif tersebut dipengaruhi oleh nilai tukar uang mata uang domestik dengan mata uang asing. Dengan demikian, kebijakan nilai tukar menjadi sangat penting untuk mendorong ekspor di satu sisi dengan menekan impor di sisi yang lain45

.

Pemerintah perlu memilih sistem nilai tukar yang paling cocok untuk diterapkan. Indonesia telah mengalami pengalaman menerapkan berbagai sistem. Indonesia lama menerapkan sistem nilai tukar tetap (fix exchange rate system), yaitu dengan mematok nilai tukar rupiah terhadap mata uang lainnnya pada nilai tertentu dan tidak

44

Sadono Sukirno, Makroekonomi Modern, Perkembangan Pemikiran Dari Klasik Hingga Keynesian Baru (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 15

45

Bramantyo Djohanputro, Prinsip-prinsip Ekonomi Makro (Jakarta: Penerbit PPM. 2006), h. 168 – 169.


(59)

boleh bergerak kalaupun bergerak rentangnya sangat kecil misalnya ± 1%. Pergerakan naik turun nilai tukar tersebut diizinkan untuk mengakomodasi tekanan terhadap mata uang46

.

Setalah lama dengan sistem mata uang tetap, sistem nilai tukar bergeser menggunakan sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating exchange rate). Dalam system ini nilai tukar dipatok pada nilai tertentu tapi diizinkan berfluktuasi dengan rentang yang lebih lebar, misalnya ± 5%. Sejak 14 Agustus 1997 Indonesia menerapkan sistem mengambang bebas (free floating exchange rate

system), pada sistem ini nilai tukar dibiarkan bergerak naik turun sesuai dengan

kondisi pemerintah dan penawaran mata uang seperti yang kita rasakan sekarang ini. Nilai tukar rupiah terhadap mata uang lain bergerak setiap detik47

. Pergerakan ini mempengaruhi kinerja ekonomi secara keseluruhan dan kinerja perusahaan secara mikro tanpa terkecuali pengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan.

Apabila nilai mata uang dalam negeri lebih tinggi dari nilai mata uang asing, maka harga-harga barang impor menurun. Menurunnya harga barang-barang tersebut akan meningkatkan produktifitas pada sektor riil, mengingat Indonesia hampir pada semua aspek melakukan impor. Kondisi ini mengakibatkan meningkatnya perekonomian pada sektor riil, sehingga pengembalian dana sektor riil kepada bank

46

Bramantyo Djohanputro, Prinsip-prinsip Ekonomi Makro (Jakarta: Penerbit PPM. 2006), h. 169.

47

Bramantyo Djohanputro, Prinsip-prinsip Ekonomi Makro (Jakarta: Penerbit PPM. 2006), h. 169 – 170.


(1)

Tabel Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)

Response of BOPO:

Period

BOPO

IPI

Inflasi

BI

Rate

IHSG

Nilai

Tukar

1

3.873528 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000

2

1.650935

0.100802

-0.15963

0.153218

-0.14092

0.893808

3

1.778997

0.988736

0.159434

0.041377

-0.10616

0.49176

4

1.673461

0.719445

0.291003

0.502153

-0.25164

0.495022

5

1.680588

0.77332

0.460041

0.640806

-0.35818

0.49161

6

1.684044

0.759233

0.556822

0.750745

-0.39909

0.49689

7

1.702586

0.741957

0.607909

0.810863

-0.42553

0.49676

8

1.712489

0.728307

0.632136

0.839375

-0.43816

0.500537

9

1.719067

0.722414

0.642365

0.849557

-0.44258

0.50244

10

1.722598

0.718682

0.645355

0.852737

-0.44365

0.503507


(2)

Return on Asset

(ROA)

-.2 -.1 .0 .1 .2 .3 .4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of ROA to ROA

-.2 -.1 .0 .1 .2 .3 .4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of ROA to IPI

-.2 -.1 .0 .1 .2 .3 .4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of ROA to INFLASI

-.2 -.1 .0 .1 .2 .3 .4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of ROA to BIRATE

-.2 -.1 .0 .1 .2 .3 .4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of ROA to IHSG

-.2 -.1 .0 .1 .2 .3 .4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of ROA to NILAITUKAR


(3)

Financial to Deposit Ratio

(FDR)

-1 0 1 2 3 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of FDR to FDR

-1 0 1 2 3 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of FDR to IPI

-1 0 1 2 3 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of FDR to INFLASI

-1 0 1 2 3 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of FDR to BIRATE

-1 0 1 2 3 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of FDR to IHSG

-1 0 1 2 3 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of FDR to NILAITUKAR Response to Cholesky One S.D. Innovations


(4)

Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)

-1 0 1 2 3 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of BOPO to BOPO

-1 0 1 2 3 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of BOPO to IPI

-1 0 1 2 3 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of BOPO to INFLASI

-1 0 1 2 3 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of BOPO to BIRATE

-1 0 1 2 3 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of BOPO to IHSG

-1 0 1 2 3 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of BOPO to NILAITUKAR Response to Cholesky One S.D. Innovations


(5)

LAMPIRAN 9

UJI VARIANCE DECOMPOTION

Return on Asset

(ROA)

Variance Decomposition of ROA:

Period S.E. ROA IPI Inflasi BI Rate IHSG Nilai Tukar

1 0.344874 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000

2 0.456387 92.23146 1.750193 1.101204 3.458798 0.719439 0.003192

3 0.547801 84.57639 4.365259 2.385687 5.401291 1.325127 0.132383

4 0.621044 81.57434 4.909752 3.161832 6.142540 1.744954 0.187000

5 0.687584 80.56647 4.878521 3.523840 6.567605 1.958353 0.200227

6 0.749541 79.74365 4.916372 3.708186 6.973311 2.128177 0.205183

7 0.806601 78.99928 4.999512 3.836720 7.320873 2.265614 0.210708

8 0.859701 78.42843 5.065024 3.932220 7.585896 2.371279 0.215579

9 0.909678 78.00030 5.108365 4.002855 7.791173 2.453555 0.218992

10 0.957072 77.65934 5.142198 4.057262 7.958019 2.519600 0.221525

Financial to Deposit Ratio

(FDR)

Variance Decomposition of FDR:

Period S.E. FDR IPI Inflasi BI Rate IHSG Nilai Tukar

1 3.243038 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000

2 4.280487 92.59504 1.216774 3.657778 0.385521 2.002734 0.070764

3 4.987617 89.31785 1.556342 5.908820 0.310981 2.580426 0.094953

4 5.633147 88.43682 1.278032 7.125988 0.244156 2.619064 0.105076

5 6.253898 87.76974 1.095509 7.898530 0.204265 2.759262 0.116984

6 6.812580 87.20900 0.974624 8.453408 0.181020 2.925158 0.123397

7 7.328131 86.84694 0.880363 8.826745 0.164820 3.036995 0.127417

8 7.811217 86.57903 0.810025 9.097918 0.153744 3.124990 0.130592

9 8.265482 86.36501 0.756379 9.308840 0.145583 3.197556 0.133012


(6)

Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)

Variance Decomposition of BOPO:

Period S.E. BOPO IPI Inflasi BI Rate IHSG Nilai Tukar

1 3.873528 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000

2 4.671089 93.42044 0.426228 1.332314 1.173759 0.279233 3.051267

3 5.429712 93.48739 0.419749 1.736556 0.904636 0.239181 2.854564

4 6.105941 92.54541 0.455224 2.192017 1.013721 0.232407 3.140942

5 6.697598 92.16762 0.454820 2.365931 1.102203 0.278821 3.278436

6 7.251702 91.79279 0.532759 2.439198 1.201875 0.300330 3.404349

7 7.768622 91.50168 0.567514 2.463707 1.323094 0.332304 3.504142

8 8.252967 91.26987 0.600251 2.464736 1.428794 0.359701 3.585391

9 8.711835 91.08375 0.625674 2.456813 1.521639 0.383002 3.649820