Analisis Z-Score pada PT. Perkebunan Nusantara III Persero.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Z-Score pada PT. Perkebunan Nusantara III Persero.

1. Analisis Rasio X 1 Rasio X1 merupakan rasio modal kerja bersihnet working capital terhadap total aktiva X 1 = aktiva Total lancar hutang - lancar aktiva di mana modal kerja bersih merupakan hasil pengurangan aktiva lancar dengan hutang lancar. Umumnya bila perusahaan mengalami kesulitan keuangan, modal kerja juga akan turun lebih cepat dari pada total aktiva menyebabkan rasio ini turun dengan cepat. Tabel 4.1 Rasio X 1 Perubahan dalam Persentase TAHUN Xi 2003 0,0133 2004 0,0081 2005 -0,056 2006 -0,133 2007 0,0018 Sumber : Data diolah penulis 2009 Analisis rasio X 1 pada PTPN III menunjukan bahwa perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan dari tahun 2003 dan 2004 dikarenakan total altiva lancar dikurangi dengan total kewajiban lancar yang memberikan implikasi nilai X 1 positif dari tahun 2003,2004. Universitas Sumatera Utara Di tahun 2005 perusahaan mengalami kesulitan , hal ini menyebabkan perusahaan sulit untuk memenuhi kegiatan operasionalnya.. Tanda negatif pada rasio ini mencerminkan perusahaan mengalami kerugian. Tanda negatif yang terkandung dalam rasio-rasio ini, menggambarkan bahwa perusahaan memiliki hutang lancar yang lebih besar daripada aktiva lancar, sehingga aktiva lancar tidak mencukupi untuk membiayai seluruh hutang lancar maupun hutang jangka panjang. Inilah yang dapat dijadikan indikator yang menunjukkan bahwa PTPN III memiliki kinerja keuangan yang buruk ditahun 2005 dan 2005, dikarenakan porsi perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar minimal adalah 1:1 atau aktiva lancar lebih besar dari pada hutang lancar Lesmana dan Surjanto, 2003 : 173. 2. Analisis Rasio X 2 Rasio X 2 merupakan perbandingan antara laba ditahan kumulatif dengan total aktiva X 2 = aktiva total ditahan laba Rasio mi mengukur kemampulabaan kumulatit dari perusahaan. Rasio ini mencerminkan umur perusahaan, karena semakin muda perusahaan semakin sedikit waktu yang dimiliki untuk membangun laba kumulatif. Dengan kata lain perusahaan- perusahaan muda akan lebih sering mendapatkan rasio X 2 yang bernilai negatif di bandingkan perusahaan-perusahaan dewasa. Tabel 4.2 berisikan perubahan rasio X2 selama kurun waktu tahun 2003 Sampai dengan tahun 2007. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.2 Rasio X 2 TAHUN X 2 2003 0,0804 2004 0,2087 2005 0,115 2006 0,098 2007 0,17 Sumber: Data diolah penulis 2009 Pada tahun 2004 terjadi peningkatan dikarenakan total aktiva dapat digunakan scara efektif. Pada tahun 2005 hingga 2007 penurunan terjadi karena adanya penurunan laba ditahan dari Rp. 417.552.858.125tahun 2005 menjadi Rp 293.853.308.631tahun 2006 dan peningkatan total aktiva dari Rp 2.414.790.325.857tahun 2005 menjadi Rp 2.985.412.628.467tahun 2006 di tahun 2007 mengalami peningkatan dikarenakan jumlah laba ditahan mnjadi Rp 702.749.269.619 dan peningkatan total aktiva menjadi Rp 3.951.307.751.094 Berarti terjadi peningkatan efektivitas dalam penggunaan aktiva jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. 3. Analisis Rasio X 3 Rasio ini merupakan perbandingan antara laba sebelum bunga dan pajak EBIT = Earning Before Interest and Taxes dengan total aktiva X 3 = Aktiva Total EBIT Rasio ini juga mengukur kemampulabaan sebelum pembayaran bunga dan pajak. Rasio ini juga dapat digunakan sebagai ukuran seberapa besar produktivitas penggunaan dana yang dipinjam. Bila rasio ini lebih besar dari rata-rata tingkat bunga yang dibayar, maka berarti perusahaan menghasilkan uang lebih banyak daripada bunga pinjaman. Universitas Sumatera Utara Berikut posisi perubahan rasio X 3 , dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 Tabel 4.3 Rasio X 3 TAHUN X 3 2003 0,17 2004 0,20 2005 0,1729 2006 0,15 2007 0,275 Sumber: Data diolah penulis 2009 Terjadi peningkatan yang cukup berarti pada tahun 2007 menjadikan rasio ini berada pada posisi 0,275. bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan EBIT ini bukan dikarenakan adanya peningkatan laba tetapi karena adanya kebijaksanaan berupa penghematan yang bisa terlihat dari penurunan biaya umum dan administrasi. Kebijaksanaan ini memang cukup menguntungkan dimasa sekarang tetapi belum tentu menguntungkan untuk jangka panjang. 4. Analisis Rasio X 4 . Rasio ini merupakan perbandingan antara modal sendiri dengan total hutang X 4 = hutang Total sendiri modal Rasio mi mencerminkan berapa besar jumlah perbandingan modal sendiri dengan total hutang yang kemudian dapat diinterpretasikan seberapa besar modal dipakai untuk menutupi hutang-hutang perusahaan. Tabel 4.4, merupakan tabel yang berisikan perubahan rasio X 4 selama tahun analisis, yaitu tahun 2003 sampai dengan tahun 2007. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.4 Rasio X 4 TAHUN X 4 2003 1,29 2004 1,16 2005 0,792 2006 0,762 2007 0,929 Sumber: Data diolah penulis 2009 Penurunan pada rasio ini pun masih berlanjut pada tahun 2004, dimana jumlah modal perusahaan masih terus dikurangi perusahaan. Penurunan ini juga disebabkan jumlah hutang yang dimiliki perusahaan cenderung meningkat. Hal inilah yang membuat rasio ini turun dari tahun 2004 hingga tahun 2006 Rasio X 4 perusahaan pun meningkat pada tahun 2007, walaupun peningkatan rasio tersebut belum cukup drastis. Pada tahun ini rasio X 4 berada pada posisi 0,929. Pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 terjadi penurunan rasio X 4 diakibatkan oleh jumlah kewajiban perusahaan pada tahun 2004 mengalami peningkatan dibanding 2003 sebesar Rp 734.294.913.5112003 menjadi Rp 993.472.035.310 . Analisis Z-Score dihitung dengan menggabungkan keempat rasio diatas dengan koefisien-koeflsien yang telah diturunkan oleh Altman, kemudian tambahkan hasilnya. Analisis Z-Score ini juga mencakup analisis seluruh rasio-rasio yang dipakai. Karena analisis ini merupakan integrasi dari analisis keempat rasio diatas, sehingga tidak bisa terpisah satu sama lainnya. Aspek yang dianalisis pun melingkupi seluruh laporan Laba-Rugi dan Neraca PTPN III. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.5 Z- Score Perubahan dalam Persentase TAHUN Z-Score 2003 2,85 2004 3,041 2005 1,906 2006 1,2558 2007 3,389 Sumber: Data diolah penulis 2009 Berdasarkan nilai Z-Score PTPN III pada tahun 2003, maka PTPN III berada dalam kisaran probabilitas untuk tidak bangkrut satu tahun kedepan tingkat akurasi 90 karena berada diatas norma yang telah ditentukan Altman yaitu 2,60. Nilai Z- Score yang tinggi ini banyak diakibatkan oleh rasio X 1 yang menunjukkan angka positif. Angka ini menjelaskan bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang solvensinya cukup bagus. Z-Score meningkat menjadi 3,041 pada tahun 2004 Telah terbukti keakuratan prediksi Altman karena pada tahun 2004 PTPN III memiliki nilai Z-score 3,041 .Z- Score diatas norma yang telah ditentukan Altman kondisi perusahaan dalam keadaan sehat. Z-Score PTPN III pada tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 1,1 mulai menunjukkan penurunan yang cukup significant walaupun nilai Z-score perusahaan mengalami penurunan namun perusahaan tidak mengalami kebangkrutan. Hal ini karena nilai Z-score perusahaan dalam daerah abu-abu atau masih bisa beroprasi akan tetapi perusahaan masih dapat menghasilkan laba. Penurunan nilai Z-Score terus terjadi pada tahun 2006 menjadi 1,28. Pada tahun 2006 nilai Z-Score PTPN III mengalami penurunan hingga mencapai 0,76 jauh lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2003 dan 2004. Akan tetapi kondisi Universitas Sumatera Utara perusahaan masih dalam norma-norma diatas 1.10 berarti perusahaan berada kondisi abu-abu hal ini perusahaan masih dapat menjalankan kegiatan operasi dan memenuhi seluruh kewajiban lancar nya akan tetapi ditahun 2006 perusahaan harus mepersiapkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi PTPN III ditahun 2006 nampaknya memiliki permasalahan dari sisi likuiditas, karena jumlah aktiva lancar yang dimiliki jauh lebih kecil daripada jumlah hutang yang ada, sehingga perusahaan tidak mampu dengan segera membayar hutang- hutangnya. Hal ini terlihat jelas dari rasio X 1 yang selalu mempunyai nilai negatif. X 1 yang bernilai negatif kemungkinan kebangkrutan masih mungkin dapat diatasi karena terlihat adanya peningkatan pada rasio X 4 yaitu rasio antara modal perusahaan dengan hutang. Penambahan modal inilah yang menyebabkan Z-Score perusahaan tidak mengalami penurunan. Selain itu jumlah hutang yang dimiliki perusahaan juga menurun sehingga semakin mendongkrak nilai rasio X 4 . Penurunan nilai Z-score msh dalam batasan normal dikarenakan blum dibawah norma-norma yg ditetapkan oleh altman yaitu dibawah 1.10 berarti prusahaan msh dapat melaksanakan kgiatan operasional nya.pada tahun 2007 nilai Z-score mengalami peningkatan yg cukup signifikan .nilai Z-score pada tahun 2007 sebesar 3,389 dikarenakan oleh peningkatan harga jual CPO yang cukup tinggi sehingga menyebabkan laba usaha perusahaan pada tahun 2007 sebesar 1.089.592.307.190 hal ini menyebabkan rasio X 3 mengalami peningkatan yang cukup tinggi pada tahun 2007. Penulis juga melihat bahwa PTPN III masih dapat terus menghasilkan laba walaupun kebijaksanaan akan biaya-biaya masih belum dapat ditekan. Penulis melihat bahwa biaya-biaya ini masih dapat dibayarkan dan diselesaikan tepat waktu. Universitas Sumatera Utara Penyelesaian biaya-biaya yang tepat waktu ini yang meyakinkan penulis bahwa PTPN III di masih dapat memperbaiki kinerja keuangannya pada tahun 2008 dan 2009 Berdasarkan analisis indeks yang dilakukan penulis terhadap Laporan Laba Rugi PTPN III, penulis mengambil kesimpulan bahwa PTPN III memang tidak memiliki masalah dalam hal jumlah biaya-biaya langsung usaha yang cukup besar untuk membiayai kegiatan operasionalnya, tetapi PTPN III juga memperoleh pendapatan usaha yang besar dan terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga biaya- biaya tersebut dapat diatas dan dapat diselesaikan tepat waktunya. Penulis juga menemukan bahwa PTPN III memiliki kebijaksanaan untuk lebih menghemat penggunaan biaya-biaya daripada memperbesar keuntungan berupa pendapatan usaha.

B. Evaluasi Z-Score pada PT. Perkebunan Nusantara III Persero.