Analisis Kinerja Keuangan Dengan Menggunakan Metode Economic Value Added (EVA) Saham Tiga Emiten Terbaik 2008

(1)

Ta UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM S1 EKSTENSI MEDAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC VALUE ADDED (EVA)

SAHAM TIGA EMITEN TERBAIK 2008

DRAFT SKRIPSI OLEH

GILLIS BENYAMIN PANJAITAN 060521172

MANAJEMEN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Universitas Sumatera Utara Medan


(2)

ABSTRAK

Gillis Benyamin Panjaitan (2009), Analisis Kinerja Keuangan Dengan Menggunakan Metode Economic Value Added (EVA) Saham Tiga Emiten Terbaik 2008. Dosen Pembimbing Drs.Nakman Harahap,Msi. Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Prof.Dr.Hj. Ritha F. Dalimunthe,SE,Msi. Dosen Penguji I Drs. Syahyunan,Msi. Dosen Penguji II Drs.Liasta Ginting,Msi.

Economic Value Added (EVA) sebagai metode yang memperhitungkan

biaya modal sebagai pengganti resiko perusahaan merupakan metode yang tepat untuk mengukur nilai perusahaan. EVA mampu mencerminkan nilai bisnis riil perusahaan karena melibatkan penghitungan biaya modal yang mencerminkan pengembalian yang dibutuhkan untuk menutup resiko yang dihadapi perusahaan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan dari tiga emiten terbaik 2008 versi majalah investor (ANTM, AALI, UNTR) dalam menciptakan nilai tambah bagi perusahaannya. Berdasarkan analisis dan evaluasi kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan metode EVA didapatkan hasil bahwa ketiga emiten terbaik (ANTM, AALI, UNTR) selalu mampu untuk menciptakan nilai tambah bagi perusahaannya yang tercermin dari nilai EVA yang selalu bernilai positif selama periode penelitian 2004-2007, sehingga pernyataan bahwa emiten terbaik harus dapat memberikan nilai (value) kepada pemodal publik telah terpenuhi.

Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah bahwa dengan menerapkan metode EVA pada perusahaan maka ketiga emiten terbaik 2008 telah mampu menciptakan nilai tambah bagi perusahaannya. Metode yang digunakan untuk membuktikan hipotesis adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis kuantitatif.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa ke tiga emiten terbaik 2008 telah memperhatikan sepenuhnya kepentingan para shareholder yang tercermin dari EVA yang selalu bernilai positif.

Kata kunci : Return On Asset (RONA), Weighted Average Cost of Capital (WACC), Nilai Pasar, Economic Value Added (EVA).


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan cinta-Nya yang sangat berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memperoleh gelar kesarjanaan (SE) pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin sekali mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1) Bapak Drs.Jhon Tafbu Ritonga,M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2) Ibu Prof.Dr.Hj.Ritha F. Dalimunthe,SE,Msi, selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3) Ibu Dra.Nisrul Irawaty,MBA, selaku sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4) Bapak Drs.Nakman Harahap,Msi, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran serta petunjuk kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5) Bapak Drs.Syahyunan,Msi, selaku Dosen Pembanding/Penguji I 6) Bapak Drs.Liasta Ginting,Msi, selaku Dosen Pembanding/Penguji II

7) Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Manajemen yang telah banyak membantu penulis.


(4)

8) Orangtuaku, Ayahanda AB. Panjaitan dan Ibunda M. Br. Manurung yang selalu ada untuk penulis dalam keadaan apapun dan selalu memberikan dorongan moril dan materil serta doa demi kesuksesan penulis.

9) Saudara-saudaraku yang kusayangi, buat abang Daniel dan kakak yang telah banyak memberikan bantuan materil serta doa demi kesuksesan penulis terimakasih yang sebesar-besarnya, buat Kakak Eva dan Kakak Vitta serta Kakak Iyo yang selalu memberikan semangat ,saran, kritikan dan doa kepada penulis.

10) Buat sahabat-sahabat baikku : terkhusus buat adikku Ve yang telah memberikan penulis semangat dan cintanya yang luar biasa terima kasih, anak-anak F5 ( Tio, Andi surbakti, Doddy, Tambunan), Franklin (terimakasih boz atas bantuannya), Aqso, Yosep, Melky, Tetty, Hetty, Suhery, Rudolf, Rahmadani, Meida sebayang, Jumadi Dll. Semoga persahabatan ini terjaga selamanya.

11) Buat teman-teman seperjuangan dari manajemen keuangan : Abdul Wahab, Hilda, Doriani, Fairuz, Dll. (makasih atas bantuannya)

Dan akhirnya. Penulis sangat berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan semoga Tuhan Yang Maha Esa akan selalu melimpahkan berkat, kasih dan karunianya kepada kita semua.

Medan, Maret 2009 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI ... ...iii

DAFTAR TABEL ... ...v

DAFTAR GAMBAR ... ...vi

BAB I PENDAHULUAN ... ...1

A. Latar Belakang Masalah ... ...1

B. Perumusan Masalah ... ...5

C. Kerangka Konseptual ... ...6

D. Hipotesis Penelitian ... ...7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... ...8

F. Metode Penelitian ... ...9

1. Batasan Operasional ... ...9

2. Definisi Operasional ... ...9

3. Tempat dan Waktu Penelitian ... ...11

4. Jenis Data dan Sumber Data ... ...11

5. Teknik Pengumpulan Data ... ...11

6. Metode Analisis Data ... ...12

BAB II URAIAN TEORITIS ... ...13

A. Penelitian Terdahulu... ...13


(6)

C. Perhitungan Economic Value Added (EVA) ... ….16

D. Variabel-Variabel EVA ... ….19

E. EVA dan Penyesuaian Akuntansi ... ….35

F. EVA Sebagai Alat Ukur Kinerja Keuangan ... ...42

G. Langkah, Perbaikan, Manfaat, Keunggulan dan kelemahan EVA ... ...44

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... ...48

A. Sejarah Perkembangan Bursa Efek Indonesia ... ...48

B. Majalah Investor... ...49

C. Profil Perusahaan yang diteliti ... ...52

1. PT. Aneka Tambang Tbk (ANTM) ... ...52

2. PT. Astra Agro Lestari Tbk (AALI) ... ...54

3. PT. United Tractors Tbk (UNTR) ... ...56

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI ... ...58

A. Analisis Dan Evaluasi EVA... ...58

1. Analisis Dan Evaluasi EVA Pada ANTM ... ...59

2. Analisis Dan Evaluasi EVA Pada AALI ... ...64

3. Analisis Dan Evaluasi EVA Pada UNTR ... ...69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... ...75

DAFTAR PUSTAKA………...vii LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Peringkat Emiten Favorit ... ...4

Tabel 1.2 Langkah-Langkah Perhitungan EVA ... ...10

Tabel 2.1 Penyesuaian Deferred Tax Tabel ... ...39

Tabel 4.1 Perhitungan RONA pada PT. Aneka Tambang Tbk ... ...60

Tabel 4.2 Perhitungan WACC pada PT. Aneka Tambang Tbk ... ...61

Tabel 4.3 Perhitungan Invested Capital pada PT. Aneka Tambang Tbk ... ...62

Tabel 4.4 Perhitungan EVA pada PT. Aneka Tambang Tbk ... ...63

Tabel 4.5 Perhitungan RONA pada PT. Astra Agro Lestari ... ...65

Tabel 4.6 Perhitungan WACC pada PT. Astra Agro Lestari Tbk ... ...66

Tabel 4.7 Perhitungan Invested Capital pada PT. Astra Agro Lestari Tbk...67

Tabel 4.8 Perhitungan EVA pada PT. Astra Agro Lestari Tbk ... ...68

Tabel 4.9 Perhitungan RONA pada PT. United Tractors Tbk ... ...70

Tabel 4.10 Perhitungan WACC pada PT. United Tractors Tbk ... ...71

Tabel 4.11 Perhitungan Invested Capital pada PT. United Tractors Tbk ... ...72


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1. Kerangka Konseptual EVA...7 Gambar 3.1. Proses Pemilihan Emiten Terbaik 2008...51


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan yang pesat di segala bidang dewasa ini telah menyebabkan terjadinya berbagai revolusi pemikiran di bidang ilmu pengetahuan, tidak terkecuali pengetahuan dibidang ekonomi, manajemen dan bisnis. Sebagai dampaknya lahirlah “cara-cara” baru bagi pelaku bisnis dalam menjalankan aktivitas usahanya. Dalam bidang keuangan, sudah lama para praktisi mencoba memikirkan sesuatu cara untuk mengukur kinerja perusahaan secara tepat dengan memperlihatkan sepenuhnya kepentingan dan harapan penyedia dana. Selama ini ukuran yang dipakai untuk melakukan penilaian terhadap perusahaan sangat beragam dan terkadang berbeda dari satu industri ke industri lainnya. Salah satu teknik untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan adalah Economic Value

Added (EVA). EVA merupakan salah satu konsep ukuran kinerja keuangan yang

dipopulerkan pertama kali oleh analis keuangan, Stewart dan Stern (2001) dalam usahanya untuk memperoleh jawaban terhadap metode penilaian yang lebih baik. Metode ini digunakan terutama disebabkan terdapat beberapa kelemahan-kelemahan dan ketidakpastian dalam pengukuran kinerja tradisional, sehingga para praktisi dan akademisi mencoba untuk mengembangkan konsep baru dalam pengukuran kinerja. EVA merupakan suatu perangkat finansial untuk mengukur keuntungan nyata operasi perusahaan. Fenomena yang membuat EVA berbeda


(10)

dengan penghitungan konvensional lain adalah digunakannya biaya modal dalam perhitungannya, yang tidak dilakukan dalam penghitungan konvensional.

Kondisi EVA yang positif mencerminkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi daripada tingkat biaya modal. EVA yang positif menunjukkan kemampuan manajemen dalam menciptakan peningkatan nilai kekayaan perusahaan/pemilik modal, dan sebaliknya, EVA negatif menyiratkan adanya penurunan nilai kekayaan. Perusahaan mempunyai kinerja yang semakin bagus bila mampu menghasilkan nilai EVA yang semakin positif. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen telah menjalankan tugasnya dengan baik. Suatu perusahaan publik yang menghasilkan nilai EVA negatif meskipun mampu membukukan laba bersih yang tinggi sekalipun, berarti perusahaan ini belum mampu menghasilkan tingkat pengembalian modal yang sepadan untuk menutup resiko dan biaya investasi yang ditanamkan pemilik modal (investor). Atau secara lebih sederhana jika dana pemilik modal tersebut ditanam pada investasi bebas resiko seperti SBI (Sertifikat Bank Indonesia) atau deposito, hasilnya justru akan lebih besar tanpa keluar keringat dan ketakutan terkena resiko fluktuasi di tengah kondisi yang tidak menentu.

Economic Value Added (EVA) yang dipopularkan dan dipatenkan oleh

Stewart & Company menjadi sangat relevan untuk mengukur kinerja yang berdasarkan pada nilai (value), karena pada dasarnya EVA mengukur nilai tambah dalam satu periode tertentu. Young & O’Byrne (2001:17) menyatakan bahwa

EVA mengukur nilai tambah yang dihasilkan perusahaan kepada shareholder


(11)

apabila perusahaan memperoleh keuntungan diatas biaya modal perusahaan. Logika dasarnya adalah bahwa tidak ada modal yang didapat dengan gratis dan tingkat resiko perusahaan dalam melakukan investasipun berbeda-beda.

Majalah INVESTOR sebagai salah satu majalah investasi dan keuangan di Indonesia pada tahun 2008 telah mengeluarkan daftar emiten terbaik 2008 versi mereka, dimana yang menjadi pemenang adalah emiten yang dinilai memiliki kinerja teknikal dan fundamental yang sangat baik serta mendapat perhatian yang besar dari para pelaku pasar yang tercermin dari polling yang dilakukan, dan yang menjadi tiga emiten terbaik 2008 versi majalah INVESTOR adalah PT. ANEKA TAMBANG, Tbk, PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk dan PT. UNITED TRACTORS, Tbk. Ketiga emiten ini merupakan emiten-emiten yang cukup mendapat apresiasi pelaku pasar untuk beberapa tahun belakangan ini. Tiga emiten ini terpilih sebagai peraih “Top Performing Listed Companies 2008” versi majalah INSVESTOR disebabkan karena ketiga emiten ini memiliki kinerja fundamental dan teknikal yang sangat mengesankan dan juga berdasarkan hasil

polling yang dilakukan majalah INVESTOR terhadap responden yang terdiri dari

analisis, investor, manajer investasi dan pengamat pasar modal yang menunjukkan bahwa ketiga emiten ini mendapat apresiasi yang cukup positif dari pelaku pasar modal.


(12)

Adapun peringkat emiten terbaik 2008 versi majalah INVESTOR ditunjukkan dalam tabel dibawah ini.

Tabel 1.1

Peringkat Emiten Favorit Periode 2008

NO NAMA EMITEN NILAI

KAPITALISAS I PASAR 31-3-2008 (JUTA)

RETURN SAHAM (%) 1 APR 07- 31 MARET 08

LABA BERSIH

2007 2006 SELISIH

(%) 1 Aneka Tambang, Tbk 31.953.840 46,62 5.132.460 1.552.77

7

230,5

2 Astra Agro Lestari, Tbk 40.707.158 112,30 1.973.428 787.318 150,7

3 United Tractors, Tbk 35.787.694 64,07 1.493.037 930.372 60,5

Sumber : Majalah Investor edisi Mei 2008.X/179

PT. ANEKA TAMBANG Tbk (ANTM) merupakan emiten yang mampu mendongkrak laba perusahaan dari Rp. 1,55 Triliun tahun 2006 menjadi Rp. 5,13 Triliun pada tahun 2007 atau meningkat 230% dibanding tahun sebelumnya. Sementara laba operasional ANTAM juga naik tajam 167% dari Rp.1,737 triliun pada 2006 menjadi Rp. 4,65 triliun. Kenaikan laba juga dipicu meningkatnya penjualan sebesar 113% menjadi Rp. 12,008 triliun dibandingkan 2006 sebesar Rp. 5,629 triliun.

PT. ASTRA AGRO LESTARI Tbk (AALI) juga membukukan laba bersih pada tahun 2007 mencapai Rp. 1,97 Triliun atau melonjak 2,5 kali dibanding tahun 2006 sebesar RP 787,31 miliar.

Kinerja yang spektakuler juga dialami oleh PT. UNITED TRACTORS Tbk (UNTR) dimana pada tahun 2007 laba bersih perseroan mencapai Rp. 1,49 triliun atau meningkat 60% dibanding tahun 2006.


(13)

Pemilihan emiten terbaik versi majalah INVESTOR ini sejak awal dibuat dengan mengacu pada kepentingan pemegang saham. Emiten terbaik harus dapat memberikan nilai (value) yang sebesar-besarnya kepada pemegang saham (shareholder) dimana hal ini dapat diukur melalui metode Economic Value Added (EVA).

Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya maka penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:

“Analisis kinerja keuangan dengan menggunakan metode Economic Value

Added (EVA) Saham Tiga Emiten Terbaik 2008”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka perumusan masalah penelitian sebagai berikut :

Berdasarkan analisis Economic Value Added, apakah ketiga emiten terbaik 2008 yaitu PT. ANEKA TAMBANG Tbk (ANTM), PT. ASTRA AGRO LESTARI Tbk (AALI) dan PT. UNITED TRACTORS Tbk (UNTR) telah mampu untuk menciptakan nilai tambah (value added) yang sebesar-besarnya bagi pemegang saham?


(14)

C. Kerangka Konseptual

Economic Value Added (EVA) adalah suatu sistem manajemen keuangan

untuk mengukur laba ekonomis suatu perusahaan, menyatakan kesejahteraan hanya dapat tercipta jika perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi

(operating cost) dan biaya modal (cost of capital). EVA merupakan selisih dari

laba operasi bersih setelah pajak (Net Operating After Tax) atau disingkat NOPAT dikurangi dengan biaya modal (cost of capital).

Selisih antara laba setelah pajak dengan biaya modal disebut spread EVA, selisih ini digunakan perusahaan untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan, yaitu ketika investasi diharapkan mendapatkan tingkat pengembaliaan lebih besar dari WACC, nilai diciptakan.

Penelitian di Amerika Serikat yang dilakukan Lehnn dan Makhija dalam (Nasser, 2003:6), menunjang penggunaan EVA sebagai pengukur terbaik mengukur kinerja perusahaan. Mereka menemukan dibandingkan pengukuran lainnya, EVA mempunyai hubungan paling erat dengan tingkat pengembalian saham. Temuan mereka mendukung efektivitas EVA sebagai pengukur kinerja perusahaan. EVA berkorelasi positif dengan tingkat pengembalian investasi saham. Korelasi tersebut lebih kuat dibandingkan dengan return on equity (ROE) dan return on sales (ROS). EVA dianggap sebagai metode yang unggul.

Perusahaan masih banyak belum menggunakan metode EVA untuk mengevalusai kinerja keuangannya. Ukuran evaluasi biasa menggunakan hanya sebatas accounting earnings (laba akuntansi) yang dihasilkan pada setiap


(15)

periodenya. Menurut Sartono (2001:104) accounting earnings adalah pendapatan dikurangi dengan biaya atau beban pada suatu periode tertentu.

Gambar model kerangka konseptual yang menegaskan hubungan antara

EVA dalam menciptakan nilai perusahaan dapat dilihat pada gambar 1.1

Gbr. 1.1. Kerangka Konseptual

Sumber. Young & O’Byrne (diolah penulis)

D. Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis yang dapat dikemukakan oleh penulis adalah: “Berdasarkan Aplikasi Economic Value Added (EVA) yang diterapkan perusahaan maka tiga emiten terbaik 2007 yakni : PT. ANEKA TAMBANG Tbk (ANTM), PT. ASTRA AGRO LESTARI Tbk (AALI) dan PT. UNITED TRACTORS Tbk (UNTR) telah mampu untuk menciptakan nilai tambah bagi perusahaan”

NOPAT

(Net Operating After Tax) WACC

(Weighted Average Cost of Capital)

Invested Capital

Penciptaan Nilai Tambah Perusahaan

EVA (Economic Value Added)

1. Peningkatan pengembalian modal 2. Pertumbuhan yang menguntungkan


(16)

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

a. Mengetahui lebih dekat mengenai analisis economic value added (EVA) sebagai alat ukur kinerja keuangan PT. ANEKA TAMBANG Tbk (ANTM), PT. ASTRA AGRO LESTARI Tbk (AALI) dan PT. UNITED TRACTORS Tbk (UNTR) selama periode 2004, 2005, 2006 dan 2007. b. Mengetahui dan menganalisis kemampuan dari tiga emiten terbaik 2008

yaitu PT. ANEKA TAMBANG Tbk (ANTM), PT. ASTRA AGRO LESTARI Tbk (AALI) dan PT. UNITED TRACTORS Tbk (UNTR) dalam menciptakan nilai tambah bagi perusahaannya.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

a. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan mengenai konsep EVA dan cara mengaplikasikannya.

b. Bagi pihak lain, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam melakukan penelitian pada masa mendatang khususnya penelitian yang berkaitan dengan penciptaan nilai tambah bagi perusahaan


(17)

F. Metode Penelitian 1. Batasan Operasional

Agar penelitian yang dilakukan lebih terarah dan tidak menyimpang dalam pembahasan dan analisis masalah, maka penulis menetapkan batasan operasional penelitian pada beberapa hal yaitu:

a. Batasan penelitian yang penulis tetapkan terbatas pada analisis EVA sebagai ukuran penciptaan nilai dengan tujuan menghindari ketidak akuratan data dalam membahas dan menganalisis data.

b. Perusahaan yang diteliti adalah emiten yang mendapat penghargaan sebagai “Top Performing Listed Companies 2008” atau tiga emiten terbaik 2008 versi majalah INVESTOR dimana ketiga emiten tersebut adalah PT. ANEKA TAMBANG Tbk (ANTM), PT. ASTRA AGRO LESTARI Tbk (AALI) dan PT. UNITED TRACTORS Tbk (UNTR).

2. Definisi Operasional

Definisi operasional dan pengukuran variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah:

a) Economic Value Added

Allen (2000:92) mendefinisikan EVA sebagai laba dikurang biaya modal tertimbang dikali jumlah modal yang digunakan. Young & O’ Byrne (2001:92) menyatakan bahwa Economic Value Added (EVA) merupakan selisih antara pengembalian aktiva bersih dengan biaya modal dikalikan dengan modal yang diinvestasikan, sehingga dapat dirumuskan bahwa:


(18)

EVA = (RONA – WACC) invested capital

Dimana: NOPAT (net operating profoit after tax)

WACC (weighted average cost of capital) RONA(return on net asset)

Tabel 1.2

Langkah-langkah Untuk Menghitung Nilai EVA LANGKAH-LANGKAH PERHITUNGAN EVA

NO LANGKAH METODE PERHITUNGAN KETERANGAN

1 Menghitung RONA

(Return On Net Asset)

NOPAT RONA =

Aktiva Bersih

NOPAT adalah hasil

penjumlahan dari laba usaha penghasilan dari bunga, bagian laba/rugi bersih anak perusahaan, laba/rugi kurs dan laba/rugi lainnya.

2 Menghitung WACC

(weighted Average Cost of Capital) atau biaya modal rata-rata tertimbang

WACC=utang/pembiayaan

total (biaya utang) (1-T) +

ekuitas/pembiayaan total

(biaya ekuitas)

WACC=(Ke x We)+[Kd x

(1-T)] x Wd)

Ke = biaya ekuitas yang dicari dengan metode

CAPM

We = persentase ekuitas pada struktur modal.

Kd = biaya hutang

Wd + persentase hutang pada struktur modal.

T = tingkat pajak

3 Menghitung modal

yang diinvestasikan

IC = hutang bank jangka

pendek + pinjaman bank/sewa guna usaha/obligasi jangka panjang + kewajiban jangka panjang lain + hak atas aktiva bersih anak perusahaan dan juga ekuitas

4 Penciptaan nilai EVA = NOPAT – (WACC X

investeted capital)

EVA = (RONA - WACC) x Invested Capital

EVA>0 maka nilai tambah

ekonomis dari perusahaan

akan tercipta


(19)

3. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Bursa Efek Indonesia melalui situs

2009.

4. Jenis Data dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang antara lain :

a. Data yang diperoleh dari hasil publikasi Bursa Efek Indonesia tentang data emiten, hasil publikasi majalah investor, data publikasi dari emiten yang bersangkutan yakni laporan keuangan emiten periode 2004-2007

b. Data hasil publikasi media internet, jurnal-jurnal penelitian, buku-buku referensi, majalah dan surat kabar lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

5. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui dua tahap yaitu : a. Dilakukan melalui studi pustaka yakni dengan mengumpulkan data

pendukung literatur, jurnal penelitian-penelitian, serta laporan-laporan yang dipublikasikan untuk mendapat data-data yang relevan tentang masalah yang akan diteliti.

b. Dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder yang diperlukan yaitu laporan-laporan yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia dan dari emiten yang bersangkutan dimana data ini merupakan data expost (data historis) untuk pembentukan nilai EVA dan biaya modalnya.


(20)

6. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis kuantitatif.

a. Metode Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif adalah suatu metode analisis dimana data-data yang ada dikumpulkan, diklasifikasikan, dianalisis dan diinterprestasikan secara objektif sehingga dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai topik yang dibahas.


(21)

BAB II

URAIAN TEORITIS

A. Penelitian Terdahulu

Syarief dan Wirjolukito (2004) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh EVA dan faktor lainya terhadap harga saham”. Menggunakan metode regresi linier berganda menemukan dari 51 perusahaan di indonesia yang digunakan sebagai sampel, hanya ada 8 perusahaan memiliki EVA positif yaitu [1] Gudang Garam, [2] Procter & Gambel, [3] Aneka Tambang, [4] Multi Bintang, [5] Astra Ottoparts, [6] Aqua Golden Missisipi, [7] Tempo Scan Pasipic, [8] Hero Supermarket.

Analisis sekuritas menemukan harga saham mengikuti EVA jauh lebih dekat dibanding faktor lainya seperti saham margin operasi, atau pengembalian atas ekuitas/return on equity (ROE). Korelasi ini benar-benar diperhatikan investor atau disebut pengembalian kas bersih atas modal. Semakin banyak analis sekuritas yang menghitung EVA perusahaan dan kemudian menggunakannya untuk membantu mengidentifikasi saham yang akan dibeli dipasar modal.

Penulis percaya dimasa yang akan datang akan banyak perusahaan di indonesia menggunakan pendekatan EVA untuk mengukur kinerja perusahaannya. Hal ini disebabkan semakin beratnya persaingan bisnis. Perusahaan yang ingin bertahan dan berkembang harus menciptakan pengembalian sesuai dengan harapan pemilik modal, bukan hanya asal mendapatkan laba.


(22)

B. Pengertian Economic Value Added (EVA)

Menurut Rudianto, (2006:340) “EVA adalah suatu sistem manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan, yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta jika perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi (operating cost) dan biaya modal (cost of

capital)”. Economic Value Added (EVA), sebagai alternatif dari ROI adalah

sebuah pengukuran kinerja keuangan perusahaan yang dapat dengan mudah diintegrasikan dalam aktivitas perusahaan sehari-hari, karena semua pengurangan biaya dan kenaikan pendapatan ada di dalam istilah EVA (pengurangan biaya dalam suatu periode sama dengan kenaikan EVA dalam periode yang sama). EVA merupakan sebuah pengukuran kinerja berdasarkan nilai yang merefleksikan jumlah absolut nilai kekayaan pemegang saham yang dihasilkan, baik bertambah atau berkurang tiap tahunnya. EVA merupakan alat yang berguna untuk memilih investasi keuangan yang paling cocok untuk mengendalikan operasional perusahaan.

Hansen dan Mowen (2001:829) menyatakan bahwa: “Nilai tambah ekonomis (Economic Value Added-EVA) merupakan laba operasi setelah pajak dikurang total biaya modal tahunan”. EVA merupakan tolak ukur profitabilitas lainnya untuk evaluasi kinerja pusat-pusat investasi. Jika EVA positif, berarti perusahaan sedang menghasilkan kekayaan, sedangkan jika EVA negatif maka perusahaan sedang menghancurkan laba. EVA tidak sama dengan ROI karena metode ini mengaitkan laba (pengembalian) bersih dengan modal yang dipakai.


(23)

Menurut Young dan O’Byrne (2001:32): “EVA merupakan suatu aliran, sebab ia mengukur laba dan semua pengukuran laba merupakan aliran”. EVA adalah suatu estimasi dari laba ekonomis yang sebenarnya dari bisnis untuk tahun yang bersangkutan dan sangat berbeda dari laba akuntansi. EVA mencerminkan laba residu yang tersisa setelah seluruh biaya modal ekuitas telah dikurangkan. Jadi, dalam konsep EVA dilandasi oleh gagasan laba ekonomis.

Laba ekonomis menurut Young dan O’Byrne (2001:95): “adalah laba yang diperoleh dari suatu tindakan ekonomis bertentangan dengan perspektif akuntansi yang mensyaratkan perusahaan dapat menutup tidak hanya biaya operasi tapi juga seluruh biaya modal”. Perbedaan utama EVA dengan pengukuran laba konvensional adalah:

1. EVA merupakan laba ekonomis kebalikan dari laba akuntansi (Young

dan O’Byrne, 2001:32)

2. EVA memperhitungkan pengurangan biaya modal, sedangkan

pengukuran laba konvensional tidak memperhitungkannya, (Brigham dan Houston, 2006:69)

3. EVA memasukan semua investasi baik berwujud maupun tidak

berwujud dalam neraca, sedangkan para akuntan menghapus investasi tak berwujud pada tahun tertentu dengan pencatatan sebagai biaya bukan sebagai asset atau dalam EVA dilakukan juga penyesuaian akuntansi seperti akuntansi upaya berhasil (succesfull efforts

accountants), penelitian dan pengembangan (R&D), pajak yang


(24)

perhitungan yang lebih akurat jika penyesuaian-penyesuaian tersebut materil (SWA, 2005:61)

C. Perhitungan Economic Value Added

EVA mengukur nilai sebenarnya yang sedang diciptakan, maka

menjadikannya sebagai suatu ukuran kinerja yang lebih baik daripada pertumbuhan penjualan, return on investment, earning per share atau ukuran tradisional lainnya. EVA juga menyediakan kerangka untuk pembuatan keputusan. Oleh karena itu, diperlukan suatu rumusan mengenai bagaimana seharusnya EVA dihitung.

Menurut Young dan O’Byrne (2003:31) sebagai alat pengukuran kinerja keuangan, EVA dirumuskan sebagai berikut :

Penjualan Bersih-Biaya Operasi

= Laba operasi (pendapatan sebelum bunga dan pajak, EBIT)

- Pajak

= Laba operasi besih sesudah pajak (NOPAT)

- Biaya modal (modal yang diinvestasikan x biaya modal)

= EVA

Perhitungan diatas sama dengan perhitungan EVA menurut Hansen dan Mowen (2001:829), yang menyatakan persamaan EVA sebagai berikut :

EVA = Laba operasi setelah pajak – (Rata-rata tertimbang biaya modal x Total

modal yang dipakai)

Laba bersih setelah pajak sisebut juga dengan Net Operating After Tax (NOPAT) diperoleh dari laporan laba rugi yang dihasilkan perusahaan, sedangkan biaya


(25)

modal dapat diketahui dengan melihat komposisi modal yang dimiliki oleh perusahaan seperti yang tercantum disisi passiva di neraca yang disajikan.

Sedangkan Tunggal (2001:2) merumuskan EVA sebagai berikut : EVA = NOPAT – (C x CCR)

Dimana :

NOPAT = Net Operating Tax

C = Capital

CCR = Capital Cost Rate atau Cost of Capital

Berdasarkan rumusan diataas Tunggal (2001: 6) membagi langkah-langkah menghitung EVA yaitu :

1. Menghitung NOPAT (Net Operating After Tax) 2. Mengidentifikasi Invested capital

3. Menentukan Capital Cost Rate (WACC/ Weighted Average Cost of

Capital) yang wajar

4. Menghitung EVA perusahaan

Sedangkan Rudianto (2006:341) merumuskan EVA dengan cara yang berbeda pula walaupun pada dasarnya memiliki pengertian yang sama yaitu :

EVA = EBIT - Tax - WACC EBIT = Earning Before Interest and Tax

= Laba Usaha Sebelum Bunga dan Pajak Tax = Pajak Penghasilan Perusahaan

WACC = Weighted Average Cost of Capital = Biaya Modal Rata-rata


(26)

Berdasarkan rumusan EVA diatas, Rudianto (2006:342) membagi beberapa langkah yang harus dilakukan manajemen dalam mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan EVA, yaitu sebagai berikut :

a. Menghitung biaya modal (cost of capital)

Biaya modal ini antara lain meliputi biaya utang (cost of debt), biaya saham preferen (cost of preferred stock), biaya modal saham biasa (cost of

common stock) dan biaya laba ditahan (cost of return earning).

b. Menghitung besarnya struktur permodalan/pendanaan (capital structure) yaitu modal saat perusahaan dapat dibangun dengan komposisi modal. c. Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted Average cost of

capital=WACC)

d. Menghitung nilai EVA .

Sedangkan sebagai penggerak nilai Young and O’Byrne (2006:248) merumuskan EVA menjadi :

EVA = (RONA – WACC) x Modal yang diinvestasikan RONA adalah return on net asset dihitung sebagai berikut :

RONA =

IH AKTIVABERS

NOPAT

Dengan meningkatnya RONA maka meningkat pula EVA, artinya selama pengembalian yang diperoleh dari aktiva bersih yaitu jumlah uang kas, kebutuhan modal kerja, dan aktiva tetap melebihi modal yang diinvestasikan maka EVA adalah positif.


(27)

D. Variabel-Variabel EVA

Berdasarkan rumus EVA yang dinyatakan diatas, maka ada beberapa variabel dalam perhitungan EVA yaitu:

1. NOPAT (Net Operating Tax)

Menurut Tunggal (2001:5) “NOPAT adalah laba yang diperoleh dari operasi perusahaan setelah dikurangi pajak penghasilan, tetapi termasuk biaya keuangan (financial cost) dan “non cash bookeeping entries” seperti biaya penyusutan”. Berdasarkan pengertian tersebut, Tunggal (2001:24) membagi perhitungan NOPAT melalui dua pendekatan yaitu:

a. Operating approach

b. Financial approach

Dengan operating approach NOPAT dihitung sebagai berikut:

Operating income xxx

Ditambah :

Intrest income xxx

Equity income

(income from subsidiary/affiliated companies) xxx

Other income (invesment) xxx

xxx Dikurang :

Other loss xxx

Income taxes xxx

Tax shield on interest expense xxx


(28)

Sedangkan dengan finansial approach NOPAT dihitung sebagai berikut:

Net operating after tax xxx

Intrest expense xxx

NOPAT xxx

2. Modal yang diinvestasikan (Invested capital)

Menurut Tunggal (2001:5) “modal yang diinvestasikan (invested capital) adalah jumlah seluruh pinjaman perusahaan diluar jangka pendek tanpa bunga (non-interest bearing liabilities)”, seperti hutang dagang, biaya yang masih harus dibayar, hutang pajak, uang muka pelanggan dan sebagainya. Sedangkan Young dan O’Bryne (2006:39) juga menyatakan hal yang sama bahwa modal yang diinvestasikan adalah “jumlah seluruh keuangan perusahaan, terlepas dari kewajiban jangka pendek, passiva yang tidak menanggung bunga (non-interest

bearing liabities), seperti utang, upah yang akan jatuh tempo (accrued wages),

dan pajak yang akan jatuh tempo (accrued taxes)”.

Sedangkan Brigham dan Houston (2006:69) memberikan pengertian modal yang diinvestasikan dengan total modal operasi yang diberikan investor yaitu “jumlah yang dikenakan bunga, saham preferen, dan ekuitas saham biasa yang digunakan untuk memperoleh aktiva operasi bersih perusahaan, yaitu modal kerja operasi plus aktiva tetap bersih”.

Tunggal (2001:5) membagi perhitungan invested capital dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:


(29)

a) Pendekatan Operasi (Operating Aproach)

Kas xxxx

Working investasi capital requirement xxx

Aktiva tetap xxx

Invested capital xxx

xxx sedangkan working investasi capital dihitung dengan:

Persediaan xxx

Piutang dagang xxx

Aktiva lancar lainnya xxx

Hutang dagang xxx

Biaya-biaya harus masih dibayar xxx

Uang muka pelanggan xxx

Working investasi capital xxx

b) Pendekatan Keuangan (Finance approach)

Pinjaman jangka pendek xxx

Pinjaman jangka panjang yang lain xxx (interest bearing liabities)

Ekitas pemegang saham xxx


(30)

3. Biaya Modal

Tunggal (2001:3) menyatakan “biaya modal (cost of capital) adalah tingkat pengembalian minimum atas modal yang dibutuhkan untuk mengganti pinjaman dan ekuitas investor”.

Sedangkan Young dan O’Bryne (2006:149) menyatakan biaya modal untuk investasi maupun dalam suatu proyek, sebuah divisi bisnis atau suatu perusahaan keseluruhan adalah tingkat dari pengembalian yang diharapkan oleh penyedia dana, jika modal itu diinvestasikan ditempat lainnya, dalam suatu proyek, aktiva, atau perusahaan dengan resiko yang sebanding. Dengan kata lain biaya modal adalah suatu biaya kesempatan. Biaya modal untuk perusahaan A adalah manfaat yang dilewatkan dengan tidak menginvestasikan pada kesempatan lain dari resiko yang serupa karena menginvestasikan pada proyek A dengan harapan investasi tersebut memberikan hasil yang lebih tinggi dari yang dapat diharapkan jika menginvestasikan pada alternatif terbaik berikutnya.

Menurut Young dan O’Bryne (2006:149) dalam biaya modal ada dua hal yang penting yang perlu dipelajari dalam biaya modal:

a. Biaya modal berdasarkan pengembalian yang diharapkan bukan pada pengembalian historis.

b. Biaya modal adalah biaya kesempatan yang mencerminkan pengembalian yang diharapkan investor dari investasi lain dengan resiko yang serupa. Elemen resiko penting untuk memahami biaya modal dan bagaimana menghitungnya sebab semua investor adalah penghindar resiko, dan lebih menyukai resiko yang lebih kecil dari pada lebih banyak tetapi tidak berarti investor tidak menanggung resiko, tetapi sebaliknya investor harus dibayar untuk


(31)

menanggung resiko dalam bentuk pengembalian yang lebih tinggi. Biaya modal berdasarkan pada pengembalian yang diharapkan bukan pengembalian historis karena bentuk pembiayaan yang berbeda-beda dari perusahaan akan membangun resiko yang berbeda bagi investor pula. Besar kecilnya biaya modal, baik untuk perusahaan maupun proyek khususnya dipengaruhi oleh empat macam faktor, yaitu:

a. Kondisi ekonomi umum

Variabel ekonomi makro, seperti tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi, akan menentukan besarnya tingkat pengembalian bebas resiko. Tingkat pengembalian bebas resiko banyak digunakan sebagai patokan tingkat pengembalian investasi.

b. Kondisi pasar

Kemampuan untuk dipasarkan suatu sekuritas yang meningkat, tingkat pengembalian yang diisyaratkan para investor akan menurun, yang berarti biaya modal perusahaan akan mengecil.

c. Keputusan operasi dan pembelanjaan

Suatu perusahaan yang menginvestasikan dananya pada investasi yang berisiko tinggi dan banyak menggunakan sumber dana dari utang dan saham preferen, maka akan menanggung resiko yang tinggi karena sifatnya penghasilan tetap. Akibatnya, pemilik akan menuntut tingkat pengembalian diisyaratkan tinggi.

d. Jumlah pembelanjaan

Permintaan terhadap jumlah dana yang meningkat cepat, akan membawa konsekuensi semakin meningkatnya biaya modal (Warsono, 2003:137)


(32)

Biaya modal mempunyai tiga asumsi yang diterapkan dalam suatu konsep keuangan, yaitu:

b. Resiko bisnis bersifat konstan

Biaya modal rata-rata tertimbang hanya tepat digunakan pada kriteria investasi untuk suatu investasi yang mempunyai tingkat resiko bisnis sama untuk aset-aset yang ada. Dalam kenyataannya, resiko bisnis yang bersumber karena adanya keputusan investasi tentunya akan berubah setiap waktu. Kondisi ekonomi makro, jumlah pesaing yang baru yang masuk ke pasar, dan faktor resiko bisnis lainnya akan berubah setiap saat. c. Resiko keuangan bersifat konstan

Resiko keuangan ini ditemukan oleh perbandingan sumber pembelanjaan jangka panjang dalam struktur modal. Komponen biaya modal merupakan fungsi struktur keuangan pada saat yang berlaku. Dari waktu ke waktu perbandingan antara sumber dana yang berasal dari utang dengan ekuitas tentu akan berubah.

d. Kebijakan dividen bersifat konstan

Kebijakan dividen akan menentukan tingkat pertumbuhan perusahaan. Dengan peningkatan pertumbuhan ini akan menentukan perubahan dalam biaya modal (Warsono, 2003:138)

Biaya modal suatu perusahaan terdiri dari dua komponen yaitu: 1 . Biaya utang

Menurut Young dan O’Bryne (2006:150) “biaya utang adalah tingkat sebelum pajak yang dibayar perusahaan kepada perusahaan pemberi pinjaman”. Jika perusahaan memiliki beberapa sumber pembiayaan utang, masing-masing


(33)

dengan tingkat berbeda, biaya utang yang digunakan dalam rumus WACC adalah suatu rata-rata tertimbang. Biaya utang lebih murah dibandingkan pembiayaan ekuitas sebab bunga yang ada pada utang dapat mengurangi pajak tetapi biaya ekuitas tidak. Dan inilah manfaat dasar dari memasukkan utang kedalam stuktur modal perusahaan. Perhitungan biaya utang pada EVA menggunakan biaya utang setelah pajak, dan bunga yang ada dapat melindungi laba kena pajak perusahaan.

Menurut Brigham and Houston (2006:470) biaya utang setelah pajak (after

tax cost of debt) dihitung dengan rumus:

Komponen biaya utang = tingkat suku bunga – pengurang pajak Setelah pajak utang perusahaan = Kd – KdT

= Kd (1-T)

Alasan menggunakan biaya utang setelah pajak dalam menghitung rata-rata tertimbang biaya modal adalah karena nilai saham perusahaan yang ingin dimaksimalkan akan bergantung pada arus kas setelah pajak. Karena bunga adalah biaya yang dapat dikurangkan, bunga akan memberikan pengurangan pajak yang mengurangi biaya utang bersih.

2. Biaya saham preferen

Sebagai sumber modal jangka panjang perusahaan, saham preferen perusahaan menduduki posisi antara long term debt dengan saham biasa. Seperti halnya saham biasa, saham preferen juga merupakan bagian dari modal sendiri. Seperti halnya long term debt, saham preferen juga memberikan pendapat yang relatif konstan disamping itu biaya modal saham preferen cenderung lebih tinggi dari pada biaya utang, karena resiko yang dihadapi pemegang saham preferen


(34)

lebih besar dari resiko pemegang obligasi. Pemegang saham preferen memiliki preferensi atau prioritas dalam pembayaran deviden.

Terdapat dua jenis saham preferen yaitu saham preferen yang kumulatif dan tidak kumuilatif. Saham preferen kumulatif selalu diperhitungkan kewajiban pembayaran deviden sebelum membayar deviden kepada pemegang saham biasa. Dalam proses likuidasi, pemeganga saham preferen juga didahulukan pembayaran hak-haknya sebelum pemenuhan kewajiban kepada pemegang saham biasa.

Menurut Agus Sartono (2001:330) saham preferen memiliki beberapa ciri khusus diantaranya saham preferen selalu dijual dengan harga pari, saham preferen memberikan hak suara kepada pemegang saham preferen untuk memilih manajer perusahaan jika pada waktu tertentu perusahaan tidak membagikan deviden, saham preferen juga di back up oleh sinking fund yang cukup, dan saham preferen juga dapat ditarik kembali sebelum jatuh temponya dengan harga yang telah ditentukan sebelumnya. Kelemahan utama penggunaan saham preferen adalah biaya modal setelah pajak yang tinggi dibandingkan dengan biaya modal dari utang, karena deviden saham preferen dibayar setelah pajak atau tidak dapat dipergunakan sebagai pengurang pajak. Itu berarti biaya modal saham preferen setelah pajak dapat dua kali lipat dari biaya modal utang dan kelemahan lainnya saham preferen tidak memiliki hak untuk memaksakan pembayaran deviden.

Menurut Brigham and Houston (2006:471) biaya saham preferen yang digunakan untuk menghitung rata-rata tertimbang biaya modal dapat dihitung dengan :


(35)

Kp =

Pp Dp

Keterangan :

Kp = Tingkat biaya saham preferen Dp = Deviden saham preferen Pp = Harga saham preferen

Tidak ada penyesuaian pajak ketika menghitung Kp, karena deviden saham preferen tidak seperti bunga atas utang, bukanlah suatu pengurang pajak.

3. Biaya ekuitas

Menurut Young dan O’Bryne (2006:150) “biaya ekuitas adalah pengembalian yang diminta investor untuk membuat investasi ekuitas dalam perusahaan”.

Kebutuhan pengembalian biaya ini tidak dapat diamati secara langsung, seperti biaya utang yang terdapat syarat-syarat pembayaran kembali yaitu tingkat bunga akan tetapi, tidak terdapat analogi seperti itu untuk pembiayaan ekuitas.

Menurut Brigham and Houston (2006:469), modal ekuitas didapat melalui dua cara: (a) melalui saldo laba ditahan (ekuitas internal) atau (b) melalui penerbitan saham biasa baru (ekuitas eksternal). Ekuitas yang diperoleh dengan menerbitkan saham akan membutuhkan biaya yang sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan ekuitas yang diperoleh melalui saldo laba ditahan akibat adanya biaya emisi yang terkait dengan penebitan saham baru.

a. Biaya saldo laba ditahan

Biaya utang dan saham preferen didasarkan pada pengembalian yang diminta para investor dari sekuritas tersebut. Demikian pula biaya dari ekuitas biasa yang juga didasarkan pada tingkat pengembalian yang


(36)

diminta investor dari saham biasa sebuah perusahaan. Tetapi biaya ekuitas baru dapat diperoleh melalui dua cara yaitu: dengan menahan sebagian dari laba tahun berjalan dan dengan menerbitkan saham biasa baru. Menurut Brigham and Houston (2006:474), alasan memperhitungkan biaya modal dari saldo laba ditahan berhubungan dengan prinsif biaya kesempatan. Laba yang tersisa setelah bunga dan deviden saham preferen akan menjadi milik dari pemegang saham biasa, dan laba tersebut akan digunakan untuk mengkompensasi para pemegang saham atas izin digunakannya modal mereka. Manajemen dapat membayarkan laba tersebut dalam bentuk deviden atau menahan laba dan menginvestasikannya kembali dalm bisnis. Jika manajemen memutuskan untuk menahan laba, maka dalam dalam hal ini biaya kesempatan akan terlibat.

Biaya utang dan saham preferen yang merupakan suatu kewajiban kontraktual dan memiliki biaya yang mudah untuk diperhitungkan, mengukur laba ditahan (Ks) adalah suatu yang cukup sulit, oleh karena itu jika suatu saham berada dalam keadaan ekuilibrium, maka tingkat pengembalian yang diminta(Ks) harus sama dengan tingkat pengembalian yang diharapkan. Lebih jauh pengembalian yang diminta akan sama dengan tingkat bebas risiko (Krp), plus premi risiko (Rp), sedangkan pengembalian yang diharapkan dari saham dengan pertumbuhan konstan adalah imbal hasil deviden saham tersebut, D1/Po plus ekspektasi tingkat pertumbuhannya (g) atau :

Ks = Krf + Rp = g Ks P

D

= +

0 1


(37)

Jadi kita dapat mengestimasikan Ks sebagai Ks = Krf + Rp atau sebagai

Ks = g

P D

=

0 1

b. Biaya saham biasa baru

Perusahaan pada umumnya akan membayar seorang bankir investasi untuk membantu ketika perusahaan akan menerbitkan saham biasa, saham preferen, atau obligasi . sebagai imbalan arus pembayaran tersebut bankir investasi akan membantu perusahaan menstruktur persyaratan-persyaratan dan menentukan harga untuk penerbitan, dan menjualnya kepada para investor. Biaya bankir tersebut sering kali disebut sebagai biaya emisi (flotation), dan total biaya modal seharusnya akan mencerminkan pengembalian yang diminta akan dibayarkan kepada bankir investasi. Untuk saham dengan pertumbuhan konstan, biaya saham biaya baru (cost

of new common stock), Ke dapat dinyatakan sebagai:

Ke = g

F P D + − ) 1 ( 0 1

Disini F adalah persentase dari biaya emisi (flotation) yang dibutuhkan untuk menjual saham baru, sehingga Po (1-F) adalah harga per lembar saham bersih yang diterima oleh perusahaan.

Pada kasus pembiayaan utang, sebuah kontrak menetapkan syarat-syarat pembayaran kembali melalui tingkat bunga, akan tetapi tidak terdapat analogi seperti itu untuk pembiayaan ekuitas. Apabila pengembalian ini ditanyakan kepada investor ekuitas, tidak akan mungkin dapat dilakukan karena perusahaan-perusahaan yang diperdagangkan kepada publik memiliki banyak pemegang saham, dan tentu saja para investor akan menginginkan pengembalian setinggi


(38)

mungkin yang tidak memberikan pedoman konkret untuk memperkirakan biaya ekuitas. Opsi satu-satunya bagi manajer adalah dengan mencoba menarik kesimpulan mengenai persyaratan investor dengan mengamati perilaku pasar modal yaitu bagaimana aktiva berisiko seperti saham dalam suatu perusahaan bisnis dihargai oleh pasar modal. Model yang paling populer untuk untuk tujuan ini disebut model penetapan harga aktiva modal (Capital Asset Pricing

Model/CAPM). CAPM dikembangkan secara independen oleh Profesor William

Sharpe dari Univertas Stanford dan Jhon Lintner dari Universitas Harvad, menarik sumbangsih sebelumnya terhadap teori keuangan oleh James Tobin dan Harry Markowtz, dirumuskan sebagai berikut:

EVA(R) = Rf + beta { E (Rm) – Rf} Keterangan :

E (R) = Harapan pengembalian dari aktiva berisiko manapun,

Rf = Pengembalian atas suatu aktiva bebas resiko (seperti obligasi pemerintah),

Beta = Pengukuran dari resiko

E(Rm) = Harapan pengembalian atas pasar saham

Beta merupakan ukuran yang berasal dari hubungan antar tingkat keuntungan suatu saham dengan pasar. Resiko ini berasal dari beberapa faktor karakteristik pasar saham perusahaan. Untuk menghitung Beta dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan regresi yang dirumuskan sebagai berikut :


(39)

= 2 2 )

( X Y

X n Y X XY n ∑ ∑ − ∑∑ −∑ ∑ Keterangan :

n = Jumlah observasi

x = Tingkat portofolio pasar (Rm) y = Tingkat keuntungan saham (Ri)

Untuk menghitung Ri dilakukan dengan menjumlahkan nilai return pasar selama satu tahun sedangkan Rm dicari dengan menjumlahkan tingkat keuntungan pasar yaitu melalui Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Rm dan Ri dirumuskan sebagai berikut :

Ri =

1 1 − − + − t t t t Pi Di Pi Pi

Rm =

1 1 − − − t t t IHSG IHSG IHSG Keterangan :

Pit = Harga penutupan saham pada periode t Pit-1 = Harga penutupan saham pada periode t-I Dit = Deviden yang dibayarkan pada periode t-I IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan pada periode t ISHGt-I = Indeks Harga SahamGabungan pada periode t-1

CAPM adalah pengembalian yang diharapkan atas aktiva berisiko seperti investasi ekuitas sama dengan pengembalian aktiva tanpa resiko ditambah suatu premi risiko pasar (market risk premium), yang mencerminkan harga yang dibayar oleh pasar saham untuk seluruh investor ekuitas disesuaikan untuk beta, suatu faktor risiko. Menurut Brigham and Houston (2006:486), biaya modal dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang terdiri atas :


(40)

1. Faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan perusahaan, dua faktor penting yang berada diluar kendali langsung perusahaan adalah tingkat suku bunga dan pajak.

a. Tingkat suku bunga

Jika tingkat suku bunga dalam perekonomian naik, biaya utang akan ikut naik karena perusahaan akan harus membayar lebih banyak uang kepada pemegang obligasi untuk memperoleh modal utang. Begitu pula pula pengaruhnya terhadap CAPM, bahwa tingkat suku bunga yang lebih tinggi akan meningkatkan juga biaya modal ekuitas biasa dan preferen. b. Tarif pajak

Tarif pajak digunakan dalam perhitungan komponen biaya utang dan juga akan mempengaruhi biaya modal. Penurunan tarif pajak atas keuntungan modal secara relatif terhadap pendapatan rutin akan membuat saham menjadi lebih menarik, dan hal tersebut akan mengurangi biaya ekuitas serta menurunkan WACC karena terjadi perubahan dalam struktur modal perusahaan kearah utang yanga lebih kecil dan ekuitas yang lebih besar.

2. Faktor-faktor yang dapat dikendalikan perusahaan a. Kebijakan struktur permodalan

Perubahan dalam struktur modal perusahaan akan mempengaruhi biaya modalnya karena dalam perhitungan WACC digunakan pembobotan atas struktur modal perusahaan. Jika perusahaan menggunakan biaya utang yang lebih banyak dari pada ekuitas biasa, maka perubahan pembobotan


(41)

utang akan meningkatkan tingkat resiko dari utang maupun ekuitas. Struktur modal yang optimal akan dapat meminimalkan biaya modalnya. b. Kebijakan deviden

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya perusahaan dapat memperoleh ekuitas baru melalui saldo laba maupun dengan menerbitkan saham biasa baru. Tetapi karena terdapat biaya emisi saham biasa baru akan lebih mahal dari pada saldo laba ditahan. Karena saldo laba diatahan yang belum dibayarkan sebagai deviden, akan dapat mempengaruhi biaya modal karena akan mempengaruhi biaya modal karena akan mempengaruhi sejumlah saldo laba ditahan

c. Kebijakan investasi

Ketikan mengestimasikan biaya modal, akan digunakan tingkat pengembalian yang diminta dari saham dan obligasi perusahaan yang masih beredar sebagai suatu titik awal. Tingkat pengembalian tersebut akan mencerminkan seberapa beresikonya aktiva suatu perusahaan, sehingga secara tidak langsung bahwa modal barui akan diinvestasikan kedalam aktiva dengan jenis yang sama dan dengan jenis yang sama dan dengan tingkat resiko yang sama seperti yang terdapat dalam aktiva yang sudah ada.

Investor membutuhkan pengembalian lebih tinggi untuk pembelian saham suatu perusahaan daripada pengembalian melalui pemberian pinjaman yang lebih beresiko. Oleh karenanya biaya modal suatu perusahaan bergantung tidak hanya pada biaya utang dan pmbiayaan ekuitas tetapi juga seberapa banyak dari masing-masing itu dimiliki dalam struktur modal. Hubungan ini digabungkan


(42)

dalam biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital /

WACC ). Yang dihitung sebagai berikut:

WACC = Utang / Pembiayaan Total (biaya utang ) (1-T) + Ekuitas Pembiayaan total (biaya ekuitas)

Menurut Tunggal (2001:3) “Weighted Average Cost of Capital ( WACC) adalah jumlah biaya dari masing-masing komponen modal misalnya pinjaman jangka pendek dan pinjaman jangka panjang (cost of debt) serta setoran modal saham (cost of equity) yang diberikan bobot sesuai dengan proporsinya dalam struktur modal”.

Tunggal memformulasikan :

rA = ( xrE)

V E xrD V

D +

keterangan :

rA = WACC/Weighted Average Cost of Capital D = Debt

V = D + E rD = Borrowing E = Equity

rE = Expected return by investor

Rumus tersebut sama dengan yang dinyatakan oleh Brigham and Houston (2006:469) yaitu :

WACC = Wd.Kd (1-T) + Wp.Kp + Wc. Kc

Wd, Wp, dan Wc adalah masing-masing pembobotan untuk utang, saham preferen, dan ekuitas biasa. Seperti yang ditunhukkan pada rumus, untuk menghitung biaya WACC suatu perusahaan perlu diketahui : jumlah utang dalam


(43)

struktur modal, jumlah ekuitas dalam struktur modal, biaya untuk, tingkat pajak dan biaya ekuitas. Pembobotan nilai utang dan ekuitas didasarkan pada nilai pasar, bukan nilai buku akuntansi tetapi beberapa perusahaan menggunakan nilai buku akuntansi sebagai target pembobotannya.

E. EVA dan Penyesuaian Akuntansi

Untuk memperbaiki praktek pelaporan keuangan standar yang dianggap

tidak memadai, beberapa pengguna dari nilai tambah ekonomis menyesuaikan laba yang disiapkan digunakan dibawah prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum (Generally Accepted Accountimg Principles-GAAP) dengan harapan penyesuaian tersebut akan menghasilkan angka-angka EVA yang lebih dapat diandalkan. Tujuan umum adalah memperbaiki biasa atau pemutarbalikan yang timbul karena kecenderungan dari manajer untuk mempermainkan angka-angka akuntansi atau kekurangan dalam model GAAP, seperti kegagalan untuk melaporkan dengan benar investasi dalam model intelektual.

Menurut Young dan O’Byrne (2001:188) penyesuaian akuntansi EVA dirancang terutama untuk :

1. Mengubah biaya dalam GAAP yang mewajibkan akuntansi “upaya keberhasilan” dan mengeluarkan biaya R&D

2. Membuat akuntansi pengembalian atas modal suatu wakil lebih baik bagi tingkat pengembalian ekonomis, internal dengan mengganti “sinking fund” dan penyusutan ekonomis untuk amortisasi dan penyusutan dengan metode garis lurus. Mengakui biaya tunai periode mendatang pada suatu basis nilai


(44)

sekarang (misalnya biaya pajak yang ditangguhkan, biaya piutang ragu-ragu, dan biaya jaminan)

3. Meningkatkan akuntabilitas untuk dana pemegang saham dengan menghapuskan pencadangan dari akuntansi bunga, mengakui utang diluar neraca, mengakui opsi saham sebagai suatu biaya bisnis.

4. Membatasi kemampuan manajemen untuk mengelola pendapatan dengan menghapuskan penumpukan (accrual) untuk piutang ragu-ragu dan jaminan. 5. Menghapuskan beban tunai seperti amortisasi goodwill, biaya pajak yang

ditangguhkan.

6. Membuat EVA sekarang sebagai suatu pengukuran dari nilai pasar dengan mengkapitalisasi restrukturisasi dan beban khusus lainnya, mengeluarkan pendapatan dan aktiva non-operasi serta mengkapitalisasi bagian dari beban modal.

Peneliti dalam menghitung EVA yang akurat, perlu dilakukan penyesuaian (adjustments) terhadap nilai buku akuntansi (accounting book value) menjadi nilai buku ekonomis (economic book value). Dalam menghitung rate of return, equity

equivalents ditambah ke invested capital dan peningkatan dalam equity equivalent (perubahan dari periode ke periode) diperhitungkan pada NOPAT .

Menurut Tunggal (2001:8) kriteria umum penyesuaian akuntansi atau


(45)

1. Nilainya cukup material

2. Manajemen dapat mempengaruhi hasil dari akun yang dilakukan equity

equivalent adjusments

3. Informasi yang diperlukan untuk melakukan equity equivalent

adjustment tersedia (dalam catatan laporan keuangan atau notes to financial statements)

4. Para profesional non keuangan dapat mengerti equity equivalent

adjustment dilakukan.

Bennet Stewart III memberikan suatu daftar equity equivalents sebagai berikut (1991:112) :

Add to Capital :

Equity Equivalents Equivalents

Deferred tax reserve Reserve lifo

Cummulative goodwill amortization

Add to NOPAT

Increase investasi Equity Increase in deferred tax

Increase investasi lifo Goodwill amortization

Unrecorded goodwill (Net) capitalized intangibles

Full-cost reserve

Cummulative unusual loss (Gain) AT Other reserved, such as

Bad debt reserve

Inventory obsolescence reserve Warranty reserve

Deffered income reserve

Increase in (net) capitalized intangibles

Increase ini full-cost reserve Unusual loss (gain) AT Increase in other reserved


(46)

Beberapa penyesuaian akuntansi yang penting dalam EVA adalah :

a. Pajak tangguhan (Deffered tax) Pajak tangguhan (deffered tax) timbul dalam akuntansi pajak penghasilan

karena terdapat “future tax effects” yang timbul sebagai akibat adanya perbedaan temporer (temporer differences) antara accounting base dengan

tax base, yaitu perbedaan dalam pengakuan transaksi dan peristiwa yang

telah diakui dalam laporan keuangan dan SPT seperti penyusutan aktiva tetap dan kerugian fiskal. Pengakuan “future tax effects” dilakukan dengan mengakui adanya aktiva pajak tangguhan (deffered tax asset) dan kewajiban pajak tangguhan (deffered tax liability). Menurut Tunggal (2001:10) ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan dalam penyesuaian pajak tangguhan yaitu :

1) Pajak penghasilan periode berjalan (income tax-current) adalah “ pajak penghasilan yang dihitung berdasarkan laba bersih komersial setelah ditambah atau dikurangi beda tetap (permanent difference) dan beda waktu (timing difference) antara pelaporan komersial dan fiskal”.

2) Pajak penghasilan ditangguhkan (income tax-deffered) adalah “pajak penghasilan terhutang untuk periode mendatang yang dihitung bedasarkan beda waktu antara pelaporan komersial dan fiskal”.

3) Aktiva pajak tangguhan tangguhan (deffered tax-asset) adalah “jumlah pajak penghasilan terpulihkan pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian”.


(47)

4) Kewajiban pajak tangguhan (deffered tax liabilities) adalah “jumlah pajak penghasilan terhutang untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak"

Menurut Tunggal (2001:10) dalam perhitungan EVA, pengaruh deffered

tax investor harus dieliminasi dengan alasan deferred tax bukan biaya yang

bersifat tunai (cash cost) sehingga perlu dilakukan adjusment dalam menghitung

invested capital dan NOPAT sebagai berikut:

Tabel 2.1

Penyesuaian Deferred Tax

Capital : NOPAT :

(+) Deferred tax liabnility balance

(net)

(+) Increase investasi current deferred

tax

(-) Deferred tax asset balance (net) (-) Decrease investasi current

deferred tax

Sumber : Tunggal, Economic Value Added/EVA Teori, soal dan kasus, 2001

b. Riset dan pengembangan (Riset and Development / R&D)

Termasuk dalam kategori intangible assets, antara lain : R&D cost, brand

names cost (design &cost, promotion), new product & technology cost, customer loyalty cost yang diperkirakan mempunyai “future benefit” dan

dianggap sebagai “economic asset”.

Menurut Tunggal (2001:12) jika biaya intangible assets tersebut telah dibayarkan sebagai period expenses, maka diperlukan adjustments dengan cara dikapitalisasi kembali sebagi equity equivalents dan menambah

invested capital, lalu diamortisasi selama periode tertentu. Biaya intangible assets yang telah dibiayakan tahun berjalan harus ditambahkan kembali ke


(48)

c. Goodwill.

Goodwill terjadi apabila suatu perusahaan mengakuisisi perusahaan lain

dengan harga diatas fair market value atas aktiva dan utangnya. Sama seperti intangible assets, goodwill dianggap sebagai investasi yang tidak dapat diamortisasi karena bukan merupakan cash cost, sehingga menurut Tunggal (2001:13) dalam menghitung EVA perlu dilakukan penyesuaian sebagai berikut :

1. Invested capital ditambah dengan cumulative goodwill amortization 2. NOPAT ditambah dengan nilai amortisasi berjalan.

d. Reserve

Reserve merupakan equity equivalent yang berpengaruh terhadap NOPAT dan invested capital. Termasuk dalam kategori reserve, antara lain

allowance for bad debts, allowance for bad stocks, warranty provisions and deferreed income reserve. Menurut Tunggal (2001:14) dalam menghitung EVA other reserves tidak diakui sebagai unsur yang mempengaruhi accounting profit karena sifatnya yang hanya cadangan dan tidak ada unsur

“cash outflows” dan hanya biaya penghapusan yang benar-benar terjadi yang diakui sebagai unsur yang mempengaruhi accounting profit sehingga cadangan (reserve) digunakan neraca (sheet) merupakan equity equivalent yang menambah invested capital dan kenaikan cadangan (saldo akhir-saldo awal) menambah NOPAT.

e. Biaya restrukturisasi (Restructuring charge)

Termasuk dalam kategori restructuring charge antara lain: biaya-biaya untuk penutupan/likuidasi suatu unit perusahaan. Perlakuan akuntansi untuk


(49)

biaya ini adalah membebankan seluruh biaya penutupan unit perusahaan (the

cost if shutting down a plant) sebagai biaya dalam laporan laba rugi.

Menurut Tunggal (2001:15) dalam menghitung EVA, unusual loss (gain)

affter tax tersebut harus dikapitalisasi karena diasumsikan sebagai suatu

bagian dari biaya untuk mempertahankan perusahaan secara keseluruhan.

Restructuring charge merupakan investasi yang diperlukan untuk

keberhasilan usaha yang akan datang. f. Akuntansi upaya berhasil

Akuntansi upaya berhasil (successful efforts accountants) adalah berdasarkan gagasan bahwa neraca seharusnya hanya memasukkan investasi yang berhasil, dan upaya yang tidak berhasil seharusnya dihapuskan. Logika dari pendekatan ini adalah bahwa aktiva seharusnya merupakan nilai mendatang bagi perusahaan. Jika nilai aktiva melemah dengan berarti, dan demikian pula kemampuan perusahaan untuk mengambil manfaat ekonomis darinya, aktiva tersebut seharusnya dicatat atau jika tidak bernilai dihilangkan sepenuhnya dari neraca.

g. Penyusutan sinking-Fund

Menurut Young dan O’Byrne (2001:208) “Penyusutan sinking-Fund adalah penyusutan dengan membuat pengembalian atas modal yang diinvestasikan konstan dan sama dengan tingkat pengembalian ekonomis atau internal”. h. Sewa guna operasi

Menurut Young dan O’Byrne (2001:22 5), sebuah sewa guna operasi (operating lease) adalah “bentuk dari peminjaman yang dijamin”, tetapi untuk tujuan akuntansi, pembayaran sewa guna usaha diperlukan sebagai


(50)

biaya penyewaan, sementara aktiva yang bersangkutan dan untuk tidak muncul pada pada neraca. Perlakuan ini menyatakan modal yang diinvestasikan kurang dari sebenarnya, sewa guna usaha sebenarnya adalah sebuah utang. NOPAT juga dinyatakan kurang dari sebenarnya karena suatu bagian dari pembayaran sewa guna memasukkan biaya bunga tidak langsung dari sewa guna tersebut, yang seharusnya dikelompokkan sebagai biaya bunga dan tidak termasuk dalam laba operasi. Suatu penyesuaian dibuat dengan menambahkan kepada modal yang diinvestasikan nilai sekarang dari pembayaran sewa mendatang pada tanggal neraca, didiskontokan pada tingkat peminjaman perusahaan tersebut. Penyesuaian EVA untuk biaya bunga dihitung dengan mengalikan nilai yang dikapitalisasi dari sewa guna dengan tingkat pinjaman. Jumlah ini ditambahkan kepada NOPAT. Perlindungan pajak atas bunga ini kemudian harus dikurangkan dari NOPAT.

F. EVA Sebagai Alat Ukur Kinerja Keuangan

Melihat rumusan dan serangkaian langkah yang harus dilakukan dalam menghitung EVA, Rudianto (2006:347) menyatakan EVA menunjukkan cara untuk menciptakan nilai jangka panjang bagi para investor dengan melihat hal-hal sebagai berikut :

1. Perhitungan profitabilitas melalui investasi ekspansi, produk dan jasa baru, dan teknologi baru yang akan menghasilkan pengembalian yang lebih tinggi dari biaya modal


(51)

2. Efisiensi operasi yaitu meningkatkan margin operasi, penggunaan modal dan produkvitas.

3. Alokasi asset yaitu invetasi pada asset yang membantu menciptakan nilai dan mengurangi atau menghilangkan modal dalam produksi dan operasi yang tidak mempunyai prospek cerah digunakan masa depan.

4. Pembiayaan yaitu mengurangi biaya modal melalui kebijaksanaan kenaikan penggunaan utang pajak yang dapat dikurangkan.

Konsep EVA merupakan alternatif yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja perusahaan dimana fokus penilaian kinerja adalah pada penciptaan nilai perusahaan. Penilaian kinerja dengan menggunakan pendekatan EVA menyebabkan perhatian manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Dengan EVA, para manajer akan berpikir dan bertindak seperti halnya pemegang saham, yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian serta dengan meminumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimumkan. Sebagai pengukur kinerja perusahaan, EVA secara langsung menunjukkan seberapa besar perusahaan telah menciptakan modal bagi pemilik modal.

Kinerja suatu perusahaan yang diukur dengan ROI, ROE atau EPS atau ukuran kinerja lainnya dan memberikan hasil yang baik, pada saat diukur dengan

EVA belum tentu memberikan hasil yang baik juga.

EVA menurut Rudianto (2006:348) dapat dikelompokkan ke dalam 3


(52)

1) Nilai EVA > 0 atau EVA bernilai positif

Pada posisi ini berarti manajemen perusahaan telah berhasil menciptakan nilai tambah ekonomis bagi perusahaan.

2) Nilai EVA = 0

Pada posisi ini berarti manajemen perusahaan berada dalam titik impas. Perusahaan tidak mengalami kemunduran tetapi sekaligus tidak mengalami kemajuan secara ekonomi

3) Nilai EVA < 0 atau EVA bernilai negatif

Pada posisi ini berarti tidak terjadi proses pertambahan nilai ekonomis bagi perusahaan, dalam arti laba yang dihasilkan tidak memenuhi harapan para kreditor dan pemegang saham perusahaan (investor )

Ukuran kinerja EVA tersebut digunakan diatas, selain digunakan sebagai alat evaluasi kinerja manajemen perusahaan, juga dapat digunakan sebagai alat perencanaan perusahaan. Sebagai salah satu bagian dari elemen anggaran yang disusun perusahaan pada awal periode tertentu. Sebagai ukuran EVA menjadi salah satu target pencapaian yang harus dicapai oleh manajemen perusahaan.

G. Langkah, Perbaikan, Manfaat, Keunggulan dan kelemahan EVA

Bagi suatu perusahaan yang memiliki ukuran EVA yang belum memuaskan berbagai pihak, Rudianto (2006:349) menyatakan perlu serangkaian langkah perbaikan kinerja dan memberikan tiga cara yang dapat ditempuh perusahaan untuk meningkatkan EVA dari tahun ke tahun, yaitu sebagai berikut :


(53)

1. Tingkat keuntungan tanpa menggunakan penambahan modal, yaitu dengan mempergunakan modal yang ada manajemen harus terus berupaya meningkatkan laba usaha yang diperoleh.

2. Merestrukturisasi pendanaan perusahaan yang dapat meminimalkan biaya modalnya. Manajemen perusahaan harus berusaha mempertahankan laba usaha yang diperoleh dengan berusaha mengurangi jumlah modal yang digunakan atau mencari komposisi modal yang memberikan biaya modal yang telah rendah.

3. Investasikan modal pada proyek-proyek dengan return yang tinggi. Manajemen harus memilih diantara sejumlah alternatif investasi yang ada, investasi yang dapat mendatangkan tingkat pengembalian yang paling tinggi

Penggunaan optimal utang harus turut memperhitungkan resiko yang melekat pada bisnis operasionalnya, perusahaan dengan risiko rendah aliran kas yang stabil dapat membiayai biaya bunga digunakan waktu-waktu buruk. Artinya struktur keuangan optimal semua perusahaan demi meminimalkan biaya modal adalah proporsi tertinggi untuk yang konsisten dengan risiko bisnis tersebut dan fleksibilitas pendanaan yang sesuai dengan permintaan strategi akuisisi dan investasi.

Perusahaan yang menggunakan EVA menurut Rudianto (2006:351) akan menyadari manfaat dari EVA sebagai alat kinerja keuangan yaitu :

1. Pengukuran kinerja keuangan yang secara langsung berhubungan secara teoritis dan empiris pada penciptaan kekayaan pemegang saham, dimaan pengelolaan agar EVA lebih tinggi akan berakibat pada harga saham,


(54)

dimana pengelolaan agar EVA lebih tinggi akan berakibat pada harga saham yang lebih tinggi pula.

2. Pengukur kinerja yang memberikan solusi tepat, dalam artian bahwa EVA selalu meyakinkan para pemegang saham, yang membuatnya menjadi satu-satunya matrix kemajuan berkelanjutan yang handal.

3. Suatu kerangka yang mendasar suatu sistem baru yang komprehensif untuk manajemen keuangan perusahaan yang membimbing semua keputusan dari anggaran operasional tahunan sampai penganggaran modal, perencanaan strategik, akuisisi dan investasi.

4. Metode yang mudah dan sekaligus efektif untuk diajarkan bahkan pada pekerja yang kurang berpengalaman.

5. Metode ini merupakan pilihan utama dalam sistem kompensasi yang unik, karena dimana terdapat ukuran kinerja perusahaan yang benar-benar menyatukan kepentingan manajer dengan kepentingan pemegang saham, dan menyebabkan manajer berpikir dan bertindak seperti pemilik.

6. Suatu kerangka yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan tujuan dan pencapaian mereka pada investor, dan investor tersebut dapat menggunakan EVA untuk mengidentifikasi perusahaan mana yang mempunyai prospek kinerja yang lebih baik dimasa mendatang.

7. EVA merupakan suatu sistem internal corporate governance yang

memotivasi semua manajer dan penuh antusias demi menghasilkan kinerja yang terbaik yang mungkin bisa dicapai.

8. EVA akan menyebabkan perusahaan lebih memperhatikan kebijakan


(55)

Menurut Rudianto (2006:352) keunggulan yang dimiliki EVA antara lain sebagai berikut :

1. EVA dapat menyelaraskan tujuan manajemen dan kepentingan

pemegang saham dimana EVA digunakan sebagai ukuran operasional dari manajemen yang mencerminkan keberhasilan perusahaan digunakan digunakan dalam menciptakan nilai tambah bagi pemegang saham atau investor

2. EVA memberikan pedoman bagi manajemen untuk meningkatkan laba

operasi tanpa tambahan dan/modal, mengeksposur pemberian pinjaman (piutang), dan menginvestasikan dana yang memberikan imbalan tinggi.

3. EVA merupakan sistem manajemen keuangan yang dapat memecahkan

semua masalah bisnis, mulai dari strategi dan pergerakan sampai keputusan operasional sehari-hari.


(56)

BAB III

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Perkembangan Bursa Efek Indonesia

Bursa Efek Indonesia adalah salah satu bursa saham yang dapat memberikan peluang investasi dan sumber pembiayaan dalam upaya mendukung pembangunan ekonomi nasional. Bursa Efek Indonesia berperan juga dalam upaya mengembangkan pemodal lokal yang besar dan solid untuk menciptakan pasar modal indonesia yang stabil.

Sejarah Bursa Efek Indonesia berawal dari berdirinya bursa efek di Indonesia pada abad 19. Pada tahun 1912, dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda, bursa Efek Indonesia didirikan di Batavia, pusat pemerintah Belanda dan dikenal sebagai Jakarta saat ini.

Bursa Batavia sempat ditutup selama periode perang dunia pertama dan kemudian dibuka lagi pada 1925. Pemerintah kolonial juga mengoperasikan Bursa Paralel di Surabaya dan Semarang, namun kegiatan bursa ini dihentikan lagi ketika terjadi pendudukan oleh tentara Jepang di Batavia. Pada 1952, tujuh tahun setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, Bursa saham dibuka lagi di Jakarta dengan memperdagangkan saham dan obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan Belanda sebelum perang dunia. Kegiatan bursa saham kemudian berhenti lagi ketika pemerintah meluncurkan program nasionalisasi pada tahun 1956. Bursa saham kembali dibuka dan ditangani oleh Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) sebelum akhir tahun 1977, institusi baru dibawah Departemen Keuangan, kegiatan perdagangan dan kapitalisasi pasar


(57)

sahampun mulai meningkat dan mencapai puncaknya tahun 1990 seiring dengan perkembangan pasar finansial dan sektor swasta.

Tanggal 13 Juli 1992, Bursa saham di swastanisasi menjadi PT. Bursa Efek Jakarta (BEJ). Swastanisasi Bursa Saham menjadi PT. BEJ ini mengakibatkan beralihnya fungsi Bapepam menjadi Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM).

Tahun 1995 adalah tahun BEJ memasuki babak baru dan pada 22 Mei 1995, BEJ meluncurkan Jakarta Automated Trading System (JATS), sebuah sistem perdagangan manual. Sistem baru ini dapat memfasilitasi perdagangan saham dengan frekwensi yang lebih besar dan lebih menjamin kegiatan pasar yang fair dan transparan dibanding sistem perdagangan manual dan pada tahun 2007 bursa Efek Surabaya melakukan merger dengan Bursa Efek Jakarta dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) (www. jsx.co.id).

B. Majalah Investor

Majalah Investor merupakan salah satu media cetak yang membahas khusus mengenai investasi dan keuangan di Indonesia. Majalah ini selalu memberikan informasi mengenai peristiwa serta perkembangan pasar modal dan pasar uang di Indonesia. Majalah Investor didirikan serta dikembangkan oleh Mochtar Riady dengan Wim Tangkolisan bertindak sebagai CEO majalah tersebut, namun sejak tahun 2005 majalah Investor bergabung dengan surat kabar Suara Pembaharuan yang dipimpin oleh Sasongko Soedarjo dan sejak saat itu menjadi menjadi bagian dari Suara Pembaharuan. Salah satu hal yang menarik dari majalah ini adalah pemeringkatan emiten yang mereka lakukan setiap


(58)

tahunnya yang dapat menjadi sebuah acuan bagi pemodal publik dalam berinvestasi di pasar modal. Emiten-emiten yang mereka anggap terbaik akan memperoleh Investor Award atau Outstanding Performers atau juga Top

Performing Listed Company.

Investor award telah diselenggarakan sebanyak sembilan kali, dimana

tahun 2000 adalah tahun pertama pemberian award ini dan terakhir kali pada tahun 2008. Investor award merupakan suatu bentuk apresiasi untuk emiten yang memiliki kinerja yang baik serta untuk menjadi motivator bagi emiten untuk terus memperbaiki kinerjanya setiap tahun dan setelah melalui proses penilaian yang sangat ketat yang dilakukan oleh para juri Investor award maka terpilihlah PT. Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT. Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT. United Tractors Tbk (UNTR) sebagai emiten terbaik 2008 versi majalah Investor. Tim juri untuk Investor award merupakan para pakar pada pasar modal Indonesia yang terdiri dari :

1. Roy Sembel (Dirut MM Finance Binus, pengamat pasar modal dan penulis buku mengenai pasar modal)

2. Mustoffa (akuntan publik)

3. Siddharta Utama (Pudek I, Fak. EKonomi, UI)

4. Eddy Pratono (Dirut Dana Pensiun Telkom, Ketua ADPI) 5. Lily Widjaya (Ketua Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia)

6. Adrian Rusmana Setiamihardja (Kepala Devisi Riset BNI Securities) Tim juri ini juga menyusun metode serta kriteria yang harus dipenuhi satu emiten untuk memperoleh Investor award, sehingga tidaklah mudah untuk menggapai predikat sebagai emiten terbaik. Emiten harus dapat melewati seleksi


(59)

awal, memiliki kinerja fundamental dan tekhnikal yang baik serta emiten tersebut juga harus mendapat apresiasi dari pelaku pasar.

Proses seleksi dimulai dengan penetapan criteria pemeringkatan, yang didiskusikan dalam rapat dewan juri, kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data, pengolahan data dan pembahasan hasil pemeringkatan itu lalu ditetapkan para peraih nominasi dan untuk mendapatkan hasil yang optimal dilakukanlah

polling guna melihat persepsi pelaku pasar terhadap emiten yang bersangkutan.

Responden dari polling ini terdiri dari analis, manajer investasi, investor dan pengamat pasar modal. Hasil polling ini akan menjadi bagian dari penilaian dewan juri dalam menetukan pemenang Investor award.

Proses Pemilihan Emiten Terbaik 2008 (Investor Awards)

Gambar 3.1 Proses Pemilihan Emiten Terbaik 2008 Sumber : Majalah Investor Edisi No. 145

Investor Award merupakan apresiasi bagi para emiten yang mencatat

kinerja terbaik dan dianggap memiliki prospek cerah di masa mendatang. Tim juri juga memfokuskan penerapan good corporate governance serta tanggung jawab sosial perusahaan sebagai salah satu penilaian. Roy Sembel (ketua tim juri)

Tahap I Seleksi awal

Tahap II Penilaian kinerja fundamental dan teknikal

Tahap III Polling peraih nominasi emiten terbaik 2008 Tahap IV Interview peraih nominasi emiten terbaik 2008 Tahap V Pemilihan emiten terbaik Top Performing listed Company 2008 1) ANTM 2) AALI 3) UNTR


(60)

pemodal hanya saja emiten penerima Investor Award memang belum merupakan emiten yang paling ideal karena emiten yang ideal harus memiliki tanggung jawab sosial dan ramah terhadap lingkungan.

Metode yang digunakan dalam menentukan emiten terbaik 2008 tidak mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya karena metode yang ada sudah cukup akurat dan memadai. Hasil pemeringkatan majalah Investor ini dapat memberikan informasi bagi Investor dan bisa menjadi cermin bagi emiten yang lain yang ingin melihat kinerja perusahaan publik karena emiten pemenang harus memiliki prospek yang cerah.

C. Profil Perusahaan yang diteliti.

1. PT. ANEKA TAMBANG, Tbk

PT. Aneka Tambang Tbk, didirikan pada tanggal 5 Juli 1968 berdasarkan PP No. 22 tahun 1968 dengan nama Perusahaan Aneka Tambang. Tanggal 14 September 1974, berdasarkan PP No. 26 tahun 1974 status perusahaan Negara menjadi Perusahaan Negara Perseroan Terbatas dan sejak itu dikenal sebagai PT. Aneka Tambang (Persero).

Ruang lingkup kegiatan perusahaan ini adalah di bidang pertambangan berbagai jenis bahan galian, serta menjalankan usaha di bidang industri, perdagangan, pengangkutan dan jasa lainnya yang berkaitan dengan bahan galian tersebut. Perusahaan ini mulai beroperasi secara komersial pada tanggal 5 Juli 1968. tahun 1997, perusahaan melakukan penawaran saham kepada masyarakat sebanyak 430.769.00 saham yang merupakan 35% modal saham ditempatkan dan disetor penuh. Penawaran saham kepada masyarakat tersebut dicatat di Bursa Efek


(61)

Indonesia (BEI) pada tanggal 27 Nopember 1997, saham perusahaan diperdagangkan di Bursa Efek Australia sebagai Chess Depository Interest (CDI). Unit yang diperdagangkan adalah sejumlah 381.538.390 unit CDI yang merupakan 1.907.691.950 saham biasa seri B, dan pemegang saham terbesar perusahaan ini adalah pemerintah Indonesia dengan kepemilikan 65% saham ANTM.

RUPS yang telah dilaksanakan pada tanggal 31 Desember 2005 dan 2006 menetapkan susunan dewan komisaris dan dewan direksi perusahaan adalah sebagai berikut:

Dewan Komisaris :

a. Wisnu Askari Marantika b. Suryontoro

c. Sipriatna Suhala d. Irwandy Arif e. Yap Tjay Soen Dewan Direksi :

a. Aditya Sumanagara b. Alwin Ayah Lubis c. Darma Ambiar d. Syahrir Ika

Tujuan dari perusahaan ini dikenal dengan istilah triple bottom lines yaitu mengupayakan pertumbuhan kinerja perusahaan, kepedulian pada lingkungan serta penerapan konsep corporate social responsibility (CDR) dan sampai saat ini perusahaan dan anak perusahaan telah memiliki 2.749 karyawan tetap. Kantor


(62)

pusat perusahaan berlokasi di Gedung Aneka Tambang Jl. Letjend T.B. Simatupang No. 1 Lingkar Selatan, Tanjung Barat, Jakarta, Indonesia.

2. PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk

PT Astra Agro Lestari Tbk (Perusahaan) semula didirikan dengan nama PT Suryaraya Cakrawala berdasarkan akta notaris Ny Rukmasanti Hardjasatya, SH No.12 tanggal 3 Oktober 1988, yang kemudian berubah menjadi PT Astra Agro Niaga berdasarkan akta perubahan No.9 tanggal 4 Agustus 1989 dari notaris yang sama, akta perubahannya telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No.C2-10099.HT.01.01.TH.89 tanggal 31 Oktober 1989 dan diumumkan dalam Lembaran Berita Negara Republik Indonesia No.101 Tambahan No.3626 tanggal 19 Desember 1989. Pada tanggal 30 Juni 1997, Perusahaan melakukan penggabungan usaha dengan PT Suryaraya Bahtera dengan metode penyatuan kepemilikan (pooling of interest) melalui perjanjian penggabungan usaha yang telah diaktakan dengan akta notaris Benny Kristianto SH No.126 tanggal 19 Juni 1997 beserta perubahannya No.176 tanggal 30 Juni 1997. Pada penggabungan usaha ini, nama Perusahaan diubah menjadi PT Astra Agro Lestari dan modal dasar ditingkatkan dari Rp 250 miliar menjadi Rp 2 triliun yang terdiri dari 4 miliar saham dengan nilai nominal Rp 500.

Ruang lingkup kegiatan perusahaan ini adalah di bidang perkebunan, perdagangan umum, perindustrian, pengangkutan, jasa dan konsultan. Perusahaan mempunyai investasi pada anak perusahaan yang umumnya bergerak dalam bidang perkebunan dan industri kelapa sawit dan karet. Perusahaan dan anak perusahaan berdomisili di Jalan Pulo Ayang Raya Blok OR-I Kawasan Industri


(1)

tertinggi dihasilkan oleh AALI ditahun 2007 dengan nilai Rp 6.474.157.885.200 dan nilai terendah dihasilkan oleh UNTR dengan nilai Rp 479.813.272.500. Volatilitas nilai EVA dipengaruhi oleh naik turunnya pendapatan, net asset dan biaya modal.

3. Dari hasil penelitian, pendekatan EVA sangat cocok untuk digunakan dalam menilai kinerja keuangan perusahaan karena melalui pendekatan

EVA para pemegang saham dapat melihat secara ekonomisnya perusahaan

dimana laba bersih yang tinggi yang diciptakan belum tentu mampu menciptakan modal bagi pemegang saham karena laba tersebut belum dikurangi biaya utang dan biaya ekuitas sehingga tidak menciptakan nilai yang sebenarnya.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Tiga emiten terbaik 2008 harus mempertimbangkan penggunaan metode

EVA dalam mengukur kinerja keuangan selain alat ukur konvensional

seperti rasio keuangan, karena sebagai emiten terbaik ANTM, AALI dan UNTR harus dapat memberikan nilai (value) yang sebesar-besarnya kepada pemegang saham dan dengan konsep EVA perusahaan dapat mengetahui seberapa besar nilai yang telah diciptakan bagi pemegang saham.

2. Investor disarankan untuk menginvestasikan modalnya pada emiten yang dapat menghasilkan nilai EVA yang positif, karena emiten yang memiliki


(2)

menciptakan kekayaan bagi investor yang mencerminkan prospek menguntungkan atas investasi modal jangka panjang yang telah ditanamkan untuk mendapatkan return yang baik dimasa yang akan datang.

3. Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan metode yang lebih mendalam dalam menganalisis biaya modal perusahaan sehingga konsep EVA lebih mudah digunakan bagi perusahaan yang belum go

public dan yang sudah go public.

4. Bagi penelitian selanjutnya disarankan agar EVA dikaitkan dengan pemberian bonus untuk membuktikan apakah EVA yang positif akan memberikan insentif yang lebih baik bagi manajer.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Brigham, Eugene dan Joel F. Houston, 2006, Dasar-dasar Manajemen

Keuangan, Buku Satu, Edisi Kesepuluh, Salemba Empat, Jakarta.

Darmawan, Komang, 2008. 3 Emiten Peraih “Top Performing Listed Companies

2008. Majalah Investor, Edisi No.179. Vol. X. April- Mei 2008 Halaman

33-85.

Endri, 2005. Analisis Pengaruh Economic Value Added (EVA) Terhadap Market Value Added (MVA) pada 10 Perusahaan Go Public Yang Sahamnya Tergolong Blue Chips di Bursa Efek Jakarta Periode 2000-2004, Media

Ekonomi, Volume II, No.2.

Hansen, Don R dan Maryanne M. Mowen, 2001. Manajemen Biaya, Buku Dua, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta.

Naseer, Etty, 2003. Pengukuran Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Menggunakan Metode EVA dan MVA. Media Riset Akuntansi, Auditing

dan Informasi. Vol. 3 No.1. 24-42.

Rudianto, 2006. Akuntansi Manajemenen Informasi untuk Pengambilan

Keputusan Manajemen, PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia, Jakarta.

Ross, Stephen A., Randolph W. Westerfield dan Jeffrey Jaffe, Corporate

Finance, Sixth Edition, Mc. Graw Hill, New York, 2002.

Sartono, Agus, 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi, BPFE, Yogyakarta.

Sugiyono, 2003. Metode Penelitian Bisnis, Penerbit: CV. Alfabeta, Bandung.


(4)

Stern, Joel, 2001. The EVA challenge : Implementing Value Added Change In

an Organization. John Wiley & Sons, Inc ; Canada.

SWA Sembada 23/XXI/16-24 Oktober, 2005. Yayasan Sembada Swakarya, Jakarta.

Tunggal, Amin Widjaja, 2001. Memahami Konsep Economic Value Added

(EVA) dan Value Based Management (VBM), Harvarindo, Jakarta.

Utomo, Lisa Linawati, 2001. Economic Value Added Sebagai Ukuran Keberhasilan kinerja Manajemen Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan

Keuangan Vol.1, Jakarta.

Young, S. David & Stephen F. O’Byrne 2001. EVA dan Manajemen

Berdasarkan Nilai, Penerjemah: Lucy Widjaya, Edisi Pertama, Salemba

Empat, Jakarta. .

Warsono, 2003. Manajemen Keuangan Perusahaan, Edisi Ketiga, Banyu Media Publishing, Malang.


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Refined Economic Value Added dan Financial Value Added Serta Pengaruhnya Terhadap Harga Saham Perusahaan Food And Beverage Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

27 186 111

Analisis Pengaruh Economic Value Added (EVA) danLikuiditas Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Industri Pertambangan yang Terdaftar di BEI

2 112 89

Pengaruh Economic Value Added dan Rasio Profitabilitas terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Jasa yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2 67 80

Analisis Pengaruh Economic Value Added, Market Value Added dan Rasio Profitabilitas Terhadap Return Saham Perusahaan Manufaktur Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI

2 74 84

Pengaruh Economic Value Added, Return On Asset, Return On Equity Dan Earning Per Share Terhadap Perubahan Harga Saham Perusahaan Pada Bursa Efek Indonesia

1 41 84

Analisis Economic Value Added (EVA) Dalam Menilai Kinerja Keuangan Perusahaan Pada PT. Indosat, Tbk

6 60 100

Analisis Economic Value Added (EVA) dalam Menilai Kinerja Keuangan Perusahaan pada PT. Unilever Indonesia, Tbk.

15 102 104

Hubungan Economic Value Added dan Rasio Profitabilitas Dengan Harga Saham Perusahaan Manakan dan Minuman Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2 46 73

Analisis Kinerja Keuangan Dengan Menggunakan Metode Economic Value Added Dan Market Value Added (Studi pada PT Telkom Tbk dan PT BRI Tbk)

3 42 74

Analisis Kinerja Keuangan Dengan Menggunakan Metode Economic Value Added (EVA) Dan Market Value Added (MVA) Pada Tiga Emiten Terbaik 2006

14 91 86