Teori Demokrasi dan Demokratisasi

penelitiannya, termasuk dalam merumuskan asumsi-asumsi dalam penelitiannya. 33

5.1 Teori Demokrasi dan Demokratisasi

Teori-teori atau tinjauan pustaka yang dipakai oleh penulis sebagai landasan berfikir dan titik tolak menyoroti masalah yang diteliti adalah sebagai berikut: Demokrasi bukanlah sebatas dunia politik, tetapi juga harus diberlakukan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam kerja-kerja pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam bekerja, dalam menentukan produksi, dan hal-hal yang selama ini dianggap rutin dan remeh-temeh yang justru sebenarnya adalah penentu keberadaan manusia di dunia ini. Dalam perkembangannya begitu banyak para ahli yang memberikan definisi yang beragam mengenai demokrasi. Menurut Abraham Lincoln demokrasi merupakan sistem dimana ada pemisahan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Demokrasi merupakan sistem dimana rakyat bebas mengeluarkan pendapatnya. Abdul Ghani Ar Rahhal di dalam bukunya, Al Islamiyyun wa Sarah Ad Dimuqrathiyyah mendefinisikan demokrasi sebagai “kekuasaan rakyat oleh rakyat”. Rakyat adalah sumber kekuasaan. Menurut Robert Dahl, Demokrasi adalah suatu sistem politik dimana para anggotanya saling memandang antara yang satu dengan yang lainnya sebagai orang-orang yang sama dipandang dari segi politik, dan mereka itu secara bersama-sama adalah berdaulat,dan memiliki 33 O. Setiawan Djuaharie, Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, Disertasi, Bandung: Yrama Widya, 2001, hal. 55 Universitas Sumatera Utara segala kemampuan, sumberdaya dan lembaga-lembaga yang mereka perlukan demi untuk memerintah diri merekas sendiri. Dan lain sebagainya para ahli mengemukakan teori mereka tentang demokrasi yang pada hakikatnya memiliki nilai atau esensi yang sama mengenai kekuasaan dan kedaulatan yang seutuhnya ditangan rakyat. Demokrasi sering dikaitkan dengan pola pemerintahan dalam Athena, dan polis-polis lainnya di Yunani. Bahkan kata demokrasi inipun dari kata Yunani demos rakyat dan cratein pemerintahan. Masyarakat Athena dan polis-polis lainnya adalah masyarakat yang terlibat dalam persaingan-persaingan ekonomi yang kemudian melahirkan konflik-konflik bersenjata. Kenyataan sejarah seperti inilah yang mengkondisikan pembentukan sebuah organisasi masyarakat yang bernama polis itu sendiri, di mana segala persoalan-persoalan publik dibicarakan dalam forum-forum yang melibatkan anggota masyarakat. Bentuk seperti ini akan menjamin tersedianya angkatan perang untuk membela kota mereka ataupun menyerang kota lain. Pada awalnya, para tuan tanah merupakan penduduk asli daerah tengah perkotaan. Lalu perdagangan telah dibangun, harga-harga tanah melambung tinggi dan para tuan tanah menggunakan posisinya untuk mengontrol pemasaran hasil produksi dan sudah barang pasti mereka menggunakan posisi dominan mereka untuk meminjamkan bibit kepada penduduk-penduduk miskin yang tinggal dipinggiran dan untuk menambah perbudakan.Semua Negara kota di Yunani dan Romawi dijalankan atas dasar dan prinsip yang sama, seluruh penghuni Negara kota polis dalam bahasa Yunani bersatu untuk menghadapi Negara kota lainnya, Universitas Sumatera Utara tapi sebenarnya terbelah didalam dirinya sendiri, dibedakan menjadi dua kaum: antara wargakota dan budak. Warga kota yang miskin mereka disebut Plebeian dalam bahasa Romawi sama sekali tidak memiliki hak-hak politik. Perjuangan mereka adalah perjuangan politik, perjuangan untuk meraih posisi yang dapat penentu kebijaksanaan di negara-kota mereka. Kemenangan demokrasi tak terelakkan di Athena, hal ini terjadi setelah warga negara kota yang miskin mampu memenangkan perang laut di Salamis melawan orang persia yang ingin merebut kota itu. Meskipun mereka terlalu miskin untuk mempersenjatai diri mereka sendiri, mereka menyediakan pendayung-pendayung yang handal kepada Armada Laut Athena. Sebuah persatuan yang rapuh telah tebentuk antara warga negara yang kaya dan yang miskin melalui ekspansi keluar dan penaklukan budak-budak. Kemudian penduduk yang miskin tidak terlalu tertekan, karena orang-orang kaya memiliki cadangan tenaga kerja. Tapi Demokrasi Athena –Demokrasi untuk warga kota – berbasiskan pada eksploitasi terhadap kaum-kaum non warga kota: yaitu para budak yang tidak memiliki hak-hak politik. Demokrasi Athena sebenarnya adalah sebuah mekanisme untuk memaksakan kepentingan-kepentingan kaum yang berkuasa kepada kaum-kaum yang tertindas dan untuk mempertahankan kepentingan- kepentingan kaum yang berkuasa di dalam perang. Negara berpihak kepada kaum yang berkuasa, struktur masyarakat berdiri di atas kerja kaum budak –semua perkembangan pesat dalam bidang seni, budaya dan filsafat dapat terjadi karena kerja keras budak yang dieksploitasi, hal ini Universitas Sumatera Utara menyebabkan para pemilik budak memiliki banyak waktu untuk istirahat, masyarakat kemudian berkembang. Namun model demokrasi kuno yang ada di awal peradaban ini tidaklah dapat dikatakan sebagai demokrasi sejati yang meletakkan kepentingan mayoritas diatas minoritas. Dalam perkembangan masyarakat manusia, telah berulang kali bagian terbesar masyarakat dipaksa untuk tunduk baik secara kesadaran maupun karena penggunaan alat-alat kekerasan seperti senjata. Tak jarang penggunaan kekerasan sebagai alat pemaksa kehendak dilakukan karena kehendak minoritas masyarakat memang bertentangan dengan kebutuhan mayoritas masyarakat. Sering kali, sebuah tirani hanya terfokus pada satu orang diktator, seorang tiran. Namun kenyataan yang terjadi selama berkuasanya sang Tiran tersebut, ia hanyalah perwakilan ataupun penampakan dari sekelompok minoritas yang ingin mendapatkan hak-hak khusus di atas penindasan terhadap mayoritas rakyat. Bagi sebagian besar orang Eropa di bawah Imperium Romawi, Julius Caesar adalah seorang tiran. Legiun-legiunnya yang membawa pedang dan tameng merah sangat efektif menaklukkan suku-suku primitif di dataran Eropa Barat. Sistem pajak dan kerja paksa diberlakukan tanpa perlawanan yang berarti. Tapi apakah Julius Caesar bertindak atas kehendaknya sendiri? Dari mana asalnya para legiuner-legiuner, perwira-perwira, dan jendral-jendral pasukan Romawi yang tak terkalahkan itu? Sangat jelas, mereka adalah orang-orang yang dibiayai ataupun memang berasal dari keluarga-keluarga tuan tanah di Roma. Caesar berkuasa atas dukungan Senat, sebuah badan permusyawaratan kaum patricia tuan-tuan tanah dan pemilik budak Romawi. Tanpa perluasan teritorial yang Universitas Sumatera Utara kemudian menghasilkan pajak dan budak, mustahil Romawi dapat berkembang. Dan para patricia pemilik colonate perkebunan besar pun akan kesulitan memperkaya diri karena mereka akan selalu membutuhkan budak-budak untuk mengerjakan colonate mereka. 34 Menurut Dahl, negara yang demokratis tidak hanya mengakomodasi kompetisi politik secara ekstensi dan partisipatif, namun juga terdapat kebebasan berbicara didalamnya, pers serta pluralisme yang memudahkan rakyat untuk membentuk dan mengekspresikan pilihan-pilihan politik mereka dalam sebuah Gubernur-gubernur jendral Hindia Belanda juga memiliki latar belakang yang sama. Di tanah jajahan mereka adalah tiran, yang menggunakan bala tentara untuk menaklukan perlawanan-perlawanan reaksioner dan sia-sia para bangsawan Jawa dan untuk memastikan rakyat jajahan membayar pajak tanah dan pajak kepala. Tetapi siapakah pendukung mereka sebenarnya di tanah jajahan, apakah para prajurit “londo” dan setengah “londo”? Mereka adalah justru orang-orang yang dipaksa secara ekonomi menjadi prajurit di tanah air mereka. Pendukung kebijakan-kebijakan para gubernur jendral adalah para pemilik perampas tanah perkebunan-perkebunan dan pabrik-pabrik baik di tanah jajahan ataupun negara induk mereka. Gubernur Jendral Hindia Belanda adalah wakil dari minoritas masyarakat Belanda, para bangsawan dan pemilik modal. 34 Dokumen Resmi Materi Pendidikan Dasar Liga Mahasiswa untuk Demokrasi Politik Rakyat Miskin LMND PRM Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara cara yang lebih bermakna. Dan untuk menjamin mekanisme tersebut, rakyat harus diberi kesempatan untuk: 35 1. Merumuskan pilihan atau kepentingannya sendiri. 2. Memberitahukan preferensinya itu pada sesama warga Negara dan pemerintah lewat tindakan individual maupun kolektif. 3. Mengusahakan agar kepentingannya itu dipertimbangkan secara setara dalam proses pembuatan keputusan pemerintah, artinya tidak ada diskriminasi berdasar isi atau asalnya. Transisi menuju demokrasi tidak terlepas dari adanya gelombang demokratisasi ketiga yang melanda negara-negara di dunia pada masa 1970-an. Gelombang demokratisasi ini terjadi pertama kali terjadi di Eropa Selatan misalnya di Portugal, Yunani dan Spanyol yang kala itu ditandai dengan runtuhnya rezim otoriter di negara masing-masing. Di Asia, gelombang ini pun ikut terjadi yang pertama kalinya di India pada tahun 1997 dan diikuti oleh Turki, Filipina, Korea, Taiwan dan Pakistan. Proses demokratisasi sendiri mempunyai tiga model: 1. Model liniear. Model demokratisasi klasik yang memberikan hak- hak sipil ke hak-hak politis bahkan hingga ke hak-hak sosial. Model ini memberikan pemahaman tentang persatuan nasional, 35 Sutoro Eko, Transisi Demokrasi Indonesia: Runtuhnya Rezim Orde Baru, Yogyakarta: APMD Press, 2003, hlm. 9. Universitas Sumatera Utara perjuangan politik yang panjang dan tidak menentu, dan suatu keputusan sadar untuk mengadopsi hukum-hukum demokrasi. Model ini tercerminkan dalam pengalaman Eropa akhir abad ke-19 dan beberapa pengalaman negara Amerika Latin. 2. Model siklis despotisme dan demokrasi yang berseling-seling. Biasanya elit-elit penguasa menerima legitimasi bentuk-bentuk demokrasi secara dangkal. Pemilu dilangsungkan dengan tempo waktu yang berkelangsungan akan tetapi jarang sekali pemerintah berganti dari hasil pemilu tersebut. Dan juga campur tangan militer mampu mengambil alih kekuasaan dari tangan pemerintahan dalam segala bidang termasuk ekonomi politik dan tatanan publik secara efektif. 3. Model dialektis. Dalam model ini menjelaskan kelas menengah menyebabkan tekanan yang makin meningkat terhadap rezim otoriter yang ada untuk memperluas partisipasi dan persaingan. Dan pada akhirnya hingga terjadi suatu keretakan dalam sistem politik yang memaksa penggulingan rezim otoriter yang ada dan pelembagaan rezim demokratis. Dalam perjalanan waktu rezim otoriter akan runtuh dan terjadilah sistem demokrasi yang lebih stabil, lebih seimbang dan lebih langgeng. Semua model ini menekankan keinginan akan perkembangan demokrasi yang stabil dan perluasan partisipasi politik yang relatif terlambat dalam urutan perubahan. Namun demikian mengingat keinginan umum akan parisipasi politik dan peningkatan dalam mobilisasi sosial yang dihasilkan oleh perkembangan Universitas Sumatera Utara ekonomi, maka kecenderungan yang menonjol adalah partisipasi dan persaingan. Inilah mungkin salah satu penyebab mengapa ekonomi di Negara Dunia Ketiga belum dapat merangsang munculnya rezim demokratik yang lebih stabil. Terdapat lima macam perubahan yang menyebabkan terjadinya gelombang demokratisasi ketiga antara lain sebagai berikut: 36 1. Merosotnya legitimasi dan dilemma kerja. Semakin mendalamnya masalah-masalah legitimasi yang dihadapi oleh system-sistem otoriter di dunia dimana nilai-nilai demokrasi telah diterima banyak orang, ketergantunga rezim-rezim itu pada legitimasi kinerja dan melemahnya legitimasi akibat kalah perang, kegagalan ekonomi dan “kejutan minyak” pada tahun 1973-1974 dan 1978- 1979. 2. Pertumbuhan ekonomi dan krisis ekonomi. Pertumbuhan ekonomi global yang luar biasa pada tahun 1960-an yang telah mengakibatkan meningkatnya standar hidup, taraf pendidikan dan membesarnya kelas menengah kota di banyak negeri. 3. Perubahan keagamaan. Perubahan-perubahan yang mencolok pada doktrin dan kegiatan Gereja Katolik yang termanifestasi dalam Dewan Vatikan Kedua tahun 1963-1965 serta transformasi gereja- gereja nasional dari posisi sebagai pembela status quo menjadi penentang otoritarianisme dan pendukung reformasi social, ekonomi dan politik. 36 Samuel Huntington, Gelombang Demokrasi Ketiga, Jakarta: Grafiti, 2001, hlm. 56-57. Universitas Sumatera Utara 4. Kebijakan baru pelaku eksternal. Perubahan-perubahan dalam kebijakan para pelaku luar negeri, termasuk sikap baru masyarakat Eropa pada akhir dasawarsa 1960 untuk memperluas keanggotaannya, pergeseran besar kebijakan AS ke arah promosi hak-hak asasi manusia demokrasi di negeri-negeri lain mulai tahun 1974, serta perubahan dramatis yang dilakukan Gorbachev dalam kebijakan Uni Soviet ke arah mempertahankan kekuasaan Uni Soviet. 5. Efek demonstrasi atau efek bola salju dari transisi-transisi awal menuju demokrasi pada gelombang ketiga, yang diperkuat oleh sarana komunikasi internasional, dalam merangsang dan menyediakan model bagi upaya mengubah rezim di negeri-negeri lain selanjutnya. Berdasarkan pemaparan mengenai demokrasi dan yang menyebabkan terjadinya gelombang demokratisasi diatas, dapat ditarik dua kesimpulan hipotesa. Pertama, demokrasi yang terjadi dibelahan dunia manapun sekarang ini dapat dikatakan bukanlah demokrasi yang sejatinya, yang meletakkan kepemimpinan diatas kepentingan mayoritas. Melainkan demokrasi yang semu yang ingin menemukan pola terbaik dalam perkembangannya. Kedua, konsepsi demokratisasi menjadi suatu pembelajaran baru bagi Negara-negara dunia ketiga dalam menentukan pola pemerintahan dan politik Negara berkembang.

5.2 Teori Negara