ini. Segala kebijakan ekonomi yang ditetapkan oleh Soeharto menjadi boomerang kembali kepadanya dengan hadirnya perlawanan dari semua basis-basis massa
yang dipelopori oleh mahasiswa. Meskipun masih bersifat momentuman, sektarian dalam artian hanya didominasi oleh kaum intelektual kampus dan tidak
melibatkan massa rakyat luas tapi gebrakan dari gerakan ini mampu mengantarkan Indonesia ke dalam suatu system pemerintahan baru yakni
reformasi dan menjatuhkan symbol kediktatoran selama 32 tahun. Namun strategi taktik seperti apa yang telah dilakukan oleh mahasiswa pada masa itu serta
bagaimana peran, keterlibatan dan keberpihakan Negara pada mahasiswa?
2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, Penulis merumuskan masalah penelitiannya sebagai berikut:
a. Bagaimana deskripsi sejarah gerakan mahasiswa Indonesia pada
masa Orde Baru periode 1998. b.
Bagaimana analisis politik gerakan mahasiswa sebagai gerakan sosial terhadap Negara.
Universitas Sumatera Utara
3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Membuat gambaran gerakan mahasiswa Indonesia pada periode
1998. b.
Menganalisis perlawanan gerakan mahasiswa sebagai gerakan social melawan Negara.
4. MANFAAT PENELITIAN
Disamping tujuan yang hendak dicapai maka suatu penelitian harus mempunyai manfaat. Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Manfaat Praktis, bagi penulis penelitian ini bermanfaat untuk
mengembangkan kemampuan penulis dalam membuat karya ilmiah dalam menganalisis kondisi social masyarakat.
2. Manfaat Akademis, bagi FISIP USU, khususnya Departemen Ilmu
Politik, penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu sosial secara umum dan secara khusus.
3. Manfaat praksis, penelitian ini bermanfaat sebagai sebuah
konsumsi dan referensi bagi gerakan sosial mahasiswa dan gerakan sosial lainnya serta lembaga-lembaga yang kerkompeten.
Universitas Sumatera Utara
5. KERANGKA TEORI
Kerangka teori diperlukan dalam setiap penelitian untuk memberikan landasan teoritis bagi penulis dalam menyelesaikan masalah dalam proses
penelitian.
30
Kerangka teori juga membantu seorang peneliti dalam menentukan tujuan dan arah penelitian serta sebagai dasar penelitian agar langkah yang
ditempuh selanjutnya dapat jelas dan konsisten.
31
Dekripsi teori disini menerangkan tentang variable yang diteliti, baik yang bersifat deskripstif satu
variable atau lebih dari dua variable hubungan, pengaruh dan komparatif
32
Kerangka teori berisi uraian tentang telaahan teori dan hasil penelitian terdahulu yang terkait. Telaahan ini bisa dalam arti membandingkan,
mengkontraskan atau meletakkan tempat kedudukan masing-masing dalam masalah yang sedang diteliti, dan pada akhirnya menyatakan posisi atau pendirian
peneliti disertai dengan alasan-alasannya. Dan bukan bermaksud untuk memamerkan teori dan hasil penelitian ilmiah para pakar terdahulu dalam satu
adegan verbal sehingga pembaca ‘diberitahu’ mengenai sumber tertulis yang telah dipilih oleh peneliti. Hal ini juga dimaksudkan untuk menampilkan mengapa dan
bagaimana teori hasil penelitian para pakar terdahulu digunakan peneliti dalam
.
38
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, hal. 21.
31
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1990, hal. 65.
32
Drs.Ridwan, M.B.A, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Peneliti dan Peneliti Pemula, Bandung: Alfabeta, 2006, hal. 7
Universitas Sumatera Utara
penelitiannya, termasuk dalam merumuskan asumsi-asumsi dalam penelitiannya.
33
5.1 Teori Demokrasi dan Demokratisasi
Teori-teori atau tinjauan pustaka yang dipakai oleh penulis sebagai landasan berfikir dan titik tolak menyoroti masalah yang diteliti adalah sebagai
berikut:
Demokrasi bukanlah sebatas dunia politik, tetapi juga harus diberlakukan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam kerja-kerja pemenuhan kebutuhan
hidup sehari-hari. Dalam bekerja, dalam menentukan produksi, dan hal-hal yang selama ini dianggap rutin dan remeh-temeh yang justru sebenarnya adalah
penentu keberadaan manusia di dunia ini.
Dalam perkembangannya begitu banyak para ahli yang memberikan definisi yang beragam mengenai demokrasi. Menurut Abraham Lincoln
demokrasi merupakan sistem dimana ada pemisahan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Demokrasi merupakan sistem dimana rakyat bebas mengeluarkan
pendapatnya. Abdul Ghani Ar Rahhal di dalam bukunya, Al Islamiyyun wa Sarah Ad Dimuqrathiyyah mendefinisikan demokrasi sebagai “kekuasaan rakyat oleh
rakyat”. Rakyat adalah sumber kekuasaan. Menurut Robert Dahl, Demokrasi adalah suatu sistem politik dimana para anggotanya saling memandang antara
yang satu dengan yang lainnya sebagai orang-orang yang sama dipandang dari segi politik, dan mereka itu secara bersama-sama adalah berdaulat,dan memiliki
33
O. Setiawan Djuaharie, Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, Disertasi, Bandung: Yrama Widya, 2001, hal. 55
Universitas Sumatera Utara
segala kemampuan, sumberdaya dan lembaga-lembaga yang mereka perlukan demi untuk memerintah diri merekas sendiri. Dan lain sebagainya para ahli
mengemukakan teori mereka tentang demokrasi yang pada hakikatnya memiliki nilai atau esensi yang sama mengenai kekuasaan dan kedaulatan yang seutuhnya
ditangan rakyat.
Demokrasi sering dikaitkan dengan pola pemerintahan dalam Athena, dan polis-polis lainnya di Yunani. Bahkan kata demokrasi inipun dari kata Yunani
demos rakyat dan cratein pemerintahan. Masyarakat Athena dan polis-polis lainnya adalah masyarakat yang terlibat dalam persaingan-persaingan ekonomi
yang kemudian melahirkan konflik-konflik bersenjata. Kenyataan sejarah seperti inilah yang mengkondisikan pembentukan sebuah organisasi masyarakat yang
bernama polis itu sendiri, di mana segala persoalan-persoalan publik dibicarakan dalam forum-forum yang melibatkan anggota masyarakat. Bentuk seperti ini akan
menjamin tersedianya angkatan perang untuk membela kota mereka ataupun menyerang kota lain.
Pada awalnya, para tuan tanah merupakan penduduk asli daerah tengah perkotaan. Lalu perdagangan telah dibangun, harga-harga tanah melambung tinggi
dan para tuan tanah menggunakan posisinya untuk mengontrol pemasaran hasil produksi dan sudah barang pasti mereka menggunakan posisi dominan mereka
untuk meminjamkan bibit kepada penduduk-penduduk miskin yang tinggal dipinggiran dan untuk menambah perbudakan.Semua Negara kota di Yunani dan
Romawi dijalankan atas dasar dan prinsip yang sama, seluruh penghuni Negara kota polis dalam bahasa Yunani bersatu untuk menghadapi Negara kota lainnya,
Universitas Sumatera Utara
tapi sebenarnya terbelah didalam dirinya sendiri, dibedakan menjadi dua kaum: antara wargakota dan budak.
Warga kota yang miskin mereka disebut Plebeian dalam bahasa Romawi sama sekali tidak memiliki hak-hak politik. Perjuangan mereka adalah perjuangan
politik, perjuangan untuk meraih posisi yang dapat penentu kebijaksanaan di negara-kota mereka. Kemenangan demokrasi tak terelakkan di Athena, hal ini
terjadi setelah warga negara kota yang miskin mampu memenangkan perang laut di Salamis melawan orang persia yang ingin merebut kota itu. Meskipun mereka
terlalu miskin untuk mempersenjatai diri mereka sendiri, mereka menyediakan pendayung-pendayung yang handal kepada Armada Laut Athena. Sebuah
persatuan yang rapuh telah tebentuk antara warga negara yang kaya dan yang miskin melalui ekspansi keluar dan penaklukan budak-budak. Kemudian
penduduk yang miskin tidak terlalu tertekan, karena orang-orang kaya memiliki cadangan tenaga kerja.
Tapi Demokrasi Athena –Demokrasi untuk warga kota – berbasiskan pada eksploitasi terhadap kaum-kaum non warga kota: yaitu para budak yang tidak
memiliki hak-hak politik. Demokrasi Athena sebenarnya adalah sebuah mekanisme untuk memaksakan kepentingan-kepentingan kaum yang berkuasa
kepada kaum-kaum yang tertindas dan untuk mempertahankan kepentingan- kepentingan kaum yang berkuasa di dalam perang.
Negara berpihak kepada kaum yang berkuasa, struktur masyarakat berdiri di atas kerja kaum budak –semua perkembangan pesat dalam bidang seni, budaya
dan filsafat dapat terjadi karena kerja keras budak yang dieksploitasi, hal ini
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan para pemilik budak memiliki banyak waktu untuk istirahat, masyarakat kemudian berkembang. Namun model demokrasi kuno yang ada di
awal peradaban ini tidaklah dapat dikatakan sebagai demokrasi sejati yang meletakkan kepentingan mayoritas diatas minoritas.
Dalam perkembangan masyarakat manusia, telah berulang kali bagian terbesar masyarakat dipaksa untuk tunduk baik secara kesadaran maupun karena
penggunaan alat-alat kekerasan seperti senjata. Tak jarang penggunaan kekerasan sebagai alat pemaksa kehendak dilakukan karena kehendak minoritas masyarakat
memang bertentangan dengan kebutuhan mayoritas masyarakat.
Sering kali, sebuah tirani hanya terfokus pada satu orang diktator, seorang tiran. Namun kenyataan yang terjadi selama berkuasanya sang Tiran tersebut, ia
hanyalah perwakilan ataupun penampakan dari sekelompok minoritas yang ingin mendapatkan hak-hak khusus di atas penindasan terhadap mayoritas rakyat.
Bagi sebagian besar orang Eropa di bawah Imperium Romawi, Julius Caesar adalah seorang tiran. Legiun-legiunnya yang membawa pedang dan
tameng merah sangat efektif menaklukkan suku-suku primitif di dataran Eropa Barat. Sistem pajak dan kerja paksa diberlakukan tanpa perlawanan yang berarti.
Tapi apakah Julius Caesar bertindak atas kehendaknya sendiri? Dari mana asalnya para legiuner-legiuner, perwira-perwira, dan jendral-jendral pasukan Romawi
yang tak terkalahkan itu? Sangat jelas, mereka adalah orang-orang yang dibiayai ataupun memang berasal dari keluarga-keluarga tuan tanah di Roma. Caesar
berkuasa atas dukungan Senat, sebuah badan permusyawaratan kaum patricia tuan-tuan tanah dan pemilik budak Romawi. Tanpa perluasan teritorial yang
Universitas Sumatera Utara
kemudian menghasilkan pajak dan budak, mustahil Romawi dapat berkembang. Dan para patricia pemilik colonate perkebunan besar pun akan kesulitan
memperkaya diri karena mereka akan selalu membutuhkan budak-budak untuk mengerjakan colonate mereka.
34
Menurut Dahl, negara yang demokratis tidak hanya mengakomodasi kompetisi politik secara ekstensi dan partisipatif, namun juga terdapat kebebasan
berbicara didalamnya, pers serta pluralisme yang memudahkan rakyat untuk membentuk dan mengekspresikan pilihan-pilihan politik mereka dalam sebuah
Gubernur-gubernur jendral Hindia Belanda juga memiliki latar belakang yang sama. Di tanah jajahan mereka adalah tiran, yang menggunakan bala tentara
untuk menaklukan perlawanan-perlawanan reaksioner dan sia-sia para bangsawan Jawa dan untuk memastikan rakyat jajahan membayar pajak tanah dan pajak
kepala. Tetapi siapakah pendukung mereka sebenarnya di tanah jajahan, apakah para prajurit “londo” dan setengah “londo”? Mereka adalah justru orang-orang
yang dipaksa secara ekonomi menjadi prajurit di tanah air mereka. Pendukung kebijakan-kebijakan para gubernur jendral adalah para pemilik perampas tanah
perkebunan-perkebunan dan pabrik-pabrik baik di tanah jajahan ataupun negara induk mereka. Gubernur Jendral Hindia Belanda adalah wakil dari minoritas
masyarakat Belanda, para bangsawan dan pemilik modal.
34
Dokumen Resmi Materi Pendidikan Dasar Liga Mahasiswa untuk Demokrasi Politik Rakyat Miskin LMND PRM Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
cara yang lebih bermakna. Dan untuk menjamin mekanisme tersebut, rakyat harus diberi kesempatan untuk:
35
1. Merumuskan pilihan atau kepentingannya sendiri.
2. Memberitahukan preferensinya itu pada sesama warga Negara dan
pemerintah lewat tindakan individual maupun kolektif. 3.
Mengusahakan agar kepentingannya itu dipertimbangkan secara setara dalam proses pembuatan keputusan pemerintah, artinya tidak
ada diskriminasi berdasar isi atau asalnya.
Transisi menuju demokrasi tidak terlepas dari adanya gelombang demokratisasi ketiga yang melanda negara-negara di dunia pada masa 1970-an.
Gelombang demokratisasi ini terjadi pertama kali terjadi di Eropa Selatan misalnya di Portugal, Yunani dan Spanyol yang kala itu ditandai dengan
runtuhnya rezim otoriter di negara masing-masing. Di Asia, gelombang ini pun ikut terjadi yang pertama kalinya di India pada tahun 1997 dan diikuti oleh Turki,
Filipina, Korea, Taiwan dan Pakistan.
Proses demokratisasi sendiri mempunyai tiga model:
1. Model liniear. Model demokratisasi klasik yang memberikan hak-
hak sipil ke hak-hak politis bahkan hingga ke hak-hak sosial. Model ini memberikan pemahaman tentang persatuan nasional,
35
Sutoro Eko, Transisi Demokrasi Indonesia: Runtuhnya Rezim Orde Baru, Yogyakarta: APMD Press, 2003, hlm. 9.
Universitas Sumatera Utara
perjuangan politik yang panjang dan tidak menentu, dan suatu keputusan sadar untuk mengadopsi hukum-hukum demokrasi.
Model ini tercerminkan dalam pengalaman Eropa akhir abad ke-19 dan beberapa pengalaman negara Amerika Latin.
2. Model siklis despotisme dan demokrasi yang berseling-seling.
Biasanya elit-elit penguasa menerima legitimasi bentuk-bentuk demokrasi secara dangkal. Pemilu dilangsungkan dengan tempo
waktu yang berkelangsungan akan tetapi jarang sekali pemerintah berganti dari hasil pemilu tersebut. Dan juga campur tangan militer
mampu mengambil alih kekuasaan dari tangan pemerintahan dalam segala bidang termasuk ekonomi politik dan tatanan publik secara
efektif. 3.
Model dialektis. Dalam model ini menjelaskan kelas menengah menyebabkan tekanan yang makin meningkat terhadap rezim
otoriter yang ada untuk memperluas partisipasi dan persaingan. Dan pada akhirnya hingga terjadi suatu keretakan dalam sistem
politik yang memaksa penggulingan rezim otoriter yang ada dan pelembagaan rezim demokratis. Dalam perjalanan waktu rezim
otoriter akan runtuh dan terjadilah sistem demokrasi yang lebih stabil, lebih seimbang dan lebih langgeng.
Semua model ini menekankan keinginan akan perkembangan demokrasi yang stabil dan perluasan partisipasi politik yang relatif terlambat dalam urutan
perubahan. Namun demikian mengingat keinginan umum akan parisipasi politik dan peningkatan dalam mobilisasi sosial yang dihasilkan oleh perkembangan
Universitas Sumatera Utara
ekonomi, maka kecenderungan yang menonjol adalah partisipasi dan persaingan. Inilah mungkin salah satu penyebab mengapa ekonomi di Negara Dunia Ketiga
belum dapat merangsang munculnya rezim demokratik yang lebih stabil.
Terdapat lima macam perubahan yang menyebabkan terjadinya gelombang demokratisasi ketiga antara lain sebagai berikut:
36
1. Merosotnya legitimasi dan dilemma kerja. Semakin mendalamnya
masalah-masalah legitimasi yang dihadapi oleh system-sistem otoriter di dunia dimana nilai-nilai demokrasi telah diterima
banyak orang, ketergantunga rezim-rezim itu pada legitimasi kinerja dan melemahnya legitimasi akibat kalah perang, kegagalan
ekonomi dan “kejutan minyak” pada tahun 1973-1974 dan 1978- 1979.
2. Pertumbuhan ekonomi dan krisis ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
global yang luar biasa pada tahun 1960-an yang telah mengakibatkan meningkatnya standar hidup, taraf pendidikan dan
membesarnya kelas menengah kota di banyak negeri. 3.
Perubahan keagamaan. Perubahan-perubahan yang mencolok pada doktrin dan kegiatan Gereja Katolik yang termanifestasi dalam
Dewan Vatikan Kedua tahun 1963-1965 serta transformasi gereja- gereja nasional dari posisi sebagai pembela status quo menjadi
penentang otoritarianisme dan pendukung reformasi social, ekonomi dan politik.
36
Samuel Huntington, Gelombang Demokrasi Ketiga, Jakarta: Grafiti, 2001, hlm. 56-57.
Universitas Sumatera Utara
4. Kebijakan baru pelaku eksternal. Perubahan-perubahan dalam
kebijakan para pelaku luar negeri, termasuk sikap baru masyarakat Eropa pada akhir dasawarsa 1960 untuk memperluas
keanggotaannya, pergeseran besar kebijakan AS ke arah promosi hak-hak asasi manusia demokrasi di negeri-negeri lain mulai tahun
1974, serta perubahan dramatis yang dilakukan Gorbachev dalam kebijakan Uni Soviet ke arah mempertahankan kekuasaan Uni
Soviet. 5.
Efek demonstrasi atau efek bola salju dari transisi-transisi awal menuju demokrasi pada gelombang ketiga, yang diperkuat oleh
sarana komunikasi internasional, dalam merangsang dan menyediakan model bagi upaya mengubah rezim di negeri-negeri
lain selanjutnya.
Berdasarkan pemaparan mengenai demokrasi dan yang menyebabkan terjadinya gelombang demokratisasi diatas, dapat ditarik dua kesimpulan hipotesa.
Pertama, demokrasi yang terjadi dibelahan dunia manapun sekarang ini dapat dikatakan bukanlah demokrasi yang sejatinya, yang meletakkan kepemimpinan
diatas kepentingan mayoritas. Melainkan demokrasi yang semu yang ingin menemukan pola terbaik dalam perkembangannya. Kedua, konsepsi demokratisasi
menjadi suatu pembelajaran baru bagi Negara-negara dunia ketiga dalam menentukan pola pemerintahan dan politik Negara berkembang.
5.2 Teori Negara
Universitas Sumatera Utara
Pemikiran tentang Negara sudah ada sejak zaman Yunani Kuno. Beberapa
ahli fisafat dari Yunani bahkan mempunyai deskripsi yang berbeda-beda mengenai Negara. Aristoteles menyatakan Negara adalah perpaduan beberapa
keluarga mencakupi beberapa desa, hingga pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan tujuan kesenangan dan kehormatan bersama. Sedangkan
Cicero, pemikir Roma menegaskan Negara adalah timbulnya pemikiran sehat masyarakat banyak bersatu untuk keadilan, dan berpartisipasi bersama dalam
keuntungan.
37
Dilain pihak Penulis Francis Jean Bodin mengatakan Negara adalah
asosiasi beberapa keluarga dengan kesejahteraan yang layak, dengan alasan yang sehat setuju untuk dipimpin oleh penguasa tertinggi. Phillimore menyatakan
Negara adalah: orang- orang yang secara permanent mendiami suatu wilayah tertentu, dijilid dengan hukum- hukum kebersamaan, kebiasaan dan adat-istiadat
didalam satu kebijaksanaan. Bluntschli mengatakan Negara adalah organisasi kebijaksanaan orang-orang diwilayah tertentu. Gettell menegaskan Negara adalah
komunitas oknum-oknum, secara permanent mendiami wilayah tertentu, menuntut dengan sah kemerdekaan diri dari luar dan mempunyai sebuah organisasi
pemerintahan, dengan menciptakan dan menjalankan hukum secara menyeluruh didalam lingkungan. Definisi Gattel lebih mengena dari pada definisi yang
lainnya, wilayah yang dihuni oleh komunitas masyarakat, karna merasa tertindas,
maka merdeka menjadi hak mereka menentukan hidup mereka sendiri. Menurut Marx Engels, munculnya negara adalah akibat dari pembagian
sosial dari kerja. Negara tak lain dan tak bukan adalah mesin yang dipakai oleh
37
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta:
Universitas Sumatera Utara
satu kelas untuk menindas kelas lain. Bagi kaum Proletar negara digunakan untuk memperjuangkan kebebasan dan menindas lawan-lawan, setelah kebebasan
tercapai maka negara tidak perlu ada. Negara adalah alat di tangan kaum borjuis untuk mempertahankan
kepentingannya. Pandangan ini didasarkan pada paham materialisme sejarah Marx yang menempatkan negara dalam bangunan atas supra struktur bersamaan
dengan hukum, ideologi, agama, filsafat dan lain-lain. Ada pun ekonomi yang menjadi sentral dari perkembangan sejarah manusia berada dalam bangunan
bawah infra strukture. Negara menjadi alat kaum borjuis untuk menjamin kelangsungan penindasan terhadap kaum buruh agar kaum buruh tidak berusaha
membebaskan diri dari usaha penghisapan dari kaum majikan. Sedangkan hukum, moral, agama, filsafat yang disebut juga dengan “bangunan atas ideologis”
berfungsi memberikan legitimasi bagi usaha penghisapan yang dilakukan oleh kaum majikan.
Negara muncul sebagai akibat dari kebutuhan kaum borjuis untuk melindungi keberlangsungan proses kapitalisme yang ada dalam dalam
masyarakat sipil. Relasi-relasi dalam masyarakat sipil dikendalikan oleh relasi- relasi produksi kapitalis sehingga dalam masyarakat sipil terkandung tirani ideal
bagi konsolidasi kapitalisme. Negara akan melindungi proses kapitalisme itu dari segala macam upaya yang akan menggagalkan proses tersebut.
Perkembangan Negara dalam sejarah perkembangan masyarakat menurut Marx dimulai pada masyarakat komunal primitive. Pada awalnya masyarakat
komunal primitf tidaklah mengenal Negara. Pada masa ini belum ada pembagian masyarakat ke dalam kelas-kelas. Karena pada masa ini alat-alat produksi dan
Universitas Sumatera Utara
juga pengetahuan manusia masih primitive, kegiatan semua anggota masyarakat untuk dapat bertahan hidup. Yang ada hanyalah pembagian kerja seperti berburu,
bercocok tanam dan lainnya. Masyarakat kelas muncul ketika kekuatan produksi bertambah dan
menghasilkan produksi yang berlebih. Perampasan terhadap hasil produksi dilakukan oleh kelompok lain. Proses pengambilan tersebut terjadi tidaklah
dengan cara damai melainkan melalui kekerasan atau dengan cara lain. Dan terjadilah perbudakan yang merupakan awal dari adanya kelas-kelas dari
masyarakat. Produksi pada masa perbudakan didasarkan atas kerja kaum budak itu sendiri. Dan sepanjang sejarah timbul pemberontakan-pemberontakan budak yang
ingin bebas dari tuan budak. Proses inilah yang mengantarkan system berganti dari perbudakan menuju feodalisme.
Pada masa feodalisme yang menjadi kelas yang tidak terdamaikan adalah tuan tanah dan tani hamba. Penguasa feodal adalah penguasa absolut di wilayah
kekuasaannya. Hanya dialah yang berhak membawa senjata setiap waktu, dialah yang menjadi polisi, dialah yang menjadi constable, dialah hakim satu-satunya,
hanya dialah yang berhak mengeluarkan uang, dialah menteri keuangan. Dia menjalankan semua peran klasik yang kini dijalankan negara yang kita kenal
sekarang. Inilah awal dari munculnya Negara. Meskipun harus dipahami bahwa Negara yang ada bukanlah negara yang dijalankan oleh kelas berkuasa.
Tidak hanya sekitar masalah kekuasaan, seperti tentara, keadilan, keuangan. Di genggaman tangan bangsawan ini juga terdapat ideologi, hukum,
filasafat, ilmu pengetahuan, seni. Orang yang menjalankan peran-peran tersebut adalah orang miskin yang, guna mempertahankan hidupnya, terpaksa menjual
Universitas Sumatera Utara
keahlian mereka kepada seorang tuan tanah yang dapat memenuhi kebutuhan mereka. Dalam kondisi demikian, minimal selama ketergantungannya penuh,
perkembangan idelogi dikendalikan sepenuhnya oleh kelas penguasa: yang dengan sendirinya memerintahkan “produksi ideologi” yang dengan sendirinya
mampu membiayai “ideolog-ideolog”. Dalam perkembangannya revolusi borjuis melahirkan suatu system yang
baru yang semakin menghisap yaitu kapitalisme. Masyarakat baru ini tidak lagi didominasi tuan-tuan tanah melainkan oleh kapitalisme, oleh kapitalis-kapitalis
modern. Seperti kita ketahui, kebutuhan keuangan akan negara modern-kekuasaan terpusat baru, seperti monarki absolut- semakin membesar, mulai dari abad 15
sampai abad 16 dan selanjutnya. Uang dari para kapitalis, para pedagang, dan para bankir komersial adalah pengisi secara besar-besaran pundi-pundi negara. Sejak
masa itu, sebagai pamrih dari pembayaran kapitalis atas proses jalannya negara, mereka akan mengharapkan negara menempatkan diri sepenuhnya menjadi
pelayan mereka. Mereka akan membuat hal ini terasa dan dimengerti secara jelas melalui hukum yang mereka buat dan institusi yang mereka bangun.
Kekuasaan Negara adalah sebuah kekuasaan permanen. Kekuasaan ini
dijalankan oleh sejumlah tertentu institusi yang diisolasi dan independen dari pengaruh yang dapat berubah-ubah dan tidak stabil seperti hak pilih universal.
Institusi seperti inilah yang harus dianalisa kalau kita ingin mengetahui di mana kekuasaan yang sebenarnya berada: “Pemerintahan datang dan pergi, tetapi polisi
Universitas Sumatera Utara
dan para administrator pejabat tetap tidak berubah.”
38
Dalam keadaan normal, tidak ada kebutuhan akan adanya pengawas- pengawas. Bahkan di Moskow, contohnya, tidak ada petugas yang mengumpulkan
ongkos bus: para penumpang memasukkan uang mereka ketika mereka naik, baik ada ataupun tidak ada orang yang mengawasi mereka. Di masyarakat yang tingkat
perkembangan kekuatan-kekuatan produksinya rendah, di saat setiap orang bersaing untuk mendapatkan penghidupan pribadi dari pendapatan nasional yang
sangat kecil, sebuah aparatur pengawas yang besar sangat dibutuhkan. Negara adalah di atas segalanya, institusi-institusi permanen: tentara
bagian permanen dari tentara -staf jendral, pasukan khusus, polisi, polisi khusus, polisi rahasia, pejabat tinggi departemen-departemen Negara, badan keamanan
nasional, hakim-hakim, dan lain-lain -semua institusi yang terbebas dari pengaruh hak pilih universal.
Pada konsepsi dasar Negara borjuis - tanpa memandang apakah bentuknya lebih ataupun kurang demokratis - terdapat asumsi fundamental,
berhubungan dengan asal mula negara: Sifat dari negara tetaplah antagonistik, atau agak tidak adaptif, terhadap kebutuhan-kebutuhan dari kolektivitas. Negara
adalah, secara definitif, sekelompok orang yang menjalankan peran-peran yang pada awalnya dijalankan oleh semua anggota kolektivitas. Orang-orang ini tidak
menghasilkan kerja-kerja produktif tetapi menggantungkan diri kepada anggota masyarakat lainnya.
38
Dokumen Resmi Komite Politik Rakyat Miskin Partai Rakyat Demokratik KPRM PRD
Universitas Sumatera Utara
Menurut Gramsci, Negara memiliki alat-alat koersif yaitu lembaga- lembaga yang disebutnya sebagai masyarakat politik. Tetapi negara tidak semata-
mata melakukan koersif saja tetapi negara juga melakukan apa yang ia sebut sebagai ‘peran edukatif dan formatif negara’ yaitu melakukan hegemoni.
Kekuasaan dipahami oleh Gramsci sebagai hubungan sosial. Hubungan sosial negara terjadi terhadap masyarakat politik dan juga terhadap masyarakat sipil.
Jadi, di dalam masyarakat sipil disamping terdapat hubungan sosial di antara kelompok-kelompoknya sendiri juga terdapat hubungan sosial dengan Negara.
Jadi ia mendefinisikan negara sebagai kekuatan plus kesadaran atau hegemoni yang dipersenjatai dengan pemaksaan, yang didalamnya masyarakat
politik mengatur kekuatan, dan masyarakat sipil menyediakan kesadaran. Gramsci menggunakan kata negara dengan cara yang berbeda: dalam pertimbangan legal
konstitusional yang kaku sebagai suatu keseimbangan antara masyarakat sipil dan masyarakat politik atau mencakup keduanya.
Munculnya negara dalam masyarakat kapitalis adalah akibat dari tidak terdamaikannya pertentangan klas antara borjuis dan proletar dalam struktur
masyarakat tersebut. Negara juga mengontrol perjuangan sosial dari kepentingan ekonomi yang berbeda, dimana kontrol tersebut dipegang oleh klas yang kuat
secara ekonomi dalam masyarakat. Dengan demikian negara juga menjadi alat represif dari klas yang berkuasa.
Selain kekuatan represif tersebut, negara juga menjalankan kekuatan hegemoni yang mampu melanggengkan kekuasaannya, yang berarti kekuasaan
dari klas dominan. Maka, hegemoni selalu berhubungan dengan penyusunan
Universitas Sumatera Utara
kekuatan negara sebagai klas diktator. Atau dengan kata lain, salah satu hal yang menyebabkan kapitalisme bertahan adalah genggaman ideologisnya terhadap
massa proletar.
John Markoff dalam bukunya “Gelombang Demokrasi Dunia: Gerakan Sosial dan Perubahan Politik”, mempelajari kekuasaan negara dari dua perspektif
yang agak berbeda. Pertama, mempertimbangkan kemampuan negara dalam membuat dan menjalankan kebijakan atau apa yang disebut dengan “kapasitas
kekuasaan”. Kedua, mempertimbangkan klaim atas apa yang membuat masyarakat mau mematuhi kehendak para penguasa dan mengapa mereka harus
melakukannya. Apakah karena para penguasa tersebut mengklaim diri mereka adalah wakil Tuhan atau apakah mereka memegang mandat dari rakyat. Ketika
kita mendapati klaim yang membenarkan penggunaan kekuasaan, maka berhubungan dengan legitimasi. Negara seringkali membuat legitimasi atas suatu
klaim, yakni klaim dalam mempraktekkan demokrasi.
39
Dalam penegakkan demokrasi yang terjadi pada masa Orde Baru tahun 1998, Negara menggunakan aparaturnya untuk meredam perlawanan yang
dilakukan oleh mahasiswa. Perlawanan yang dilakukan oleh mahasiswa adalah suatu bentuk perlawanan yang didasarkan atas kegagalan yang dilakukan Negara
dalam bidang ekonomi politik pada masa itu. Mahasiswa sebagai pelopor yang memulai pergerakan itu memandang bahwa kegagalan itu memberikan dampak
yang sangat luas bagi masyarakat Indonesia dan juga bagi perkembangan
39
John Markoff, Gelombang Demokratisasi Dunia: Gerakan Sosial dan Perubahan Politik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002. Hal. 25.
Universitas Sumatera Utara
demokrasi yang ada di Indonesia yang selama tiga puluh dua tahun berada dalam system otoritarianisme yang dibangun Soeharto.
Negara melakukan tindakan represif guna tetap mempertahankan kekuasaan modal yang ada di Indonesia baik kekuasaan modal asing maupun
dalam negeri yang juga pada saat itu masih dikuasai oleh Soeharto dan kroni- kroninya. Dengan demikian, konsepsi tentang negara menjadi pembahasan
menarik dalam penelitian ini dimana dominasi hegemoni negara terhadap masyarakat sipil dalam hal ini gerakan sosial yang dilakukan mahasiswa dalam
menuntut hak berpolitik rakyat oleh karena arah kebijakan yang mengedepankan dominasi segelintir atau klas pemilik modal.
5.3 Teori Gerakan Sosial
Gerakan sosial merupakan suatu tindakan terencana yang dilakukan oleh suatu kelompok kepentingan masyarakat yang memiliki program-program
terencana dan ditujukan pada suatu perubahan atau sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan pola-pola dan lembaga masyarakat yang ada.
40
40
http:globalisasi.wordpress.com20060710Gerakan Sosial: Kajian Teoritis Makalah yang dimuat pada hari Senin, 10 Juli 2006, hal. 3-4.
Suatu gerak yang ingin melakukan perubahan dalam bentuk perlawanan atau desakan dapat
dikatakan sebagai gerakan sosial. Secara teoritis dapat dikatakan sebagai gerakan yang menuntut perubahan karena menganggap bahwa kebijakan yang dilakukan
oleh pemerintah sudah tidak sesuai lagi dengan konteks yang seharusnya dan sudah jauh melenceng sebagai pengabdi bagi masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Dilihat dari perspektif Marxis, gerakan sosial dianggap sebagai gejala yang positif yang kemunculannya disebabkan oleh karena terjadinya proses
eksploitasi dan dominasi satu kelas terhadap kelas lainnya. Gerakan sosial, dengan demikian, dipahami sebagai reaksi perlawanan kaum proletar terhadap kaum
borjuis, merupakan ekspresi dari struktur kelas yang kontradiktif. Singkatnya, gerakan sosial adalah perjuangan kelas yang lahir karena adanya kesadaran
kelas.
41
41
Konsep gerakan sosial banyak muncul dari pendekatan paradigmatik secara umum yang lebih banyak mengonotasikan bahwa gerakan sosial sebagai
sebuah dinamika sosial yang berjalan secara khusus. Ada pandangan yang melihat bahwa gerakan sosial ada dalam sebuah proses, ketika sejumlah aktor melakukan
elaborasi melalui aktivitas bersama dalam sebuah konflik sosial-politik.
Dalam bukunya, Noer Fauzi mengatakan bahwa gerakan social pada awalnya muncul gerakan sebagai respons terhadap formasi hegemoni di negara-
negara Barat pasca-Perang Dunia II, sebuah formasi dalam krisis saat ini. Format hegemoni tersebut diletakkan pada tempatnya semenjak abad ini. Adanya gerakan
sosial sebelum Perang Dunia II, namun berkembang secara utuh setelah perang sebagai respons terhadap hegemoni formasi sosial baru. Antagonisme sosial baru
inilah yang menjadi lokus dari lahirnya gerakan sosial yang bukan hanya berbasiskan pada keagenan buruh, melainkan agen gerakan sosial yang
mengusung tuntutan berbagai bidang.
http:globalisasi.wordpress.com20060710Gerakan Sosial: Kajian Teoritis, loc. cit.
Universitas Sumatera Utara
Denny JA juga menyatakan adanya tiga kondisi lahirnya gerakan sosial seperti gerakan mahasiswa.
42
Gerakan social juga sama dengan perjuangan kelas. Memiliki asal usul dalam perubahan tenaga produktif dan proses kerja secara umum dan
mengekspresikan kepentingan starata social tertentu dengan berbagai cara dan memiliki dasar dalam hubungan produksi social. Kondisi tenaga produktif dan
Pertama, gerakan sosial dilahirkan oleh kondisi yang memberikan kesempatan bagi gerakan itu. Pemerintahan yang moderat, misalnya
memberikan kesempatan yang lebih besar bagi timbulnya gerakan sosial ketimbang pemerintahan yang sangat otoriter. Kedua, gerakan sosial timbul
karena meluasnya ketidakpuasan atas situasi yang ada. Perubahan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern, misalnya dapat mengakibatkan kesenjangan
ekonomi yang makin lebar untuk sementara antara yang kaya dan yang miskin. Perubahan ini dapat pula menyebabkan krisis identitas dan lunturnya nilai-nilai
sosial yang selama ini diagungkan. Perubahan ini akan menimbulkan gejolak yang dirugikan dan kemudian meluasnya gerakan sosial.Ketiga, gerakan sosial semata-
masa masalah kemampuan kepemimpinan dari tokoh penggerak. Adalah sang tokoh penggerak yang mampu memberikan inspirasi, membuat jaringan,
membangun organisasi yang menyebabkan sekelompok orang termotivasi terlibat dalam gerakan.Gerakan mahasiswa mengaktualisikan potensinya melalui sikap-
sikap dan pernyataan yang bersifat imbauan moral. Mereka mendorong perubahan dengan mengetengahkan isu-isu moral sesuai sifatnya yang bersifat ideal. Ciri
khas gerakan mahasiswa ini adalah mengaktualisasikan nilai-nilai ideal mereka karena ketidakpuasan terhadap lingkungan sekitarnya.
42
Denny JA, Menjelaskan Gerakan Mahasiswa, Harian Kompas, 25 April 1998.
Universitas Sumatera Utara
hubungan produksi di masyarakat yang telah terbagi dalam kelas-kelas memunculkan kondisi laten dimana rakyat menjadi peduli nterhadap sebuah isu
dan terdapat basis social untuk gerakan. Secara keseluruhan gerakan social bertujuan mencapai target mereka di dalam masyarakat yang ada.
Lebih lanjut Scott menjelaskan tentang perlawanan yang sesungguhnya bersifat:
43
1. Terorganisir, sistematis dan kooperatif
2. Berprinsip atau tanpa pamrih
3. Mempunyai akibat-akibat revolusioner
4. Mengandung gagasan dan tujuan yang meniadakan dasar dari
dominasi itu sendiri
Gerakan social yang dilakukan mahasiswa pada periode 1998 memainkan peran sosial mulai dari pemikir, pemimpin dan pelaksana
.
43
James C. Scott, Perlawanan Kaum Tani, Jakarta: Diterjemahkan oleh Yayasan Obor Indonesia, 1993, hal. 302.
Sebagai pemikir mahasiswa mencoba menyusun dan menawarkan gagasan tentang arah dan
pengembangan masyarakat. Peran kepemimpinan dilakukan dengan aktivitas dalam mendorong dan menggerakan masyarakat. Sedangkan keterlibatan mereka
dalam aksi sosial, budaya dan politik di sepanjang sejarah merupakan perwujudan dari peran pelaksanaan tersebut. Upaya mahasiswa membangun organiasai
sebagai alat bagi pelaksanaan fungsi intelektual dan peran tidak lepas dari kekhawasannya.
Universitas Sumatera Utara
Motif mahasiswa membangun gerakan sosial adalah untuk membangun dan memperlihatkan identitas mereka didalam merealisasikan peran-peran dalam
masyarakatnya. Bahkan mereka membangun organisasi karena yakin akan kemampuan lembaga masyarakat tersebut sebagai alat perjuangan. Bentuk-bentuk
gerakan mahasiswa mulai dari aktivitas intelektual yang kritis melalui seminar, diskusi dan penelitian merupakan bentuk aktualisasi .Selain kegiatan ilmiah,
gerakan mahasiswa juga menyuarakan sikap moralnya dalam bentuk petisi, pernyataan dan suara protes. Bentuk-bentuk konservatif ini kemudian berkembang
menjadi radikalisme yang dimulai dari aksi demonstrasi di dalam kampus. Secara perlahan karena perkembangan di lapangan dan keberanian mahasiswa maka aksi
protes dilanjutkan dengan turun ke jalan-jalan.
Bentuk lain dari aktualisasi peran gerakan mahasiswa ini dilakukan dengan menurunkan massa mahasiwa dalam jumlah besar dan serentak. Kemudian
mahasiswa ini mendorong desakan reformasi politiknya melakukan pendudukan atas bangunan pemerintah dan menyerukan pemboikotan. Untuk mencapai cita-
cita moral politik mahasiwa ini maka muncul berbagai bentuk aksi seperti umumnya terjadi dalam gerakan sosial.
6. METODE PENELITIAN
6.1 Jenis Penelitian
Menurut Hadari Nawawi, metode penelitian deskripstif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan
Universitas Sumatera Utara
atau melukiskan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga, masyrakat dan lain-lain pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagai
mana adanya. Penelitian deskriptif melakukan analisis dan menyajikan data-data dan fakta-fakta secara sistematis sehingga dapat dipahami dan disimpulkan.
44
Dalam penelitian, tahap pertama yang diperlukan adalah pengumpulan data. Data merupakan segala keterangan atau informasi mengenai segala hal yang
berkaitan dengan tujuan penelitian. Ada beberapa metode yang biasa digunakan untuk mengumpulkan data, antara lain penelitian kepustakaan library research,
yang sering disebut dengan metode dokumentasi, dan penelitian, dan penelitian Tujuan penelitian deskriptif analisis adalah untuk membuat pencanderaan
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Penelitian ini bermaksud untuk mengungkapkan bagaimana
sebenarnya pergerakan yang dilakukan oleh mahasiswa pada tahun 1998 dan juga metode gerakannya. Yang digambarkan lewat perjuangannya melalui strategi
taktik perlawanan pada tahun 1998. Disamping itu juga penelitian ini menggunakan teori-teori, data-data dan konsep-konsep sebagai sebuah kerangka
acuan untuk menjelaskan hasil penelitian, menganalisis dan sekaligus menjawab persoalan yang diteliti. Oleh karenanya jenis penelitian ini adalah penelitian
kualitatif.
6.2 Teknik Pengumpulan Data
44
Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal.63.
Universitas Sumatera Utara
lapangan field research, seperti wawancara interview dan observasi.
45
Oleh karenanya dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data
yakni: metode kepustakaan library research. Sumber data lainnya diperoleh dari text book yaitu buku bacaan, artikel, majalah ataupun surat kabar dan web site.
6.3 Teknik Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan tidak akan berarti apa-apa kalau tidak dianalisa. Tujuan dari analisa data adalah untuk memperoleh keluaran out put
dari hasil yang ingin dicapai dari proses penelitian. Dalam analisa data ini, data yang sudah terkumpul akan diolah dan kemudian di analisis untuk dapat diambil
kesimpulan sebagai hasil dari penelitian. Penelitian ini mencoba menganalisis perlawanan gerakan sosial mahasiswa di Indonesia pada tahun 1998.
Metode analisa dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif yaitu suatu metode dimana data yang diperoleh disusun dan kemudian diinterpretasikan.
Sehingga memberikan keterangan-keterangan terhadap masalah-masalah yang aktual berdasarkan data-data yang terkumpul dari penelitian. Selanjutnya, dalam
penelitian ini menggunakan perspektif gerakan sosial mahasiswa dalam melawan hegemoni negara.
45
Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000, hal. 130
Universitas Sumatera Utara
BAB II GERAKAN MAHASISWA INDONESIA
PADA MASA ORDE BARU 1998
Buruknya perekonomian Indonesia pada masa 1998 juga tidak terlepas dari penghambaan Soeharto sejak masa kepemimpinannya kepada kaum kapitalis
Internasional. Rezim otoritarian Soeharto dibangun atas kerjasamanya dengan pemilik modal besar dari Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya yang
ada di Eropa. Konsolidasi kapitalisme di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari skenario lembaga-lembaga sistem kapitalisme dunia seperti IMF dan World Bank.
Kapitalisme dengan syarat-syarat kekuatan produktif yang rapuh dibidang teknologi serta kurangnya dana segar untuk modernisasi menjadikan penguasa
Orde Baru harus bergantung sepenuh-penuhnya pada kekuatan modal Internasional seperti Jepang, Amerika, Inggris, Jerman, Taiwan, Hongkong, dan
lainnya. Pengabdian Orde Baru pada modal semakin membuktikan bahwa pada prinsipnya negara Orde Baru dibawah kekuasaan yang dipimpin oleh Jendral
Soeharto adalah alat kepentingan-kepentingan modal.
Pada tahapan awal konsolidasi kekuasaannya, Soeharto berhasil memanfaatkan pinjaman hutang luar negeri dan penanaman modal asing. Soeharto
melahirkan orang kaya baru dan tumbuhnya kapitalis. Soeharto juga memberikan lisensi penuh kepada sekutu dan kerabatnya untuk monopoli export-import,
penguasaan HPH dan perkebunan-perkebunan kepada yayasan-yayasan Angkatan
Universitas Sumatera Utara
Darat. Sehingga seluruh aset ekonomi kekayaan negara dikuasai oleh kroni-kroni Soeharto. Dan Rezim Orde Baru ini juga menggunakan kekuatan militernya untuk
merefresif, membungkam dan meredam kekritisan dan protes dari rakyat. Senjatanya yaitu Dwi Fungsi ABRI dengan manifestasinya yaitu kodam, kodim,
korem, koramil, babinsabinmas. Juga badan extra yudisialnya seperti BIA, BAIS dan lainnya.
Struktur tersebut diperkuat pada masa Orde Baru dan selama hampir 32 tahun dibekali dengan otoritas khusus untuk campurtangan dalam urusan politik.
Badan-badan koordinasi khusus di tingkat nasional, yang berbasis di markas besar Angkatan Bersenjata, didirikan untuk mengkoordinasikan sisitim manajemen
politik tersebut. Yang pertama dinamakan Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban KOPKAMTIB, yang kemudian seperlunya saja direkstrukturisasi dan
diganti namanya menjadi Badan Koordinasi Stabilitas Nasional BAKORSTANAS. Pos komando mliliter ada di hampir setiap tingkatan
mayarakat, dengan menempatkan personil tentara di seluruh desa. Struktur tersebut bertujuan menjamin bahwa larangan aktivitas politik partai di pedesaaan
dengan ketat dilaksanakan.
Beberapa partai diizinkan terus membuka kantor cabang di tingkat kabupaten dan kota-kota besar. Yakni, tentu saja, partai-partai yang dengan
sendirinya mendukung diserahkannya inisiatif politik kepada tentara. Bagaimanapun juga, Orde Baru memutuskan bahwa kontra-revolusi bahkan
membutuhkan partai-partai tersebut—keseluruhannya ada 9 partai—yang kemudian menerima dirinya didepolitisasi. Pertama, mereka harus melakukan
Universitas Sumatera Utara
”penyederhanaan”. Partai-partai Islam dipaksa bergabung, fusi, menjadi satu partai yang dinamakan Partai Persatuan Pembangunan PPP. Partai-partai non-
Islam, termasuk PNI, yang sekarang secara sistimatik telah dibersihkan, dipaksa digabungkan menjadi partai Demokrasi Indonesia PDI. Keduanya, PPP dan PDI,
juga merupakan sasaran campurtangan pemerintah saat memilih pipinannya. Partai rejim sendiri, GOLKAR, menjadi partai ketiga yang diizinkan mengikuti
pemilu.
Tentu saja, partai-partai tersebut tidak diizinkan menjadi kendaran untuk mengembalikan politik mobilisasi. Seluruh kampanye perlu dilarang, kecuali
dalam sepuluh hari menjelang pemilu empat tahunan. Periode kampanye juga diawasi ketat dengan cara bahwa masing-masing partai diperbolehkan
mengadakan pawai atau arak-arakan hanya tiga hari dalam sepuluh hari tersebut. Di bawah massa mengambang, peran massa benar-benar dibatasi hanya untuk
mencoblos saja. Tak mengherankan, di bawah kondisi tersebut, saat diselenggarakannya pemilu, PDI dan PPP tak pernah bisa menandingi GOLKAR.
GOLKAR memiliki uang yang sangat banyak tapi secara defakto juga ada di desa. Rejim telah mendeklarasikan kebijakan monoloyalitas loyalitas tunggal bagi
semua pegawai negeri hingga ke kepala desa dan para pegawainya. Mereka harus aktif menjadi anggota GOLKAR.
Serangan terhadap partai-partai politik bukan saja dalam kaitannya dengan perannya sebagai organisasi-organisasi elektoral. Peran untuk mengorganisir
rakyat dalam serikat buruh, perhimpunan petani—seluruh struktur organisasi aliran—juga dilarang. Pembubaran organisasi massa yang berafiliasi ke partai
Universitas Sumatera Utara
tersebut bukan sekadar, bagaimanapun juga, ditujukan untuk mengancurkan genggaman partai-partai. Dalam beberapa hal, teror tahun 1965-1968 telah
melakukannya. Kebijakan lain juga harus dilembagakan, untuk menjamin bahwa organisasi-organisasi yang diizinkan tetap hidup tersebut harus memainkan peran
agar kelas-kelas popular, yang tak teroganisir dan didemoralisasi oleh teror, tetap tak teroganisir. Kebijakan kontra-revolusi adalah mengorganisir kelas popular
secara keseluruhan.
Depolitisasi yang dilakukan oleh rezim otoritarian Soeharto ini berlangsung dengan cukup lama selama tiga puluh dua tahun dan berhasil
mengukir kembali ingatan sejarah masyarakat Indonesia. Segala bentuk kebijakan yang ada digunakan untuk memuaskan kepentingan kaum kapitalis dan
memperkaya para kapitalis lokal yang ada di Indonesia.
Sebagai rejim kapitalis, orientasi Orde Baru lebih mirip dengan kapitalisme kroni, dimana akumulasi kapital hanya bersumbu kepada Soeharto,
keluarganya, beserta kroni-kroninya. Di Indonesia, enam anak Soeharto memiliki saham dalam jumlah signifikan sekurang-kurangnya di 564 perusahaan, dan
kekayaan luar negeri mereka mencakup ratusan perusahaan-perusahaan lainnya, tersebar dari Amerika ke Uzbekistan, Belanda, Nigeria dan Vanuatu. Dalam buku
panduan yang dikeluarkan PBB, dalam peluncuran prakarsa penemuan kembali kekayaan yang dicuri Stolen Asset Recovery StAR Initiative di Markas Besar
PBB, New York, disebutkan bahwa Soeharto 1967-1998 berada dalam daftar urutan pertama pencurian asset Negara, dengan total diperkirakan 15 miliar dolar
hingga 35 miliar dolar AS. Temuan PBB-Bank Dunia itu menyebutkan perkiraan
Universitas Sumatera Utara
total PDB Indonesia setiap tahunnya pada rezim Soeharto 1970-1998 sebesar 86,6 miliar dolar AS. Selain Soeharto, pemimpin politik dunia lainnya yang
diperkirakan mencuri kekayaan negara adalah Ferdinand Marcos dari Filipina 1972-1986 dengan 5-10 miliar dolar AS; Mobutu Sese Seko dari Zaire 1965-
1997 dengan lima miliar dolar AS; Sani Abacha dari Nigeria 1993-1998 dengan 2-5 miliar dolar AS serta Slobodan Milosevic dari SerbiaYugoslavia 1989-2000
dengan satu miliar dolar AS.
Menurut George Aditjondro, pengajar Sosiologi di Universitas Newcastle, Australia, terdapat sekitar 79 yayasan yang dikuasai oleh Suharto, istrinya
meninggal tahun 1996, saudara-saudara istrinya dari desa, sepupunya dan saudara tirinya, enam anaknya, keluarga dan orang tua pasangan anak-anak
tersebut, orang-orang militer yang dipercaya, dan teman-teman dekat lainnya seperti Habibie, Hasan dan Liem. Diawali di tahun 1978, seluruh Bank milik
pemerintah diminta memberikan 2,5 persen keuntungannya untuk Yayasan Dharmais dan Yayasan Supersemar, demikian menurut Jaksa Agung terdahulu
Soedjono Atmonegoro. Keppres no. 92 tahun 1996 memerintahkan bahwa setiap pembayar pajak dan perusahaan yang berpenghasilan 40.000 setahun,
diharuskan menyumbang 2 pendapatannya untuk Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, yang dibentuk untuk mendukung program pemberantasan kemiskinan
perintah ini kemudian ditiadakan pada bulan Juli 1998. Saat ini, pegawai negeri dan anggota militer menyumbang sebagian penghasilan mereka setiap bulannya
kepada Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, yang digunakan Suharto untuk memenangkan dukungan bagi kalangan umat Islam. Sementara “sumbangan”
tersebut menjadi bagian besar dari penghasilan yayasan, masih terdapat sumber-
Universitas Sumatera Utara
sumber keuangan lainnya. Di tahun 1978, Yayasan Suharto menguasai 60 saham Bank Duta –sebuah Bank swasta terkemuka,kata seorang bekas pejabat
Bank Duta. Saham tersebut bertambah secara perlahan menjadi 87 .
Penelitian yang dilakukan oleh sebuah badan ekonomi, Jubilee Research, menyebutkan bahwa selama 32 tahun berkuasa Soeharto telah melakukan korupsi
dari pinjaman luar negeri sebesar 126 Juta. World Bank mengestimasikan diantara tahun 1997 dan 1998 pendapatan buruh sektor pertanian menurun
sebanyak 40. Dan juga para pekerja di perkotaan pendapatannya menurun sebanyak 34. Sejak tahun 1997, sebanyak lebih dari 39 juta penduduk
Indonesia kehilangan pekerjaannya. Sementara itu dana yang dipinjamkan oleh World Bank menyebutkan total pinjaman yang diberikan kepada Soeharto sejak
tahun 1966 hingga tahun 1998 sebesar 30 Miliar Amerika. Akan tetapi 70 dari 160 juta penduduk Indonesia pada tahun 1990an hidup dibawah garis kemiskinan
dengan pendapatan dibawah 2 perharinya. Suatu realitas yang sangat kontras dari kebijakan ekonomi pembangunan yang bertahap seperti yang digambarkan
oleh para ekonom dunia.
46
Bank Dunia menyebutkan sejak tahun 1988 hingga 1996, Indonesia menerima Investimasi lebih dari 130 Milyar Amerika, dan ini sangat mungkin
dikorupsi oleh pemerintahan Soeharto, dan diperuntukkan bagi keuntungan ekonomi Soeharto Inc. Soeharto dan keluarganya bahkan memiliki 564
perusahaan dari berbagai sektor dan ini tersebar di beberapa negara seperti Amerika, Vanuatu, Nigeria, Belanda. Di New Zealand saja mereka memiliki
46
Opcit, Dokumen Resmi Materi Pendidikan Dasar Liga Mahasiswa untuk Demokrasi Politik Rakyat Miskin LMND PRM Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
peternakan besar ranch yang bernilai 4 Juta, sedangkan di luar Darwin, Australia, mereka memiliki 2 Juta pada perusahaan kapal pesiar Yacht. Jauh
sebelum itu pada tahun 1978 Soeharto sudah mengontrol 60 saham Bank Duta. Bahkan putra bungsunya Hutomo Mandala Putra nicknamed Tommy memiliki
75 saham di 18 lapangan golf terkenal dan memiliki 22 apartemen mewah di Ascott, England. Ia juga memiliki saham di perusahaan mobil-mobil mewah
seperti Lamborghini. Ia juga memiliki saham sebesar 11 Juta di beberapa perusahaan real estate. Bambang Trihatmodjo, anak keduanya, memiliki saham
sebesar 8 Juta di Penthouse, Singapore, dan memiliki saham sebanyak 12 juta di perumahan-perumahan mewah di Los Angeles. Putri tertua Soeharto, Siti
Hardiyanti Rumana Tutut bahkan memiliki beberapa pesawat-pesawat jet mewah. Sedangkan adiknya Sigit Harjoyudanto memiliki 9 Juta di beberapa
apartemen di Singapore. Majalah Time menyebutkan bahwa Soeharto beserta keluarganya, sejak tahun 1966 hingga 1998 memiliki dana dari beberapa proyek
pertambangan, kayu, perminyakan, dan lainnya total sebesar 73 Miliar. Inilah hasil investasi terbesar yang didapatkan dari mengkorupsi pinjaman uang luar
negeri.
Dari pinjaman yang didapat Soeharto beserta keluarga dan kroni-kroninya. Secara legal dana-dana tersebut dikucurkan ke beberapa yayasan-yayasan yang
mereka kontrol, seperti: Dharmais, Supersemar, Dana Sejahtera Mandiri, Amal Bakti Muslim Pancasila. Pada awal tahun 1978, perusahaan-perusahaan swasta
dan pemerintah diwajibkan untuk menyumbangkan 2.5 dari keuntungan mereka kepada yayasan Dharmais, Supersemar. Dan bahkan demi kepentingan
mempertahankan kekuasan politiknya, perusahaan-perusahaan yang mendapatkan
Universitas Sumatera Utara
keuntungan diatas 40,000 setahun wajib memberikan 2 dari pendapatannnya ke yayasan Dana Sejahtera Mandiri, dengan alasan dan pembenaran untuk
menanggulangi kemiskinan. Juga dalam kepentingan yang sama setiap pegawai negeri dan tentara diwajibkan menyumbangkan sebagian kecil gajinya kepada
yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila. Hal ini agar kelompok muslim terus mendukung kekuasaan politik Soeharto. Yayasan-yayasan tersebut secara legal
dipergunakan untuk kepentingan sosial social services tapi kenyataannya menjadi media untuk mentransferkan uang ketangan Soeharto, anak-anaknya dan
kroni-kroninya.
Gebrakan yang dilakukan oleh mahasiswa pada tahun 1998 tidak terlepas dari krisis ekonomi yang melanda dunia terlebih lagi Asia pada tahun 1997. Asian
Miracle yang merupakan slogan bagi negara-negara industri baru yang diyakini mampu menjadi pesaing berat bagi Eropa dan Amerika Serikat pada masa itu juga
tidak mampu meredam arus krisis ekonomi yang ada. Namun krisis tersebut tidak lebih merupakan suatu krisis akibat berlebihnya proses produksi yang dilakukan
kapitalisme. Begitu banyak barang yang diproduksi dan dihasilkan oleh pemilik modal namun pasar tidak memadai dikarenakan daya tampung dan daya beli
masyarakat yang rendah.
Denny J. A dalam bukunya “Democratization From Below: Protest Events and Regime Chance in Indonesia 1997-1998” menjelaskan tentang pertumbuhan
ekonomi Indonesia sebelum dan sesudah krisis bahwa:
“Indonesia economic growth was reduced to 4.7 in 1997 and went down very sharp to -13.6 in 1998. GDP per capita decreased from
US 1,155 in 1996 to US 1,088 in 1997 and to only US 425.8 in 1998.
Universitas Sumatera Utara
import was reduced from US 42.9 billion in 1996 to US 41.7 billion in 1997 and US 11.15 billion in 1998.”
Denny juga mengatakan bahwa salah satu faktor yang mendasari adanya gerakan perlawanan mahasiswa pada 1998 adalah dominasi isu krisis ekonomi
yang terjadi saat itu. Aksi protes yang ada bukan lagi berdasarkan atas isu krisis ekonomi tapi juga merambat hingga kepada isu politik. Karena mahasiswa yang
melakukan aksi tersebut percaya bahwa untuk menyelesaikan kemelut ekonomi yang ada pada saat itu haruslah juga disertai penyelesaian dalam bidang politik.
Tabel 2.1: Economic Crisis, Macro-Economic Indicator, Indonesia 1994-1998.
Indicator 1994
1995 1996
1997 1998
Economic Growth 7.5
8.2 7.9
4.7 -13.6
Constant 1993 Price GDP Per Capita
928 1039
1155 1088
425.8 Export US billion
30.4 34.9
38.1 41.8
16.65 Import US billion
32 40.6
42.9 41.7
11.15 Balance of Payment
-2.9 -6.8
-7.8 -5.8
0.7 Foreign Currency
13.2 14.7
19.1 17.4
13.92
International Debt 106.0
116.5 118.0
20.5 130.0
Sumber: “Democratization From Below: Protest Events and Regime Chance in
Indonesia 1997-1998”
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2: Indonesian GNP Per Capita US.
Year GNP US
1968 56.78
1973 126.33
1978 260.33
1983 494.00
1988 467.53
1993 833.11
1997 1088
1998 610
Sumber:
Dari awal sampai pertengahan 1997, sebetulnya kondisi ekonomi Indonesia lumayan baik. Berbagai indikator makroekonomi menunjukkan hal itu.
Tingkat pertumbuhan ekonomi sejak tahun 1990 mencapai rata-rata 7 persen dan merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Tingkat inflasi juga bertahan pada
tingkat di bawah dua digit, bahkan hanya mencapai 6 persen pada tahun 1996 yang secara psikologis dianggap aman. Di sektor luar negeri, meskipun neraca
“Democratization From Below: Protest Events and Regime Chance in Indonesia 1997-1998”
Negara yang pertama sekali merasakan dampak krisis ekonomi ini adalah Thailand yang ditandai dengan turunnya mata uang Bath. Lalu disusul dengan
Korea Selatan dan akhirnya bermuara ke Indonesia. Namun apa yang terjadi di dua negara tersebut, Thailand dan Korea Selatan, tidaklah separah dengan apa
yang terjadi di Indonesia. Pada bulan Juli 1997 nilai tukar rupiah terhadap dollar AS turun menjadi sekitar Rp.2.400,00.
Universitas Sumatera Utara
perdagangan terus defisit, ini diimbangi dengan besarnya surplus neraca modal, sehingga nilai akumulasi cadangan devisa terus meningkat dan mencapai
puncaknya pada Juni 1997 senilai 20,3 milyar dollar AS.
47
Akibat krisis ini, perbankan dan dunia usaha nasional BUMN, koperasi, dan swasta telah mengalami kebangkrutan akibat mahalnya tingkat suku bunga
kredit di atas 60 setahun, besarnya depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, ketatnya likuiditas dan merosotnya indeks harga saham secara tajam.
Keadaan ekonomi semakin bertambah sulit berkaitan dengan gagalnya panen gadu serta kebakaran hutan akibat musim kering yang berkepanjangan. Dampak segera
dari perubahan nilai tukar rupiah adalah anjloknya permintaan domestik secara Namun dampak makro ekonomi akibat krisis ini sangat besar, baik dari
segi skala maupun cakupannya. Dampak paling cepat terlihat pada ketersediaan cadangan devisa. Setelah beberapa kali kegagalan dalam upaya stabilisasi nilai
tukar, cadangan devisa negara merosot dari 20,3 milyar dollar AS pada Juni 1997 menjadi sekitar 14 milyar dollar AS pada pertengahan 1998. Ini juga merupakan
dampak dari memburuknya neraca modal Indonesia akibat penurunan arus modal masuk secara drastis maupun melonjaknya arus modal keluar. Runtuhnya
perbankan nasional juga telah menimbulkan krisis kepercayaan yang akhirnya berdampak pada masalah likuiditas perbankan yang sangat serius. Bank Indonesia
terpaksa melakukan langkah penyelamatan melalui penyediaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia KLBI, yang melonjak dari sekitar Rp 7 trilyun pada September
1997 menjadi Rp 140 trilyun pada Juli 1998.
47
Ali Winoto Subandoro, Dari Krisis Nilai tukar ke Krisis Ekonomi, dalam Selo Soemardjan Editor, Kisah Perjuangan Reformasi, Jakarta: Penerbit Pustaka Sinar Harapan, 1999.
Universitas Sumatera Utara
signifikan, yang tercatat sejak kwartal pertama 1998. Runtuhnya permintaan domestik ini mempengaruhi sisi produksi, karena permintaan domestik telah
menjadi sumber penting pertumbuhan sejak awal 1990-an. Karena terdapat peningkatan ketidakseimbangan eksternal, diperkirakan produk domestik bruto
GDP menyusut kurang dari kontraksi permintaan domestik. GDP merosot sebesar 13,45 pada 1998. Dari empat sektor penting yang paling terpengaruh
oleh krisis –konstruksi, pariwisata, keuangan, dan manufaktur—sektor konstruksi adalah yang terberat menerima pukulan. Sektor konstruksi sudah mengalami
pertumbuhan negatif sejak kwartal ketiga 1997.
Pada 1 November 1997, enam belas bank dilikuidasi Pemerintah, lima puluh satu bank lainnya dibekukan pada 1 November 1997, dan tiga belas bank
diambil alih BTO. Keputusan melikuidasi bank tersebut merupakan desakan IMF melalui Letter of Intent LoI yang terwujud ditengah ketiadaan dasar hukum
untuk menutup bank. Kebijakan likuidasi bank yang tidak kredibel ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada perbankan. Kondisi ini
melahirkan kepanikan dan membuat masyarakat menarik simpanannya di bank yang menimbulkan rusuh besar-besaran. Kepanikan yang mendorong masyarakat
untuk menarik dana mereka dari bank praktis membuat bank kesulitan dalam mendapatkan dana likuiditas dari pasar antar bank. Kondisi ini diperparah dengan
tingkat suku bunga kredit yang tinggi dan terhentinya pembayaran kredit oleh debitur.
Kepanikan di sektor perbankan yang timbul akibat desakan IMF melalui LoI untuk melikuidasi enam belas bank harus dibayar dengan melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
paksaan IMF lainnya yaitu Bank Indonesia Bank Sentral harus mengeluarkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia BLBI. Jumlah BLBI pasca likuidasi enam
belas bank tumbuh cepat dari Rp 54,9 triliun menjadi Rp 116 triliun pada Maret 1998. Selain itu IMF juga mendesak pemerintah pada tahun 2000 untuk
membiayai restrukturisasi perbankan senilai lebih dari Rp 650 triliun. Akibatnya, utang Pemerintah yang sebelum krisis hanya US 55 miliar, kini membengkak
menjadi US 77 miliar utang luar negeri ditambah Rp 695 triliun utang dalam negeri terutama dalam bentuk obligasi rekapitalisasi dalam waktu tidak sampai
empat tahun terakhir. Utang sebesar itu membuat rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto PDB mencapai di atas 100 persen pada akhir 2000, yang akan
mengakibatkan perekonomian Indonesia pada 10-25 tahun ke depan akan terus mengalami proses destabilisasi.
Untuk bunga obligasi rekapitalisasi saja Pemerintah harus mengeluarkan sekitar empat persen dari PDB pada tahun 2000 dan 2001 ini. Kewajiban obligasi
yang jatuh tempo pada tahun 2001 sekitar Rp 12.9 triliun. Jumlah ini akan terus meningkat setiap tahunnya, mencapai Rp 73.98 triliun pada tahun 2007 dan Rp
138 triliun pada 2018. Biaya ini dibebankan pada APBN, yang berarti rakyat juga yang menanggungnya. Beban bunga obligasi akan semakin menjadi-jadi dengan
terus naiknya suku bunga. Sukubunga Sertifikat Bank Indonesia saat itu sudah mencapai 17.7, naik dari sekitar 10 pada Semester I tahun 2000 lalu. Padahal,
setiap kenaikan sukubunga sebesar satu persen, akan menyebabkan biaya bunga obligasi yang harus dibayar Pemerintah naik Rp 2.2 triliun.
Universitas Sumatera Utara
Buruknya kinerja sektor perbankan ini ternyata terus berlangsung hingga saat ini. Sepanjang tahun 2004 saja sudah ada empat bank ditutup, yaitu Bank
Asiatic, Bank Dagang Bali, Bank Global, dan Bank Persyarikatan Indonesia. Akibat penutupan itu, Pemerintah tentu harus menanggung seluruh kerugian
nasabah dan biaya penanggungan itu lagi-lagi dibebankan kepada rakyat melalui APBN.
Untuk mengatasi krisis ini Soeharto memohon bantuan kepada IMF dan negara-negara imperialis dengan konsekuensi syarat salah satunya adalah
pencabutan subsidi terhadap barang-barang kebutuhan pokok dan akan ditukar dengan paket bantuan ekonomi IMF. Menyusul kemerosotan nilai rupiah,
Pemerintah Indonesia kemudian secara resmi mengundang IMF untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Sebagai syarat untuk mencairkan dana
talangan yang disediakan IMF, pemerintah Indonesia wajib melaksanakan paket kebijakan Konsensus Washington melalui penanda-tanganan Letter Of Intent
LOI, yang salah satu butir kesepakatannya adalah penghapusan subsidi untuk bahan bakar minyak, yang sekaligus memberi peluang masuknya perusahaan
multinasional seperti Shell. Begitu juga dengan kebijakan privatisasi beberapa BUMN, diantaranya Indosat, Telkom, BNI, PT. Tambang Timah dan Aneka
Tambang.
Kemudian yang terjadi adalah kenaikan tarif transportasi umum, kenaikan tarif dasar listrik TDL, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak BBM dan
kenaikan harga bahan pokok lainnya.dan sesuai dengan rekomendasi IMF sebelumnya pemotongan subsidi dilakukan di tiap sektor masyarakat. Beberapa
Universitas Sumatera Utara
bahan bakar mengalami lonjakan harga hingga 71, kenaikan tarif kereta api dan transportasi laut kira-kira 65.61. kenaikan tertinggi terjadi pada tarif ekonomi
kelas dua sebesar 100.72 dan tarif bis ekonomi antar kota sebesar 50.
48
Pemilu 1997 akhirnya melahirkan perlawanan dari berbagai golongan dalam masyarakat. Perlawanan itu tidak mesti berbentuk kekerasan atau
kerusuhan. Sebab, perkembangan situasi sesudah Pemilu 1997 akan menunjukkan bahwa bara api pemberontakan terhadap sistem politik Orde Baru makin
berkobar dalam dada banyak orang di Indonesia. Pemberontakan moral muncul dalam berbagai manifestasinya, menghadapi kekuasaan raksasa di bawah
pimpinan Presiden Suharto, yang telah menyelenggarakan Pemilu ini dengan cara- cara curang dan manipulasi yang kotor. Pemberontakan semacam itu akan
Kampanye Pemilihan Umum 1997 merupakan kekalahan penting bagi Orde Baru. Taktik sentral kontra-revolusi—pemaksaan politik ”massa
mengambang”—bangkrut. Sebagaimana laporan CSIS tentang Pemilihan Umum, tercatat sejumlah besar orang yang, dengan semangat tempur yang tinggi, telah
sama sekali membangkang aparat keamanan, pemerintahan sipil, dan kepemimpinan partai. Di seluruh negeri terjadi mobilisasi militan dalam skala
besar. Orde Baru sedang dalam krisis politik—jauh sebelum negeri ini terpukul oleh krisis ekonomi Asia. Kemunculan politik mobilisasi dengan kekuatan penuh
ada di jantung krisis; bagaimanapun juga, proses 10 tahun yang lalu telah memberikan kekalahan di ajang yang lain. Khususnya, rejim kehilangan kendali
terhadap menajemen agenda politik publik.
48
Suharsih, Ing Mahendra K, loc.cit., hlm. 102.
Universitas Sumatera Utara
dibenarkan oleh sejarah, dan disahkan oleh hati-nurani banyak orang yang mendambakan perobahan demokratik yang berdasarkan kejujuran dan keadilan.
Saat Ali Moertopo pertama-tama menetapkan konsep ”massa mengambang”, dia menekankan bahwa tujuannya adalah ”menempatkan”
mayoritas populasi—yang pada saat itu berbasiskan di pedesaan—”sepenuhnya disibukkan oleh upaya-upaya pembangunan”. Subyek-subyek penting yang bisa
memancing konflik politik dihapuskan dari ajang perhatian populasi secara umum. Selama kampanye Pemilihan Umum, hal tersebut dijamin oleh rejim
dengan mengendalikan pimpinan partai dikombinasikan dengan peraturan- peraturan yang melarang kritik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah
sebagaimana juga kritik terhadap partai lain. Akibat dari akumulasi pembangkangan dan menyusupnya ke arena publik masalah-masalah keadilan
sosial dan penindasan politik pada masa-masa yang lalu, rejim juga mulai kehilangan kendali dalam arena tersebut. Dalam penelitian terhadap peliputan
press tentang kampanye 1997, laporan CSIS mengutip daftar isu-isu yang sering diangkat selama kampanye, yang seperti di bawah ini:
1. Kemiskinan dan kesejahteraan “wong cilik”
2. Akses terhadap pendidikan
3. Korupsi, Manipulasi
4. Pembaharuan politik, demokratisasi, UU Politik
5. Persamaan dalam distribusi pembangunan
6. Hak Azasi Manusia dan Hak-hak Rakyat
7. Tenaga kerja dan pengangguran
Universitas Sumatera Utara
8. Keadilan sosial dan ketimpangan
9. Kepemimpinan nasional dan peran tentara
10. Pemerintahan bersih
49
Hasil pemilu memberikan 70 suara bagi kemenangan GOLKAR, tetapi secara politik Orde Baru menderita kekalahan penting dan sedang dalam krisis.
Rejim melanjutkan kampanyenya menentang radikalisasi yang dilakukan dalam bentuk propaganda umum menentang PRD, tapi gagal. Ed Espinal meringkas
kegagalan tersebut dengan baik:
”Dalam suatu dunia pasca perang dingin, dan konflik di Indonesia sendiri pada tahun 1965 sebagai kenangan yang telah lama, kewaspadaan
terhadap penyusupan komunis kehilangan kekuatannya untuk meyakinkan. Bahkan, segera setelah kerusuhan, koran-koran menerbitkan surat-surat
pembaca yang secara terbuka mempertanyakan pernyataan-pernyataan pejabat-pejabat resmi. Pimpinan-pimpinan PRD, yang secara umum tetap
bisa memberikan wawancara press, memiliki alasan yang kuat dalam menjawab tuduhan pemerintah. Komisi Nasional Hak-hak Azasi Nabusia
KOMNAS HAM mengeluarkan penyelidikannya dalam kasus tersebut yang, bertentangan dengan versi resmi pemerintah, menyatakan bahwa 23
orang tetap hilang, dan aparat keamanan terlibat dalam pengambilalihan gedung PDI. Dalam jajak pendapat 500 orang penduduk perkotaan, hanya
13 responden setuju bahwa PRD ada di belakang kerusuhan, mayoritas besar menyalahkan kekuatan aparat keamanan, Suryadi, dan
pemerintah…Kampanye pemerintah juga terhambat oleh tuduhan yang benar-benar bodoh, yakni saat mereka menuduh bahwa keluarga
pimpinan PRD Budiman Sudjatmiko memiliki kaitan dengan PKI, ternyata mereka terbukti adalah muslim yang taat yang berafiliasi dengan
Muhammadiyah.Walaupun ada atmosfir penindasan, berbagai elemen oposisi terus mencari jalan untuk menentang rejim. PDI-Megawati
memfokuskan diri pada serangkaian tantangan hukum. Kelompok- kelompok yang lahir setelah penindasan Juli, mulai mereorganisir diri.
Bahkan PRD, yang telah mengambil keputusan-menentukan untuk bertransisi menjadi oposisi ilegal, mulai dibangun kembali dari bawah
49
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
tanah. Sebelum akhir tahun, mereka telah berhasil mengorganisir demonstrasi di beberapa kampus dengan meggunakan berbagai
organisasi ”front”. Selama kunjungan ke Indonesia tahun 1996 aku terkejut oleh optimisme baru dikalangan banyak LSM, mahasiswa, dan di
lingkungan aktivis lainnya, bahkan mereka yang sedang sembunyi. Terdapat perasaan yang sedang tumbuh bahwa rejim sedang berubah diri
dan sedang mendekati terminal krisis: pembusukan adalah istilah yang luas dipakai untuk menjelaskan proses tersebut.”
50
Dalam daftar YIP dijelaskan bahwa peserta yang terlibat aksi-aksi berjumlah antara 10 atau ratusan hingga ribuan. Protesnya menentang kekerasan
tentara, kekerasan oleh geng GOLKAR atau geng pro-rejim lainnya, UU politik, Yang paling signifikan adalah bahwa aksi protes meningkat secara
dramatik dalam beberapa bulan berikutnya, bahkan terpisah dari keresahan yang berkembang setelah krisis ekonomi yang berdampak pada masyarakat Indonesia
setelah November, 1997. Daftar YIP memperlihatkan 110 aksi protes sejak Pemilihan Umum bulan Mei hingga akhir 1997. Dalam tujuh bulan tersebut
aksinya lebih banyak ketimbang seluruh bulan pada tahun yang lalu. Daftar tersebut, yang saat itu hanya menggunakan tujuh koran, memberikan data
demonstrasi—lagi-lagi terkonsentrasi hanya tentang demonstrasi mahasiswa—di Jakarta sebagaimana juga di Jogjakarta, Semarang, Solo, Wonosobo, Kendal,
Purwokerto, dan Malang di Jawa Tengah; Bandung, Tasikmalaya, dan Bogor di Jawa Barat; Ujung Pandang di Sulawesi; Palembang, Pakanbaru, Medan, dan
Bandar Lampung di Sumatra; Mataram dan Selong di Kepulauan Nusatenggara. Dalam daftar YIP jumlah yang paling besar satu-satunya adalah dari kota pelajar
Jogjakarta.
50
Dokumen Resmi Komite Politik Rakyat Miskin Partai Rakyat Demokratik KPRM PRD
Universitas Sumatera Utara
dwi-fungsi ABRI, korupsi, kemandulan legislatif, keberadaan badan keamanan ekstra-konstitusional, penolakan para pejabat menemui demonstran, sepak terjang
otoritarian oleh Dekan universitas, pernyataan pejabat-pejabat rejim yakni “menumpahkan darah pelaku kerusuhan diizinkan”, hasil Pemilihan Umum 1997,
UU Ketenagakerjaan baru yang menindas, korupsi birokrasi koperasi, pelaksanaan proyek-proyek-komersial, kenaikan uang kuliah dan perpustakaan, pelecehan
seksual di kampus, pelanggaran terhadap hak-hak petani untuk mendapatkan subsidi, korporatisasi di kampus, keterlibatan pejabat dalam perjudian gelap,
kelaparan di Papua, kenaikan harga kebutuhan pokok, penggusuran tanah untuk pelebaran jalan, korupsi dalam pemberian HPH, keterlibatan pejabat untuk
menutup-nutupi pembunuhan seorang wartawan, sebagaimana juga blokade Amerika Serikat terhadap Irak dan kebijaksanaan Israel menentang Palestina.
Apa yang kemudian disebut sebagai agenda reformasi sudah mengemuka dalam kehidupan dan wacana pada tahun 1997, sebelum krisis ekonomi Asia.
Krisis ekonomi menyerang Thailand pada bulan Juli, 1997, tapi hingga Oktober dan November, Indonesia belum merasakan dampak sosio-ekonominya, dalam
arti kenaikan harga dan meluasnya ketakutan akan kelangkaan pangan dan kehilangan tabungan bank. Pada awal Oktober, juga jelas bahwa rejim tak punya
jawaban terhadap krisis saat meminta bantuan dari IMF.
51
51
Untuk kronologi peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan krisis di Indonesia, lihat Hal Hill, The Indonesian Economy in Crisis, 1999, hal. 11-14. Sebagaimana telah diduga,
kronologi yang dibuat oleh seorang ekonom Departemen Luar Negeri Australia, yang mendanai proyek Indonesia yang pro-Orde Baru pada Australian National University, Australia, tentu saja
tidak akan menyebutkan peristiwa apapun yang berkaitan dengan dampak krisis terhadap rakyat banyak, seperti kenaikan harga.
Pada akhir Desember, mahasiswa mengorganisir demonstrasi besar akhir tahun di dua kampus
Universitas Sumatera Utara
universitas terkemuka, Universitas Indonesia, Jakarta, dan Universitas Gajah Mada, Jogjakarta.
Mahasiswa mulai bergerak seiring dengan munculnya kegelisahan yang ada di basis massa rakyat. Momentum krisis yang ada digunakan oleh mahasiswa
dengan tuntutan awal penurunan harga-harga sebagai imbas dari rekomendasi IMF dan pemotongan subsidi yang sudah mulai diberlakukan saat itu. Meski
dibayang-bayangi penangkapan dan penculikan serta pembubaran aksi dan organisasi, mahasiswa ternyata mampu keluar lebih cepat dari yang diprediksikan.
Dimulai dari kampus-kampus yang mempunyai tradisi perlawanan, gerakan mahasiswa mulai mendapat elannya. Seperti api yang menyambar rumput kering,
aksi mahasiswa akhirnya terjadi dihampir semua kota yang mempunyai perguruan tinggi.
Tabel 2.3: Frequency of Events, September 1997-February 1998 the first six months
Month Political Reform
Economic Issue Others
Total
September 1997 2
10 8
20 October 1997
4 9
4 17
November 1997 1
3 1
5 December 1997
5 6
2 13
January 1998 8
10 3
21 February 1998
10 20
11 41
Total 30
58 29
117
25.6 49.5
24.9 100
Sumber: Denny J. A, Democratization From Below: Protest Events and Regime Chance in Indonesia 1997-1998, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kurun waktu mulai dari awal Februari hingga Mei 1998 secara kualitatif dan kuantitatif gerakan perlawanan yang terjadi semakin naik dengan
tuntutan-tuntutan yang politis dan bersifat radikal. Pergolakan dan perlawanan mahasiswa terjadi di berbagai daerah, antara lain:
52
1. Aceh: SMUR Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat.
2. Medan: DEMUD, Agresu Aliansi Gerakan Reformasi Sumatera
Utara. 3.
Sumbar: FKMSB Forum Komunikasi Sumatera Barat, FABRI - Front Aksi Bersama Rakyat Indonesia.
4. Bandung: FKMB Forum Komunikasi Mahasiswa Bandung,
FIMB Front Indonesia Muda Bandung, FAMU Front Aksi Mahasiswa Unisba, GMIP Gerakan Mahasiswa Indonesia Untuk
Perubahan, KPMB Komite Pergerakan Mahasiswa Bandung, FAF Front Anti Fasis, KM ITB Keluarga Mahasiswa ITB, KM
Unpar Komite Mahasiswa Unpar. 5.
Jakarta: Presidium BEM Se-Trisakti BEM Universitas Trisakti dan Sekolah Tinggi, LMND Liga Mahasiswa Nasional untuk
Demokrasi, FKSMJ Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se- Jakarta, Forkot Forum Kota Forum Komunitas Mahasiswa se-
Jabotabek, Famred Front Aksi Mahasiswa Untuk Reformasi dan Demokrasi, Front Nasional, Front Jakarta, KamTri Kesatuan Aksi
Mahasiswa Trisakti, KAMMI Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, HMI MPO Himpunan Mahasiswa Islam -Majelis
52
Suharsih, Opcit.
Universitas Sumatera Utara
Penyelamat Organisasi, KB UI Keluarga Besar Mahasiswa UI, FAM UI Front Aksi Mahasiswa UI, Komrad Komite Mahasiswa
dan Rakyat untuk Demokrasi, Gempur Gerakan Mahasiswa untuk Perubahan, Forum Bersama Forbes, Jaringan Kota Jarkot, LS-
ADI Jakarta Lingkar Studi-Aksi untuk Demokrasi Indonesia, HMR Himpunan Mahasiswa Revolusioner KAM - JAKARTA
Komite Aksi Mahasiswa Jakarta, POSKO C Posko Cimanggis Jayabaya, JAM J Jaringan Aksi Mahasiswa Jakarta, DKM
Dewan Kaum Muda dan Mahasiswa Jakarta, FIMA Forum Independen Mahasiswa Gunadarma.
6. Bogor: KBM-IPB Keluarga Besar Mahasiswa - Institut Pertanian
Bogor. 7.
Yogyakarta: SMKR Solidaritas Mahasiswa Untuk Kedaulatan Rakyat, KPRP Komite Perjuangan Rakyat untuk Perubahan,
FKMY Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta, PPPY Persatuan Perjuangan Pemuda Yogyakarta, FAMPERA Front
Aksi Mahasiswa Peduli Rakyat, LMMY Liga Mahasiswa Muslim Yogyakarta,
DEMA Dewan Mahasiswa UGM, SPPR
Solidaritas Pemuda untuk Perjuangan Rakyat, KeMPeD Keluarga Mahasiswa Pecinta Demokrasi.
8. Solo: SMPR Solidaritas Mahasiwa Peduli Rakyat - berbasis di
Universitas Sebelas Maret UNS, SMPTA Solidaritas
Mahasiswa Peduli Tanah Air.
Universitas Sumatera Utara
9. Bali: Posperra Posko Perjuangan Rakyat, Frontier Front
Demokrasi Perjuangan Rakyat. 10.
Purwokerto: FAMPR Forum Aksi Mahasiswa Purwokerto untuk Reformasi, FKPMMB Forum Komunikasi Pelajar Mahasiswa
Muhammadiyah Purwokerto. 11.
Surabaya: AbrI Aksi bersama rakyat Indonesia, APR Arek Pro Reformasi, ASPR Arek Surabaya Pro Reformasi, FORMAD
Forum Madani, FPM Front Perjuangan Mahasiswa, KAMI Komite Aksi Mahasiswa ITS, KAMUS-PR Kesatuan Aksi
Mahasiswa Untag Surabaya Pro Reformasi. 12.
Malang: FKMM Forum Komunikasi Mahasiswa Malang. 13.
Makassar: KONTRA Komunitas Pelataran Kerakyatan Unhas.
Setelah krisis ekonomi yang melahirkan momentum baru bagi mahasiswa Indonesia kemudian Soeharto mengerahkan semua kekuatan militer untuk
meredan gejolak mahasiswa yang marah. Kemarahan ini semakin menjadi-jadi dikarenakan pada tanggal 12 Februari 1998, Soeharto mengangkat Wiranto
sebagai Panglima Angkatan Bersenjata. Di Universitas Indonesia UI terjadi aksi mimbar bebas yang dilakukan oleh kelompok gerakan civitas academica pada
tanggal 25 Februari 1998. Aksi mimbar bebas ini dilakukan dengan tema menuntut pemerintahan otoritarian untuk segera mengatasi krisis yang sedang
melanda bangsa Indonesia saat itu.
Dalam 4 bulan kemudian aksi-aksi protes meledak, namun kali ini telah memiliki fokus politik yang jernih dalam semua protesnya: turunkan Soeharto.
Universitas Sumatera Utara
Periode yang dimulai pada bulan Januari, 1998, hingga kejatuhan Soeharto pada akhir Mei, dalam daftar YIP dilaporkan meliputi 850 aksi, sekitar 8 kali lebih
besar dari yang terjadi selama seluruh tahun dalam satu dekade terdahulu. Daftarnya meliputi 20 kota saja: Ujung Padang Sulawesi 173 demonstrasi,
Bandung Sunda 130, Jakarta 127, Jogjakarta Jawa 108, Surabaya Jawa 69, Semarang Jawa 52, Medan Sumatra 36, Banjarmasin Kalimantan 44,
Purwokerto Jawa 27, Jember Java 19, Denpasar Bali 18, Kupang Timor Barat 14, Bogor Sunda 14, Salatiga Jawa 13, Mataram Lombok 13, Depok
pinggiran Jakarta 11, dan Bandarlampung Sumatra 10. Tapi demostrasi tersebut terjadi hampir di semua kota besar, dan beberapa kota kecil. Dalam
menjelaskan tentang demonstrasi, dalam daftar YIP kata ribuan sering muncul, sebagaimana juga kata bentrok.
Mobilisasi meningkat setelah bulan Maret saat Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang dikendalikan pemerintah, memilih kembali
Soeharto sebagai presiden dan kemudian dia membentuk kabinet yang memasukan kroni-kroni terdekatnya dan anak perempuannya. Dengan hanya
berbasiskan daftar dari YIP, bisa dikalkulasikan bahwa terdapat paling tidak 30 sampai 40 demonstrasi di seluruh negeri setiap harinya selama periode Maret-Mei.
Setiap minggunya, puluhan ribu rakyat dari selutuh sektor masyarakat terlibat demonstrasi: semi-proletariat, mengacu pada kaum miskin kota, termasuk puluhan
ribu buruh-buruh pabrik yang baru-baru ini dipecat, sebagaimana juga buruh kerah putih, juru bayar bank bank teller, dokter, guru dan petani. Satu
perwujudan meluasnya aksi ke seluruh sektor masyarakat adalah menjamurnya kelompok perempuan yang terlibat dalam aksi
merentang dari mobilisasi spesifik
Universitas Sumatera Utara
mahasiswi sampai ibu-ibu rumah tangga kampung kaum miskin kota dan perempuan kelas yang lebih menegah, yang berinisiatif mendirikan kelompok dan
aktivitasnya sendiri.
Mahasiwa ada di garda depan mobilisasi. Demostrasi mahasiswa yang sangat penting adalah yang terjadi di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 17 Maret,
saat bentrokan terjadi antara mahasiswa dengan tentara karena mahasiswa berusaha keluar kampus. Pada tanggal 2 dan 3 April, hal yang sama terjadi saat
ribuan mahasiswa menerobos barikade tantara untuk bergerak ke luar dari kampus Universitas Gajah Mada. Hal tersebut diulang kembali pada tanggal 13 April saat
Angkatan Darat dan Brimob menduduki kampus selama 8 jam. Pada tanggal 24 April bentrok serupa terjadi di Universitas Sumatra Utara di Medan, di mana
mahasiswa juga menggunakan bom Molotov melawan tentara. Kampus harus ditutup selama beberapa hari.
53
Saat aksi sudah mencengkram negeri, menuntut Soeharto turun, rejim sendiri nampaknya mulai yakin harus mengandalkan taktik sentral kontra-revolusi
yang telah lama dilakukan: massa harus kembali kepada status pasif seperti pada masa yang lalu. Rejim tidak segera mengakui, atau sengaja tak berkehendak
mengakuinya, bahwa mereka sudah mengalami kekalahan dalam pertempuran ini. Malahan, mereka melancarkan suatu kampanye yang lebih cocok sebagai aksi
pencegahan, yakni suatu kampanye untuk menangkapi dan menghancurkan kekuatan yang mereka lihat sebagai agen yang sadar mempromosikan aksi, yakni
PRD. Anggota-angota PRD diculiki, bersamaan dengan aktivis-aktivis yang
53
Budiman Sujatmiko, “Gerakan Mahasiswa Kini Bersama Rakyat Tuntaskan Reformasi Total”, dalam Kompas, 20 Desember, 2000.
Universitas Sumatera Utara
menurut kekuasaan adalah anggota-anggota PRD. Sebagian besar anggota- anggota PRD bergerak di bawah tanah tapi setidaknya 30 orang diburu dan
ditangkap. Sebagian besar yang ditangkap disiksa; paling tidak 14 orang dibunuh, termasuk penyair tekemuika anggota PRD, Wiji Thukul. Di antara yang ditangkap
dan disiksa adalah ketua Komite Pimpinan Pusat PRD, Andi Arief, sebagaimana juga juru bicara internasional PRD, Mugyanto.
54
Upaya rejim mengalami kegagalan dalam dua level, yang tak bisa dihindari lagi. Pertama, organisasi bawah tanah PRD masih efektif dan orang-
orang penting lainnya yang dicari rejim tetap dapat dilindungi dengan baik. Kedua, dan yang lebih penting, seluruh gerakan telah berkembang melampaui
PRD karena telah memiliki momentumnya untuk mobilisasi. Pada tanggal 2 Mei, demostrasi-demostrasi yang masing-masing telah melibatkan ribuan mahasiwa
terjadi di hampir semua kota di seluruh negeri. Daftar YIP melaporkan bahwa aksi terjadi di Jakarta, Jogjakarta dan Bandung, di mana beberapa demostrasi
terpisah terjadi, sebagimana juga terjadi di Denpasar, Malang, Medan, Solo, Surabaya, Ujung Padang, Purwokerto, Semarang, Kupang, Palembang, dan
Banjarmasin. Aksi-aksi juga terjadi di tempat-tempat yang jauh seperti di Banda Acheh, Acheh, dan di Jayapura, Papua Barat.
55
Saat rejim mengumumkan kenaikan harga listrik dan bensin pada tanggal 4 Mei, beberapa demonstrasi besar terjadi, membuncah
menjadi bentrok dengan tentara, dan sering menyeret orang-orang yang tinggal di kampung sekitar lokasi
54
Ibid.
55
Sarwono, Aksi Mahasiswa Reformasi Total, Jakarta: Sinar Harapan, 1998, hal. 84, 117, 211 dan 227. Buku ini berisi data yang luas, yang diambil dari koran hari ke hari, tentang
perkembangan aksi di sejumlah kota di seluruh Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
tempat bentrok. Akhirnya, rejim melancarkan teror langsung terhadap mobilisasi mahasiswa, yang berbeda dengan upaya untuk mencari orang-orang yang
menganjurkan aksi dari bawah tanah. Pada tanggal 12 Mei, mahasiwa yang sedang kembali ke Universitas Trisakti ditembaki tentara. Empat mahasiswa
gugur ditembak. Pada tanggal 13 dan 14 Mei, kerusuhan meledak lagi di Jakarta, mengakibatkan jumlah kematian dan kerusakan barang-barang yang besar yang
diderita Jakarta, sebagaimana lazimnya kerusuhan seperti itu. Penyelidikan yang dilakukan menyebutkan bahwa mereka tertembak oleh penembak jitu yang
langsung mengenai bagian kepala, leher, dada ataupun punggung. Berikut ini nama-nama korban Tragedi Trisakti:
56
1. Elang Mulyana Lesmana, 19 tahun.
2. Hery Hartanto, 21 tahun.
3. Hendriawan, 20 tahun.
4. Hafidhin Rayyan, 21 tahun.
5. Sofyan Rahman, 25 tahun.
6. Tammu Abraham Alexander Bulo, 20 tahun.
7. Fero Prasetya, 22 tahun.
Demonstrasi-demonstrasi, yang melibatkan massa dari setiap sektor masyarakat, berlipat ganda bahkan dengan lebih dramatik. Antara 7 Mei hingga
20 Mei, hari-hari sebelum Suharto mengundurkan diri, terjadi 310 demonstrasi yang terdaftar. Bentrok kekerasan dengan tentara dan polisi hampir tak
terhindarkan, apalagi tentara atau polisi sering menembaki demosntran dengan
56
Edward Espinal, The Indonesian Student Uprising of 1998, makalah tidak diterbitkan.
Universitas Sumatera Utara
peluru karet. Terjadi pawai atau arak-arakan. Mahasiswa dan penduduk kampung yakni, buruh dan semi-proletariat mengambilalih atau menduduki jalanan dan
menyelenggarakan forum terbuka. Gedung-gedung DPRD, kantor gubernur dan kantor-kantor pemerintah lainnya diduduki. Di beberapa kota, mahasiswa
mengambilalih stasiun radio dan menyelenggarakan siaran mereka sendiri. Mereka bahkan menyerang markas tentara. Dala satu kolom di koran Kompas 14
Mei, Professor Sarlito Wirawan Sarwono, Dekan Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, menguangkapkan ketakutannya bahwa gerakan mahasiswa dan
kemarahan massa akan bersatu karena keterlambatan rejim melaksanakan reformasi. Dia buka kolom tersebut dengan kesimpulan keseluruhan ketakutan
elit:
Lately the student aksi in several cities and towns in Indonesia have changed to become mass actions. in Yogya, Solo, Surabaya and then
also in Jakarta, pushing and shoving between students and officials has turned into fighting, throwing things from stones to tear gas and finally
to shooting although still using rubber bullets.
57
Pada 19 Mei, puluhan ribu mahasiswa menduduki halaman MPRDPR RI menyatakan bahwa mereka akan tetap berada disana sampai ada Sidang MPR
untuk menurunkan Soeharto. Pukul 09.00-11.32 WIB, Presiden Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat, yakni Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama
Abdurrahman Wahid, budayawan Emha Ainun Nadjib, Direktur Yayasan Paramadina Nucholish Madjid, Ketua Majelis Ulama Indonesia Ali Yafie, Prof
Malik Fadjar Muhammadiyah, Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas
57
Dari Sarlito W. Sarwono, “Aksi Mahasiswa bukan Aksi Massa” ”, dalam Dedy Djamaludding Malik ed, Gejolak Reformasi Menolak Anarki, 1998, hal. 285
Universitas Sumatera Utara
Indonesia Yusril Ihza Mahendra, KH Cholil Baidowi Muslimin Indonesia, Sumarsono Muhammadiyah, serta Achmad Bagdja dan Maaruf Amin dari NU.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir 2,5 jam lewat dari rencana semula yang hanya 30 menit itu para tokoh membeberkan situasi terakhir,
dimana eleman masyarakat dan mahasiswa tetap menginginkan Soeharto mundur. Soeharto lalu mengajukan pembentukan Komite Reformasi.
58
Presiden Soeharto mengemukakan, akan segera mengadakan reshuffle Kabinet Pembangunan VII, dan sekaligus mengganti namanya menjadi Kabinet
Reformasi. Presiden juga membentuk Komite Reformasi. Nurcholish sore hari mengungkapkan bahwa gagasan reshuffle kabinet dan membentuk Komite
Reformasi itu murni dari Soeharto, dan bukan usulan mereka. Pukul 16.30 WIB, Menko Ekuin
Ginandjar Kartasasmita bersama Menperindag Mohamad Hasan melaporkan kepada Presiden soal kerusakan jaringan distribusi ekonomi akibat
aksi penjarahan dan pembakaran. Bersama mereka juga ikut Menteri Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng yang akan melaporkan soal rencana
penjualan saham BUMN yang beberapa peminatnya menyatakan mundur. Pada saat itu, Menko Ekuin juga menyampaikan reaksi negatif para senior ekonomi;
Emil Salim, Soebroto, Arifin Siregar, Moh Sadli, dan Frans Seda, atas rencana Soeharto membentuk Komite Reformasi dan me-reshuffle kabinet. Mereka intinya
menyebut, tindakan itu mengulur-ulur waktu. Ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPRMPR, Jakarta. Amien Rais mengajak massa mendatangi Lapangan
58
http:id.wikipedia.orgwikiSejarah_Indonesia_281998-sekarang29.
Universitas Sumatera Utara
Monumen Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Dilaporkan bentrokan terjadi dalam demonstrasi di Universitas Airlangga, Surabaya.
59
Pada tanggal 20 Mei demonstrasi-demonstrasi dengan tuntutan yang sama mengikutinya hampir di setiap kota besar. Dengan menggunakan laporan koran-
koran, YIP mendaftar: Bandung—ratusan ribu; Ujung pandang—ratusan ribu; Yogyakarta—lebih dari 500.000, dan yang lainnya, semuanya lebih dari puluhan
ribu atau ribuan. Banyak orang di JogJakarta mengaku bahwa satu juta mahasiwa dan rakyat berkumpul di alun-alun pada tanggal 20 Mei dalam pertemuan massa
yang didukung oleh Sultan Yogyakarta.
60
Sejak 20 Mei, untuk pertama kalinya, jumlah yang terlibat sudah ratusan ribu, yang artinya bukan sekadar mahasiswa. Aksi telah menjadi aksi massa.
Kecenderungan tersebut telah menjadi lebih jelas paling tidak sejak awal Mei dan, setahap demi setahap, unsur-unsur dalam Orde Baru—dimulai dari sisi luar
kemudian bergerak ke sisi yang lebih dekat dengan Soeharto—mulai meninggalkan Soeharto. Pada tanggal 20 Mei, hampir setiap orang secara terbuka
meninggalkannya, termasuk Menteri-Menteri Kabinet dan Ketua GOLKAR. Lebih kurang terbuka, panglima tentaranya juga menganjurkan agar dia
mengundurkan diri. Pada tanggal 21 Mei, dia mengundurkan diri, dan Wakil Presiden Habibie disumpah untuk menggantikannya sebagai Presiden.
Menariknya, walaupun pengumpulan massa sangat besar dan melibatkan non-mahasiswa, tapi tak ada kerusuhan yang
signifikan.
59
Ibid.
60
Lihat buku kecil Lengser Keprabon, n.d. untuk mengetahui liputan, termasuk foto-foto, aksi-aksi di Yogyakarta. Publikasi tersebut juga mengatakan bahwa sejuta orang menghadiri
pertemuan umum, pengumpulan massa, di Yogyakarta.
Universitas Sumatera Utara
Peralihan kekuasaan dari Soeharto kepada Habibie juga menimbulkan pro dan kontra di masyarakat luas. Kelompok yang mendukung Habibie antara lain
adalah KISDI, Humanika dan kelompok preman yang menamakan dirinya pendekar banten. Humanika ini adalah kelompok yang sebagian aktivisnya
merupakan mantan anggota HMI sewaktu mereka menjadi mahasiswa tahun 1978-an. Mereka ini kelompok yang cukup dekat dengan Habibie, terutama
setelah Habibie menjadi ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia ICMI. Dukungan yang diberikan terhadap Habibie yang ICMI diharapkan akan
membawa keuntungan bagi KISDI dan Humanika. Presiden Habibie, didukung oleh lingkaran intelektual dan mantan aktivis, secepatnya mengeluarkan
serangkaian kebijakan perubahan untuk memenuhi harapan reformasi. Dia menegaskan bahwa akan ada pemilihan umum sesegera mungkin dan Sidang
Umum Istimewa MPR RI, yang secara formal akan memberikan persetujuan terhadap rencana tersebut. Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan
dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan
pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi. Dia juga meratifikasi perjanjian-perjanjian internasional tentang hak-hak buruh yang
dengan segera berdampak menurunkan, walaupun tak menghentikan, penindasan negara terhadap sektor tersebut. Peraturan-peraturan baru yang menangani
sejumlah masalah jelas-jelas ditujukan untuk menanggapi agenda reformasi, termasuk peraturan yang yang akan secara efektif mencabut UU politik yang
represif yang, sebelumnya, telah digunakan untuk membatasi aktivitas sebagian besar partai politik dan LSM.
Universitas Sumatera Utara
Namun demikian, tindakan-tindakan tersebut masih jauh dari harapan reformasi. Pertama, masih terjadi kasus penindasan dengan kekerasan terhadap
aksi-aksi protes yang dilancarkan di seluruh negeri, termasuk Jakarta.
61
61
Dalam bulan Juli, 1998, contohnya, sejumlah besar pasukan dan tank digunakan untuk menghadang mobilisasi buruh pabrik di satu area industri yang akan bergerak ke Jakarta Pusat.
Kedua, tak ada tanda-tanda akan ada tindakan kongkrit terhadap orang-orang lingkaran
dalam Orde Baru yang dituduh korupsi dan melanggar hak-hak azasi manusia. Habibie, walaupun penasihat-penasihatnya adalah aktor-aktor politik yang relatif
jauh dari penguasa Orde Baru, tetap saja masih bagian dari koalisi Orde Baru dan tak bisa bertindak secara tegas untuk melawannya, dan mungkin tak mau
melakukannya. Tindakan reformasi Habibie selama periode bulan Mei hingga November berbenturan dengan harapan mendasar di kalangan sebagian besar
publik yakni penyingkiran semua elit politik Orde Baru.
Universitas Sumatera Utara
BAB III ANALISIS GERAKAN MAHASISWA
SEBAGAI GERAKAN SOSIAL TERHADAP NEGARA
1. Gerakan Mahasiswa Dalam Teori Gerakan Sosial.
Perubahan sosial yang terjadi di berbagai negara yang dipelopori oleh gerakan mahasiswa memang tidak selalu menjadi titik kunci perubahan sejatinya.
Dalam sejarah perubahan sosial yang terjadi, peran yang dimainkan oleh gerakan mahasiswa hanya mampu melakukan tugasnya sampai kepada perubahan
penguasa dari tiap kelas yang berkuasa pada saat itu. Peran yang dilakukan mahasiswa itu contohnya mampu menjatuhkan rezim otoritarian di negaranya.
Antara lain seperti kejatuhan Perez Jimenez di Venezuela pada tahun 1958, kejatuhan Ayub Khan di Pakistan pada tahun 1956 dan bahkan dalam Revolusi
Rusia pun pada tahap awalnya juga dimulai dari gerakan yang dilakukan kaum cendikiawan antara tahun 1870-an.
Kemunculan gerakan mahasiswa dimulai pada awal munculnya Universitas atau Perguruan Tinggi di dunia. Kerusuhan yang ada merupakan
fenomena umum yang banyak timbul di universitas. Pada abad pertengahan, mahasiswa yang berada di Italia dan Prancis merupakan sorotan utama karena
ketegangan yang ada. Bahkan Martin Luther pun mendapatkan dukungan besar dari mahasiswa Wittenberg dan universitas lainnya yang ada di Jerman.
Pada tahun 1960-an merupakan tahun-tahun yang menunjukkan peran positif yang dilakukan oleh mahasiswa. Dan yang sering menjadi isu utama pada
Universitas Sumatera Utara
masa itu adalah tentang pendidikan. Seperti yang terjadi di Universitas California- Barkeley, Amerika Serikat, mahasiswa mengorganisir dirinya di dalam kampus
untuk turun aksi dengan memprotes birokrasi otokratis dari administrasi Universitas. Tuntutan mereka adalah mempertanyakan tentang kebutuhan mereka
akan fasilitas yang seharusnya dipenuhi oleh pihak universitas dan ekspolitasi terhadap staf akademisi yang lebih muda. Aksi yang dilakukan menggunakan aksi
diam dengan duduk di dalam gedung administrasi Universitas. Setelah berhari- hari mengalami represif dari polisi, akhirnya aksi dapat dibubarkan dan
mengosongkan kembali gedung administrasi Universitas. Aksi protes ini memberikan kontibusi yang besar kepada Universitas lainnya di seluruh Amerika
Serikat dan bahkan menyebar hingga ke benua Eropa dan Asia.
62
62
http:www.marxists.org20082909.
Di Paris pada tahun 1968, gerakan mahasiswa muncul juga dengan isu pendidikan. Sejalan dengan yang terjadi di Universitas California-Amerika
Serikat, sistem pendidikan yang juga merupakan isu utama yang diangkat oleh mahasiswa di Paris. Gerakan yang muncul pada saat itu juga tidak hanya seputar
masalah kampus, namun juga pada saat itu terdapat momentum perang Vietnam dan penolakan pendudukan Prancis atas Aljazair. Di bulan Desember, yang terjadi
adalah adanya pemogokan yang mendukung sebuah demonstrasi penolakan kebijakan pemerintah yang memotong anggaran subsidi jaminan sosial. Aksi
tersebut juga mampu mengorganisir pelajar-pelajar sekolah tinggi atau lanjutan untuk ikut bergabung dengan demonstran. Meskipun pada akhirnya pelajar-pelajar
tersebut dikeluarkan dari sekolahnya dan tidak boleh terlibat aktifitas sekolah.
Universitas Sumatera Utara
Dalam perkembangannya, gerakan mahasiswa berhasil membawa kelas pekerja dan kelompok masyarakat lainnya untuk ikut turun ke jalan. Sekitar 10
juta kaum pekerja yang ada di Prancis ikut turun ke jalan. Pelajar juga bergabung dalam aksi yang membawa ke jalan revolusi itu dengan organisasinya Komite
Aksi Pelajar Comite d’ Action Lyceen-CAL. Juga terdapat kelompok-kelompok profesi seperti doktor, orang-orang hukum, orang-orang gereja, jurnalis dan
pembuat film, artis, musisi, pelukis dan penulis, ilmuan sosial dan ahli statistik, ahli kearsipan, pustakawan dan kaum intelektual lainnya. Bahkan dalam
perkembangannya, kaum seniman mengusulkan untuk membentuk Universitas kesenian sebagai tempat bagi mereka untuk menuntut pendidikan kesenian yang
seharusnya merupakan bagian esensial pendidikan umum.
63
Aksi-aksi revolusioner yang terjadi pada saat itu mampu menurunkan penguasa pada saat itu. Namun gagal membawa perubahan fundamental pada
Isu pendidikan kemudian di-gradual-kan dengan tuntutan yang lebih maju dengan merubah
kembali struktur pendidikan bahkan hingga sampai kepada sistem politik di Prancis pada masa itu.
Setali tiga uang, para pekerja mulai mengambil alih pabrik. Sebuah serikat komite sentral pemogokan yang terdiri dari serikat buruh, petani dan mahasiswa
mengadakan aksi di Balai Kota dan mendeklarasikan dirinya sebagai penguasa baru kota. Di gedung-gedung sentral pemerintahan, terutama di kota Paris, sudah
ditinggalkan oleh penghuninya, hanya ada para penjaga pintu dan polisi yang kekuatannya yang sangat kecil.
63
Patrick Seale dan Maureen McConville, Pemberontakan Mahasiswa: Revolusi Perancis Mei 1968, Yogyakarta: Yayasan Litera Indonesia, 2000.
Universitas Sumatera Utara
tatanan kapitalisme. Kegagalan ini ditunjukkan dengan sikap pimpinan serikat buruh yang membelokkan isu menjadi hanya di sekitar tuntutan kenaikan upah
saja. Selain itu, usulan de Gaulle untuk mengadakan pemilu parlemen diterima oleh birokrat Partai Komunis Perancis dan pimpinan serikat buruh. Menurut Doug
Lorimer, kegagalan ini disebabkan karena terdapat dua akar permasalahan. Pertama, kesenjangan kesadaran revolusioner di antara mayoritas kelas pekerja
yang kemudian dimanfaatkan oelh pemimpin-pemimpin serikat buruh reformis untuk mengajukan pemilu parlementer. Kedua, kekuatan Marxis revolusioner di
Perancis pada masa Mei-Juni 1968 yang hanya berjumlah sekitar tiga ratus hingga empat ratus orang.
Pada tahun 1968 di berbagai negeri seperti Cekoslovakia, gerakan mahasiswa dipatahkan dengan tank-tank Soviet, kejadian ini terkenal dengan
sebutan Prague Spring. Prague Spring bermula dari serangan yang dilakukan terhadap Presiden Cekoslovakia pada saat Kongres Serikat Penulis pada bulan
Juni 1966. Kejadian tersebut kemudian memuncak pada demonstrasi yang dipimpin oleh mahasiswa pada bulan Januari 1968 terhadap pendukung
Khrushchev, Alexander Dubcek, yang diangkat menjadi Presiden. Program reformasi yang dilakukan Dubcek diadopsi pada tanggal 5 April 1968 tetapi
berakhir pada tanggal 20-21 Agustus ketika tentara Soviet menginvasi Cekoslovakia.
Sejak tahun 1965 hingga ke depannya, yang terjadi adalah gerakan mahasiswa masuk ke dalam Gerakan Perdamaian seperti Gerakan Anti-Perang
Vietnam. Gerakan ini merupakan suatu gerakan protes yang diarahkan untuk
Universitas Sumatera Utara
memberikan tekanan moral pada pemerintah agar bersikap tegas ikut menolak Perang Vietnam. Dan karakteristik dalam gerakan ini memang berbeda dalam tiap
negera namun mempunyai tujuan yang sama.
64
Aksi sosial pertama yang dilakukan Gerakan Anti Perang Vietnam dimulai di Amerika Serikat pada tanggal 17 April 1965 oleh Students for a Democratic
Society SDS. SDS menyebutkan bahwa konflik yang berada di Vietnam merupakan perang sipil dan menyerukan penghentian intervensi Amerika Serikat
dan mendukung hak penentuan nasib sendiri bagi rakyat Vietnam. Ada tiga perspektif yang muncul dalam gerakan anti perang ini yaitu, pertama, organisasi
aksi front persatuan anti perang yang periodik dan berbasis massa. Kedua, aksi petualang yang bertujuan untuk mengganti aksi massa dengan kelompok kecil.
Ketiga, penggunaan kekuatan anti perang berbagai proyek “perdamaian” elektoral para kolaborator kelas.
65
Sedangkan diluar Amerika Serikat sendiri juga banyak gerakan mahasiswa yang bergabung menolak intevensi Amerika Serikat di Vietnam. Gerakan
mahasiswa di Jepang, Zengakuren, Federasi Mahasiswa Revolusioner Inggris bersama dengan Kampanye Solidaritas Vietnam dan Komite Mobilisasi
Mahasiswa di Amerika Serikat mengadakan Minggu Solidaritas untuk revolusi
64
http:www.marixsts.org20083009.
65
http:www.marxists.org20080210.Lew Jones, Report on The American Antiwar Movement, A report to the 1967 Socialist Workers Party Convention.
Universitas Sumatera Utara
Vietnam, dari tanggal 21-27 Oktober 1968. Mereka menuntut penarikan kembali pasukan Amerika dari Vietnam.
66
Ernest Mendel menggambarkan kondisi Universitas saat itu: mahasiswa tidak berhak berpartisipasi dalam menentukan kurikulum, tidak berhak untuk ikut
Radikalisasi gerakan mahasiswa di era 1960-an berakar pada krisis Imperialisme dan krisis yang dialami Stalinisme dan Sosial Demokrasi. Sejak
tahun 1950-an Imperialisme telah menghadapi berbagai tantangan. Berbagai macam gerakan perlawanan terjadi di berbagai negara berkembang. Di negeri-
negeri pemilik modal sendiri terjadi ekspansi luar biasa dalam kapasitas produktif dan kompetisi antara kekuatan industri besar untuk merebutkan pasar semakin
intensif.
Perkembangan ekonomi mengakibatkan semakin besarnya kebutuhan untuk mendapatkan jumlah rakyat terdidik yang lebih banyak. Menurut data yang
dikeluarkan oleh UNESCO antara tahun1950 dan 1963 sampai 1964 populasi mahasiswa melonjak tinggi. Di Perancis meningkat menjadi 3,3 kali; di Jerman
Barat 2,8 kali; di Amerika Serikat 2,2 kali; di Italia 1,3 kali. Akibat perkembangan tersebut sistem pendidikan belum dibentuk ulang dengan cepat dan memadai
untuk memenuhi kebutuhan Imperialisme. Selain itu muncul ketidakpuasan dikalangan mahasiswa dan civitas academica secara keseluruhan. Mahasiswa
mengalami alienasi akibat dari bentuk Universitas kapitalis, dari struktur dan fungsi pendidikan borjuis dan otoritarian administrasinya.
66
Ibid, Pidato Ernest Mendel di Education Auditorium Universitas New York pada tanggal 21 September 1968 saat menghadiri “ Majelis Internasional Gerakan Mahasiswa
Revolusioner” berjudul Gerakan Mahasiswa Revolusioner: Teori dan Praktek.
Universitas Sumatera Utara
menentukan kehidupan mereka sendiri selama empat, lima, atau enam tahun yang mereka habiskan di Universitas. Struktur Universitas borjuis hanyalah cerminan
dari struktur hierarki yang umum dalam masyarakat borjuis, keduanya tidak dapat diterima oleh mahasiswa, bahkan oleh tingkat kesadaran sosial yang sementara ini
masih rendah. Di negara-negara Eropa Barat, dan mungkin juga di Amerika Serikat, masyarakat borjuis seperti yang berkembang selama generasi terakhir ini,
selama 25 tahun terakhir ini telah menghantam banyak elemen di dalam keluarga borjuis. Sebagai anak muda, para mahasiswa pembangkang diajarkan pertama-
tama oleh pengalaman langsung untuk mempertanyakan semua bentuk wewenang, dimulai dengan wewenang orang tuanya.
67
Pada era 1970-an terjadi reformasi dalam bidang pendidikan tinggi di negara-negara industri. Pendidikan bukan lagi milik kaum terpelajar borjuis, kelas
Mereka pertama-tama berhadapan dengan wewenang para dosen dan lembaga-lembaga Universitas yang paling tidak dalam bidang ilmu sosial nyata
tidak berhubungan dengan realitas. Pelajaran yang mereka peroleh tidak memberikan analisis ilmiah yang objektif tentang apa yang sedang terjadi di
dunia. Tantangna terhadap wewenang akademis dari lembaga inilah yang kemudian cepat bergeser menjadi tantangan terhadap isi pendidikannya. Sebagai
tambahan, di Eropa kondisi material untuk Universitas masih sangat kurang dan terlalu penuh. Mereka tidak dapat berbicara dengan dosen-dosennya bertukar
pikiran ataupun berdialog. Faktor-faktor pendukung lainnya makin menajamkan kekuatan pemberontakan mahasiswa.
67
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
pekerja muda menghadiri Universitas sebagai bagian dari latihan kejuruan mereka. Sehingga populasi mahasiswa menjadi lebih beragam dibanding masa
lalu. Represi secara langsung juga semakin jarang dipergunakan. Isu-isu kebebasan berbicara, kebebasan pers, berserikat dan sebagainya jarang sekali
menjadi isu dalam era-era tersebut. Akibat reformasi tersebut, gerakan mahasiswa di negara-negara industri relatif mengalami penurunan. Dalam kapitalisme,
Universitas ataupun pendidikan berada dalam posisi sub ordinat terhadap kebutuhan kapitalisme. Mahasiswa dipaksa menerima pekerjaan, disiplin ilmu dan
bidang studi yang berhubungan dengan kepentingan penguasa masyarakat kapitalis dan tidak berhubungan dengan kebutuhan mereka sebagai manusia.
Inilah yang dimaksudkan dengan alienasi dari mahasiswa.
Sementara itu di luar negara-negara industri, gerakan mahasiswa juga masih bergejolak. Di Cina pada tahun 1989 terjadi peristiwa Tiananmen. Yang
melatarbelakanginya adalah serangkaian reformasi politik dan ekonomi yang dijalankan oleh Deng Xiaoping sejak tahun 1978. Reformasi tersebut mengarah
pada implementasi ekonomi pasar secara gradual dan beberapa liberalisasi politik yang mengendurkan sistem yang didirikan oleh Mao Zedong. Pada awal 1989,
reformasi ekonomi dan politik tersebut telah menghasilkan 2 kelompok rakyat yang menjadi tidak puas kepada pemerintah.
Mahasiswa dan kaum intelektual melihat bahwa Cina harus mereformasi sistem politiknya, karena reformasi ekonomi hanya akan memberikan pengaruh
kepada petani dan pekerja pabrik. Sedangkan pendapatan kaum intelektual tertinggal jauh di belakang mereka yang mendapatkan keuntungan dari kebijakan-
Universitas Sumatera Utara
kebijakan reformasi. Mereka kecewa pada kontrol sosial dan politik yang masih dipegang oleh partai komunis Cina.
Gerakan mahasiswa di Indonesia juga kondisinya tidak jauh berbeda dengan sejarah gerakan mahasiswa lainnya seperti yang dipaparkan di atas. Sejak
masa Orde Lama sampai Orde Baru, gerakan sosial yang dibangun oleh mahasiswa mengawali setiap perubahan sosial yang terjadi. Bahkan gerakan
mahasiswa yang terjadi pada tahun 1966 dan tahun 1998 mampu menumbangkan sebuah rezim. Hal ini sepertinya menegaskan kembali bahwa mahasiswa
merupakan aktor penting dalam setiap perubahan sosial yang terjadi di negara Dunia Ketiga.
Gerakan mahasiswa 1998 yang punya andil dalam menumbangkan rezim Soeharto adalah suatu gerakan sosial. Masyarakat dapat dipandang terdiri dari
seperangkat posisi-posisi sosial. Posisi sosial ini dinamakan status. Farley [1992] mengungkapkan, ada berbagai macam status berdasarkan cara memperolehnya.
Pertama, status yang diperoleh begitu saja tanpa suatu usaha tertentu dari orang bersangkutan ascribed status. Misalnya, status yang diterima begitu saja ketika
orang terlahir sebagai laki-laki atau perempuan jenis kelamin, berkulit putih atau berkulit hitam ras, dan karakteristik keluarga tempat orang itu dilahirkan. Kedua,
status yang diperoleh setidaknya sebagian melalui upaya tertentu atau perjuangan dari orang bersangkutan achieved status. Seperti: jabatan di kantor, tingkat
Universitas Sumatera Utara
pendidikan, dan tingkat penghasilan. Status mahasiswa tentu termasuk kategori kedua ini.
68
Setiap status sosial terkait dengan satu atau lebih peran sosial. Menurut Horton dan Hunt , peran role adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang
yang memiliki suatu status. Sedangkan statuskedudukan itu sendiri adalah suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi suatu
kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lainnya.
69
Setiap orang mungkin memiliki sejumlah status dan diharapkan mengisi peran yang sesuai dengan status
itu. Dalam arti tertentu, status dan peran adalah dua aspek dari gejala yang sama. Status adalah seperangkat hak dan kewajiban, sedangkan peran adalah pemeranan
dari perangkat kewajiban dan hak-hak tersebut. Sedangkan Abu Ahmadi mendefinisikan peran sebagai suatu kompleks pengharapan manusia terhadap
caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya.
70
Posisi sosial yang ditempati seseorang dinamakan status, sedangkan perilaku yang diharapkan dari orang yang menempati posisi itu disebut peran.
Peran sosial mirip dengan peran yang dimainkan seorang aktor. Bilton, et al. [1981] menyatakan, orang yang memiliki posisi-posisi atau status-status tertentu
dalam masyarakat diharapkan untuk berperilaku dalam cara-cara tertentu yang
68
Farley, John E.,. Sociology. New Jersey: Prentice Hall, 1992. Hlm. 88-89.
69
Horton, Paul B., dan Chester L. Hunt. Sosiologi, Jilid 1 Edisi Keenam, Alih Bahasa: Aminuddin Ram, Tita Sobari. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1993. Hlm.129-130.
70
Ahmadi, Abu. Psikologi Sosial. Surabaya: Penerbit PT. Bina Ilmu, 1982. Hlm. 50.
Universitas Sumatera Utara
bisa diprediksikan, seolah-olah sejumlah naskah scripts sudah disiapkan untuk mereka.
71
Gerakan mahasiswa pada dasarnya merupakan suatu gerakan sosial social movement, yang adalah salah satu bentuk utama dari perilaku kolektif collective
behavior. Menurut Turner dan Killan , secara formal gerakan sosial didefinisikan sebagai suatu kolektivitas yang melakukan kegiatan dengan kadar kesinambungan
tertentu untuk menunjang atau menolak perubahan yang terjadi dalam masyarakat atau kelompok yang mencakup kolektivitas itu sendiri.
72
Batasan yang kurang formal dari gerakan sosial adalah suatu usaha kolektif yang bertujuan untuk menunjang atau menolak perubahan. Gerakan
mahasiswa 1998 yang memiliki kadar kesinambungan tertentu dan bertujuan melakukan perubahan social-ekonomi-politik, cocok dengan definisi ini.
Sedangkan Blumer menyatakan, sebuah gerakan sosial dapat dirumuskan sebagai sejumlah besar orang yang bertindak bersama atas nama sejumlah tujuan atau
gagasan. Biasanya, gerakan ini melibatkan cara-cara yang tidak-terlembagakan, seperti pawai, demonstrasi, protes, untuk mendukung atau menentang suatu
perubahan sosial. Gerakan-gerakan sosial melibatkan jumlah orang yang cukup banyak dan biasanya berlanjut untuk rentang waktu yang cukup panjang.
73
71
Bilton, Tony, Kevin Bonnet, Philip Jones, Michelle Stanworth, Ken Sheard, dan Andrew Webster. Introductory Sociology. Hong Kong: The Macmillan Press, Ltd., 1981. Hlm.18.
72
Turner, Ralph H, dan Lewis M. Killan. Collective Behaviour, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc., Bab 3-12, sebagaimana dikutip dalam Paul B. Horton dan Chester L.
Hunt. 1992. Sosiologi Jilid 2 Alih Bahasa Aminuddin Ram dan Tita Sobari. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1972. Hlm. 195.
73
Blumer, Herbert G., Social Movements, dalam R. Serge Denisoff ed.. The Sociology of Dissent. New York: Harcourt, Brace, Jovanovich, sebagaimana dikutip dalam John E. Farley.
1992. Sociology. New Jersey: Prentice Hall, 1974. Hlm. 586.
Universitas Sumatera Utara
Gerakan mahasiswa 1998 dengan aksi-aksi massanya juga cocok dengan rumusan ini.
Gerakan sosial bersifat lebih terorganisasi dan lebih memiliki tujuan dibandingkan perilaku kolektif. Perilaku kolektif dapat terjadi secara spontan,
namun gerakan sosial membutuhkan organisasi. Gerakan-gerakan sosial lebih umum terdapat di negara-negara industri ketimbang di negara-negara pra-industri,
dan lebih umum terdapat dalam masyarakat yang relatif demokratis ketimbang di masyarakat otoriter.
Dengan adanya industrialisasi, kelompok-kelompok kepentingan menjadi jauh lebih beragam, dan kontrol sosial melemah, yang memudahkan orang untuk
berorganisasi melawan kondisi atau gagasan yang mereka tentang. Demokrasi memberi dampak serupa, sementara rezim-rezim otoriter memandang gerakan
sosial sebagai ancaman, sehingga menggunakan berbagai cara untuk meredam gerakan sosial sebelum menjadi populer dan memperoleh banyak pengikut.
Dalam kaitan gerakan mahasiswa 1998, teori ini cukup relevan. Krisis ekonomi yang parah sejak Juli 1997 menimbulkan kesenjangan antara harapan
dan kenyataan. Masyarakat kelas menengah Indonesia, yang selama ini terkesan tenang dan patuh pada rezim, mulai gelisah dan ikut mendukung dalam gerakan
reformasi. Keikutsertaan tersebut tampaknya dipicu oleh kepentingan mereka yang mulai terganggu oleh pembusukan sistem Orde Baru di bawah Soeharto,
yang prosesnya makin dipercepat dengan terjadinya krisis ekonomi. Berbagai pemberitaan pers nasional pada periode awal 1998 menjelang kejatuhan Soeharto
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan, bagaimana lapisan kelas menengah perkotaan ini mendukung gerakan mahasiswa dengan pasokan dana dan logistik dalam aksi-aksinya.
Sedangkan mahasiswa turun ke jalan, selain karena kondisi obyektif yang telah disebutkan di atas, juga ada kondisi subyektif yang langsung berhubungan
dengan kepentingan mahasiswa. Kondisi subyektif akibat krisis ekonomi itu antara lain berupa meningkatnya biaya kebutuhan hidup, juga biaya untuk
keperluan kuliah di perguruan tinggi. Dengan meningkatnya harga kebutuhan pokok, uang dari orangtua yang bisa dialokasikan untuk keperluan akademis juga
semakin minim. Bahkan banyak mahasiswa terancam drop out.
Kesulitan keuangan ini terutama dirasakan para mahasiswa yang kuliah di perguruan tinggi swasta PTS, yang biaya kuliahnya relatif jauh lebih mahal
daripada di perguruan tinggi negeri PTN. Maka bisa dipahami bahwa dalam aksi-aksi mahasiswa 1997-1998, terlihat sangat besar peranan mahasiswa dari
PTS. Sikap mereka juga tampak lebih radikal.
Krisis ekonomi juga menghasilkan banyak perusahaan ditutup, pengangguran meningkat, dan makin sulitnya mencari lapangan pekerjaan. Dalam
konteks ini, mahasiswa juga merasa kepentingannya terancam. Mereka terutama yang sudah kuliah di tingkat akhir, tidak melihat urgensi untuk cepat
menyelesaikan kuliah karena prospek lapangan kerja yang suram. Maka memprotes keadaan dengan turun ke jalan tampaknya menjadi pilihan yang wajar.
Ada bermacam jenis gerakan sosial. Meskipun semua ini diklasifikasikan sebagai jenis gerakan yang berbeda, jenis-jenis gerakan ini bisa tumpang-tindih,
Universitas Sumatera Utara
dan sebuah gerakan tertentu mungkin mengandung elemen-elemen lebih dari satu jenis gerakan.
Pertama, Gerakan Protes. Gerakan protes adalah gerakan yang bertujuan mengubah atau menentang sejumlah kondisi sosial yang ada. Ini adalah jenis yang
paling umum dari gerakan sosial di sebagian besar negara industri. Di Amerika Serikat, misalnya, gerakan ini diwakili oleh gerakan hak-hak sipil, gerakan
feminis, gerakan hak kaum gay, gerakan antinuklir, dan gerakan perdamaian. Gerakan protes sendiri masih bisa diklasifikasikan menjadi dua: gerakan reformasi
dan gerakan revolusioner. Sebagian besar gerakan protes adalah gerakan reformasi, karena tujuannya hanyalah untuk mencapai reformasi terbatas tertentu,
tidak untuk merombak ulang seluruh masyarakat. Gerakan reformasi merupakan upaya untuk memajukan masyarakat tanpa banyak mengubah struktur dasarnya.
Gerakan ini, misalnya, menuntut adanya kebijaksanaan baru di bidang lingkungan hidup, politik luar negeri, atau perlakuan terhadap kelompok etnis, ras, atau agama
tertentu. Sedangkan gerakan revolusioner adalah bertujuan merombak ulang seluruh masyarakat, dengan cara melenyapkan institusi-institusi lama dan
mendirikan institusi yang baru. Gerakan revolusioner berkembang ketika sebuah pemerintah berulangkali mengabaikan atau menolak keinginan sebagian besar
warganegaranya atau menggunakan apa yang oleh rakyat dipandang sebagai cara- cara ilegal untuk meredam perbedaan pendapat. Seringkali, gerakan revolusioner
berkembang sesudah serangkaian gerakan reformasi yang terkait gagal mencapai tujuan yang diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
Dilihat dari pemaparan diatas maka dapat dikatakan bahwa gerakan sosial yang dilakukan oleh gerakan mahasiswa pada tahun 1998 merupakan gerakan
reformasi dan bukanlah gerakan revolusioner. Karena gerakan reformasi adalah gerakan yang hanya merubah tata cara dan orang-orang atau elit-elit politik yang
duduk dalam kursi pemerintahan yang ada. Sedangkan gerakan revolusioner adalag gerakan yang merubah semua bentuk tatanan system yang ada dalam suatu
Negara dari suatu rezim yang mengikat seperti dari rezim yang otoritarian kepada rezim yang jauh lebih demokratis.
Menurut Arbi Sanit ada empat faktor pendorong bagi peningkatan peranan mahasiswa dalam kehidupan politik. Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang
memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai horison yang luas diantara masyarakat. Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling lama
menduduki bangku sekolah, sampai di universitas mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik yang terpanjang diantara angkatan muda. Ketiga,
kehidupan kampus membentuk gaya hidup yang unik di kalangan mahasiswa. Di Universitas, mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah, suku, bahasa dan
agama terjalin dalam kegiatan kampus sehari-hari. Keempat, mahasiswa sebagai kelompok yang akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur
perekonomian dan prestise dalam masyarakat dengan sendirinya merupakan elit di dalam kalangan angkatan muda.
74
Kebijakan “massa mengambang” Orde Baru memberikan watak khas kepada seluruh kehidupan politik mayarakat Indonesia yakni tak terorganisir dis-
74
Arbi Sanit, Sistim Politik Indonesia, Jakarta: Penerbit CV. Rajawali, 1981, hal.107-110.
Universitas Sumatera Utara
organisasi dan tak berorganisasi de-organisasi. Watak dis-organisasi dan de- organisasi dari semua politisasi tersebut, karena ada fakta bahwa politisasi
tersebut tidak mewujud dalam bentuk organisasi permanen—yakni dalam bentuk partai, serikat buruh atau gerakan politik besar—menyebabkan radikalisasi yang
mendalam tersebut sering dianggap enteng.
Namun pergolakan yang dilakukan mahasiswa dan kaum intelektual lainnya berhasil meruntuhkan kebijakan ”massa mengambang” tersebut. Budaya
politik “massa mengambang” benar-benar mati dan dikuburkan. Tapi de- organisasi masih mendominasi. Ditandai dengan aksi-aksi dan radikalisasi yang
dilakukan oleh berbagai gerakan mahasiswa di setiap daerah di Indonesia.
Kediktatoran Soeharto dikalahkan oleh aksi. Itulah juga esensi krisis politik Orde Baru yaitu ketidakmampuannya memerintah dengan landasan
kebijakan “massa mengambang”, memaksakan kepasifan. Cerita tentang kemenangan mobilisasi massa merupakan, pada satu tingkat, cerita tentang
keputusan yang sadar dan komitmen yang gigih dari sekelompok kecil orang yang menghidupkan kembali aksi massa sebagai suatu bentuk perjuangan politik
selama tahun 1990-an. Dalam makna tersebut, Soeharto bukan saja jatuh dari kekuasaan, dia didorong jatuh.
Makna perluasan dan cengkraman bentuk perjuangan yang khusus ini— aksi—dalam masyarakat Indonesia, khususnya saat aksi akhirnya telah menjadi
fenomena massa, adalah sebagaimana yang dikatakan Aspinal, “memberikan suatu prediksi akan terjadi konfrontasi antara negara dan masyarakat”. Tapi aksi,
tentu saja, tidak mengembangkan kekuatan tersebut sekadar karena merupakan
Universitas Sumatera Utara
perwujudan metafisik keinginan kaum radikal, yang memulai gerakan sejak tahun 1980-an. Pada satu tingkat, aksi adalah suatu bentuk aksi politik: mobilisasi protes
dalam bentuk aksi pemogokan, aksi pendudukan lahan, aksi mogok makan, aksi pengumpulan massa, aksi pawai arak-arakan, aksi duduk. Tapi, sebagai
suatu intervensi ke dalam proses sosial, budaya, politik dan ekonomi yang sudah ada, ia menjadi bukan sekadar suatu bentuk aksi.
Begitu aksi meluas, berzigzag di sepanjang satu dekade perkembangan politik, maka proses tersebut juga telah memfasilitasi awal dari re-organisasi kelas
popular yang tak terorganisir. Peningkatan dan oposisi yang sangat menyerang tersebut, yang dihadapi Orde Baru selama tahun 1990-an, meningkatkan
pengorganisasian segemen-segmen masyarakat lebih banyak lagi. Komite aksi, kelompok diskusi, koalisi kampanye, kelompok advokasi baru, tumbuh bagai
jamur. Lebih jauh lagi, proses tersebut merupakan fenomena skala nasional, yang terjadi mulai dari Aceh hingga Papua. Namun demikian, fenomena yang paling
penting dipahami adalah bahwa bentuk aksi itu sendiri menjadi suatu bentuk organisasi. Struktur organisasi selalau ada dalam aksi dan, dalam berbagai kasus,
didokumentasikan dalam kronologi. Ada pembagian kerja, peran yag pasti dari “anggota” selama aksi, pendirian kolektif yang sadar dalam menghadapi aparat
negara sebagaimana juga terhadap k
elompok lain. Keduanya merupakan aktivitas yang secara langsung melibatkan orang-orang dan sebagai sesuatu yang sedang diselidiki oleh orang-
orang untuk dijadikan contoh atau model, aksi merupakan suatu mekanisme pengorganisasian kembali.
Universitas Sumatera Utara
2. Gerakan Mahasiswa Dalam Perspektif Kepentingan Kelas.