Proses Persuasi Teori-teori Persuasi

maupun sosiologis dari komunikan yang hendak dipengaruhi dengan demikian persuasi bukan merupakan pembujukan terhadap seseorang ataupun suatu kelompok untuk menerima pendapat yang lain.

II.4.2. Proses Persuasi

1. Hubungan timbal balik antara tujuan, nilai dan kebutuhan a. Opini b. Struktur sikap kepercayaan 2. Menghubungkan pesan dengan motivasi a. Membuat hubungan b. Hubungan atau kontingensi c. Kategorisasi d. Persamaan e. Hubungan saling mendukung f. Hubungan koinsidental Iriantara, 1994:43-49

II.4.3. Teori-teori Persuasi

1. Teori Belajar Persuasi Teori belajar persuasi sejajar dengan model S-R Stimulus-Response yang memandang manusia sebagai suatu entitas pasif dari model S-O-R Stimulus-Organisme- Response yang memandang belajar persuasif sebagai suatu gabungan produk pesan yang diterima individu yang bertindak berdasarkan pesan-pesan tersebut agar menghasilkan akibat-akibat persuasif. Universitas Sumatera Utara Pada tingkat tertentu, teori belajar S-O-R menerima dalil beberapa keadaan motivasi internal yang harus “digerakkan” sehingga persuasi bisa dilangsungkan. Keadaan motivasional pada umumnya digambarkan sebagai sesuatu yang menyakitkan atau tidak menyenangkan; keadaan ini pun mendorong organisme untuk mencari perlindungan dari hal-hal yang tidak menyenangkan Iriantara, 1994:14-15. 2. Teori Persepsi Persuasi Bila teori S-R memusatkan pada input dan output eksternal, maka teori persepsi secara khusus mengkaji dunia pengalaman batin, cara suatu dunia memandang individu yang sedang menerima dunia tersebut. Sikap bukan sekedar respon perilaku seperti “gambaran di kepala kita” picture in our heads, menilai kerangka pengalaman kita dengan predisposisi kita ke arah respon perilaku. Persuasi dipandang sebagai sebuah proses untuk menyusun kembali kategori-kategori perseptual berdasarkan isyarat-isyarat yang sudah terhimpun dari lingkungan dan nilai serta kebutuhan internalnya. Jauh dari gambaran sugesti kewibawaan sebagai proses pelaziman yang berlangsung dengan sendirinya para ahli teori persepsi seperti Solomon Asch 1952, meyakini bahwa keterhubungan antara sumber kewibawaan dengan kedudukan mereka sebelumnya tidaklah bersifat persuasif, selain itu mereka yang telah menyampaikan pesan memiliki pngaruh yang justru bersifat persuasif karena mereka menarik pendengar untuk merestrukturkan atau menyusun kmbali persepsi mereka pada objk sikapnya Iriantara, 1994:17. 3. Teori Fungsional Persuasi Ada sejumlah teori fungsional Kelman, 1961; Smith, Bruner dan White, 1956. Tetapi kita akan memusatkan pada suatu teori yang sudah dikembangkan oleh Daniel Katz 1960. Katz menempatkan posisi untuk mendamaikan kontroversi “rasionalitas-irasional” yang terjadi antara para ahli teori belajar dan teoritis persepsi. Seperti seorang pendeta Universitas Sumatera Utara Yahudi yang dihadapkan kepada suami yang marah dan dalam waktu yang bersamaan membenci isteri, ia berpendapat bahwa keduanya boleh jadi benar, tapi masing-masing harus memiliki syarat-syarat tertentu. Menurut Katz, strategi persuasi yang baik tidak dapat dikembangkan sampai seorang mengetahui, apakah sikap tertentu yang dilakukan olh seorang penerima pesan, membantu penyesuaian, pertahanan ego, pengekspresian nilai, atau sebuah fungsi pengetahuan, misalnya tidak akan dipersuasi oleh argumen yang menghubungkan adopsi dengan proposal yang sudah ada dengan imbauan bagi kepentingan dirinya Iriantara, 1994:21-22. 4. Teori Keseimbangan Persuasi Asumsi yang dicari secara psikologis, konsisten dengan pandangan tentang dunia kita- pertama dinyatakan oleh para teoritis persepsi-berfungsi sebagai premis mayor untuk sjumlah teori “keseimbangan”, sebagian merujuk pada nama tersebut, yang lainnya mengacu dengan berbagai cara pada tori “konsistensi” atau teori “disonasi” Iriantara, 1994:23. II.5. GURU II.5.1. Pengertian Guru