Lendutan Tanpa Perkuatan Studi Pustaka

Pembangunan jalan di atas tanah lunak akan menghadapi beberapa masalah geoteknik. Salah satunya adalah masalah lendutan yang besar dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Untuk timbunan badan jalan diperlukan analisis stabilitas dan lendutan sehingga tinggi timbunan yang dikehendaki untuk badan jalan tidak akan mengalami lendutan lagi setelah konstruksi selesai Juliet, 2006. Timbunan badan jalan diatas tanah lunak akan mengalami lendutan yang besar dan kemungkinan runtuh akibat kurangnya daya dukung tanah lunak terhadap beban timbunan Djarwardi, 2006. Ketika suatu lapisan tanah ada penambahan pembebanan diatasnya misalnya pondasi atau timbunan tanah diatasnya, maka partikel tanah akan mengalami penambahan tegangan, lendutan muka air tanah sehingga pada tanah terjadi lendutan. Tanah dasar subgrade lunak menimbulkan banyak masalah kerusakan pada perkerasan jalan raya, sehingga perkerasan yang terletak pada tanah dasar lunak ini sering membutuhkan biaya pemeliharaan dan rehabilitasi yang besar sebelum perkerasan mencapai umur rancangannya. Tanah lunak adalah tanah yang memiliki kuat geser undrained lapangan kurang dari 25 kPa dan kompresibilitas tinggi litbang, 2001.

2.1.2 Lendutan dengan Perkuatan Kolom Soil Cement

Para insinyur geoteknik telah mengembangkan beberapa alternatif untuk mengatasi masalah tanah lunak, termasuk penggunaan vertical drain, preloading, Geosynthetics, concrete pile, stone column and deep mixing columns. Deep mixing adalah metode untuk menstabilkan tanah lunak dengan menambahkan pengikat kering atau basah kedalam tanah dalam rangka untuk meningkatkan stabilitas dan mencegah lendutan yang tidak seragam pada timbunan tanah dan pondasi dangkal Alwi, 2007. Metode ini telah digunakan untuk mencegah kelongsoran, mengontrol rembesan, mencegah lendutan, memperbaiki sifat teknis tanah Hidrat semen yang bereaksi dengan tanah lunak membentuk soil cement untuk mengurangi lendutan bangunan dan meningkatkan daya dukung dukung tanah. Efek pengurangan lendutan tergantung pada luas dan beban yang dipikul Boussida dan Porbaha, 2004. Umumnya kapur adalah satu-satunya pengikat untuk menstabilkan tanah lunak tetapi sejak pertengahan 1980-an diganti semen karena kekuatan yang lebih tinggi Nozu, 2005. Di lapangan, semen disuntikkan menggunakan sistem pompa dan dicampur dengan tanah lunak dengan alat khusus Ahnburg, dkk , 2002. Diameter kolom ini berkisar dari 0,5 - 0,75m dengan jarak 1 sampai 1,5 m dari pusat ke pusat, dan panjang kolom bervariasi dari 10 sampai 30 m Porbaha, 1998. Soil cement berperan penting dalam memperbaiki tanah bermasalah. Di Jepang soil cement dengan diameter 1m telah digunakan untuk mengurangi lendutan bangunan. Soil cement dipasang dalam pola persegi atau persegi panjang. Dengan nilai UCS dari pencampuran soil cement 2 sampai 4 MPa dengan kadar semen dari 200 hingga 300 kg m3 Hibino, 1996. Di Cina kolom soil cement dengan diameter 0,5m dan rasio luas 22, telah digunakan untuk memperkuat pondasi gedung bertingkat. Daya dukung kolom soil cement adalah 520 - 650 kPa pada kadar semen 20 Yuewen, 1996. Menstabilisasi tanah lempung dengan kapur dengan diameter kolom 5m dan spasi antar kolom 1,4m dapat meningkatkan kekuatan geser undrained 6 - 9 kPa dan Modulus Elastisitas 60 - 175 kPa Holm, dkk, 1983.

2.1.3 Hubungan antara Konfigurasi Kolom Soil Cement Terhadap Lendutan

Hasil analisis 2 buah kolom soil cement dengan diameter 0,2 m dan jarak 0,5 m terjadi lendutan 13,8 mm. Sedangkan 1 buah kolom soil cement dengan diameter 0,7 m terjadi lendutan 17,8 mm Muntohar, 2013. Hasil analisis perkuatan kolom soil cement dengan diameter 1m dan jarak 1,5 m menunjukan bahwa lendutan yang terjadi dapat mereduksi sampai 40 Ali, dkk, 2012. Kolom kapur dengan jarak yang rapat dapat mengurangi lendutan hingga 50 Soyez, dkk, 1983.

2.1.4 Analisis Lendutan Menggunakan MEH

Hasil komparasi metode eksperimental dan keluaran hasil Plaxis menunjukan hasil yang signifikan Muntohar, 2013. Perilaku konsolidasi dari kolom soil cement dapat juga diprediksi menggunkan program plaxis Horpibulsuk, dkk ,2012. Serta beberapa peneliti yang mengunakan metode elemen hingga untuk perbaikan tanah lain seperti Muntohar, Suksun Horpibulsuk, dan Ali Dehghan