Hubungan antara Konfigurasi Kolom Soil Cement Terhadap Lendutan Analisis Lendutan Menggunakan MEH

Banadaki. Peneliti mengenai perbaikan tanah dengan dengan kolom soil cement menggunakan metode elemen hingga sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1.Beberapa peneliti perbaikan tanah dengan kolom soil cement menggunakan metode elemen hingga Nama Peneliti Metode Pokok bahasan Hasil Muntohar, A. S., Rahman, M. E., Hashim, R. and Islam, M. S. 2013 Plaxis 2D Nilai lendutan dari kelompok kolom soil cement pada tanah gambut. Nilai lendutan teori 14mm dan plaxis 2d sebesar 13,8mm. Suksun Horpibulsuk,Avirut Chinkulkijniwat,Arn on Cholphatsron , Jirayut Suebsuk and Martin D. Liu 2012 Plaxis 2D Waktu konsolidasi kolom soil cement Perhitungan waktu konsolidasi adalah 33000 hari sedangkan plaxis 34000hari. Ali Dehghan Banadaki, Kamarudin Ahmad, dan Nazri Ali. 2012 Plaxis 3D Lendutan pondasi dangkal dengan kelompok kolom soil cement pada tanah gambut. Kolom soil cement dapat mereduksi lendutan sampai 40. Meskipun banyak penelitian mengenai numerik dan aspek eksperimental kolom soil cement, penelitian tentang analisis lendutan kolom soil cement pada tanah lunak dibawah perkerasan kaku menggunakan metode elemen hingga Plaxis 3D belum pernah dilakukan. Sehingga perlu diteliti mengenai perilaku kolom soil cement, tanah lunak dan struktur perkerasan kaku itu sendiri yang dapat dilihat dari nilai besaran lendutan yang terjadi berdasarkan hasil analisis dari program Plaxis 3D.

2.2 Landasan teori

2.2.1 Lendutan Tanpa Perkuatan

Dalam menghitung lendutan pelat yang terletak di atas tanah, pelat dianggap sebagai balok lurus yang didukung oleh media elastik di seluruh bentangnya seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. Balok ini dibebani oleh gaya-gaya vertikal yang berakibat balok melendut ke bawah. Akibat gaya-gaya vertikal tersebut tanah sebagai media elastis memberikan reaksi gaya-gaya yang tersebar di seluruh pendukungnya tanah. Analisa lendutan balok pada fondasi elastis perkerasan kaku dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa gaya reaksi pada setiap titik akan sebanding dengan defleksi pada titik tersebut. Asumsi ini pertama kali dikembangkan oleh Winkler tahun 1867 Hetenyi,1974. Gambar 2.1. Perilaku balok menerus yang dibebani di atas media elastis Hetenyi, 1974 Berdasarkan gaya reaksi ini dibuat asumsi dasar bahwa, besarnya p pada setiap titik sebanding dengan defleksi balok y pada titik tersebut sehingga p=k.y. Gaya reaksi diasumsikan bekerja vertikal dan berlawanan dengan defleksi balok. Pada saat terdefleksi ke bawah, akan terjadi tekanan media pendukung, sebaliknya jika terjadi defleksi ke atas akan terjadi tarikan pada media pendukung sehingga diasumsikan media pendukung dapat menahan tarikan. Asumsi p=k.y mengimplikasikan bahwa media pendukung bersifat elastis dengan kata lain berlaku hukum Hooke. Elastisitas media pendukung dapat dirumuskan sebagai gaya yang terdistribusi persatuan luas akan menyebabkan defleksi yang besarnya satu satuan. Balok yang ditinjau mempunyai penampang melintang yang sama, dengan lebar didukung fondasi B, sehingga defleksi pada balok ini akan menyebabkan reaksi besar B k pada fondasi, akibatnya, pada titik defleksi akan menimbulkan reaksi persatuan luas sebesar p= B.k v .y dengan k v yang sudah memperhitungkan lebar balok. Pada saat balok terdefleksi, reaksi yang terjadi tidak hanya pada arah vertikal tetapi, kemungkinan terjadi reaksi arah horisontal pada sepanjang permukaan balok yang menempel pada tanah. Pada analisis, pengaruh gaya horisontal tersebut diabaikan karena kontribusinya kecil. Semua tanah yang mengalami tegangan akan mengalami regangan di dalam kerangka tanah tersebut. Regangan ini disebabkan oleh penggulingan, penggeseran, atau penggelinciran dan terkadang juga karena kehancuran partikel- partikel tanah pada titik-titik kontak, serta distorsi elastis. Akumulasi statistik dari deformasi dalam arah yang ditinjau ini merupakan regangan. Integrasi regangan deformasi per satuan panjang sepanjang kedalaman yang dipengaruhi oleh tegangan disebut lendutan. Metode lendutan seperti ini sebagian besar tidak dapat mengembalikan tanah pada keadaan semula apabila tegangan ditiadakan karena terjadi pengurangan angka pori yang permanen. Regangan pada tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus yang kering atau jenuh sebagian akan terjadi sesudah bekerjanya tegangan. Bekerjanya tegangan terhadap tanah yang berbutir halus yang jenuh akan menghasilkan tegangan yang bergantung pada waktu. Tanah merupakan materi dasar yang menerima sepenuhnya penyaluran beban yang ditimbulkan akibat konstruksi bangunan yang dibangun diatasnya. Tanah yang ada dipermukaan bumi mempunyai karakteristik dan sifat yang berbeda-beda. Hal ini merupakan suatu tantangan bagi perekayasa konstruksi untuk memahami perilaku tanah yang dihadapi dalam perencanaan konstruksi dengan jalan melakukan penyelidikan dan penelitian terhadap sifat-sifat yang dimiliki tanah, yang tentunya hasilnya tidak mutlak tepat dan benar akan tetapi paling tidak kita dapat melakukan pendekatan secara teknis Wiqoyah, 2006. Ada beberapa persoalan yang menyangkut tanah dasar subgrade antara lain: 1. Perubahan bentuk tetap deformasi permanent dari macam tanah tertentu akibat beban lalu lintas. 2. Sifat mengembang dan menyusut tanah tertentu akibat perubahan kadar air.