Analisis Keluarga Informan IV

4.2.1.4 Analisis Keluarga Informan IV

Pada sesi wawancara informan IV ini juga tidak mau diwawancarai di rumahnya, peneliti dan pasangan suami istri ini bertemu dan melakukan wawancara di salah satu mall di Madiun. Wawancara dilakukan pada tanggal 15 Mei 2010 jam 13.00 WIB, wawancara pertama di tujukan untuk bapak ”B” sementara si istri menemani sambil makan siang terlebih dahulu, dan begitu sebaliknya saat mbak ”M” melakukan wawancara dengan peneliti pak ”B” bergantian untuk makan siang. Proses wawancara cukup lancar, dilakaukan di tempat dan waktu yang sama dan pasangan ini cukup terbuka dengan pertanyaan yang peneliti ajukan. Dan terlihat sekali dari bahasa non verbal pada pasangan ini, si istri lebih sedikit pendiam dan takut pada suaminya. Berikut pernyataan suami informan IV ini mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri. Berikut pernyataannya : Informan IV ”Saya sebenarnya kasihan istri saya, saya tahu ini membuat beban mental buat dia dalam menjalankan nikah siri ini. Apalagi tanpa restu orang tua saya alias kawin lari”. ”Kami berusaha sebaik mungkin menyelesaikan masalah dalam hal apapun, tetapi keputusan akhir tetap ada pada saya selaku kepala keluarga”. ”Istri saya kan juga masih belum terlalu dewasa jadi masih seperti anak kecil, jadi lebih baik saya saja yang mengambil keputusan”. Berikut pernyataan ”M” dari hasil kroscek mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri. Berikut pernyataannya : Kroscek ”Meskipun hubungan kami ini tidak di restui orang tua suami saya, tapi kami sangat serius dalam pernikahan ini”. ”Setiap ada masalah apapun kami berusaha menyelesaikan sebaik mungkin, suami saya jauh usianya lebih tua dari saya jadi dia lebih mendominasi segala hal urusan rumah tangga”. ”Saya diberi kebebasan untuk berpendapat, namun keputusan akhir tetap pada suami saya”. Informan IV ini hampir sama dengan informan I, pada dasarnya komunikasi interpersonal antara suami istri informan IV ini kurang baik. Disebabkan tidak adanya interaksi yang baik pada saat mereka bertemu dan melakukan komunikasi, hal ini terjadi karena tidak adanya kesepakatan pandangan kedua belah pihak pada dasarnya mereka berdua berbeda pola pikirnya yang mengakibatkan salah satu dari mereka ingin mendominasi dalam segala urusan rumah tangga. Bapak ”B” memiliki sifat kaku dan overprotected terhadap istrinya dan bapak ”B” masih menganggap istrinya ini belum dewasa karena umurnya terlampau jauh, sehingga ”M” sering kali tidak nyaman jika berpendapat dalam setiap permasalahan rumah tangganya. Sehingga si istri lebih mengalah jika suami sudah mengambil keputusan walaupun si istri keberatan. Hal ini sangat berpengaruh dalam cara berkomunikasi tentang bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Berikut pernyataan ”B” suami informan III : Informan IV ”Saya dari awal sudah membuat surat hitam diatas putih dengan kesepakatan kita masing-masing, memang yang ada di benak saya waktu menikah siri dengan istri saya ini adalah harta warisan, karena saya jauh lebih tua ya dan kalau terjadi apa- apa sama saya, saya nggak mau istri dan anak-anak terlantar”. ”Dan saya juga sangat tidak mau dan tidak punya pikiran untuk berpisah dengan dia meskipun menikah secara siri, maka dari itu saya yang mengambil keputusan dari awal”. ”Tapi karena disini saya saja yang bekerja dan saya juga bisa dikatakan dari keluarga mampu, jadi keputusan akhirnya tetap di saya”. ”Sempat ada ketidaksetujuan sebenarnya pada keputusan itu tapi saya tidak mau tahu, karena posisi saya disini adalah seorang kepala rumah tangga”. Berikut hasil kroscek dari pernyataan ”M” istri dari informan IV bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Yang pada saat wawancara ekspresi wajahnya sedikit tertekan. Berikut pernyataannya : Kroscek IV ”Bukan bermaksud mendoakan suami saya cepat meninggal juga, tapi kita kan tidak terdaftar dalam catatan pernikahan di KUA atau hukum, jadi memang benar bisa sangat sulit ngurusnya mbak”. ”Kita pake hukum islam saja tentang hak warisan ini, jadi seperti apa yang dikatakan suami saya tadi, kita sudah buat surat perjanjian hitam diatas putih dengan kesepakatan kita bersama dan sesuai hukum islam tentang hak waris”. ”Walaupun disini saya posisinya tidak bisa menuntut apa-apa karena suami saya lebih mendominasi keputusan ini, saya juga tidak terlalu tahu tentang masalah hak waris ini”. ”Pernah sempat keberatan dengan keputusan suami saya tentang hak waris ini, tapi saya malah bertengkar dan mau di tinggal pergi mbak sama suami saya”. ”Akhirnya saya saja yang mengalah, saya paling takut ditinggal suami saya pergi karena saya ini anak orang nggak punya mbak pengen bantuin orang tua saya dengan saya menikah sama orang mampu”. ”Saya juga pengen banget nikah secara sah dan disetujui orang tua, mungkin terlalu cintanya saya sama suami jadi saya manut saja sama beliau”. Informan IV hampir sama dengan informan I hanya saja pada pasangan suami istri informan IV membuat perjanjian hitam diatas putih untuk masalah pembagian hak waris dalam pernikahan siri mereka. Peneliti menyimpulkan pola pemisah tidak seimbang adalah yang diterapkan pada informan IV ini, bahwa satu orang dalam keluarga suami atau istri mendominasi. Maka dari itu, satu orang ini secara teratur mengendalikan hubungan dan hampir tidak pernah meminta pendapat kedua belah pihak si suami atau istri. Pola komunikasi pemisah tidak seimbang ini merupakan pola komuniksai yang buruk dan dapat menimbulkan perpecahan. Hal ini disebabkan oleh keinginan salah satu pihak untuk mengusai pihak yang lain.

4.2.1.5 Analisis Keluarga Informan V