Analisis Keluarga Informan 2 Pola Komunikasi Antara Suami Istri yang Menikah Siri Tentang Hak

Peneliti menyimpulkan bahwa suami istri pada informan I menggunakan pola komunikasi Pemisah Tidak Seimbang, dalam pola komunikasi pemisah tidak seimbang, satu orang dalam keluarga si suami atau istri mendominasi. Maka dari itu, satu orang ini secara teratur mengendalikan hubungan dan hampir tidak pernah meminta pendapat kedua belah pihak si suami atau istri. Pola komunikasi pemisah tidak seimbang ini merupakan pola komuniksai yang buruk dan dapat menimbulkan perpecahan. Hal ini disebabkan oleh keinginan salah satu pihak untuk mengusai pihak yang lain, dalam hal ini informan I sebagai suami ingin menguasai dan mendominasi segala hal menyangkut urusan rumah tangga termasuk dalam masalah pembagian hak waris, informan I khususnya istri tidak menginginkan adanya campur tangan hukum untuk menuntut haknya dalam pembagian hak waris. Tidak ada perjanjian hitam dia atas putih dan lain sebagainya, hanya rasa keikhlasan dan kesadaran bersama saja dalam pembagian hak waris. Setidaknya hal ini yang dapat ditangkap peneliti dari hasil wawancara dengan suami istri dari informan I.

4.2.1.2 Analisis Keluarga Informan 2

Pada tanggal 8 Mei 2010 jam 11.30 peneliti mewawancarai Informan I suami bapak ”A” di rumahnya di daerah Manisrejo Madiun, kedatangan peneliti ke rumahnya di sambut dengan baik walaupun bapak ”A” ini sedikit pendiam. Peneliti harus lebih pintar membawa suasana agar tidak tegang dalam wawancara, sesekali melemparkan candaan-candaan. Sedangkan wawancara untuk si istri ibu ”T” dilakukan pada sore hari di hari yang sama yaitu jam 16.00, karena pada saat sore hari suaminya selalu melakukan olahraga badminton di luar rumah. Ibu ”T” ini juga sedikit pendiam tetapi lebih tegas daripada suaminya, dengan ditemani minuman hangat peneliti mewawancarai informan dengan cukup lancar. Pernyataan suami informan II ini mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri. Berikut pernyataannya : Informan II ”Saya ini orang yang pendiam mbak jadi harap maklum kalau jawabannya singkat- singkat ya”. ”Saya sangat mengerti sekali kalau pernikahan secara siri itu merugikan pihak perempuan dan anak, tapi mau gimana lagi kalau keadaannnya begini”. ”Daripada timbul fitnah dan tuduhan kumpul kebo mending saya menikah siri dulu yang dimata Tuhan sah, walaupun orang tua istri saya dan anak-anak kami masing- masing dari hasil perkawinan kita sebelumnya tidak setuju”. ”Kalaupun ada konflik kita tidak setiap hari membicarakannya, tetapi jika ada konflik saya punya pendapat sendiri dan istri saya juga punya pendapat sendiri”. ”Sama-sama memiliki porsi masing-masing untuk menyelesaikannya, dibuat gampang sajalah tidak mau terlalu ribet”. Berikut pernyataan ibu ”T” dari hasil kroscek mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri. Berikut pernyataannya : Kroscek ”Kalau ada masalah saya dan suami saya punya pendapat masing-masing dan memiliki penyelesaian masing-masing, sering nggak nemu jalan keluarnya sih tapi ya gimana lagi, mungkin dari sebelum nikah kita sudah mandiri, punya pekerjaan sendiri-sendiri”. ”Jadi kebawa sampe sekarang kita sering menyelesaikan masalah dengan keputusan sendiri-sendri, memang tidak baik sih sebenarnya tapi kita tidak pernah keberatan dengan keputusan itu”. Dari pernyataan suami istri informan II ini mereka sering melakukan komunikasi dan menganggap bahwa dalam hal komunikasi sebenarnya mereka tidak ada masalah. Tapi setiap ada unek-unek mengenai pasangannya atau masalah yang lainnya si istri jarang sekali mengkomunikasikannya dengan suaminya, karena dia menganggap suaminya tidak pernah memperhatikannya dan memiliki sikap yang cuek sekali. Berikut pernyataan bapak ”A” dari informan II saat ditanyai tentang bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Berikut pernyataannya : Informan II ”Kalau masalah hak waris memang kita pernah membicarakannya dari awal pernikahan atau bisa dikatakan komitmen dan perjanjian meskipun tidak ada hukum yang mengikat, jadi hanya rasa kemanusiaan saja kita membuat komitmen itu”. ”Sebelum menikah kita memang sudah punya penghasilan masing-masing sampai sekarang ini, jadi tidak terlalu sulitlah untuk masalah warisan karena kita sudah punya penghasilan masing-masing”. ”Yang penting saya juga tiap bulan ngasih istri saya uang belanja dan buat anak- anak”. Berikut hasil kroscek dari pernyataan ibu ”T” informan II bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Berikut pernyataannya : Kroscek ”Sama saja mbak cara berkomunikasinya seperti pernyataan tadi dengan masalah hak warisan, karena memang umur tidak ada yang tahu ya mbak dan suami saya itu cuek orangnya, jadi harus saya duluan yang mengawali semua pembicaraan”. ”Kami memang sudah pernah membicarakan di awal pernikahan masalah hak warisan, kami sepakat penghasilan kita masing-masing ya milik kita masing-masing nggak dibagi-bagi kalau salah satu dari kita meninggal duluan”. ”Jadi nggak terlalu ribet dan kita juga tidak ada yang keberatan dengan keputusan ini, yang penting sekarang ini suami saya masih memberi nafkah setiap bulan walaupun tidak terlalu cukup juga buat anak-anak”. Bapak ”A” adalah tipe seorang suami yang cuek, sedangkan istrinya juga orang yang tidak mau mengambil pusing terhadap konflik yang dihadapinya. Sehingga mereka memiliki penyelesaian sendiri-sendiri, apalagi mereka memiliki pekerjaan masing-masing yang tidak terlalu sulit untuk mengatasi hak warisan dalam pernikahan sirinya. Peneliti menyimpulkan bahwa pasangan suami istri Informan II ini menggunakan pola keseimbangan terbalik, dimana masing-masing anggota keluarga suami istri mempunyai otoritas diatas daerah atau wewenang yang berbeda masing-masing. Suami istri adalah sebagai pembuat keputusan konflik yang terjadi antara keduanya suami-istri, dianggap bukan ancaman oleh si suami atau si istri, karena keduanya memiliki keahlian sendiri-sendiri untuk menyelesaikannya. Informan II juga tidak ingin permasalahan hak waris ini sampai ketangan hukum karena memang tidak mungkin dalam pernikahan siri, sehingga mereka lebih memilih untuk mengambil keputusan masing-masing dalam penghasilannya pekerjaannya.

4.2.1.3 Analisis Keluarga Informan III