Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data Pembahasan

8

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Penelitian pola komunikasi antara suami istri yang menikah siri tentang hak waris yang tinggal di Madiun. Penelitian ini mengambil informan sepasang suami istri yang menikah secara siri, mengambil 5 informan yang diharap mampu memberikan semua data yang dibutuhkan, dari masing-masing informan memiliki banyak perbedaan latar belakang. ekonomi, pendidikan dan kebiasaan Bila diperhatikan, semua informan memiliki berbagai macam persamaan dan juga perbedaan, jika dilihat dari alasan mereka menikah secara siri dan bagaimana pola komunikasi antara suami dan istri yang menikah siri tentang pembagian hak waris jika pernikahan mereka tidak tercatat dalam catatan hukum negara. Secara keseluruhan wawancara berlangsung cukup lancar, dimana sebagian besar informan mau terbuka dalam menjawab pertanyaan yang peneliti ajuakan dan juga mengungkapkan secara mendalam bagaimana pola komunikasi antara suami istri yang menikah siri tentang hak waris, bahkan beberapa informan mengungkapkan hal- hal yang sebenarnya tidak peneliti ajukan. 35

i. Penyajian Data

Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan di Madiun. Dan sebagaimana telah ditetapkan sebelumnya, subyek penelitian yang dijadikan informan tidak dapat dibatasi atau ditentukan berapa jumlahnya, tetapi dipilih beberapa informan yang dianggap mengetahui, memahami permasalahan yang terjadi sesuai substansi penelitian ini. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menggambarkan pola komunikasi suami istri yang menikah siri tentang hak waris. Data diperoleh dengan melakukan observasi dan indepth interview yang dilakukan terhadap suami istri yang menikah secara siri. Wawancara dilakukan untuk mengamati perilaku dan perkembangan dari situasi yang diteliti itu sendiri. Data diperoleh dengan menggunakan indepth interview wawancara mendalam, yaitu orang-orang yang dianggap mengetahui, memahami permasalahan yang terjadi sesuai substansi penelitian sehingga dapat menghasilkan data berupa kata-kata dan tindakan yang memungkinkan narasumber untuk mendefinisikan dirinya sendiri. Wawancara digunakan untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya dari informan. Setelah seluruh data diperoleh dari wawancara mendalam, data secara kualitatif di analisis sehingga diperoleh gambaran, jawaban serta kesimpulan dari pokok permasalahan yang diangkat. INFORMAN 1 Informan I adalah seorang suami yang berinisial ”N” 51 tahun yang menikah siri dengan istri berinisial ”A” 47 tahun bekerja sebagai wiraswasta, Pasangan suami istri ini tinggal di daerah Dumai Madiun, sang suami bekerja sebagai pegawai negeri yang ditugaskan di Balikpapan selama 1 Tahun terakhir ini. Sedangkan si istri bekerja sebagai wiraswasta, setiap satu minggu sekali tepatnya akhir pekan suaminya pulang ke Madiun ataupun sebaliknya si istri yang ke Balikpapan. Pasangan suami istri ini sudah menikah siri selama 3 tahun, si istri lebih memilih tinggal di Madiun saja karena masih mengurus orang tuanya. Alasan mereka melakukan pernikahan siri ini adalah untuk menghindari zina, karena masing-masing dari anak mereka tidak menyetujui kalau ”A” dan ”N” ini menikah dengan alas an ”N” adalah duda dengan lima anak serta ”A” adalah janda dengan dua anak. Jadi pernikahan siri ini tidak diketahui oleh anak mereka masing-masing, ”A” dan ”N” tidak memiliki anak dari hasil pernikahan sirinya. INFORMAN II Informan II adalah seorang suami yang bekerja sebagai wiraswasta yang berinisial ”A” 44 tahun yang menikah siri dengan istrinya yang berinisial ”T” 44 Tahun yang bekerja di swasta dan bertempat tinggal di daerah Manisrejo Madiun. Pasangan suami istri ini juga tidak memiliki anak dari hasil pernikahan sirinya, pasangan suami istri ini sudah menikah secara siri selama 2 tahun. Sedangkan alasan mereka menikah secara siri hampir sama dengan informan I karena untuk menghindari zina, anak mereka masing-masing dan orang tua dari pihak istri ini tidak menyetujui hubungan mereka. INFORMAN III Informan III ini adalah suami yang berinisial ”L” 25 tahun bekerja sebagai makelar di salah satu perusahan motor, sang istri ”F” 27 tahun lebih tua usianya dari suaminya yang bekerja sebagai pekerja di pabrik makanan. Pasangan suami istri ini memiliki dua anak dari hasil pernikahan sirinya yang sudah dijalaninya selama 4 tahun dan bertempat tinggal di Jalan Kalimantan Madiun. Alasan mereka menikah secara siri adalah si istri ”F” terlanjur hamil dulu sebelum menikah, sedangkan kedua belah pihak keluarga belum memiliki uang untuk menikahkan pasangan ini secara sah menurut agama dan hukum. Jadi mereka memilih menikah secara siri dulu agar tidak ada tuduhan yang negatif dari keluarga besar dan orang lain. INFORMAN IV Informan IV adalah pasangan suami istri yang bertempat tinggal di daerah Kanigoro Madiun, sang suami yang bernama ”B” 37 tahun bekerja sebagai pegawai di salah satu perusahaan asuransi di Madiun. Sang istri yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga bernama ”M” 23 tahun, pasangan ini sudah menikah secara siri selama dua tahun dan memiliki satu anak dari hasil pernikahan siri ini. Alasan mereka menikah secara siri karena orang tua dari ”B” ini tidak menyetujui hubungan mereka karena ”M” ini adalah dari keluarga yang tidak mampu. ”B” tetap menikah dengan ”M” karena mereka saling mencintai dan mereka menghindari perbuatan zina dengan cara menikah secara siri tanpa sepengetahuan orang tua ”B” yang sekarang ini tinggal di Tasikmalaya. INFORMAN V Informan V ini adalah suami istri yang bertempat tinggal di daerah Serayu Madiun, pasangan suami istri ini sudah menjalani pernikahan siri selama lima tahun. Sang suami yang berinisial ”H” 45 tahun bekerja sebagai PNS Pegawai Negeri Sipil, sedangkan istri yang berinisial ”N” 40 tahun bekerja sebagai pelatih senam salsa. Alasan pasangan ini menikah secara siri karena sang suami ”H” sudah memiliki istri dengan dua anak, sebenarnya hubungan ”H” dengan istri pertama atau sahnya ini sudah pisah ranjang dan akan bercerai. Tetapi karena ”H” ini adalah seorang Pegawai Negeri Sipil maka cukup sulit untuk bercerai dan berakibat tidak baik pada pekerjaannya, seperti tidak bisa naik jabatan bahkan bisa di keluarkan dari pekerjaannya jika perceraian terjadi. Maka dari itu ”H” dan ”N” menikah secara siri dengan sepengetahuan istri pertamanya, pasangan ini tidak memiliki anak dari hasil pernikahan sirinya.

4.1.3 Identitas Responden

Dalam penelitian ini yang dijadikan informan adalah suami istri yang menikah secara siri yang bertempat tinggal di kota Madiun. Informan berasal dari berbagai macam latar belakang pendidikan, perguruan tinggi dan pekerjaan. Disini suami istri yang dimaksud adalah pasangan suami dan istri yang sudah menikah secara siri atau sah menurut agama Islam, dalam keadaan karier bekerja maupun tidak bekerja ibu rumah tangga, dalam keadaan sudah memiliki anak atau belum dari hasil pernikahan siri dan dengan tingkat ekonomi sosial manapun baik dari golongan ekonomi kelas bawah, menengah, maupun kelas atas. Untuk menjaga privacy informan yang tidak mau disebutkan namanya, peneliti menyamarkan dengan inisial huruf depan dari namanya. Karena walaupun mereka mau terbuka dengan peneliti, tetapi mereka tidak ingin di blow up urusan dalam keluarganya. Bahkan peneliti diminta oleh informan agar tidak menyebut alamat rumah secara lengkap dalam penelitian ini.

4.2 Analisis Data

4.2.1 Pola Komunikasi Antara Suami Istri yang Menikah Siri Tentang Hak

Waris 4.2.1.1 Analisis Keluarga Informan I Dalam wawancara informan I ini dilakukan di tempat yang sama namun berbeda hari dan waktunya saja, yaitu di rumahnya di daerah Dumai Madiun pada tanggal 2 Mei 2010 jam 11.00 di teras rumah untuk wawancara suami karena pada hari minggu sore itu bapak ”N” sudah harus kembali ke Balikpapan untuk bekerja. Peneliti sedikit bisa bersantai dalam melakukan wawancara dengan suami dari informan I ini karena bapak ”N” ini orangnya suka bercanda, sambil merokok bapak ”N” mulai bercerita dan peneliti pun memberikan beberapa pertanyaan. Sedangkan untuk mewawancarai sang istri di ruang tamu rumahnya pada keesokan harinya tanggal 3 Mei 2010 sekitar jam 18.30, ibu ”A” ini sangat ramah sekali sehingga memudahkan peneliti untuk mengajukan beberapa pertanyaan yang sedikit pribadi. Pernyataan informan I ini mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri. Berikut pernyataannya : Informan I ”Saya dan istri saya saling terbuka jika ada permasalahanunek-unek dalam rumah tangga ini, saya juga mengijinkan istri saya mengungkapkan perasaannya, tetapi sebagai suami dan kepala rumah tangga tentunya saya yang harus mengambil keputusan dari permasalahan tersebut”. ”Saya mau istri saya itu nurut sama suami, apapun yang terjadi harus dengarkan kata suami”. ”Kemana-mana harus sama saya, setiap hari saya selalu komunikasi dengan istri walaupun saya kerja di luar kota tapi komunikasi harus setiap hari”. Berikut pernyataan ibu ”A” dari hasil kroscek mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri, pada saat itu ibu ”A” menggungkapkan pernyataannya dengan ekspresi wajah yang sangat pasrah dan seakan dia tertekan dengan suaminya. Berikut pernyataannya : Kroscek ”Saya dengan suami saya memang terbuka kalau ada masalah dalam rumah tangga kami, apalagi nikah siri ya mbak banyak sekali konflik ditambah anak-anak saya tidak setuju, jadi beban buat saya”. ”Walaupun selalu terbuka dan setiap hari berkomunikasi tapi selalu miss understanding kalau ada masalah sering kali tidak mendapatkan jalan keluarnya, karena suami saya itu tipe orang yang keras jadi apapun dia yang mengambil keputusan, jarang sekali meminta pendapat dari saya”. ”Karena saya kenal sekali sifat suami saya, terkadang kalau suami saya sudah tidak bisa diajak omong atau biasanya mengungkit yang sudah dia berikan kepada saya, saya lebih baik diam dan pergi. Daripada saya sakit hati, mendingan saya pergi aja mbak nunggu suami saya tenang dulu, percuma juga kalau saya menyangkal bisa perang dunia karena tidak ada yang mau mengalah”. Berdasarkan wawancara diatas maka pada dasarnya komunikasi interpersonal antara suami istri informan I ini kurang baik. Disebabkan tidak adanya interaksi yang baik pada saat mereka bertemu dan melakukan komunikasi, hal ini terjadi karena tidak adanya kesepakatan pandangan kedua belah pihak pada dasarnya mereka berdua berbeda pola pikirnya yang mengakibatkan salah satu dari mereka ingin mendominasi dalam segala urusan rumah tangga. Bapak ”N” memiliki sifat kaku dan overprotected terhadap istrinya, sehingga ibu ”A” sering kali tidak nyaman jika berpendapat dalam setiap permasalahan rumah tangganya. Sehingga si istri lebih mengalah jika suami sudah mengambil keputusan walaupun si istri keberatan. Berikut pernyataan bapak ”N” dari informan I saat ditanyai bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Berikut pernyataannya : Informan I ”Pastilah mbak kalua nafkah itu setiap bulan”. ”Saya ini kan sudah tidak muda lagi alias tua, manusia kan tidak ada yang tahu umurnya sampai berapa, saya pun selalu membicarakan masalah itu dengan istri saya”. ”Saya tidak mau kalau istri saya nanti terlantar waktu saya sudah meninggal, maka dari itu mulai dari sekarang saya buatkan usaha buat istri saya sebanyak-banyaknya semampu saya atas nama istri saya”. ”Saya sudah menganggap itu warisan dari saya, tapi ya itu tadi mbak istri saya harus nurut dulu sama saya, karena saya orang yang tidak membolehkan istri saya keluar rumah terlalu lama walaupun dapat ijin dari saya”. Berikut pernyataan ibu ”A” informan I bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Berikut pernyataannya : Kroscek ”Masalah hak waris, memang suami saya selalu membicarakan itu, dia takut kalau tiba-tiba dia meninggal saya dan anak-anak terlantar, maka dari itu saya di buatkan usaha dari pertama menikah”. ”Tapi kalau saya pribadi mbak, terserah keikhlasan dari suami saya saja, saya tidak mau menuntut terlalu banyak biar nggak malu-maluin terus nanti jadi ribut dan ribet”. ”Karena saat ini saja kalau setiap kita bertengkar, suami saya tidak mau memberi saya dan anak-anak nafkah tiap bulannya dan semua usaha saya itu tetap suami saya yang pegang”. ”Maka dari itu saya tidak mau menuntut banyak-banyak, hanya dari keikhlasan dan kesadaran suami saya saja”. Peneliti melihat disini bahwa si suami dari informan I ini lebih mendominasi sang istri, dalam mengambil keputusan dan menghadapi masalah dalam rumah tangganya. Si istri harus menuruti semua yang suami inginkan walaupun komunikasi sering sekali dilakukan pasangan ini, namun disini pernyataan suami dari informan I lebih menjelaskan bahwa pasangan ini memiliki porsi masing-masing dalam menangani masalahnya tetapi pada akhirnya suamilah yang tetap berhak mengambil keputusan. Sedangkan menurut istri dari informan I komunikasi yang dilakukan selama ini terkesan tidak efektif, karena walaupun sudah dikomunikasikan tapi tidak ada titik temu dari masalah yang sudah didiskusikan. Peneliti menyimpulkan bahwa suami istri pada informan I menggunakan pola komunikasi Pemisah Tidak Seimbang, dalam pola komunikasi pemisah tidak seimbang, satu orang dalam keluarga si suami atau istri mendominasi. Maka dari itu, satu orang ini secara teratur mengendalikan hubungan dan hampir tidak pernah meminta pendapat kedua belah pihak si suami atau istri. Pola komunikasi pemisah tidak seimbang ini merupakan pola komuniksai yang buruk dan dapat menimbulkan perpecahan. Hal ini disebabkan oleh keinginan salah satu pihak untuk mengusai pihak yang lain, dalam hal ini informan I sebagai suami ingin menguasai dan mendominasi segala hal menyangkut urusan rumah tangga termasuk dalam masalah pembagian hak waris, informan I khususnya istri tidak menginginkan adanya campur tangan hukum untuk menuntut haknya dalam pembagian hak waris. Tidak ada perjanjian hitam dia atas putih dan lain sebagainya, hanya rasa keikhlasan dan kesadaran bersama saja dalam pembagian hak waris. Setidaknya hal ini yang dapat ditangkap peneliti dari hasil wawancara dengan suami istri dari informan I.

4.2.1.2 Analisis Keluarga Informan 2

Pada tanggal 8 Mei 2010 jam 11.30 peneliti mewawancarai Informan I suami bapak ”A” di rumahnya di daerah Manisrejo Madiun, kedatangan peneliti ke rumahnya di sambut dengan baik walaupun bapak ”A” ini sedikit pendiam. Peneliti harus lebih pintar membawa suasana agar tidak tegang dalam wawancara, sesekali melemparkan candaan-candaan. Sedangkan wawancara untuk si istri ibu ”T” dilakukan pada sore hari di hari yang sama yaitu jam 16.00, karena pada saat sore hari suaminya selalu melakukan olahraga badminton di luar rumah. Ibu ”T” ini juga sedikit pendiam tetapi lebih tegas daripada suaminya, dengan ditemani minuman hangat peneliti mewawancarai informan dengan cukup lancar. Pernyataan suami informan II ini mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri. Berikut pernyataannya : Informan II ”Saya ini orang yang pendiam mbak jadi harap maklum kalau jawabannya singkat- singkat ya”. ”Saya sangat mengerti sekali kalau pernikahan secara siri itu merugikan pihak perempuan dan anak, tapi mau gimana lagi kalau keadaannnya begini”. ”Daripada timbul fitnah dan tuduhan kumpul kebo mending saya menikah siri dulu yang dimata Tuhan sah, walaupun orang tua istri saya dan anak-anak kami masing- masing dari hasil perkawinan kita sebelumnya tidak setuju”. ”Kalaupun ada konflik kita tidak setiap hari membicarakannya, tetapi jika ada konflik saya punya pendapat sendiri dan istri saya juga punya pendapat sendiri”. ”Sama-sama memiliki porsi masing-masing untuk menyelesaikannya, dibuat gampang sajalah tidak mau terlalu ribet”. Berikut pernyataan ibu ”T” dari hasil kroscek mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri. Berikut pernyataannya : Kroscek ”Kalau ada masalah saya dan suami saya punya pendapat masing-masing dan memiliki penyelesaian masing-masing, sering nggak nemu jalan keluarnya sih tapi ya gimana lagi, mungkin dari sebelum nikah kita sudah mandiri, punya pekerjaan sendiri-sendiri”. ”Jadi kebawa sampe sekarang kita sering menyelesaikan masalah dengan keputusan sendiri-sendri, memang tidak baik sih sebenarnya tapi kita tidak pernah keberatan dengan keputusan itu”. Dari pernyataan suami istri informan II ini mereka sering melakukan komunikasi dan menganggap bahwa dalam hal komunikasi sebenarnya mereka tidak ada masalah. Tapi setiap ada unek-unek mengenai pasangannya atau masalah yang lainnya si istri jarang sekali mengkomunikasikannya dengan suaminya, karena dia menganggap suaminya tidak pernah memperhatikannya dan memiliki sikap yang cuek sekali. Berikut pernyataan bapak ”A” dari informan II saat ditanyai tentang bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Berikut pernyataannya : Informan II ”Kalau masalah hak waris memang kita pernah membicarakannya dari awal pernikahan atau bisa dikatakan komitmen dan perjanjian meskipun tidak ada hukum yang mengikat, jadi hanya rasa kemanusiaan saja kita membuat komitmen itu”. ”Sebelum menikah kita memang sudah punya penghasilan masing-masing sampai sekarang ini, jadi tidak terlalu sulitlah untuk masalah warisan karena kita sudah punya penghasilan masing-masing”. ”Yang penting saya juga tiap bulan ngasih istri saya uang belanja dan buat anak- anak”. Berikut hasil kroscek dari pernyataan ibu ”T” informan II bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Berikut pernyataannya : Kroscek ”Sama saja mbak cara berkomunikasinya seperti pernyataan tadi dengan masalah hak warisan, karena memang umur tidak ada yang tahu ya mbak dan suami saya itu cuek orangnya, jadi harus saya duluan yang mengawali semua pembicaraan”. ”Kami memang sudah pernah membicarakan di awal pernikahan masalah hak warisan, kami sepakat penghasilan kita masing-masing ya milik kita masing-masing nggak dibagi-bagi kalau salah satu dari kita meninggal duluan”. ”Jadi nggak terlalu ribet dan kita juga tidak ada yang keberatan dengan keputusan ini, yang penting sekarang ini suami saya masih memberi nafkah setiap bulan walaupun tidak terlalu cukup juga buat anak-anak”. Bapak ”A” adalah tipe seorang suami yang cuek, sedangkan istrinya juga orang yang tidak mau mengambil pusing terhadap konflik yang dihadapinya. Sehingga mereka memiliki penyelesaian sendiri-sendiri, apalagi mereka memiliki pekerjaan masing-masing yang tidak terlalu sulit untuk mengatasi hak warisan dalam pernikahan sirinya. Peneliti menyimpulkan bahwa pasangan suami istri Informan II ini menggunakan pola keseimbangan terbalik, dimana masing-masing anggota keluarga suami istri mempunyai otoritas diatas daerah atau wewenang yang berbeda masing-masing. Suami istri adalah sebagai pembuat keputusan konflik yang terjadi antara keduanya suami-istri, dianggap bukan ancaman oleh si suami atau si istri, karena keduanya memiliki keahlian sendiri-sendiri untuk menyelesaikannya. Informan II juga tidak ingin permasalahan hak waris ini sampai ketangan hukum karena memang tidak mungkin dalam pernikahan siri, sehingga mereka lebih memilih untuk mengambil keputusan masing-masing dalam penghasilannya pekerjaannya.

4.2.1.3 Analisis Keluarga Informan III

Informan III ini tidak mau wawancara dilakukan di rumahnya, jadi wawancara dilakukan di jarak 500 M dari rumahnya di sebuah gapura yang ada tempat duduknya menghadap ke jalan raya. Wawancara pertama dengan si suami mas ”L” karena masih muda jadi peneliti memanggil mas saja biar lebih akrab, mas ”L” adalah orang yang ramah sekali dan suka bercanda. Wawancara dilakukan pada tanggal 9 Mei 2010 jam 15.15 WIB ditemani dengan anak pertamanya yang berusia 4 tahun, mas ”L” cukup terbuka dalam menjawab pertanyaan dari peneliti. Sedangkan wawancara untuk si istri mbak ”F” dilakukan di tempat yang sama tetapi berbeda waktu, yaitu jam 16.00 WIB. Saat wawancara berlangsung suaminya sudah pulang terlebih dahulu untuk memandikan anaknya, jadi wawancara dengan mbak ”F” bisa lebih leluasa dan terbuka meskipun banyak sekali noise dari kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya. Berikut pernyataan suami informan III ini mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri. Berikut pernyataannya : Informan III ”Saya ini tidak malu walaupun menikah secara siri, selama ini memang pernikahan siri itu di pandang sebelah mata, tapi kalau merurut saya ya dilihat dulu masalahanya”. ”Kalau masalahnya seperti saya ini, nggak punya biaya buat daftarin ke KUA, resepsi dan lain sebagainya, jadi saya menikah saja dulu di depan penghulu yang sudah sah di mata Tuhan”. ”Memang sih mbak pernikahan siri itu banyak sekali konflik dengan istri saya, memang buat beban psikis juga apalagi saya sudah memiliki anak dari hasil nikah siri ini”. ”Saya sama istri saya lebih terbuka ya kalau ada masalahunek-unek apapun, bisanya sebelum tidur saya ngobrol dulu sama istri saya dan sekalian bicarakan apa jalan keluarnya”. Berikut pernyataan ibu ”T” dari hasil kroscek mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri. Berikut pernyataannya : Kroscek ”Saya kalau ada masalah sama suami saya, biasanya dibicarain sebelum tidur jadi anak-anak juga nggak kedengeran mbak meskipun masih kecil-kecil”. ”Saya dan suami saya memang berniat akan menikah secara sah menurut hukum kalau sudah punya biaya, kita berdua kan sudah dewasa dan terikat dalam pernikahan jadi ya harus sejalan dalam rumah tangga ini”. Dari pernyataan suami istri informan III diatas, mereka memiliki komunikasi yang efektif karena dilihat dari setiap hari mereka mengkomunikasikan dengan baik kepada pasangannya. Dan mengambil keputusan tidak dari salah satu pihak saja, hal ini sangat berpengaruh dalam cara berkomunikasi tentang bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Berikut pernyataan ”L” suami informan III : Informan III ”Masalah hak waris, masalah ini pernah istri saya tanyakan karena kami sadar nikah siri itu tidak tercatat oleh hukum negara dan ribet kalau ada masalah seperti hak waris ini”. ”Saya memang sudah berjanji dan berkomitmen pada istri saya, kalau saya sudah punya uang akan menikahi dia secara sah di KUA”. ”Jadi lebih ke harta bersama ya mbak, kalaupun tiba-tiba saya meninggal ya otomatis harta saya buat istri dan anak saya”. ”Kalau nafkah sudah pasti setiap bulan saya kasih ke istri, walaupun istri saya juga bekerja itu tetap tanggung jawab saya sebagai suami dan ayah”. Berikut hasil kroscek dari pernyataan ibu ”F” informan III bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Berikut pernyataannya : Kroscek ”Kalau saya sih masalah hak waris sudah pernah dibicarakan, kami berdua kan punya niat nikah secara sah jadi nggak terlalu dipikirin”. ”Kita lebih ke harta milik bersama ya, saling memberi dan menerima saja, toh semua buat anak-anak juga”. ”Jadi tidak ada hitam diatas putih dan lain sebagainya, lebih kepada rasa kasih sayang dan kemanusiaan saja”. ”Suami saya setiap bulan memberi nafkah, bahkan kalau ada uang lebih saya juga diberi mbak buat tambahan anak-anak”. Komunikasi yang diterapkan pasangan suami istri informan III ini sangat terbuka sekali dengan pasangannya, suami tidak terlalu mendominasi dan istri juga tidak terlalu banyak menuntut dalam pembagian hak waris dari pernikahan sirinya karena pasangan suami istri ini menyadari bahwa tidak ada perlindungan dari hukum untuk menuntut apapun, sehingga lebih memilih jalan kemanusiaan dan tanggung jawab pada Tuhan. Pola keseimbangan adalah yang diterapkan pada informan III ini, pola kesimbangan ini lebih terlihat pada teori daripada prakteknya tetapi ini merupakan awal yang bagus untuk melihat komunikasi pada hubungan yang penting. Pada pola komunikasi keseimbangan ini masing-masing suami istri membagi sama dalam berkomunikasi. Komunikasi yang terjalin antara suami dan istri sangat terbuka, jujur, langsung dan bebas. Tidak ada pemimpin atau pengikut, melainkan suami istri sama kedudukannya. Ini bisa terlihat dari awal mereka menikah secara siri, informan IV ini sangat memikirkan nasib keluarganya untuk masa depan yang lebih baik dan terjamin.

4.2.1.4 Analisis Keluarga Informan IV

Pada sesi wawancara informan IV ini juga tidak mau diwawancarai di rumahnya, peneliti dan pasangan suami istri ini bertemu dan melakukan wawancara di salah satu mall di Madiun. Wawancara dilakukan pada tanggal 15 Mei 2010 jam 13.00 WIB, wawancara pertama di tujukan untuk bapak ”B” sementara si istri menemani sambil makan siang terlebih dahulu, dan begitu sebaliknya saat mbak ”M” melakukan wawancara dengan peneliti pak ”B” bergantian untuk makan siang. Proses wawancara cukup lancar, dilakaukan di tempat dan waktu yang sama dan pasangan ini cukup terbuka dengan pertanyaan yang peneliti ajukan. Dan terlihat sekali dari bahasa non verbal pada pasangan ini, si istri lebih sedikit pendiam dan takut pada suaminya. Berikut pernyataan suami informan IV ini mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri. Berikut pernyataannya : Informan IV ”Saya sebenarnya kasihan istri saya, saya tahu ini membuat beban mental buat dia dalam menjalankan nikah siri ini. Apalagi tanpa restu orang tua saya alias kawin lari”. ”Kami berusaha sebaik mungkin menyelesaikan masalah dalam hal apapun, tetapi keputusan akhir tetap ada pada saya selaku kepala keluarga”. ”Istri saya kan juga masih belum terlalu dewasa jadi masih seperti anak kecil, jadi lebih baik saya saja yang mengambil keputusan”. Berikut pernyataan ”M” dari hasil kroscek mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri. Berikut pernyataannya : Kroscek ”Meskipun hubungan kami ini tidak di restui orang tua suami saya, tapi kami sangat serius dalam pernikahan ini”. ”Setiap ada masalah apapun kami berusaha menyelesaikan sebaik mungkin, suami saya jauh usianya lebih tua dari saya jadi dia lebih mendominasi segala hal urusan rumah tangga”. ”Saya diberi kebebasan untuk berpendapat, namun keputusan akhir tetap pada suami saya”. Informan IV ini hampir sama dengan informan I, pada dasarnya komunikasi interpersonal antara suami istri informan IV ini kurang baik. Disebabkan tidak adanya interaksi yang baik pada saat mereka bertemu dan melakukan komunikasi, hal ini terjadi karena tidak adanya kesepakatan pandangan kedua belah pihak pada dasarnya mereka berdua berbeda pola pikirnya yang mengakibatkan salah satu dari mereka ingin mendominasi dalam segala urusan rumah tangga. Bapak ”B” memiliki sifat kaku dan overprotected terhadap istrinya dan bapak ”B” masih menganggap istrinya ini belum dewasa karena umurnya terlampau jauh, sehingga ”M” sering kali tidak nyaman jika berpendapat dalam setiap permasalahan rumah tangganya. Sehingga si istri lebih mengalah jika suami sudah mengambil keputusan walaupun si istri keberatan. Hal ini sangat berpengaruh dalam cara berkomunikasi tentang bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Berikut pernyataan ”B” suami informan III : Informan IV ”Saya dari awal sudah membuat surat hitam diatas putih dengan kesepakatan kita masing-masing, memang yang ada di benak saya waktu menikah siri dengan istri saya ini adalah harta warisan, karena saya jauh lebih tua ya dan kalau terjadi apa- apa sama saya, saya nggak mau istri dan anak-anak terlantar”. ”Dan saya juga sangat tidak mau dan tidak punya pikiran untuk berpisah dengan dia meskipun menikah secara siri, maka dari itu saya yang mengambil keputusan dari awal”. ”Tapi karena disini saya saja yang bekerja dan saya juga bisa dikatakan dari keluarga mampu, jadi keputusan akhirnya tetap di saya”. ”Sempat ada ketidaksetujuan sebenarnya pada keputusan itu tapi saya tidak mau tahu, karena posisi saya disini adalah seorang kepala rumah tangga”. Berikut hasil kroscek dari pernyataan ”M” istri dari informan IV bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Yang pada saat wawancara ekspresi wajahnya sedikit tertekan. Berikut pernyataannya : Kroscek IV ”Bukan bermaksud mendoakan suami saya cepat meninggal juga, tapi kita kan tidak terdaftar dalam catatan pernikahan di KUA atau hukum, jadi memang benar bisa sangat sulit ngurusnya mbak”. ”Kita pake hukum islam saja tentang hak warisan ini, jadi seperti apa yang dikatakan suami saya tadi, kita sudah buat surat perjanjian hitam diatas putih dengan kesepakatan kita bersama dan sesuai hukum islam tentang hak waris”. ”Walaupun disini saya posisinya tidak bisa menuntut apa-apa karena suami saya lebih mendominasi keputusan ini, saya juga tidak terlalu tahu tentang masalah hak waris ini”. ”Pernah sempat keberatan dengan keputusan suami saya tentang hak waris ini, tapi saya malah bertengkar dan mau di tinggal pergi mbak sama suami saya”. ”Akhirnya saya saja yang mengalah, saya paling takut ditinggal suami saya pergi karena saya ini anak orang nggak punya mbak pengen bantuin orang tua saya dengan saya menikah sama orang mampu”. ”Saya juga pengen banget nikah secara sah dan disetujui orang tua, mungkin terlalu cintanya saya sama suami jadi saya manut saja sama beliau”. Informan IV hampir sama dengan informan I hanya saja pada pasangan suami istri informan IV membuat perjanjian hitam diatas putih untuk masalah pembagian hak waris dalam pernikahan siri mereka. Peneliti menyimpulkan pola pemisah tidak seimbang adalah yang diterapkan pada informan IV ini, bahwa satu orang dalam keluarga suami atau istri mendominasi. Maka dari itu, satu orang ini secara teratur mengendalikan hubungan dan hampir tidak pernah meminta pendapat kedua belah pihak si suami atau istri. Pola komunikasi pemisah tidak seimbang ini merupakan pola komuniksai yang buruk dan dapat menimbulkan perpecahan. Hal ini disebabkan oleh keinginan salah satu pihak untuk mengusai pihak yang lain.

4.2.1.5 Analisis Keluarga Informan V

Seperti halnya suami dari informan I, suami informan V ini juga bekerja di Pegawai Negeri Sipil. Sehingga peneliti lebih sedikit canggung untuk mewawancarai orang yang terhormat seperti bapak ”H” ini, pada tanggal 18 Mei 2010 jam 17.00 WIB di rumahnya di daerah serayu Madiun peneliti melakukan wawancara ini. Peneliti juga harus sedikit menambahkan candaan-candaan dalam wawancara ini agar tidak terlalu tegang dan wawancara dapat berjalan dengan lancar, melihat bapak ”H” ini orangnya cenderung serius. Sedangkan wawancara untuk si istri ibu ”N” tidak dilakukan di rumahnya, tetapi peneliti diajak makan malam di cafe di depan rumahnya sambil mengobrol dan mengajukan beberapa pertanyaan tentang penelitian ini. Ibu ”N” ini orangnya sangat suka ngobrol dan bercerita, jadi sangat tidak menyulitkan peneliti untuk mewawancarai secara mendalam. Berikut pernyataan suami informan V ini mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri. Berikut pernyataannya : Informan V ”Saya memang orangnya serius mbak, termasuk dalam pernikahan siri ini saya juga serius”. ”Saya lebih baik menikah siri dulu, sah dimata Tuhan dan tidak menimbulkan dosa”. ”Iya memang benar nikah siri itu banyak merugikan perempuan, tetapi ibu ”N” tetap istri saya yang sah dalam agama”. ”Jadi ya dia harus menuruti suami dan menjalankan tugas sebagai istri meskipun saya juga masih terikat pernikahan dengan istri pertama”. ”Komunikasi dengan istri pasti setiap hari, tapi tidak terlalu sering karena kan saya bekerja dari pagi sampai sore”. ”Kalau ada konflik pun pastinya dibicarakan dan kami punya pendapat masing- masinglah, yang paling sering mendominasi ya kita berdua saling berdebat dalam menyelesaikan masalah apapun itu”. Berikut pernyataan ibu ”N” dari hasil kroscek mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri. Berikut pernyataannya : Kroscek ”Menikah siri itu memang nggak enak di cewek mbak, beban mental, kalau suaminya ngerti dan bener-bener sayang sama kita pasti istrinya nggak akan aneh-aneh”. ”Tapi kalau sudah suaminya keras, waduh susah banget, apalagi saya orangnya juga keras”. ”Kalau ada masalah atau unek-unek sih saya dan suami tidak terlalu terbuka ya, jadi cuma ngasih tahu atau nasehat saja, jangan begini jangan begitu, saya nggak suka kalau suami saya begini dan sebaliknya mbak”. ”Kalau saling berpendapat dan mempertahankan pendapat masing-masing seringnya kita malah bertengkar besar, nggak malah nemuin jalan keluarnya”. Hal ini sangat berpengaruh dalam cara berkomunikasi tentang bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Berikut pernyataan ”H” suami informan V: Informan V ”Kalau masalah hak waris, saya memang pernah membicarkan dengan istri siri saya tetapi tidak terlalu serius mengambil keputusannya”. ”Yang penting istri saya ini nurut dulu sama saya, ya wajar kan kalau suami pengen istrinya ngikuti perintah suami”. ”Kalau nurut tak kasih duit, kalau enggak ya gak tak kasih duit, biar adil saja”. ”Setiap membicarakan konflik dalam rumah tangga, kalau masalah yang kecil-kecil sih dicuekin saja, tapi kalau masalahnya sudah besar ya pasti saya sebagai suami yang nasehati istri”. ”Tidak ada hitam diatas putih dan lain sebagainya, mengalir begitu saja yang penting saya menafkahi dia setiap bulannya”. Berikut hasil kroscek dari pernyataan ibu ”N” informan V bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Berikut pernyataannya : Kroscek ”Yang penting saya tahu watak suami saya, kalau masalah hak waris memang suami saya susah buat di ajak ngomong itu”. ”Jadi ya pintar-pintarnya saya menabung dan membuka usaha sendiri dari hasil pemberian nafkah suami saya, biar punya tabungan buat masa depan nanti”. ”Ya ada yang diketahui suami ada juga yang suami nggak tahu tentang usaha saya, istilahnya harus nekat, kalau nggak begitu saya yang rugi dan saya nggak mau jadi wanita yang lemah mbak yang hanya nurut suami saja”. ”Memang tidak ada hitam diatas putih, tapi disini saya menuntut tugas suami saya saja dulu untuk menafkahi saya. Yang lainnya saya bisa nyicil dari sekarang buat usaha masa depan saya”. Dari pernyataan diatas maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa pola komunikasi monopoli adalah yang diterapkan dalam keluarga ini, pola komunikasi monopoli merupakan pola komunikasi yang buruk dan dapat menimbulkan banyak permasalahan. Hal ini disebabkan suami atau istri sama-sama menganggap dirinya sebagai penguasa. Keduanya lebih suka memberi nasehat daripada berkomunikasi untuk saling bertukar pendapat. Konflik sering terjadi antara suami istri yang menganut pola komunikasi ini karena tidak bisa bebas untuk berpendapat.

4.3 Pembahasan

Dari pembahasan kelima pasangan suami istri yang menikah siri tentang hak waris, bisa diketahui bahwa 1 pasangan suami istri yang menggunakan pola komunikasi keseimbangan terbalik, 1 pasangan suami istri yang menggunakan pola komunikasi keseimbangan dan monopoli, 2 pasangan suami istri yang menggunakan pola komunikasi pemisah tidak seimbang. Pada penelitian kali ini pasangan suami istri kebanyakan menggunakan pola komunikasi pemisah tidak seimbang, jadi bisa disimpulkan bahwa kebanyakan pasangan suami istri yang menikah secara siri menggunakan pola komunikasi pemisah tidak seimbang dalam pengambilan keputusan tentang pembagian hak waris. Hal ini dapat membuktikan bahwa pernikahan siri memang lebih banyak merugikan perempuan atau istri dalam hal apapun termasuk masalah hak waris, satu orang dalam keluarga suami atau istri mendominasi serta secara teratur mengendalikan hubungan dan hampir tidak meminta pendapat pada pasangannya. Ada pula pola komunikasi keseimbangan terbalik dan monopoli, disini suami istri lebih menganggap dirinya sebagai penguasa dan pengambil keputusan. Sedangkan ada pula pola komunikasi keseimbangan, pola komunikasi ini sangat baik untuk pasangan suami istri dalam berumah tangga karena komunikasi yang terjalin antara suami istri sangat terbuka, jujur, langsung dan bebas. Tidak ada pemimpin dan pengikut disini, jika ada masalah atau unek-unek bisa saling bertukar pikiran dan menyelesaikan dengan keputusan bersama sehingga tidak ada masalah yang berlarut-larut, tetapi pola komunikasi ini jarang sekali ada pada pasangan yang menikah siri. Saat seorang memutuskan untuk menikah, dia haruslah mempunyai komitmen yang jelas mengenai pernikahan itu, karena menikah merupakan penyatuan dua pribadi yang berbeda latar belakang. Memang sebagian informan yang menikah secara siri mencantumkan untuk menghindari perzinaan. Tapi tujuan menikah yang sebenarnya memperoleh ketenangan hidup, memperoleh rasa kasih sayang, memenuhi kebutuhan seksual secara sah dan diridhoi Allah SWT, dan yang terakhir memperoleh keturunan Thoifuri dan Rahayu, 2004 : 111. Pada dasarnya rumah tangga tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan, dan rumah tangga di bangun atas komitmen bersama kedua pribadi yang berbeda sehingga meskipun menikah secara siri dapat diatasi, apabila kedua belah pihak bisa saling dewasa dalam menghadapi setiap permasalahan yang terdapat dalam rumah tangga www.gemari.com

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Terdapat 4 jenis pola komunikasi, yaitu pola komunikasi keseimbangan, pola komunikasi keseimbangan terbalik, pola komunikasi pemisah tidak seimbang, dan pola komunikasi monopoli, namun secara garis besar kebanyakan pasangan suami istri yang menikah secara siri menggunakan pola komunikasi pemisah tidak seimbang dalam pengambilan keputusan tentang pembagian hak waris. Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut, dari ke 5 informan dapat disimpulkan 2 informan menggunakan pola komunikasi pemisah tidak seimbang, Pola komunikasi ini dapat ditemui pada informan 1 dan 4, yang mana pembagian hak waris dalam pernikahan siri lebih di dominasi oleh suami dalam pengambilan keputusan secara sepihak. Sedangkan pihak istri hanya bisa menerima keputusan suaminya tersebut dikarenakan tidak ada bukti dan surat pernikahan yang sah untuk mereka menuntut haknya atau menggunakan undang-undang tentang pembagian hak waris. Hal ini disebabkan pola komunikasi pemisah tidak seimbang satu orang dalam keluarga si suami atau istri mendominasi dan hampir tidak pernah meminta pendapat pasangannya dalam pengambilan keputusan. Setiap istri dan anak hasil pernikahan siri berhak atas warisan sang suami karena nikah siri dinyatakan sebagai pernikahan yang sah dan diakui oleh agama islam. Hanya saja pernikahan tersebut tidak tercatat dalam catatan sipil atau Kantor Urusan