ini terjadi karena pemilik rumah yang sudah menempati rumah pada saat ini merupakan responden yang relatif masih muda dan memiliki keluarga yang kecil.
Tabel 9. Karakteristik Responden Pemilik atau Penghuni Perumahan Pakuan Regency Tahun 2009
Karakteristik Responden
Kategori Persentase
Usia Tahun
Kurang dari 30 36,67
31-40 43,33
41-50 16,67
51-60 3,33
Pendidikan Terakhir
Sekolah Menengah Atas SMA
16,67 Perguruan Tinggi PT
83,33
Luas Tanah m
2
72 6,67
90 16,67
105 60
135 13,33
168 3,33
Luas Bangunan m
2
36 40
45 40
70 16,67
95 3,33
Sumber: Data Primer, diolah Agustus 2009
5.3. Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Bogor
Rencana pengembangan sistem perwilayahan Kota Bogor ditujukan agar mampu menjangkau pelayanan kepada penduduk Kota Bogor dan sekitarnya
secara merata. Pengembangan sistem perwilayahan Kota Bogor terkait dengan sistem perkotaan yaitu sebagai bagian dari wilayah Jawa Barat dan sebagai bagian
dari konstelasi Jabodetabek. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Bogor mengembangkan sistem perwilayahan Kota Satelit
6
yaitu pusat yang dikelilingi
6
Kota satelit merupakan kota atau daerah penunjang bagi kota pusatnya dan akses ‘jembatan’ masuk atau akses menuju ke pusat kota satelit. http:id.wikipedia.orgwikiKota_satelit [akses
tanggal 26 Agustus 2009]
oleh satelit. Pusat kota adalah Kecamatan Bogor Tengah, sedangkan yang menjadi satelitnya adalah kecamatan-kecamatan lainnya di Kota Bogor. Fungsi dari
masing-masing kecamatan sebagai satelit Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 10. Menurut Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Bogor, perubahan
penggunaan lahan dan pembangunan pemukiman yang terjadi di Kota Bogor telah sesuai dengan RTRW. Lampiran 1 menunjukkan rencana penambahan luas
penggunaan lahan di Kota Bogor. Peningkatan kebutuhan penggunaan lahan untuk sektor pemukiman sebesar 69,73 pada tahun 1998 menjadi 73,77 pada
tahun 2009 atau terjadi peningkatan sebesar 478,74 ha. Peningkatan penggunaan lahan selain sektor pemukiman terjadi juga pada sektor industri, perdagangan dan
jasa, perkantoran atau pemerintahan, taman atau lapangan olah raga, kuburan, jalan, terminal dan sub terminal, stasiun kereta, dan sektor Rumah Potong Hewan
dan pasar hewan. Langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor dalam rangka
memenuhi kebutuhan penggunaan lahan untuk sektor-sektor tersebut adalah dengan mengkonversi lahan pertanian dan lahan kebun campuran. Konversi yang
dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor terhadap lahan pertanian dari tahun 1998-2009 adalah seluas 941,45 ha atau sebesar 7,94 dari luas total Kota Bogor.
Sedangkan konversi terhadap lahan kebun campuran seluas 63,25 ha atau sebesar 0,3 dari luas Kota Bogor seluas 11.850 ha.
Tabel 10. Fungsi Masing-Masing Kecamatan Kota Bogor Berdasarkan RTRW 1999-2009
Kecamatan Satelit
Fungsi Utama Fungsi Penunjang
Bogor Tengah Pusat
Pusat kegiatan perdagangan dan jasa
1. Perkantoran dan
pemerintahan 2.
Pemukiman 3.
Objek wisata Bogor Selatan
I Kegiatan pemukiman
1. Perdagangan dan jasa
2. Daerah Konservasi
Bogor Barat II
Kegiatan pemukiman 1.
Perdagangan dan jasa 2.
Objek wisata 3.
Daerah Konservasi Tanah Sareal
III Kawasan perkantoran
dan pemerintahan 1.
Pemukiman 2.
Perdagangan dan jasa Bogor Utara
IV Industri non polutan
1. Pemukiman
2. Perdagangan dan jasa
Bogor Timur V
Kegiatan pemukiman 1.
Indusri non polutan 2.
Perdagangan dan jasa Sumber: Data Sekunder Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Bogor, diolah
Agustus 2009 Ketentuan dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 pada pasal 29
ayat 2 tentang Penataan Ruang menjelaskan bahwa proporsi ruang terbuka hijau dari suatu kawasan perkotaan paling sedikit adalah 30 dari total luas kota
tersebut. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan RTHKP menurut Permendagri No.1 Tahun 2007 adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan
perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Berdasarkan pada Undang-
Undang No 26 Tahun 2007 tersebut Kota Bogor seharusnya memiliki Ruang Terbuka Hijau RTH seluas 3.555 ha. Akan tetapi berdasarkan pada penjelasan
mengenai penggunaan lahan dalam RTRW Kota Bogor, pada tahun 2009 lahan
yang dialokasikan untuk RTH terdiri dari sektor pertanian, kebun campuran,
taman atau lapangan olahraga, kuburan, sungai atau situ atau danau dan hutan
kota masing-masing memiliki luas 249,21; 35,30; 342,33; 305,96; 342,07 dan
141,50 ha. Sehingga jumlah RTH yang dimiliki Kota Bogor pada tahun 2009
seluas 1.416,37 ha atau 11,95 dari luas Kota Bogor. Oleh karena itu, luasan RTH di Kota Bogor tidak sesuai dengan Undang-Undang No 26 Tahun 2007.
Penurunan luas lahan pertanian yang terjadi sebagian besar terjadi pada Kecamatan Bogor Barat dan Bogor Selatan sebagai Kecamatan Satelit yang tujuan
utama pembangunannya sebagai kawasan pemukiman. Pengalihfungsian lahan pertanian di wilayah Kecamatan Bogor Barat salah satunya adalah pembangunan
perumahan Pakuan Regency dan di Kecamatan Bogor Selatan adalah perumahan Bogor Nirwana Residence. Salah satu dampak yang diakibatkan dari
pembangunan kedua perumahan tersebut adalah penurunan luas RTH di Kota Bogor.
Adanya penurunan luas RTH sebagai akibat dari adanya pembangunan perumahan dalam bentuk konversi lahan akan menyebabkan berkurangnya daerah
resapan air yang dapat berpotensi mendatangkan banjir. Banjir yang terjadi hampir setiap tahun di Jakarta dan sebagian daerah pinggiran sungai di Bogor
merupakan salah satu akibat dari adanya penurunan luas RTH. Adanya RTH selain sebagai daerah resapan air juga dapat berfungsi mengatasi kebisingan,
mengurangi polusi udara dan sebagai sarana estetika kota. Penurunan luas RTH di Kota Bogor yang berlangsung dalam jangka panjang akan mendatangkan kerugian
yang tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Kota Bogor tetapi juga daerah lainnya, seperti Jakarta dan Depok.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Faktor
Pendorong Pemerintah
Mengeluarkan Kebijakan
Mengkonversi Lahan Pertanian
Pembangunan properti membuktikan bahwa suatu wilayah mengalami pertumbuhan ekonomi. Pembangunan properti tersebut ditujukan untuk
memberikan atau menyediakan fasilitas umum kepada masyarakat dalam bentuk residential tempat tinggal; perumahan dan apartemen, commercial Komersial;
perkantoran dan perdagangan, dan industrial properties pabrik dan gudang. Tidak hanya menyediakan fasilitas tetapi pembangunan properti juga dapat
menyerap tenaga kerja, baik ketika proses pembangunan fisik dilakukan maupun ketika properti tersebut telah dibuka.
Pembangunan properti memerlukan lahan dan lokasi sebagai faktor penting untuk mendirikan bangunan properti tersebut. Ketersediaan lahan
berbanding terbalik dengan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat akan menyebabkan kebutuhan terhadap lahan semakin
meningkat. Rasio antara lahan dan orang akan semakin kecil seiring dengan pertambahan penduduk.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah RTRW Kota Bogor, pembangunan perumahan di Kota Bogor diarahkan terutama untuk meningkatkan