19
2. Tujuan pesantren
Tujuan pesantren pada dasarnya adalah lembaga pendidikan Islam yang mengajarkan banyak ilmu-ilmu agama yang bertujuan membentuk
manusia bertaqwa, mampu untuk hidup mandiri, ikhlas dalam melakukan suatu perbuatan, berijtihad membela kebenaran Islam, berakhlak mulia,
bermanfaat bagi masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad mengikuti Sunnah Nabi, mampu berdiri sendiri, bebas, dan teguh dalam
kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat di tengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam rangka
mengembangkan kepribadian manusia. Kyai Ali Mashum menganggap bahwa tujuan pesantren adalah
untuk mencetak ulama.
14
Selain itu juga tujuannya didirikan pondok pesantren pada dasarnya terbagi dua hal:
1. Tujuan khusus, yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi
orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai yang
bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat.
2. Tujuan umum yaitu membimbing anak didik menjadi manusia
berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi muballigh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan
amalnya.
15
14
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Jakarta: ERLANGGA, 2005, h. 4
15
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, PT. Raja Grafindo Perkasa: 1996, h. 44
20
Melihat dari tujuan tersebut, jelas sekali bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang berusaha menciptakan kader-kader
muballigh yang diharapakan dapat meneruskan missinya dalam dakwah Islam, disamping itu juga diharapakan bahwa mereka yang
berstudi di pesantren menguasai betul akan ilmu-ilmu keisalaman
yang diajarkan oleh para kyai. 3. Fungsi Pesantren
Jauh sebelum masa kemerdekaan, pesantren telah menjadi sistem pendidikan kita. Hampir di seluruh pelosok nusantara, khususnya di
pusat-pusat kerajaan Islam.
16
Dalam sejarah perkembangannya, fungsi pesantren adalah mencetak ulama dan ahli agama, hingga dewasa ini
fungsi itu tetap terpelihara dan dipertahankan. Disamping itu juga fungsi pesantren
17
pada awal berdirinya sampai dengan kurun sekarang telah mengalami perkembangan. Visi,
posisi dan persepsinya terhadap dunia luar telah berubah. Lapor Syarif dkk menyebutkan bahwa pesantren pada masa yang paling awal masa
Syeikh Maulana Malik Ibrahim berfungsi sebagai pusat pendidikan dan penyiaran Islam. Kedua fungsi ini bergerak saling menunjang.
Pendidikan dapat dijadikan bekal dalam mengumandangkan dakwah sedang dakwah bisa dimanfaatkan sebagai sarana dalam membangun
sistem pendidikan jika ditelusuri akar sejarah berdirinya sebagai kelanjutan dari pengembangan dakwah, sebenarnya fungsi edukatif
16
Mahmud, Model-Model Pembelajaran di Pesantren, h. 2 - 4
17
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, h. 22-23
21
pesantren adalah sekedar membonceng misi dakwah. Misi dakwah Islamiyah inilah yang mengakibatkan terbangunnya sistem pendidikan.
Pada masa wali songo, unsur dakwah lebih dominan dibangun unsur pendidikan. Saridjo dkk mencatat bahwa fungsi pesantren pada kurun
wali songo adalah sebagai pencetak calon ulama dan muballigh yang militan dalam menyiarkan Islam.
Sebagai lembaga dakwah, pesantren berusaha mendekati masyarakat. Pesantren bekerja sama dengan mereka dalam mewujudkan
pembangunan. Sejak semula pesantren terlibat dalam mobilisasi pembangunan sosial masyarakat desa. Warga pesantren telah terlatih
melaksanakan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat khususnya, sehingga terjalin hubungan yang harmonis antara santri dan masyarakat,
antara kiai dan kepala desa. Oleh karena itu, menurut Mashum, fungsi pesantren semula mencakup tiga aspek yaitu fungsi religi diniyyah,
fungsi sosial ijtimaiyyah, dan fungsi edukasi tarbawiyyah. Ketiga fungsi ini masih berlangsung hingga sekarang, bahkan Sejak berdirinya
pada abad yang sama dengan masuknya Islam hingga sekarang, pesantren telah bergumul dengan masyarakat luas, pesantren telah
berpengalaman menghadapi berbagai objek masyarakat dalam rentang waktu itu. Pesantren tumbuh atas dukungan mereka bahkan menurut
Husni Rahim, pesantren berdiri didorong permintaan demand dan kebutuhan need masyarakat, sehingga pesantren memiliki fungsi yang
jelas.
22
4. Elemen-Elemen Sebuah Pesantren
Pesantren itu terdiri dari enam elemen pokok, yaitu: kyai, masjid, santri, pondok, pengajaran kitab-kitab klasik, santri, kyai dan madrasah atau
sekolah. Keenam elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki pesantren dan membedakan pendidikan pondok pesantren dengan lembaga
pendidikan dalam bentuk lain: a.
Kyai. Keberadaan seorang kyai dalam lingkungan sebuah pesantren laksana jantung bagi kehidupan manusia. Intensitas kyai
memperlihatkan peran yang otoriter disebabkan karena kyailah perintis, pendiri, pengelola, pengasuh, pemimpin, dan bahkan juga
pemilik tunggal sebuah pesantren. Sebagai salah satu unsur dominan dalam kehidupan sebuah
pesantren, kyai yang mengatur irama perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu pesantren dengan keahlian,
kedalaman ilmu, karismatik dan keterampilannya. Sehingga tidak jarang sebuah pesantren tanpa memiliki manajemen pendidikan
yang rapi. Segala sesuatu terletak pada kebijaksanaan dan keputusan kyai.
b. Masjid. Masjid adalah sebagai pusat kegiatan ibadah dan belajar
mengajar. Masjid merupakan sentral sebuah pesantren karena disinilah pada tahap awal bertumpu seluruh kegiatan dilingkungan
pesantren, baik yang berkaitan dengan ibadah, shalat berjama’ah, zikir, wirid, do’a, ‘itikaf dan juga kegiatan belajar-mengajar.
23
Dalam persepektif Islam, masjid bukanlah sarana kegiatan peribadatan belaka, lebih jauh dari itu masjid menjadi pusat bagi
segenap aktifitas nabi Muhammad SAW dalam berinteraksi dengan umat. Masjid, menurut Nur Cholis Madjid dapat juga dikatakan
sebagai pranata terpenting masyarakat Islam. c.
Santri. Santri sebagai elemen ketiga dari kultur pesantren yang merupakan unsur pokok yang tidak kalah pentingnya dari kelima
unsur lain. Biasanya santri terdiri dari dua kelompok. Pertama, santri mukim ialah santri yang berasal dari daerah yang jauh dan
menetap dalam pondok pesantren. Kedua, santri kalong adalah santri-santri yang berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren dan
biasanya mereka tidak menetap dalam pesantren. Mereka pulang ke rumah masing-masing setiap selesai mengikuti suatu pelajaran di
pesantren. Biasanya perbedaan antara pesantren besar dan pesantren kecil dapat dilihat dari komposisi santri kalong. Semakin
besar sebuah pesantren akan semakin besar jumlah santri mukimnya. Dengan kata lain pesantren kecil akan memilih lebih
banyak santri kalong dari santri mukum.
18
d. Pondok. Kyai sebuah pesantren merupakan salah satu pemicu
minat santri untuk menuntut ilmu pada sang kyai, yang diasumsikan memiliki keluasan ilmu agama Islam sehingga santri
dari berbagai daerah berdatangan untuk menuntut ilmu. Sudah
18
Yasmadi, Modernisasi Pesantren, Kritik Nurcholis Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, Jakarta: Ciputat Press, 2002, Cet.Ke-1, h. 63-66
24
menjadi kelaziman jika di pesantren disediakan pondok tempat tinggal para santri.
e. Pengajian kitab-kitab klasik. Kitab-kitab yang diajarkan di
pesantren mayoritas berbahasa Arab yang biasa disebut dengan kitab kuning. Di antara kitab tersebut adalah kitab nahwu, dan
sharaf, fiqih, ushul fiqih, hadis, tafsir, tauhid, tasawuf, dan etika serta cabang-cabang ilmu seperti tarikh dan balaghah.
19
f. Madrasah atau Sekolah
Pada beberapa pondok pesantren yang telah melakukan pembaharuan, di samping masjid dan mushalla yang menjadi
tempat belajar, juga disediakan madrasah atau sekolah sebagai tempat untuk mendalami ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu
umum yang dilakukan secara klasikal. Madrasah atau sekolah ini biasanya juga terletak di dalam lingkungan pesantren.
Madrasah yang dikhususkan untuk mendalami ilmu-ilmu agama biasa disebut dengan pendidikan diniyah. Sedangkan madrasah
atau sekolah yang di dalamnya diajarkan pula ilimu-ilmu umum, maka penyelenggaraannya mengikuti pola yang telah ditentukan
oleh Departemen Agama atau Departemen Pendidikan Nasional. Madrasah atau Sekolah ini dilengkapi dengan sarana dan prasana
sebagaimana lazimnya pendidikan sistem sekolah, seperti ruang kelas proses belajar mengajar, perpustakaan, laboratorium,
19
Umi Musyarrofah, Dakwah K.H. Hamam Dja’far dan Pesantren Pabelan, Jakarta,
UIN Jakarta Press, 2009, Cet. Ke-1, h. 24-25
25
lapangan olahraga, dan lainnya. Jadi, pondok pesantren yang juga menyelenggarakan sistem pendidikan sekolah, akan mempunyai
dua macam kegiatan pembelajaran, yaitu pembelajaran ala pesantren dan pembelajaran ala sekolah. Kemudian, meski
berkembang dengan tingkat variasi yang sangat beragam, namun pondok pesantren dipertemukan dengan persamaan pada
keberadaannya sebagai: 1.
Lembaga pendidikan keagamaan Islam
2. Lembaga Dawah Islam
3. Lembaga pengembangan masyarakat.
20
Menurut Mastuhu elemen-elemen pondok pesantren yang berbentuk dalam sarana terbagi dua yaitu:
1. Sarana perangkat keras: masjid, rumah kyai, rumah ustadz,
pondok, gedung sekolah atau madrasah, tanah untuk berbagai kebutuhan pendidikan, gedung-gedung untuk keperluan lain
seperti perpustakaan, aula, kantor, pengurus pesantren, kantor organisasi santri, keamanan, koperasi dan lain-lain.
2. Sarana perangkat lunak: Tujuan, kurikulum, kitab, penilaian,
tata tertib, pusat dokumentasi, sumber belajar yaitu kitab, buku- buku dan sumber belajar lainnya, serta evaluasi belajar-mengajar
lainnya.
20
Mahmud, Model-Model Pembelajaran di Pesantren, h. 14
26
Sarana perangkat keras lebih mengacu kepengertian alat-alat bersifat fisik, sedangkan perangkat lunak mengacu kepengertian alat-
alat non fisik ata abstrak, misalnya: norma, nilai, isi, peraturan, ajaran dan sebagainya. Diantara unsur-unsur di atas kyai adalah
tokoh kunci yang menentukan corak kehidupan pesantren.
21
5. Pola Penyelenggaraan Pondok Pesantren
Pesantren sebagai lembaga iqamatuddin dalam kenyataannya dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Pengelompokkan ini
berdasarkan karakteristik pengajaran dan penyampaian yang dilakukan oleh pesantren tersebut. Secara garis besar bentuk pesantren dibedakan
menjadi tiga, yaitu: pesantren tradisional saalfiyah, pesantren modern khalafiyah, dan pesantren kombinasi.
a. Pesantren Tradisional salafiyah
Pesantren tradisional adalah pesantren yang masih kuat memegang pola tradisional dari segi penyampaian dan pengajaran nilai-nilai Islam.
Ciri dari pesantren ini adalah kitab-kitab yang dipelajari masih dengan cara atau sistem sorogan, bandongan, maupun weton. Cara-cara yang
tersebut diatas adalah cara lama yang telah turun temurun dipraktekkan. Ilmu yang dipelajari di pesantren tradisional ini pada umumnya sama,
demikian pula kitab-kitab yang di pakai. Hanya saja ada perbedaan pengajaran di antara pesantren-pesantren tersebut, yaitu: terletak pada
akar ilmu yang dimiliki oleh kyai yang bersangkutan.
21
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994, h. 58
27
Ciri lain dari pesantren tradisional adalah kemutlakan seorang kyai sebagai pemegang kekuasaan dan penentu suatukeputusan, pesantren ini
biasanya secara manajemenpun adalah manajemen keluarga.
22
b. Pesantren Modern khalafiyah
Kata modern diartikan sebagai yang terbaru atau mutakhir. Selanjutnya kata modern erat pula kaitan-kaitannya dengan kata
modernisasi yang berarti pembaharuan atau tajdiid dalam bahasa Arab.
23
Jadi Pesantren modern adalah pesantren yang menggunakan sistem modern baru dari segi penyampaian dan pengajaran materi. Ciri-ciri dari
pesantren ini adalah: 1.
Memakai cara diskusi dan tanya jawab dalam penyampaian materinya; 2.
Adanya pendidikan kemasyarakatan. Segenap santri berlatih memperhatikan dan mengerjakan hal-hal yang nantinya akan dialami
dalam masyarakat. Mengingat hal-hal yang nanti akan dijumpai setelah terjun dalam kehidupan masyarakat;
3. Santri diberi kebebasan sebebas mungkin, akan tetapi harus
bertanggungjawab; 4.
Adanya organisasi pelajar yang menagatur aktifitas para santri. Segala sesuatu mengenai kehidupan santri diatur dan diselenggarakan sendiri
oleh santri dengan cara demokrasi, gotong royong, dan dalam suasan
22
Umi Musyarrofah, Dakwah K.H Hamam Dja’far dan Pesantren Pabelan, h. 22-23
23
A. Malik M. Thaha Tuanaya, dkk, Modernisasi Pesantren, Jakarta, Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2007, Cet. Ke-1, h. 8
28
ukhuwah yang mendalam. Tapi, itu semua tidak terlepas dari pengawasan dan bimbingan pengasuh-pengasuhnya;
24
5. Adanya organisasi terpelajar yang bertanggungjawab atas segala
sesuatu dalam kehidupan dan kegiatan belajar sehari-hari, tata tertib, dan disiplin. Masing-masing dapat menyatakan pendapatnya dan
melakukan kesiswaan yang terikat dengan pendidikan dan pengajaran. c.
Pesantren Kombinasi salafiyah dan khalafiyah Pesantren kombinasi merupakan gabungan antara pola pendidikan
modern sistem madrasisekolah dan pembelajaraan ilmu-ilmu umum dikombinasikan dengan pola pendidikan pesantren klasik. Jadi pesantren
modern dan kombinasi merupakan pesantren yang diperbaharui untuk dipermodern pada segi-segi tertentu untuk disesuaikan dengan sistem
sekolah dengan tetap memelihara pola pengajaran asli pesantren dalam pembelajaran kitab-kitab salafi kitab kuning.
25
6. Bentuk-Bentuk Aktifitas Pesantren
1.
Bidang Dakwah
Pesantren sebagai salah satu lembaga dakwah yang memiliki peranan penting diharapkan mampu membawa perubahan di tengah-
tengah kehidupan masyarakat menuju kearah yang lebih baik yang diajarkan oleh ajaran Islam. Hal ini dilakukannya antara lain melalui
pesantren kilat, peringatan hari-hari besar Islam dan lain sebagainya.
24
Umi Musyarrofah, Dakwah K.H Hamam Dja’far dan Pesantren Pabelan, h. 23-24
25
Mahmud, Model-Model Pembelajaran di Pesantren, Tangerang, Media Nusantara, 2006, Cet. Ke-1, h.15
29
2. Bidang Sosial
Pesantren dalam tugasnya sebagai lembaga mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa harus membedakan
status sosial, ekonomi para santri, karena tidak sedikit santri yang belajar di pesantren dari keluarga yang kurang mampu, dalam hal ini
pesantren harus mampu bersikaplah lebih arif diantaranya dengan memberikan keringanan dalam biaya pendidikan santri.
3. Bidang Pendidikan
Kemudian pesantren sebagai lembaga pada bidang
pendidikan. Pesantren menyelenggarakan pendidikan formal seperti madrasah, sekolah umum dan perguruan tinggi. Serta menyediakan
non formal yang secara khusus mengajarkan agama yang sangat kuat dipengaruhi oleh pikiran-pikiran ulama-ulama fiqih, tafsir, tauhid
dan tasawuf yang hidup antara abad ke-7 sampai dengan abad ke-13 masehi.
Sejak tahun 1970-an bentuk-bentuk pendidikan yang diselenggarakan di pesantren sudah sangat bervariasi. Bentuk-bentuk
pendidikan dapat diklarifikasi menjadi empat tipe, yakni: a.
Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki
sekolah keagamaan MI, MTs, MA, SMU dan Perguruan Tinggi Umum;
30
b. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan
dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional;
c. Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam
bentuk Madrasah Diniyah MD; dan d.
Pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian.
26
Sistem penyelenggaraan pendidikan di pesantren pada mulanya memiliki keunikan tersendiri di banding sistem pendidikan
di lembaga pendidikan lain. Sistem pendidikan di pesantren tersebut sebagaimana dijelskan oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir 2006:
235-236 dapat digambarkan sebagai berikut: a.
Menggunakan sistem pendidikan tradisional, dengan ciri adanya kebebasan penuh dalam proses pembelajarannya, terjadinya
hubungan interaktif antara kyai dan santri. b.
Pola kehidupan di pesantren menonjolkan semangat demokrasi dalam praktik memecahkan masalah-masalah intern non-
kurikuler. c.
Peserta didik para santri dalam menempuh pendidikan di pesantren tidak berorientasi semata-mata mencari ijazah
dangelar, sebagaimana sistem pendidikan di sekolah formal d.
Kultur pendidikan diarahkan untuk membangun dan membekali para santri agar hidup sederhana, memiliki idealisme,
26
Mundzier Suparta dan Amin Haedari, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2004, h. 5-6.
31
persaudaraan, persamaan, percaya diri, kebersamaan dan memiliki keberanian untuk siap hidup di masa depan.
27
Dilihat dari bidang-bidang tersebut keberadaan pesantren sangatlah penting. Pesantren tidak hanya sebagai lembaga
pendidikan saja, tetapi juga memiliki fungsi sosial, dan dakwah.
28
C. Dakwah Dan Ruang Lingkupnya 1. Pengertian Dakwah
Dakwah adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan dengan mempergunakan metode yang bermacam-macam dan dilaksanakan oleh
perorangan
29
, sekelompok komunitas dan masyarakat. Secara bahasa, dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu daa,
yadu, dawan, daa, yang diartikan sebagai mengajakmenyeru, memanggil, seruan, permohonan, dan permintaan. Istilah ini sering diberi
arti yang sama dengan istilah-istilah tabligh, amar maruf nahi munkar, mauidzhah hasanah, tabsyir, indzar, washiyah, tarbiyah, talim, dan
khotbah.
30
Dakwah juga merupakan aktifitas menyeru manusia kepada perubahan yang sejatinya tak boleh berhenti apalagi mati, tetapi ia adalah
aktifitas yang kontinyu. Karena memerlukan para pelaku dakwah aktifis yang mampu mengemban amanat penerus nabi. Kredibilitas dan
27
A. fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, Malang: Uin Malang Press, 2008, Cet. Ke-1, h. 244
28
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, h. 55
29
Armawati Arbi, Dakwah dan Komunikasi, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003, h. 2
30
Muhammad Munir dan Wahyu lllahi, Manajemen Dakwah, Jakarta: KENCANA, 2009, Cet. Ke-2, h. 17
32
kemampuan sang da’i sebagai penentu keberhasilan merupakan tuntutan zaman, sebab semakin bertambah umat manusia yang menerima dakwah,
semakin meluas geografis dakwah, semakin dibutuhkan pertumbuhan wawasan dan keluasan kerja dakwah.
Kata dakwah sering dijumpai dan digunakan dalam ayat-ayat al- Quran sebagaimana yang dijelaskan dalam surah Yunus10:25 berikut:
25
Artinya: Allah menyeru manusia ke Darussalam surga dan memimpin orang yang menghendakinya, kepada jalan yang lurus
Islam. Adapun pengertian dakwah secara istilah menurut para pakar
yaitu: a.
Syaikh Abdullah Ba’alawi menyatakan bahwa dakwah adalah mengajak, membimbing orang yang belum mengerti atau sesat
jalannya dari agama yang benar untuk dialihkan kejalan ketaatan kepda Allah. menyuruh mereka berbuat baik dan melarang berbuat
buruk agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat. b.
Syaikh Muhammad Abduh mengatakan bahwa dakwah adalah menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran adalah
fardhu yang diwajibkan kepada setiap muslim.
31
31
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011, h. 2
33
c. M. Arifin dalam buku Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi
menyatakan bahwa dakwah adalah suatu kajian dalam seruan, baik dengan lisan, tulisan serta tingkah laku yang dilakukan secara sadar
dan berencana untuk memengaruhi orang lain agar timbul suatu pengertian, kesadaran, penghayatan serta pengamalan ajaran agama
tanpa adanya unsur paksaan.
32
Dari beberapa pendapat diatas mengenai makna dakwah, disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu jalan mengajak seseorang
menuju jalan Allah SWT guna membawa manusia kepada jalan yang benar, yang mampu mengubah keadaan manusia menuju kearah yang
lebih baik. Dakwah memang merupakan ajakan kepada kebajikan dengan tidak tertuju kepada satu segi kehidupan saja, akan tetapi ajakan
kebajikan kepada seluruh aspek kehidupan terdapat di muka bumi ini. Al-
Qur’an banyak mengemukakan metode dakwah untuk dijadikan oleh para da’i, ada tiga cara dalam berdakwah yang
dikemukakan dalam firman Allah SWT Q.S. An-Nahl: 125 bahwa dakwah adalah mengajak umat manusia ke jalan Allah dengan cara
yang bijkasana, nasehat yang baik serta berdebat dengan cara yang baik pula,
33
yang berbunyi:
32
M.Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Jakarta: Bumi Askara, 1993, h.6
33
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1983, h. 19