5.2 Produksi Hasil Tangkapan dan Prasarana Perikanan
Kegiatan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Cirebon terjadi di tujuh kecamatan pantai sub 4.1 dengan panjang pantai 54 km. Konsentrasi perikanan
tangkap terbesar di dua kecamatan yaitu Kecamatan Cirebon Utara dan Gebang dengan perolehan produksi HT tertinggi Kecamatan Gebang dan yang kedua
Kecamatan Cirebon Utara. Uraian perkembangan produksi dari hasil penangkapan ikan di laut per kecamatan tahun 2007 tertera pada Tabel 13.
Tabel 13 Perkembangan produksi hasil tangkapan ikan di laut Kabupaten Cirebon menurut kecamatan tahun 2007
No Kecamatan
Produksi Nilai produksi
ton Rp 1000
1 Kapetakan
6.231,0 15,70
23.444.481 9,0
2 Cirebon Utara
6.111,9 15,40
88.047.050 33,8
3 Mundu
6.905,7 17,40
20.058.056 7,7
4 Astanajapura
397,0 1,00
2.604.942 1,0
5 Pangenan
3.056,0 7,70
45.065.502 17,3
6 Gebang
13.414,5 33,80
40.116.111 15,4
7 Losari
3.571,9 9,00
41.158.088 15,8
Jumlah 39.688,0
100,00 260.494.230
100,00
Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, 2007
Jumlah produksi hasil tangkapan ikan di Kabupaten Cirebon pada tahun 2007 sebesar 39.688 ton sedangkan nilai produksi sebesar Rp 260.494.230,00.
Kecamatan-kecamatan dengan produksi hasil tangkapan dominan terdapat pada Kecamatan Gebang sebesar 13.414,5 ton atau 33,80 , Kecamatan Mundu
sebesar 6.905,7 ton atau 17,40 , Kecamatan Kapetakan sebesar 6.231 ton atau 15,70 dan Kecamatan Cirebon Utara sebesar 6.111,9 ton atau 15,40 . Nilai
produksi di Kecamatan Gebang adalah sebesar Rp 40.116.111,00, Kecamatan Mundu sebesar Rp 20.058.056,00, Kecamatan Kapetakan sebesar Rp
23.444.481,00 dan Kecamatan Cirebon Utara sebesar Rp 88.047.050,00.
5.3 PPI Desa Bandengan
Kecamatan Mundu memiliki satu unit tempat pelelangan ikan PPI Desa Bandengan yang berlokasi di Desa Bandengan dan pembangunan serta pengadaan
peralatannya dibiayai dari APBD Provinsi Jawa Barat dengan waktu pelaksanaan pembangunan dan pengadaan peralatan tempat pelelangan ikan PPI Desa
Bandengan dilaksanakan pada tanggal 4 Juli s.d 1 Oktober 2007 Anonymous, 2007.
5.3.1 Unit penangkapan
Jenis perahu yang digunakan pada unit penangkapan di PPI Desa Bandengan adalah perahu motor tempel dengan mesin yang dapat dipasang atau dilepaskan
secara mudah dari buritan perahu outboard. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan-nelayan di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon pada tahun 2007
berjumlah 812 unit yang tersebar di setiap desa terdiri atas Desa Mundupesisir sebanyak 274 unit, Desa Bandengan sebanyak 97 unit, Desa Citemu sebanyak 244
unit dan Desa Waruduwur sebanyak 197 unit. Alat tangkap payang di Desa Bandengan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3 Alat tangkap payang nelayan Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008.
Armada penangkapan ikan yang menggunakan alat tangkap payang di Desa Bandengan Kecamatan Mundu, biasanya menggunakan perahu yang terbuat dari
kayu jati Tectona grandis yang dibuat di sekitar Desa Bandengan. Perahu payang sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Perahu nelayan payang Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008.
Jumlah armada penangkapan ikan di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon per desa tahun 2007 disajikan dalam Tabel 14 di bawah ini.
Tabel 14 Rekapitulasi jumlah armada penangkapan ikan di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon per desa tahun 2007
No Desa
Motor Tempel 1 Mundu Pesisir
256 2 Bandengan
97 3 Citemu
244 4 Waruduwur
198 Jumlah
795
Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon 2008
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap nelayan, ukuran perahu yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap payang mempunyai
ukuran rata-rata panjang P 10-12 m, lebar L 3-3,5 m, tinggi D 1,3-1,5 m dengan tenaga penggerak digunakan mesin umumnya berkekuatan 24 PK dengan
merek yang sebagian besar Dompheng sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Mesin yang digunakan nelayan payang Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008.
Nelayan lebih menyukai merek dompheng karena merek mesin tersebut
dirasakan lebih murah dibandingkan dengan merek mesin lainnya seperti Kubota. Armada penangkapan ikan berupa perahu motor tempel PMT yang bersandar di
sungai Selapenganten Desa Bandengan Kecamatan Mundu dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.
Gambar 6 Armada penangkapan perahu motor tempel di Sungai Selapenganten Desa Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tahun 2008.
5.3.2 Nelayan
Tenaga kerja yang terserap dalam usaha penangkapan ikan terdiri atas nelayan pemilik atau disebut dengan rumah tangga perikanan RTP dan sebagai buruh
dalam usaha penangkapan atau disebut dengan rumah tangga buruh perikanan RTBP. Pada tahun 2007 jumlah RTP di Kabupaten Cirebon sebanyak 5.533
orang, sedangkan jumlah rumah tangga buruh perikanan RTBP sebanyak 17.207 orang.
Jumlah nelayan buruh diduga lebih banyak dibandingkan jumlah nelayan pemilik. Hal ini diindikasikan oleh jumlah Rumah Tangga Buruh Perikanan
RTBP lebih besar daripada jumlah RTP di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon periode 2007 sebagaimana yang disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15 Jumlah RTP dan RTBP di Kabupaten Cirebon periode 2007 No
Kecamatan RTP
RTBP Jumlah RTPRTBP
1 Kapetakan 731
1.800 2.531
2 Cirebon Utara 1.565
2.204 3.769
3 Mundu 812
2.821 3.633
4 Astanajapura 46
72 118
5 Pangenan 363
2.032 2.395
6 Gebang 1.589
7.338 8.927
7 Losari 427
940 1.367
Jumlah 5.533
17.207 22.740
Sumber : Laporan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon tahun 2008
Jumlah nelayan buruh lebih besar dibandingkan dengan nelayan pemilik di Kecamatan Mundu yaitu nelayan buruh berjumlah 2.821 orang sedangkan
nelayan pemilik berjumlah 812 orang. Berdasarkan wawancara dari Kantor Kepala Desa Bandengan tahun 2007 jumlah nelayan Desa Bandengan sebanyak
235 orang terdiri atas 70 orang nelayan pemilik dan 165 orang nelayan buruh.
5.3.3 Jenis dan produksi hasil tangkapan
Produksi hasil tangkapan ikan di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon pada tahun 2007 sebesar 6.905,7 ton, sedangkan nilai produksi sebesar Rp
20.058.056,00. Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden nelayan di PPI
Desa Bandengan Kecamatan Mundu diperoleh bahwa jenis ikan hasil tangkapan yang paling utama adalah ikan tembang, sementara yang lainnya adalah ikan teri,
kembung dan pepetek pepirik. Hasil tangkapan rata-rata ikan per tripnya dapat
dilihat pada Tabel 16 dan Lampiran 2.
Tabel 16 Rata-rata jumlah hasil tangkapan ikan per trip, rata-rata harga ikan dan total penjualan nelayan payang di PPI Desa Bandengan menurut jenis
ikan tahun 2008
No Jenis ikan
Rata-rata jumlah hasil tangkapan
per trip kg Rata-rata harga
ikan Rpkg Total penjualan
Rp 1 Tembang
271 1.500
406.500 2 Kembung
34 5.200
176.800 3 Teri
19 4.750
90.250 4 Pepetek Pepirik
60 1.000
60.000 Jumlah
384 12.450
733.550
Sumber : Data primer, 2008
Hasil tangkapan ikan yang paling banyak adalah jenis ikan tembang Fringescale sardinella rata-rata sebanyak 271 kg dengan harga per kg-nya rata-
rata berkisar Rp 1.500,00, sedangkan ikan yang lain adalah ikan kembung perempuan Short-bodied mackerel 34 kg dengan harga per kg-nya rata-rata
berkisar Rp 5.200,00, ikan pepetek Slipmouths or Pony fishes yaitu 60 kg dengan harga per kg-nya rata-rata berkisar Rp 1.000,00 dan yang paling sedikit
adalah ikan teri Anchovies 19 kg dengan harga per kg-nya rata-rata berkisar Rp 4.750,00. Hasil tangkapan ikan utama nelayan payang dapat dilihat pada Gambar
7 dan Lampiran 3.
Ikan tembang Fringescale sardinella
Ikan teri Anchovies
Ikan kembung perempuan Short bodied mackerel
Ikan pepetek Slipmouths or Pony fishes Gambar 7 Hasil tangkapan ikan utama nelayan payang Desa Bandengan
Kabupaten Cirebon tahun 2008.
6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN
Tujuan akhir dari usaha penangkapan payang di Desa Bandengan adalah meningkatkan kesejahteraaan nelayan bersama keluarga. Karena itu sasaran dari
kegiatan usaha penangkapan ikan nelayan payang ialah bagaimana cara memperoleh hasil tangkapan dalam jumlah yang banyak dan beragam dengan
kualitas yang memadai dalam jangka waktu tertentu sehingga menjadi pendapatan nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Hasil tangkapan nelayan payang yang diperoleh harus dapat dijual tidak saja dengan harga yang layak, tetapi juga dalam waktu yang tidak terlalu lama. Karena
ikan merupakan komoditi yang cepat rusakbusuk apalagi tanpa perlakuan Ismail, 2001, padahal berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan pada umumnya
nelayan payang di desa Bandengan tidak memiliki sarana penyimpanan yang dapat menjaga kualitas ikan hasil tangkapan mereka.
Besar atau kecil volume hasil tangkapan nelayan payang tidak hanya ditentukan oleh sumberdaya yang mereka miliki, seperti perahu dan alat tangkap
serta pengalaman mereka sebagai nelayan, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan laut dan kondisi geografi di mana mereka melakukan usaha
penangkapan ikan. Selain faktor lingkungan tersebut diduga terjadinya kenaikan harga BBM pun juga berpengaruh terhadap volume hasil tangkapan ikan
disebabkan oleh BBM yang digunakan nelayan untuk melaut merupakan biaya melaut yang dominan dari keseluruhan biaya melaut lainnya dalam operasi
penangkapan ikan sehingga untuk mengetahui besaran pendapatan dari usaha penangkapan payang maka dilakukan suatu analisis usaha penangkapan ikan
nelayan payang di Desa Bandengan.
6.1 Analisis Usaha Penangkapan Payang 6.1.1 Analisis Biaya Usaha Penangkapan Payang
1. Investasi
Investasi nelayan payang Desa Bandengan dalam usaha penangkapan ikan terdiri atas perahu, alat tangkap dan mesin. Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan terhadap para 27 responden nelayan diperoleh perhitungan biaya investasi berupa perahu sebesar Rp 25.400.000,00, alat tangkap sebesar Rp
15.000.000,00 dan mesin sebesar Rp 5.000.000,00 sebagaimana yang disajikan pada Tabel 17 dan Lampiran 4.
Tabel 17 Pengeluaran biaya investasi unit penangkapan payang di Desa Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tahun 2008
No Jenis Investasi
Rata-rata Biaya Pembelian Rp1.000 Prosentase Biaya
1 Perahu 25.400
56,0 2 Alat Tangkap
15.000 33,0
3 Mesin 5.000
11,0 Jumlah
45.400 100,0
Sumber : Analisis data primer, 2008
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap nelayan payang Desa Bandengan, ukuran perahu yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap
payang mempunyai rata-rata panjang P 10-12 m, lebar L 3-3,5 m dan tinggi D 1,3-1,5 m, dengan tenaga penggerak digunakan umumnya berkekuatan 24 PK
dan sebagian besar bermerek Dompheng. Alat tangkap payang yang digunakan dalam usaha penangkapan ini memiliki dua buah sayap yang terletak di sebelah
kanan dan kiri badan payang berukuran panjang sekitar 100-200 meter, bagian badan jaring sepanjang 36-65 meter dan bagian kantong terletak di belakang
bagian badan payang yang merupakan tempat terkumpulnya hasil tangkapan ikan adalah sepanjang 10-20 meter.
Perahu payang yang digunakan nelayan dalam operasi penangkapan ikan di laut tidak dilengkapi palka. Tempat pembuatan perahu payang dilakukan di Desa
Bandengan. Adapun alat tangkap payang, pada umumnya dibuat sendiri oleh nelayan di Desa Bandengan setelah membeli bahan alat tangkap di daerah yang
sama, sedangkan tenaga penggerak berupa mesin Dompheng berasal dari Cina.
Besarnya investasi pada kegiatan usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap payang di Desa Bandengan adalah Rp 45.400.000,00.
Perahu merupakan komponen biaya yang paling dominan yaitu Rp 25.400.000,00 atau 56 dibandingkan dengan seluruh biaya pengeluaran dana investasi armada
payang. Hal ini disebabkan oleh bahan baku perahu terbuat dari kayu jati Tectona grandis
yang harganya cukup tinggi sehingga berpengaruh pada besarnya biaya perahu.
2. Biaya Operasional Penangkapan Ikan
Dalam penelitian ini yang termasuk komponen biaya variabel adalah biaya- biaya bahan bakar, pelumas, perbekalan konsumsi yang dibawa, air tawar dan
upah yang menggunakan sistem bagi hasil ABK. Berdasarkan hasil wawancara melalui kuisioner yang dilakukan para responden nelayan berjumlah 27 orang
diperoleh perhitungan biaya operasional melaut unit penangkapan payang ukuran perahu payang rata-rata panjang P 10-12 m, lebar L 3-3,5 m dan tinggi D 1,3-
1,5 m terdiri atas biaya bahan bakar sebesar Rp 105.000,00 Tabel 18 dan Lampiran 5 dengan jumlah BBM jenis minyak tanah oplosan per trip melaut 30
liter, biaya pelumas sebesar Rp 30.000,00 dengan jumlah pelumas per trip 4 liter, biaya perbekalan konsumsi sebesar Rp 61.0000,00 per trip dan biaya air tawar
sebesar Rp 4.000,00 dengan jumlah 10 liter per trip. Upah seluruh tenaga kerja per trip berdasarkan bagi hasil diperoleh sebesar Rp 266.775,00.
Tabel 18 Biaya rata-rata variabel yang dikeluarkan unit penangkapan nelayan payang per trip di Desa Bandengan tahun 2008
No Jenis biaya
Rata-rata jumlah
pengeluaran Rp
Persentase-1 Persentase-2
1. Biaya Operasi Melaut 1 Bahan bakar
105.000 22,4
52,5 2 Pelumas
30.000 6,4
15,0 3 Perbekalan konsumsi
61.000 13,0
30,5 4 Air tawar
4.000 0,8
2,0 Sub Jumlah
200.000
- 100,0
2. Upah TK Bagi hasil 266.775
57,1 -
3. Jumlah biaya variabel
466.775
100,0 -
Keterangan : Persentase terhadap biaya total variabel
Persentase terhadap biaya operasi melaut Jenis Minyak tanah oplosan
Sumber : Data primer, 2008
Dalam hal proses bagi hasil, yang dibagi adalah hasil penjualan ikan hasil tangkapan. Setelah ikan hasil tangkapan dijual oleh tengkulak selama satu hari di
Desa Bandengan kemudian dilakukan perhitungan bagi hasil antara nelayan pemilik dan tenaga kerja ABK. Waktu-waktu perhitungan bagi hasil dilakukan
setiap akhir trip sehingga para nelayan buruh menerima bagiannya setiap trip melaut.
Besarnya bagi hasil yang diterima nelayan pemilik dan tenaga kerja ABK adalah setengah-setengah, yaitu setelah hasil penjualan ikan dikurangi biaya
operasional melaut, lalu dibagi dua antara nelayan pemilik dan tenaga kerja. Jumlah biaya variabel yang dikeluarkan nelayan pemilik adalah sebesar Rp
466.775,00 sedangkan upah merupakan komponen biaya variabel yang paling dominan yaitu sebesar Rp 266.775,00 57,1 dibandingkan dengan seluruh
biaya yang dikeluarkan nelayan payang pemilik perahu. Artinya sistem bagi hasil berpengaruh terhadap pendapatan nelayan pemilik payang. Nelayan pemilik yang
mendapatkan 50 dari bagi hasil sudah termasuk digunakan untuk menutupi biaya operasional melaut. Sistem bagi hasil diperoleh sebesar Rp 533.550,00 Rp
733.550,00 – Rp 200.000,00. Adapun biaya operasional melaut terdiri atas biaya bahan bakar minyak tanah, pelumas, perbekalan dan air tawar, sedangkan biaya
tetap terdiri atas perawatan dan penyusutan. Seluruh biaya tanggungan dari pemilik alat dan perahu payang.
Pada sistem bagi hasil, nelayan pemilik payang memperoleh bagian sebesar Rp 266.775,00 50 × Rp 533.550,00 sedangkan tenaga kerja ABK
memperoleh bagian sebesar Rp 266.775 50 × Rp.533.550,00 . Akan tetapi, bagian yang diterima tenaga kerja ABK harus dibagi lagi dengan sejumlah
tenaga kerja ABK yang terlibat dalam aktivitas kegiatan di perahu. Semakin banyak jumlah tenaga kerja ABK, semakin kecil bagian atau upah yang
diperoleh setiap tenaga kerjanya ABK. Dengan demikian rata-rata tenaga kerja ABK akan mendapatkan upah jauh lebih rendah dibandingkan dengan yang
diperoleh nelayan pemilik. Rendahnya upah ABK ini merupakan salah satu penyebab utama kemiskinan. Menurut Kusnadi, 2004 salah satu penyebab
kemiskinan nelayan baca: ABK adalah faktor yang berkaitan kondisi internal sumberdaya manusia nelayan dan aktivitas kerja mereka. Faktor-faktor internal
mencakup masalah antara lain: 1 keterbatasan kualitas sumberdaya manusia nelayan; 2 keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan;
3 hubungan kerja pemilik perahu-nelayan buruhABK dalam organisasi penangkapan ikan yang dianggap kurang menguntungkan nelayan buruh; 4
kesulitan melakukan diversifikasi usaha penangkapan; 5 ketergantungan yang
tinggi terhadap okupasi melaut; dan 6 gaya hidup yang dipandang ”boros” sehingga kurang berorientasi ke masa depan.
Sebagaimana hal tersebut di atas maka hubungan kerja antara pemilik perahu dengan nelayan buruh dalam organisasi penangkapan ikan, khususnya mengenai
sistem bagi hasil, sangat berpengaruh terhadap tinggi-rendahnya pendapatan yang diperoleh nelayan. Sistem bagi hasil itu sendiri terbentuk salah satunya sebagai
konsekuensi dari tingginya resiko usaha penangkapan Satria, 2002. Selain itu kebijakan pemerintah menaikkan bahan bakar minyak pada bulan Juli tahun 2008
juga mempengaruhi pendapatan yang diperoleh nelayan. Bahan bakar minyak BBM memiliki pengaruh terhadap biaya operasional
melaut dari total biaya variabel. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan bahan bakar yang dominan yakni sebesar Rp 105.000,00 22,4 dibandingkan dengan
kebutuhan melaut lainnya seperti pelumas sebesar Rp 30.000,00 6,4 , perbekalan konsumsi sebesar Rp 61.000,00 13,0 , air tawar sebesar Rp.
4.000,00 0,8 dari total kebutuhan melaut sebesar Rp 200.000,00 per trip melaut. Besaran persentase biaya operasional melaut yaitu dari biaya variabel
tanpa upah adalah bahan bakar minyak BBM sebesar 52,5 , pelumas sebesar 15,0 , perbekalan konsumsi sebesar 30,5 dan air tawar sebesar 2,0 .
Komponen biaya tetap pada operasi penangkapan ikan nelayan payang terdiri dari biaya penyusutan dan perawatan. Hasil wawancara terhadap 27 responden
nelayan diperoleh biaya tetap yang perinciannya dapat di lihat pada Tabel 19 di bawah ini.
Tabel 19 Biaya tetap yang dikeluarkan usaha penangkapan payang per trip di Desa Bandengan tahun 2008
No Jenis Biaya
Jumlah Rp 1
Penyusutan perahu 9.067
2 Penyusutan mesin
3.571 3
Penyusutan alat tangkap 17.857
4 Perawatan perahu
15.600 5
Perawatan mesin 15.000
6 Perawatan alat tangkap
31.250 Jumlah
92.345
Sumber : Data primer, 2008
Biaya tetap yang dikeluarkan nelayan payang per trip adalah Rp 92.345,00 dengan biaya tertinggi pada komponen perawatan alat tangkap sebesar Rp
31.250,00 atau 33,8 dari jumlah biaya tetap yang dikeluarkan, sedangkan biaya terendah pada komponen penyusutan mesin sebesar Rp 3.571,00 atau 3,8 dari
jumlah biaya tetap yang dikeluarkan.
6.1.2. Analisis penerimaan usaha
Penerimaan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap payang di Desa Bandengan diperoleh dari hasil penjualan ikan hasil tangkapan di Desa
Bandengan. Jenis ikan hasil tangkapan yang paling utama adalah ikan tembang, sementara yang lainnya adalah ikan teri, kembung dan pepirik.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap para responden nelayan diperoleh hasil penerimaan hasil tangkapan rata-rata ikan per tripnya sebagaimana yang disajikan
pada Tabel 20. Tabel 20 Rata-rata jumlah hasil tangkapan ikan, harga dan total penjualan
nelayan payang per trip di Desa Bandengan pada bulan Juli 2008
No Jenis Ikan
Rata-rata Jumlah Hasil Tangkapan
per trip kg Rata-rata Harga
Ikan Rpkg Total Penjualan
Rp 1 Tembang
271 1.500
406.500 2 Kembung
34 5.200
176.800 3 Teri
19 4.750
90.250 4 Pepetek Pepirik
60 1.000
60.000 Jumlah
384 12.450
733.550
Sumber : Data primer, 2008
Hasil tangkapan ikan yang paling banyak adalah jenis ikan tembang Fringescale sardinella rata-rata sebanyak 271 kg dengan harga per kg-nya rata-
rata berkisar Rp 1.500,00, sedangkan ikan yang lain adalah ikan kembung perempuan Short-bodied mackerel 34 kg dengan harga per kg-nya rata-rata
berkisar Rp 5.200,00, ikan pepetek Slipmouths or Pony fishes yaitu 60 kg dengan harga per kg-nya rata-rata berkisar Rp 1.000,00 dan yang paling sedikit
adalah ikan teri Anchovies 19 kg dengan harga per kg-nya rata-rata berkisar Rp 4.750,00. Jumlah rata-rata pendapatan yang diperoleh nelayan payang untuk satu
trip rata-rata Rp 733.550,00.
6.1.3. Analisis pendapatan usaha penangkapan ikan nelayan payang
Keberhasilan suatu usaha dapat diketahui dari keuntungan yang diperoleh, yaitu penerimaan dikurangi dengan biaya-biaya. Pendapatan usaha penangkapan
ikan nelayan Payang per trip dapat dilihat pada Tabel 21 berikut ini. Tabel 21 Analisis pendapatan usaha penangkapan ikan per trip nelayan Payang di
Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008
I. Penerimaan hasil tangkapan per trip TR 1 kali trip x Rp 733.550,00
Rp 733.550,00 II. Biaya-biaya
1. Biaya investasi Rp 45.400.000,00
2. Biaya variabel per trip 2.1 Biaya operasi melaut dikeluarkan sebelum melaut:
1 Bahan bakar 1 kali trip x Rp 105.000,00 Rp 105.000,00
2 Perbekalan 1 kali trip dengan rincian Rp 61.000,00
-Beras Rp 5.000 x 5 kg Rp 25.000,00 -Bumbu masak Rp 10.000,00
-Rokok Rp 14.000,00 -Minyak kompor 3 lt x Rp 4.000,00 Rp 12.000,00
3 Pelumasoli 1 kali trip x Rp 30.000,00 Rp 30.000,00
4 Air tawar 1 kali trip x Rp 4.000,00 Rp 4.000,00
2.2 Upahbagi hasil untuk TK nelayan ABK, nakhoda, dll 1 kali trip x Rp 733.550,00-Rp 200.000,00 x 50
Rp 266.775,00 Total biaya variabel A
Rp 466.775,00
Biaya tetap per trip Penyusutan perahu Rp 22.850.00010th.12.21
Rp 9.067,00 Penyusutan mesin Rp 4.500.0005th.12.21
Rp 3.571,00 Penyusutan alat tangkap Rp 13.500.0003th.12.21
Rp 17.857,00 Perawatan perahu
Rp 15.600,00 Perawatan mesin
Rp 15.000,00 Perawatan alat tangkap
Rp 31.250,00 Total biaya tetap B
Rp 92.345,00
Total biaya usaha A + B TC Rp 559.120,00
Pendapatan per trip : TR-TC Rp 174.430,00
Rp 733.550,00 – Rp 559.120.00
Keterangan : 12.21 Payang 1 th beroperasi 12 bulan, 1 bulan 21 trip
Sumber : Data primer 2008
Berdasarkan pada Tabel 21 tersebut diatas dapat dilihat bahwa penerimaan per trip setelah dikurangi biaya-biaya, keuntungan yang didapat adalah Rp
174.430,00. Keuntungan yang didapat per bulan atau setara 21 trip pada musim puncak Februari s.d Juli sebesar 21 x Rp 174.430,00 = Rp 3.663.030.
Berdasarkan pada sistem bagi hasil, nelayan pemilik payang memperoleh bagian sebesar Rp 266.775,00 50 × Rp 533.550,00 sedangkan tenaga kerja ABK
memperoleh bagian sebesar Rp 266.775,00 50 × Rp 533.550,00 dengan jumlah tenaga kerja ABK sebanyak 15 orang, maka masing-masing tenaga kerja
ABK mendapatkan pendapatan sebesar Rp 17.785,00 per trip. Nelayan pemilik payang di Desa Bandengan juga merangkap sebagai nakhoda tenaga kerja dalam
operasi penangkapan ikan di laut meskipun demikian besaran sistem bagi hasil tangkapan ikan yang diterima nelayan pemilik dan tenaga kerja ABK adalah
sama setengah-setengah. Berdasarkan pada wawancara nelayan, pada umumnya nelayan payang di
Desa Bandengan melaut pada musim puncak yaitu berkisar bulan Februari s.d Juli tahun 2008 dengan daaerah penangkapan ikan antara lain daerah perairan
Bandengan, Cirebon, Losari, Klangenan dan Brebes. Pada musim puncak tersebut nelayan mendapatkan hasil tangkapan ikan antara lain ikan tembang, ikan
kembung, ikan teri dan ikan pepirik. Adapun selain jenis ikan tersebut terdapat hasil tangkapan ikan sampingan yaitu ikan talang, ikan alu-alu, ikan tempul dan
ikan kakap putih, namun dalam penelitian ini hanya membahas hasil tangkapan ikan yang dominan atau utama disebabkan nelayan lebih banyak mendapatkan
hasil tangkapan ikan ini. Saat musim sedang yang berkisar bulan Agustus dan September tahun 2008
nelayan hanya melaut di daerah perairan Desa Bandengan dengan hanya mendapatkan jenis ikan tembang. Dan pada musim paceklik yang berkisar bulan
Oktober s.d Januari tahun 2008 nelayan payang tidak melaut. Karena tidak ada pekerjaan lain selain melaut maka pada umumnya nelayan memilih aktivitas
untuk memperbaiki jaring atau di rumah bersama keluarga. Nelayan payang dengan keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha
penangkapan ikan di laut pada kenyataannya masih belum mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari disebabkan oleh mereka pada umumnya masih
bergantung pada tengkulak sehingga harga tangkapan ikan bisa rendah karena permintaan tengkulak. Disamping itu adanya harga BBM yang masih relatif mahal
bagi nelayan membuat nelayan menggunakan minyak tanah dalam kebutuhan melaut dan bahkan karena tidak terjangkaunya harga BBM ada yang tidak melaut.
Selain hal-hal diatas faktor kondisi cuaca seperti gelombang tinggi, curah hujan tinggi dapat mengurangi pendapatan nelayan karena pada umumnya nelayan
payang tidak melaut. Masyarakat nelayan Desa Bandengan mengandalkan mata pancaharian hanya sebagai nelayan tidak berprofesi ke yang lain.
Dalam penanganan hal diatas perlu adanya kepedulian dari pemerintah untuk membantu para nelayan yang sedang mengalami kesulitan yakni dengan
memberikan subsidi harga BBM bagi nelayan dan mengaktifkan Tempat Pelelangan Ikan TPI Desa Bandengan, meskipun telah ada Peraturan Daerah
Perda No 52002 tentang TPI, tetapi nyatanya pelelangan tidak berjalan. Padahal, pemerintah daerah telah mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk
membangunnya. Para nelayan Desa Bandengan meminta agar aktivitas di Tempat Pelelangan Ikan TPI berjalan sehingga nelayan dapat melakukan pelelangan
hasil tangkapan ikannya dan harga ikan pun stabil tidak dimonopoli oleh tengkulak.
Hal ini disebabkan para nelayan tergantung kepada para tengkulak yang telah meminjamkan modal untuk biaya operasional melaut agar hasil tangkapan bisa
dijual. Selain itu, nelayan Desa Bandengan mengharapkan adanya tindakan tegas dari aparat terkait banyaknya alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti garuk,
arad, trawl, pukat harimau, dan apollo.
6.2 Faktor-faktor Biaya Produksi yang Mempengaruhi Perolehan Produksi
Volume Hasil Tangkapan
Faktor-faktor biaya produksi yang mempengaruhi volume hasil tangkapan diperoleh melalui proses perhitungan dengan membuat rank dari variabel-variabel
untuk diukur denagan pengujian korelasi urutan Spearman yaitu diawali dengan menentukan formulasi hipotesis kemudian menentukan taraf nyata
α dan nilai
ρ
s
tabel yang ditentukan sesuai dengan besarnya n n ≤
30. Setelah itu menentukan kriteria pengujian H
diterima apabila r
s
≤ ρ
s
α atau H
ditolak apabila r
s
ρ
s
α , kemudian menentukan nilai uji statistik yang merupakan nilai r
s
dan terakhir membuat kesimpulan apakah H
diterima atau ditolak.
Hasil perhitungan terhadap beberapa faktor yang terdiri atas bahan bakar minyak X1, perbekalan konsumsi X2 dan upahbagi hasil ABK X5 dengan
pengujian korelasi urutan spearman dapat dilihat pada Tabel 22 dan Lampiran 6. Tabel 22 Hasil perhitungan Korelasi Spearman antara nilai pendapatan dengan
nilai BBM, perbekalan dan bagi hasil ABK nelayan payang di Desa Bandengan tahun 2008
Hasil uji korelasi urutan Spearman Y
X1 Y
X2 Y
X5 ∑
d
2
2.969,5 2.683
195 r
s
0,09 0,18
0,94
Keterangan : Y = Nilai pendapatan kotor ∑d
2
= Jumlah beda urutan dalam satu pasangan data X1 = Nilai BBM r
s
= Korelasi spearman X2 = Nilai perbekalan konsumsi
X5 = Nilai bagi hasil ABK Sumber : Data primer, 2008
Berdasarkan pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa biayabagi hasil buruh nelayan ABK mempunyai pengaruh terhadap pendapatan nelayan pemilik. Hal ini dapat
dilihat dari hasil perhitungan korelasi Spearman sebesar r
s
= 0,94 = 94 Lampiran 7 dengan nilai
ρ
s
tabel sebesar = 0,32 = 32 sehingga tolak H
0,
artinya ada hubungan antara bagi hasil ABK dengan pendapatan bila dibandingkan dengan komponen biaya BBM dan perbekalan konsumsi sebesar r
s
= 0.09 = 9 Lampiran 8 dan r
s
= 0,18 =18 Lampiran 9. Meskipun demikian bahan bakar dan perbekalan konsumsi dalam kebutuhan melaut memiliki faktor
biaya produksi yang berpengaruh disebabkan oleh tingginya kebutuhan bahan bakar dan perbekalan konsumsi sebesar
52,5 dan 30,5
dalam biaya operasi
melaut dibandingkan dengan yang lain sehingga pengaruh BBM cukup signifikan.
7 PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP
PENDAPATAN USAHA PENANGKAPAN IKAN PAYANG
Kenaikan harga BBM yang meningkat memberikan dampak cukup besar terhadap para nelayan. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar biaya operasional
yang dikeluarkan melaut adalah BBM. Bila harga BBM meningkat para nelayan pada umumnya harus mengeluarkan biaya operasional melaut yang lebih besar
sehingga akan mempengaruhi pendapatan nelayan.
7.1 Tingkat Pendapatan Nelayan Sebelum Kenaikan Harga BBM