Latar Belakang Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Belut Sawah (Monopterus albus) Akibat Penggorengan

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Belut sawah merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang potensial untuk dikembangkan sebagai ikan budidaya di masa mendatang. Permintaan belut terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 volume ekspor belut mencapai 2.676 ton meningkat dibandingkan tahun 2007 yang hanya 2.189 ton. Tahun 2009 ekspor belut terus meningkat menjadi 4.744 ton atau meningkat 77,2 dibandingkan tahun 2008. Permintaan belut tidak hanya datang dari luar tetapi permintaan dalam negeri pun melimpah seperti Jakarta yang membutuhkan belut 20 ton per hari dan Yogjakarta yang membutuhkan belut 30 ton per hari WPI 2010. Belut termasuk ke dalam Kelas Pisces akan tetapi ciri fisiknya sedikit berbeda dengan Kelas Pisces lainnya. Tubuhnya hampir menyerupai ular, yaitu gilig silindris dan memanjang Roy 2009. Salah satu kandungan gizi yang terdapat pada belut adalah asam lemak. Asam lemak merupakan asam organik berantai panjang yang mempunyai gugus karboksil COOH di salah satu ujungnya dan gugus metil CH 3 di ujung lainnya Almatsier 2006. Asam lemak tidak jenuh contohnya adalah linoleat omega-6 dan linolenat omega-3. Asam linolenat memiliki turunan eicosapentaenoic acid EPA dan docosahexaenoic acid DHA yang dibutuhkan oleh tubuh manusia karena memiliki beberapa manfaat untuk mencerdaskan otak, membantu masa pertumbuhan, dan menurunkan kadar trigliserida. Selain lemak dan asam lemak, belut juga memiliki kandungan kolesterol. Kolesterol adalah elemen penting dari membran sel yang menyediakan dukungan struktural dan berfungsi sebagai antioksidan pelindung. Bersama-sama dengan paparan sinar matahari, kolesterol dibutuhkan untuk menghasilkan vitamin D. Kolesterol diproduksi dalam tubuh terutama oleh hati tetapi jika produksi kolesterol berlebihan dapat meningkatkan risiko penyumbatan pembuluh arteri Colpo 2005. Cara pengolahan bahan makanan dapat berperan dalam penentuan nilai gizi suatu makanan. Teknik pengolahan yang biasanya dilakukan pada belut adalah penggorengan. Makanan yang digoreng memiliki sifat sensorik yang unik yang membuatnya menarik bagi konsumen, namun penggunaan minyak yang berulang akan berdampak pada nilai gizi. Selama proses penggorengan, minyak dipanaskan pada suhu berkisar antara 170-200 °C Ghidurus et al. 2000. Beberapa studi menunjukkan proses pemanasan terhadap produk perikanan dapat mempengaruhi kadar air, protein, lemak, dan karbohidrat yang terdapat dalam ikan. Proses pengolahan dapat mempengaruhi komposisi gizi, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh metode pengolahan berupa penggorengan terhadap kandungan asam lemak dan kolesterol pada belut.

1.2 Tujuan Penelitian