2.7 Penggorengan
Menggoreng merupakan salah satu metode tertua yang dikenal umat manusia untuk menyiapkan makanan. Makanan yang digoreng memiliki sifat
sensorik yang unik yang membuat menarik bagi konsumen, namun penggunaan minyak yang berulang akan berdampak pada nilai gizi. Menggoreng biasanya
menggunakan minyak dengan suhu berkisar antara 170-200 °C. Selama proses penggorengan, uap air dan beberapa zat volatil dilepaskan dari makanan dan
sisanya tetap berada dalam minyak melalui reaksi kimia yang kemudian diserap dalam makanan yang digoreng Ghidurus et al. 2000.
Terdapat dua cara menggoreng, yaitu pan frying dan deep frying. Menggoreng dengan deep frying membutuhkan minyak dalam jumlah banyak
sehingga bahan makanan dapat terendam seluruhnya di dalam minyak. Deep frying membutuhkan suhu sebesar 140-180 °C. Pada fase pertama
pemasakan setelah beberapa detik akan terbentuk lapisan tipis thin crust Gertz dan Hagan 2008. Lapisan tipis ini akan mengahasilkan karakteristik
organoleptik seperti tekstur, warna, dan aroma Nawel et al. 2009. Struktur dasar dalam bahan yang mengalami deep frying disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Struktur dasar dalam deep frying
Sumber: Sartika 2009
Lemak dan minyak bertanggung jawab untuk membawa, meningkatkan, dan melepaskan rasa bahan lainnya, serta berinteraksi dengan bahan-bahan lain untuk
mengembangkan tekstur Ghidurus et al. 2010. Jumlah minyak yang terserap tergantung dari perbandingan antara lapisan tengah dan lapisan dalam.
Semakin tebal lapisan tengah maka semakin banyak minyak yang akan terserap. Lapisan permukaan merupakan hasil reaksi Maillard browning non enzimatic
yang terdiri dari polimer yang larut dan tidak larut dalam air serta berwarna coklat kekuningan. Biasanya senyawa polimer ini terbentuk bila makanan jenis gula dan
asam amino, protein dan atau senyawa yang mengandung nitrogen digoreng secara bersamaan Sartika 2009.
Kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak tak jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan sampai suhu 100 °C atau lebih, asam lemak jenuh pun dapat
teroksidasi Gertz dan Hagan 2008. Oksidasi pada penggorengan suhu 200 °C menimbulkan kerusakan lebih mudah pada minyak dengan derajat ketidakjenuhan
tinggi, sedangkan hidrolisis mudah terjadi pada minyak dengan asam lemak jenuh rantai panjang Sartika 2009. Proses transfer panas dan massa pada saat deep
frying disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Transfer panas dan massa pada saat deep frying
Sumber : Gertz dan Hagan 2008
Ada kekhawatiran konstan untuk menentukan efek yang timbul dalam proses termal yaitu mengenai nilai gizi dari makanan yang diproses. Ketika lemak
menembus makanan, selektif dapat mengubah komposisi makanan. Perubahan yang dihasilkan tergantung pada berbagai faktor, antara lain komposisi lemak
goreng dan makanan, tekstur, ukuran dan bentuk makanan, dan kondisi penggorengan yaitu suhu serta waktu. Menggoreng dengan deep frying memiliki
beberapa keuntungan, antara lain suhu dalam produk selain dari daerah kerak dapat digoreng dengan suhu di bawah 100 °C serta waktu menggoreng yang
singkat Ghidurus et al. 2000.
2.8 Kromatografi Gas Gas Chromatography