Partisipasi Tahap Pemanfaatan Bagi Hasil

2004 di KPH Randublatung, pesanggem terlibat dalam semua tahap pelaksanaan yang terdiri dari penanaman, pemeliharaan, dan tumpangsari.

5.3.3 Partisipasi Tahap Pemanfaatan Bagi Hasil

Tahap pemanfaatan bagi hasil terdiri dari bagi hasil kayu dan non kayu. Distribusi pesanggem menurut keikutsertaan dalam tahap pemanfaatan bagi hasil disajikan dalam Tabel 19. Tabel 19 Partisipasi pesanggem dalam tahap pemanfaatan bagi hasil Jenis Kegiatan Kriteria Jumlah Orang Persentase bagi hasil kayu terlibat tidak terlibat 60 100 Bagi hasil non kayu terlibat tidak terlibat 60 100 Jumlah 60 100 Pesanggem hanya terlibat dalam pemanfaatan bagi hasil non kayu pada tahap pemanfaatan bagi hasil. Bagi hasil non kayu dilaksanakan pada saat kegiatan tebangan. Pemanfaatan bagi hasil kayu hanya melibatkan pengurus LMDH. Hal tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan Budiarti 2011 di tiga desa di KPH Cianjur. Partisipasi pesanggem rendah pada tahap pemanfaatan bagi hasil dikarenakan sebagian besar hasil kegiatan di lapang langsung dikelola oleh pengurus LMDH Budiarti 2011. 5.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Pesanggem dalam Program PHBM Partisipasi pesanggem dalam program PHBM di LMDH Wana Sumber Mulyo dan Wana Tani Makmur masih terbatas pada tahap pelaksanaan dan pemanfaatan bagi hasil non kayu. Menurut Budiarti 2011, partisipasi pesanggem dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi umur, pendidikan, dan mata pencaharian sedangkan faktor eksternal meliputi luas lahan milik. Umur merupakan salah satu indikator kematangan berpikir, tingkat pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki seseorang. Berdasarkan karakteristik responden, sebagian besar pesanggem Desa Bleboh dan Desa Nglebur tergolong dalam usia produktif. Umur memiliki pengaruh terhadap partisipasi karena semakin produktif umur seseorang maka semakin tinggi pula partisipasi yang diberikan. Sebagian besar mata pencaharian pesanggem Desa Bleboh adalah petani dan sebagian lagi tidak memiliki mata pencaharian. Persentase pesanggem yang memiliki mata pencaharian petani sebesar 40 dan persentase pesanggem yang tidak memiliki mata pencaharian juga sebesar 40, sedangkan sebagian besar pesanggem di Desa Nglebur memiliki mata pencaharian sebagai petani dengan persentase sebesar 43. Slamet 1993 mengemukakan bahwa mata pencaharian mempengaruhi bentuk partisipasi karena mata pencaharian berhubungan dengan waktu luang seseorang dan terkait dengan penghasilan yang diperolehnya. Tingginya partisipasi pesanggem pada kegiatan penanaman, pemeliharaan, tumpangsari, dan keamanan karena adanya hak yang diberikan kepada pesanggem dalam memanfaatkan lahan Perhutani untuk pertanian tumpangsari. Selain itu, pesanggem juga mendapat bagi hasil berupa kayu bakar. Bagi hasil tersebut dimanfaatkan masyarakat untuk wirausaha. Sebagian besar pesanggem di Desa Bleboh dan Desa Nglebur yang memiliki mata pencaharian sebagai petani buruh dan petani hutan sudah memiliki lahan pertanian sendiri. Namun, luas lahan pertanian tersebut tergolong sempit sehingga tingkat interaksi dan ketergantungan pesanggem terhadap hutan tinggi. Oleh karena itu, luas kepemilikan lahan pertanian juga mempengaruhi partisipasi karena semakin sempit lahan milik pesanggem maka partisipasi dalam kegiatan PHBM semakin tinggi. Sebelum dicanangkannya PHBM, pesanggem sudah sejak lama melaksanakan kegiatan penanaman, pemeliharaan, dan tumpangsari di lahan Perhutani. Namun, tahap bagi hasil non kayu baru dilaksanakan setelah adanya PHBM. Partisipasi dalam kegiatan PHBM di Desa Bleboh dan Desa Nglebur masih bersifat parsial, yaitu terbatas pada satu atau beberapa kegiatan saja. Program PHBM merupakan program Perhutani sebagai implementasi Sosial Forestry yang melibatkan masyarakat sekitar hutan dengan tujuan agar hutan lestari dan masyarakat sejahtera. Adanya pembatasan partisipasi masyarakat dalam PHBM menyebabkan program tersebut tidak berjalan optimal dan sasaran program belum tercapai.

5.4 Efektivitas Kelembagaan LMDH

Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERUM PERHUTANI DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN (Studi Di Wilayah Perum Perhutani KPH Malang)

1 8 17

Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan melalui pendekatan kelompok kasus pengelolaan hutan bersama masyarakat pada areal hutan produksi Perum Perhutani Unit I Provinsi Jawa Tengah

3 81 325

Efektivitas kolaborasi antara perum perhutani dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan kasus PHBM di KPH Madiun dan KPH Nganjuk, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 32 102

Peranan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah

1 41 109

Persepsi dan partisipasi masyarakat desa sekitar hutan terhadap sistem PHBM di Perum Perhutani (Kasus di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat)

1 13 177

Evaluasi Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) LMDH Wana Bumi Tirta Makmur, Desa Banjaranyar, BKPH Margasari, KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 11 68

Peran Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dalam Mengatasi Masalah Pencurian Kayu Studi Kasus di KPH Jember Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

7 35 72

Model Simulasi Pengelolaan Hutan di KPH Banyumas Barat Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 6 40

KEBIJAKAN PERUM PERHUTANI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN SARADAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

1 20 161

PEMBERIAN HAK KELOLA LAHAN OLEH PERHUTANI KEPADA MASYARAKAT DESA HUTAN MELALUI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI PERUM PERHUTANI KPH BLORA.

0 0 1