Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan melalui pendekatan kelompok kasus pengelolaan hutan bersama masyarakat pada areal hutan produksi Perum Perhutani Unit I Provinsi Jawa Tengah

(1)

( PA

(KASUS P ADA ARE

PENGELO EAL HUT

PR

SE INS

OLAAN H AN PROD ROVINSI

SUWIG

EKOLAH TITUT PE

B

HUTAN BE DUKSI PE I JAWA T

GNYA UT

H PASCAS ERTANIA BOGOR

2010

ERSAMA ERUM PE TENGAH)

TAMA

SARJANA AN BOGO

A MASYA ERHUTAN

)

A OR

RAKAT NI UNIT II


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Melalui Pendekatan Kelompok : Kasus Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat pada Areal Hutan Produksi Perum Perhutani Unit I Provinsi Jawa Tengah adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Mei 2010

Suwignya Utama


(3)

Forest Areas through Group Approach (Case study of forest management involving local people in the forest production areas of State Forestry Corporation (Perum Perhutani) Unit I in the Province of Central Java). Under supervision of SUMARDJO, IGN. DJOKO SUSANTO, and DARWIS S. GANI.

Forest villagers’ empowerment in a social forestry approach, especially collaborative forest management, is very crucial issue. The objectives of this study are: (1) to explore group dynamic of forest farmers’ group and to identify several factors influence the group dynamic; (2) to explore the level of empowerment of farmers around state forest area and to identify several factors influence the level of empowerment; (3) to explore the level of participation of farmers around state forest area and to find out the relationship of participation with the level of empowerment; and (4) to formulate a model and strategies to empower the farmers around state forest areas through group approach. The study had been carried out in three forest districts of East Pekalongan, South Kedu and Gundih in 2008. Survey using questionnaire with multistage cluster sampling was employed to collect main data from 408 farmers as respondents. The research data were processed by using structural equation modeling (SEM) of LISREL 8.73.

The conclusions of the study are: (1) Level of group dynamic of forest farmers’ group is low. Factors influence significantly on the low of group dynamic are the low effectiveness of forest farmers’ group leadership, unfavorable environmental supports and low role of facilitators; (2) Level of empowerment of farmers is low. Factors influence directly and significantly on the low level of empowerment are unfavorable environmental supports, low level of group dynamic, low individual farmers’ potency, and ineffective process of empowerment. Whereas the ineffectiveness of forest farmers’ group leadership has indirect effect on the low level of empowerment; (3) Level of farmers’ participation is low. The low level of farmers’ participation is influenced directly by the low level of their empowerment; (4) Strategies to empower forest farmers are to strengthen six aspects such as environmental supports, forest farmers’ leadership, group dynamic, roles of facilitators, forest farmers’ potency and effectiveness of the process of empowerment.

Keywords: Empowerment, Forest Villagers, Group Dynamic, Social Forestry, Collaborative Forest Management.


(4)

SUWIGNYA UTAMA. 2010. Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Melalui Pendekatan Kelompok (Kasus Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat pada Areal Hutan Produksi Perum Perhutani Unit I Provinsi Jawa Tengah). Dibimbing oleh : SUMARDJO, IGN. DJOKO SUSANTO, dan DARWIS S. GANI.

Kondisi sumberdaya hutan terus mengalami penurunan karena mengalami degradasi secara terus menerus. Di sisi lain jutaan penduduk secara langsung mengandalkan kehidupannya pada sumberdaya hutan. Kondisi penduduk di sekitar hutan yang dalam kemiskinan dan membutuhkan lahan sebagai sumber kehidupannya, mendorong semakin menguatnya pendekatan pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat atau social forestry. Paradigma baru pembangunan kehutanan mengarah kepada orientasi pemberdayaan masyarakat dan menempatkan masyarakat sebagai subyek atau pelaku utama. Sebagai pelaku utama dalam mengelola sumberdaya hutan, maka tema pemberdayaan menjadi faktor yang sangat penting. Terlebih lagi dalam sistem pengelolaan hutan secara bersama (kolaboratif) antara Perhutani dengan masyarakat. Salah satu pemberdayaan terhadap masyarakat yang efektif yaitu melalui kelompok, karena lebih luas jangkauannya dan sesuai dengan budaya masyarakat pedesaan yang komunal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji : (1) dinamika kelompok masyarakat sekitar hutan dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya; (2) tingkat keberdayaan masyarakat sekitar hutan dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh; (3) tingkat partisipasi masyarakat sekitar hutan dan hubungannya dengan tingkat keberdayaannya; dan (4) menyusun model dan strategi pemberdayaan masyarakat sekitar hutan yang efektif melalui pendekatan kelompok.

Lokasi penelitian di wilayah pengelolaan hutan Perum Perhutani Unit I Provinsi Jawa Tengah meliputi tiga KPH yaitu KPH Pekalongan Timur, KPH Kedu Selatan dan KPH Gundih. Penelitian pendahuluan dilakukan bulan Januari 2008, dan pengambilan data pokok pada bulan Juli sampai Agustus 2008. Populasi penelitian yaitu petani sekitar hutan di tiga KPH terpilih sebanyak 889.407 KK. Penelitian dilakukan dengan metode survey dengan kuesioner terhadap 408 petani sekitar hutan. Pengambilan sampel multistage cluster sampling dengan jumlah sampel tidak proporsional, sehingga ada bobot sampel tiap lokasi. Analisis data secara deskriptif dan model persamaan struktural (Structural Equation Model / SEM) dengan Program Lisrel 8.73.

Gambaran kondisi peubah-peubah penelitian secara umum berada pada tingkat yang rendah. Potensi sumberdaya individu responden yaitu luas lahan garapan rata-rata 1,25 ha, dengan pengalaman berusahatani rata-rata 21 tahun (9 tahun berusaha tani di lahan hutan), dan umur rata-rata 43 tahun. Pendapatan keluarga rata-rata Rp1.061.077,-/bln di mana sepertiganya berasal dari mengelola lahan hutan. Jumlah tanggungan keluarga rata-rata 3-4 orang. Gambaran pendidikan formal responden sebanyak 79 persen sampai sekolah dasar, sedangkan pendidikan non formal responden yaitu sebanyak 88 persen termasuk jarang ikut pelatihan bidang kehutanan. Motivasi berkelompok termasuk kategori sedang, sedangkan keinovatifan petani termasuk kategori rendah. Skor rataan peubah bebas yaitu ketepatan proses pemberdayaan, peran sumberdaya manusia pemberdaya, keefektifan kepemimpinan kelompok, dan dukungan lingkungan semuanya termasuk kategori


(5)

sekitar hutan menunjukkan kecocokan model yang baik, dengan nilai χ²=292,14 dan nilai p=0,060 sehingga model bisa diterapkan pada populasi penelitian. Ukuran kecocokan lainnya yaitu RMSEA=0,034, NFI=0,94, RFI=0,93, IFI=0,99 dan CFI=0,99 merupakan kecocokan yang baik. Analisis model struktural menunjukkan bahwa dinamika kelompok dipengaruhi secara langsung oleh keeefektifan kepemimpinan kelompok, dukungan lingkungan, dan peran sumberdaya manusia pemberdaya, dengan koefisien pengaruh berturut-turut sebesar 0,53, 0,20 dan 0,19 (nyata pada α=0,05). Sedangkan pengaruh secara bersama-sama ketiga peubah tersebut terhadap dinamika kelompok yaitu sebesar R²=0,63, yang berarti bahwa keragaman data yang bisa dijelaskan oleh model dinamika kelompok sebesar 63 persen sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain. Tingkat keberdayaan petani sekitar hutan dipengaruhi secara langsung oleh dukungan lingkungan, dinamika kelompok, potensi sumberdaya individu petani, dan ketepatan proses pemberdayaan, dengan koefisien pengaruh berturut-turut sebesar 0,50, 0,30, 0,23, dan 0,17 (nyata pada α=0,05). Keefektifan kelompok berpengaruh secara tidak langsung terhadap tingkat keberdayaan (melalui dinamika kelompok) dengan koefisien pengaruh sebesar 0,16 yang nyata pada α=0,05. Sedangkan pengaruh secara bersama-sama kelima peubah tersebut terhadap tingkat keberdayaan yaitu sebesar R²=0,55, yang berarti bahwa keragaman data yang bisa dijelaskan oleh model tingkat keberdayaan sebesar 55 persen sedangkan sisanya oleh faktor lain. Tingkat keberdayaan petani sekitrar hutan berpengaruh secara positif terhadap tingkat partisipasinya, dengan koefisien pengaruh sebesar 0,61 (nyata pada α=0,05) dengan nilai koefisien determinasi R²=0,37. Hal ini mempunyai makna bahwa keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model tingkat partisipasi sebesar 37 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain.

Kesimpulan penelitian yaitu : (1) Kondisi dinamika kelompok tani hutan umumnya termasuk rendah, dengan skor rataan sebesar 65 dari skor maksimal 100. Terdapat perbedaan yang nyata dinamika kelompok pada tiga lokasi penelitian. Faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap rendahnya dinamika kelompok tani hutan adalah : (a) kurang efektifnya kepemimpinan kelompok tani hutan; (b) kurang kondusifnya dukungan lingkungan terhadap kehidupan petani; dan (c) kurangnya kemampuan Mandor melaksanakan perannya sebagai pendamping (pemberdaya) kelompok tani hutan. Masih rendahnya dinamika kelompok tani hutan terutama dalam hal tujuan kelompok, struktur kelompok, dan fungsi atau tugas kelompok yang belum dirumuskan secara jelas dan belum efektif dikomunikasikan kepada para anggotanya; (2) Kondisi tingkat keberdayaan petani sekitar hutan umumnya tergolong rendah, dengan skor rataan sebesar 65 dari skor maksimal 100. Terdapat perbedaan yang nyata tentang kondisi keberdayaan petani sekitar hutan pada tiga lokasi penelitian. Faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung terhadap rendahnya tingkat keberdayaan petani sekitar hutan yaitu : (a) kurang kondusifnya dukungan lingkungan terhadap kehidupan petani; (b) kurang dinamisnya kelompok tani hutan; (c) rendahnya potensi sumberdaya individu petani; dan (d) kurang tepatnya proses pemberdayaan yang dilakukan terhadap petani. Sedangkan faktor yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap rendahnya tingkat keberdayaan petani yaitu kurang efektifnya kepemimpinan kelompok tani hutan. Rendahnya tingkat keberdayaan petani sekitar hutan terutama dalam hal kurang optimalnya


(6)

tingkat partisipasi petani sekitar hutan termasuk rendah, dengan skor rataan sebesar 45 dari skor maksimal 100. Terdapat perbedaan partisipasi yang nyata pada tiga lokasi penelitian. Rendahnya tingkat partisipasi petani sekitar hutan dipengaruhi secara nyata oleh rendahnya tingkat keberdayaan mereka dalam mengelola sumberdaya hutan. Tingkat partisipasi petani sekitar hutan yang rendah terutama meliputi kurangnya keterlibatan petani pada tahapan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan; (4) Model pemberdayaan masyarakat sekitar hutan yang efektif menunjukkan bahwa tingkat keberdayaan masyarakat sekitar hutan didukung secara langsung oleh dukungan lingkungan, dinamika kelompok, potensi sumberdaya individu petani, dan ketepatan proses pemberdayaan. Sedangkan dinamika kelompok didukung secara langsung oleh keefektifan kepemimpinan kelompok, dukungan lingkungan dan peran SDM pemberdaya. Tingkat keberdayaan masyarakat sekitar hutan akan berpengaruh terhadap semakin tingginya tingkat partisipasi mereka di dalam mengelola sumberdaya hutan bersama pihak Perhutani; (5) Untuk mencapai partisipasi masyarakat sekitar hutan yang tinggi diperlukan peningkatan keberdayaan mereka dalam mengelola sumberdaya hutan. Strategi penyuluhan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat sekitar hutan yaitu : (a) Pengembangan dukungan lingkungan yang kondusif terhadap peningkatan kehidupan petani; (b) Pengembangan kepemimpinan kelompok tani hutan; (c) Pengembangan dinamika kelompok tani hutan sebagai basis penguatan lembaga masyarakat desa hutan; (d) Pengembangan kemampuan tenaga Mandor Perhutani sebagai pendamping (pemberdaya) terhadap kelompok tani; (e) Pengembangan potensi yang dimiliki petani sekitar hutan; dan (f) Peningkatan ketepatan proses implementasi program PHBM Plus.

Kata Kunci : Pemberdayaan, Masyarakat Sekitar Hutan, Dinamika Kelompok, Social Forestry, Pengelolaan Hutan Kolaboratif


(7)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan

pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(8)

(KASUS PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT PADA AREAL HUTAN PRODUKSI PERUM PERHUTANI UNIT

I

PROVINSI JAWA TENGAH)

SUWIGNYA UTAMA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(9)

(10)

Provinsi Jawa Tengah

Nama : Suwignya Utama

NIM : P061050111

Disetujui : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS. Ketua

Prof. (Riset) Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM. Prof. Dr. Ir. Darwis S. Gani, MA.

Anggota Anggota

Diketahui : Ketua Program Studi

Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.


(11)

Penguji pada Ujian Tertutup :

1. Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. (Staf Pengajar IPB). 2. Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc . (Staf Pengajar IPB).

Penguji pada Ujian Terbuka :

1. Dr. Ir. Eka Widodo Soegiri, MM. (Kepala Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan, Dep. Kehutanan RI).


(12)

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan disertasi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2008 ini adalah pemberdayaan masyarakat sekitar hutan.

Penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada ketua komisi pembimbing Bapak Prof. Dr. Sumardjo, MS., dan anggota komisi Bapak Prof. (Riset) Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM. dan Bapak Prof. Dr. Darwis S. Gani, MA., yang telah memberikan perhatian, saran dan masukan. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Menteri Kehutanan, Bapak Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan, Bapak Ir. Mudjihanto Soemarmo, MM. selaku Kepala Biro Kepegawaian, Bapak Kepala Pusat Diklat Kehutanan, dan Bapak Ir. Samidi, MSc selaku Kepala Bagian Renbang Kepegawaian, yang telah memberikan kesempatan penulis mengikuti tugas belajar. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Kepala Pusbindiklatren Bappenas, Ketua Yayasan Sarana Wanajaya, dan Ketua Yayasan Damandiri yang telah membantu pendanaan dalam rangka studi dan penelitian. Kepada tim ahli dalam menilai rancangan instrumen penelitian yaitu Bapak Prof. Dr. Ir. Mustofa Agung Sardjono, MSc., Bapak Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. dan Bapak Dr. Ir. Nurheni Wijayanto MS., penulis mengucapkan terima kasih atas kesediaannya melakukan review dan memberikan masukan yang berharga. Terimakasih juga kami sampaikan kepada Kepala Unit I Perum Perhutani Jawa Tengah, Ir. Imam Fuji Raharjo, MS (Administratur KPH Pekalongan Timur), Ir. Oscar Maukar (Administratur KPH Gundih), dan Ir. Dwi Witjahjono, MBA (Administratur KPH Kedu Selatan) atas perijinan selama penelitian lapangan. Kepada tenaga enumerator lapangan disampaikan terimakasih atas bantuannya selama pengumpulan data pokok. Secara khusus penulis ungkapkan terimakasih kepada isteriku dan anak-anakku atas pengorbanan dan dorongan semangat serta do’anya sehingga penulis menyelesaikan studi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2010

Suwignya Utama RIWAYAT HIDUP


(13)

Mulyono. Penulis menikah dengan Dra. Kurniawati pada tahun 1993 dan dikaruniai dua orang putra yaitu Harisuddin Hawali (siswa SMA) dan Fahri Fauzan (siswa SD).

Setelah lulus dari SMAN 1 Wonosari tahun 1983, penulis melanjutkan ke Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada dan lulus tahun 1988. Dengan beasiswa dari Proyek ITTO Pusat Diklat Kehutanan, penulis melanjutkan studi progran Pascasarjana ke University of Dallas - Graduate School of Management,, Texas, USA dan memperoleh gelar MBA dalam bidang Human Resource Management pada tahun 1996. Penulis menempuh program doktor dalam bidang Ilmu Penyuluhan Pembangunan IPB di Bogor dengan beasiswa dari Bappenas mulai September 2005.

Penulis bekerja sebagai staf pada Biro Kepegawaian Departemen Kehutanan di Jakarta sejak tahun 1988. Penulis menjadi Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Penyusunan Rencana Kepegawaian (1997), kemudian menjadi Kasubbag Penyusunan Formasi Kepegawaian (1999), Kasubbag Rencana dan Program Kepegawaian (2001) dan Kasubbag Karier Pegawai (2002-2005) pada Biro Kepegawaian Departemen Kehutanan di Jakarta. Sejak tahun 2002 sampai 2005, penulis turut aktif membangun Personnel Assessment Center (PAC) di Departemen Kehutanan, dan menjadi Assessor Kompetensi Pegawai sejak tahun 2004. Beberapa pelatihan bidang assessment dan kompetensi yang telah diikuti penulis diantaranya adalah Indivual and Job Competency (2002), Technical dan Managerial Competency (2004), Assessor Training of PAC (2004), In-Tray Design (2006), Targeted Selection Training (2006), dan Administrator for Targeted Selection (2006).

Selama menempuh studi program doktor, penulis menjadi National Experton Forestry Extension pada Proyek ITTO PD 271/04 Rev.3(F) untuk mengkaji model penyuluhan kehutanan yang efektif di Kabupaten Ciamis (Agustus-Nopember 2007). Penulis juga menjadi National Consultant aspek sosial dan pemberdayaan pada Proyek ITTO PD 396/06Rev.2(F) dalam rangka membangun kolaborasi antara perusahaan HTI dengan masyarakat lokal di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi dan di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan (Nopember 2008-Agustus 2009).


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Masalah Penelitian ... 7

Tujuan Penelitian ... 7

Manfaat Penelitian ... 8

Definisi Istilah ... 9

TINJAUAN PUSTAKA ... 14

Konsep Pemberdayaan (Empowerment) ... 14

Proses Pemberdayaan ... 19

Strategi Pemberdayaan ... 21

Tingkat Keberdayaan ... 21

Hasil-hasil Penelitian Keberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan di Indonesia.. 24

Pemberdayaan dan Penyuluhan ... 26

Konsep Komunitas dan Masyarakat ... 27

Konsep Komunitas (community) ... 28

Elemen-elemen Pokok Komunitas ... 30

Karakteristik Komunitas ... 31

Modal Sosial dalam Komunitas ... 32

Perubahan Sosial dari Individu dalam Komunitas ... 34

Pengembangan Masyarakat dan Prinsip-prinsipnya ... 34

Konsep Komunitas vs Masyarakat ... 37

Masyarakat Jawa menurut Tinjauan Aspek Budaya ... 38

Masyarakat Sekitar Hutan ... 40

Teori Kelompok ... 41

Karakteristik Kelompok ... 44

Kelompok sebagai Sistem Sosial ... 45

Dinamika Kelompok ... 48

Kelompok Tani dan Kelompok Tani Hutan ... 52

Kelompok Tani sebagai Faktor Pelancar Pembangunan ... 54

Hasil-hasil Penelitian Kelompok dan Kelompok Tani di Indonesia ... 55

Teori Kepemimpinan ... 56

Pengertian Kepemimpinan ... 57

Makna Kepemimpinan ... 58

Perkembangan Pemikiran tentang Kepemimpinan ... 60

Kepemimpinan pada Masyarakat Indonesia ... 62

Teori Motivasi dan Kebutuhan Manusia ... 63

Motivasi ... 63

Kebutuhan (need) ... 66


(15)

Latar Belakang Munculnya Konsep Social Forestry ... 69

Pengertian Kehutanan Masyarakat ... 70

Teori Akses dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam ... 74

Perkembangan Kebijakan Kehutanan Masyarakat di Indonesia ... 75

Perkembangan Kebijakan Kehutanan Masyarakat di Jawa ... 77

Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan ... 80

Tinjauan Konsep Partisipasi ... 80

Tipologi Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan ... 83

Beberapa Syarat agar Masyarakat Berpartisipasi ... 84

Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan ... 85

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ... 87

Kerangka Berpikir ... 87

Ketepatan Proses Pemberdayaan ... 93

Dinamika Kelompok ... 95

Tingkat Keberdayaan Anggota dalam Kelompok ... 98

Partisipasi Masyarakat Desa Hutan ... 100

Peran SDM Pemberdayaan dalam Memberdayakan Petani ... 102

Hipotesis ... 104

METODE PENELITIAN ... 106

Populasi dan Sampel ... 106

Waktu dan Lokasi Penelitian ... 106

Populasi ... 107

Sampel ... 108

Unit Analisis ... 112

Desain Penelitian ... 114

Data dan Instrumentasi ... 114

Pengumpulan Data ... 114

Instrumentasi ... 116

Validitas Instrumen ... 117

Reliabilitas Instrumen ... 120

Analisis Data ... 122

Pengukuran Peubah Penelitian ... 130

Definisi Operasional ... 132

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 144

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 144

Kondisi Geografis dan Hutan di Provinsi Jawa Tengah ... 144

Kondisi Wilayah Hutan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah ... 145

Luas dan Pembagian Wilayah Hutan pada Lokasi Penelitian ... 145

Perkembangan Program PHBM pada Lokasi Penelitian ... 146

Kondisi Potensi Sumberdaya Individu Petani ... 148

Kondisi Ketepatan Proses Pemberdayaan ... 155

Kondisi Peran SDM Pemberdaya ... 158

Kondisi Keefektifan Kepemimpinan Kelompok ... 162 Kondisi Dukungan Lingkungan ...


(16)

Kondisi Dinamika Kelompok Tani Hutan ... 169

Keadaan Tingkat Keberdayaan Petani Hutan ... 172

Kondisi Tingkat Partisipasi Petani dalam Program PHBM ... 175

Perbandingan Kondisi Peubah-peubah pada Tiga Lokasi Penelitian ... 178

Pendugaan Parameter Model Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan .... 181

Analisis Model Pengukuran... 184

Uji Kecocokan Keseluruhan Model... 189

Analisis Model Struktural ... 194

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dinamika Kelompok Tani Hutan ... 199

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Keberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan ... 205

Hubungan Tingkat Keberdayaan Petani dengan Partisipasinya ... 217

Model Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan ... 221

Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan melalui Dukungan Lingkungan ... 223

Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan melalui Dinamika Kelompok ... 223

Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan melalui Potensi Sumberdaya Individu Petani ... 225

Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan melalui Ketepatan Proses Pemberdayaan ... 225

Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan melalui Keefektifan Kepemimpinan Kelompok ... 226

Kekuatan Model Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan melalui Pendekatan Kelompok ... 227

Peran Penyuluhan Kehutanan dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan ... ... ... 228

Strategi Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan ... 233

Visi ... 234

Misi ... 235

Langkah-langkah Strategis Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan ... 235

Strategi Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan ... 241

KESIMPULAN DAN SARAN 244 Kesimpulan ... 244

Saran ... 246

DAFTAR PUSTAKA ... 248


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Norma tradisional dan modern dalam komunitas ……… 34

2 Deskripsi dan analisis pendekatan sosial dalam pengelolaan hutan oleh Perum Perhutani selama empat dasawarsa terakhir ... 79

3 Pemikiran tentang Ketepatan Proses Pemberdayaan ... 94

4 Pemikiran tentang Dinamika Kelompok ... 96

5 Pemikiran tentang Tingkat Keberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan .... 99

6 Pemikiran tentang Tingkat Partisipasi ... 101

7 Pemikiran tentang Peran SDM Pemberdaya ... 103

8 Ikhtisar lokasi penelitian Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan berdasarkan Wilayah Pengelolaan Hutan dan Wilayah Administratif .. 107

9 Kerangka sampel penelitian Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan di Perum Perhutani Unit I Provinsi Jawa Tengah ... 109

10 Kerangka sampling penelitian Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan menurut gugus-gugus (cluster) cara pengambilan sampling penelitian ... 113

11 Kisaran nilai Koefisien Korelasi item-item pertanyaan dalam satu peubah sengan skor total peubah ... 120

12 Hasil uji reliabilitas instrumen penelitian ... 122

13 Matriks kerangka konsep penjabaran peubah dan indikator penelitian Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan ... 124

14 Notasi matematik model atau Hybrid Model SEM ... 127

15 Ukuran-ukuran GOF yang digunakan dalam Uji Kecocokan Keseluruhan Model Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan ... 129

16 Indikator dan Parameter Potensi Sumberdaya Individu Petani ... 133

17 Indikator dan Parameter Ketepatan Proses Pemberdayaan ... 134

18 Indikator dan Parameter Peran SDM Pemberdaya ... 135

19 Indikator dan Parameter Keefektifan Kepemimpinan Kelompok ... 137

20 Indikator dan Parameter Dukungan Lingkungan ... 138

21 Indikator dan Parameter Dinamika Kelompok ... 139

22 Indikator dan Parameter Tingkat Keberdayaan ... 141

23 Indikator dan Parameter Tingkat Partisipasi ... 143


(18)

24 Luas pembagian wilayah hutan yang dikelola Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah pada lokasi penelitian pada Tahun 2007 ...

146 25 Perkembangan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

(PHBM) pada lokasi penelitian sampai Desember 2007 ... 147 26 Kondisi potensi sumberdaya individu petani sampel (X1) pada KPH

Pekalongan Timur (A) , KPH Kedu Selatan (B) dan KPH Gundih (C).. 149 27 Sebaran tanaman pokok pada lahan andil yang dikelola petani sampel. 150 28 Hasil tabulasi jenis-jenis tanaman yang dibudidayakan petani hutan

pada lahan andil ...

151 29 Kondisi ketepatan proses pemberdayaan (X2) pada KPH Pekalongan

Timur (A), KPH Kedu Selatan (B) dan KPH Gundih (C) ... 156 30 Kondisi peran sumberdaya manusia pemberdaya (X3) pada KPH

Pekalongan Timur (A), KPH Kedu Selatan (B) dan KPH Gundih (C) .. 159 31 Kondisi keefektifan kepemimpinan kelompok (X4) pada KPH

Pekalongan Timur (A), KPH Kedu Selatan (B) dan KPH Gundih (C) .. 163 32 Kondisi dukungan lingkungan (X5) petani sekitar hutan pada KPH

Pekalongan Timur (A), KPH Kedu Selatan (B) dan KPH Gundih (C) .. 166 33 Kondisi dinamika kelompok (Y1) dari kelompok tani hutan pada KPH

Pekalongan Timur (A), KPH Kedu Selatan (B) dan KPH Gundih (C) .. 170 34 Tingkat keberdayaan (Y2) petani sekitar hutan pada KPH Pekalongan

Timur (A), KPH Kedu Selatan (B) dan KPH Gundih (C) ... 173 35 Kondisi tingkat partisipasi (Y3) pada KPH Pekalongan Timur (A), KPH

Kedu Selatan (B) dan KPH Gundih (C) ... 176 36 Perbandingan kondisi hasil pengukuran peubah-peubah penelitian

pemberdayaan masyarakat sekitar hutan pada KPH Pekalongan Timur

(A), KPH Kedu Selatan (B) dan KPH Gundih (C) ... 179 37 Ringkasan hasil Analisis Model Pengukuran peubah-peubah penelitian

pemberdayaan masyarakat sekitar hutan ... 185 38 Hasil uji kecocokan keseluruhan Model Pemberdayaan Masyarakat

Sekitar Hutan setelah melalui respesifikasi ... 190 39 Dekomposisi pengaruh antar peubah-peubah penelitian Pemberdayaan


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Alur berpikir penelitian Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan ... 91 2 Hubungan antar peubah-peubah penelitian Pemberdayaan Masyarakat

Sekitar Hutan melalui Pendekatan Kelompok ... 92 3 Model hipotetik faktor-faktor yang mempengaruhi Dinamika Kelompok .... 104 4 Model hipotetik faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat Keberdayaan

masyarakat sekitar hutan ... 105 5 Model hipotetik pengaruh antara Tingkat Keberdayaan masyarakat sekitar

hutan terhadap Tingkat Partisipasi ... 105 6 Kerangka Konsep Konstruksi Model Rekursif Peubah peubah Penelitian .... 126 7 Pendugaan parameter model awal pemberdayaan masyarakat sekitar hutan .. 183 8 Diagram lintasan Model Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan setelah

dilakukan respesifikasi (Model -Standardized Solution) ... 188 9 Persamaan struktural hasil pendugaan parameter Model Pemberdayaan

Masyarakat Sekitar Hutan Melalui Pendekatan Kelompok ... 195 10 Diagram lintasan peubah-peubah yang berpengaruh secara nyata terhadap

Dinamika Kelompok berdasarkan model akhir setelah respesifikasi ... 200 11 Diagram lintasan peubah-peubah yang berpengaruh secara nyata terhadap

Tingkat Keberdayaan berdasarkan model akhir setelah respesifikasi ... ... 206 12 Diagram lintasan Model Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan ... 209 13 Diagram lintasan peubah-peubah yang berpengaruh secara nyata terhadap

Tingkat Keberdayaan berdasarkan model akhir setelah respesifikasi ... 218 14 Model Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Melalui Pendekatan

Kelompok dalam rangka pengelolaan hutan bersama masyarakat di Perum


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Peta Lokasi Penelitian Pembagian Wilayah Kerja KPH Perum Perhutani

Unit I Jawa Tengah ... 263 2 Hasil Perhitungan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 264 3 Hasil uji beda rata-rata data penelitian (Uji-t) ... 267 4 Hasil Analisis Model Pengukuran setiap peubah penelitian (Koefisien faktor

standar) ... 274

5 Output Program Lisrel Gambar Model Akhir Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan (Model Pengukuran dan Model Struktural) ...

281


(21)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hutan tropis terbesar di dunia. Berdasarkan luasannya hutan tropis Indonesia menempati urutan ketiga setelah Brazil dan Kongo. Hutan-hutan tropis ini memiliki kekayaan hayati yang sangat unik. Kekayaan sumberdaya hutan tersebut pada saat ini mengalami kerusakan yang sangat memprihatinkan. Sebagai gambaran laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1,7 juta hektar per tahun pada kurun waktu 1985 – 1997. Bahkan tahun 1998 - 2000 Indonesia diperkirakan kehilangan 2 juta hektar hutan tiap tahun (GFW, 2001). Laju kerusakan hutan pada periode tahun 2003-2006 rata-rata 1,17 juta hektar per tahun (BAPLAN, 2008). Sementara itu diperkirakan 30 juta orang penduduk secara langsung mengandalkan hidupnya pada sektor kehutanan dengan tingkat ketergantungan yang bervariasi.

Kerusakan hutan juga merupakan masalah utama dalam pengelolaan hutan di Jawa. Menurut Simon (2000) adanya pengangguran di desa hutan akan menyebabkan kegagalan pembuatan tanaman hutan dan adanya pencurian kayu sehingga produktivitas hutan menurun. Produktivitas hutan menurun akan mengakibatkan lebih banyak lagi kemiskinan masyarakat sekitar hutan. Dari luas hutan di Jawa 2.926.949 hektar kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani, seluas 629.705 hektar (21,51 persen) dalam kondisi kritis (TPKHR 2006). Kondisi sumberdaya hutan yang kritis tersebut tidak terlepas dari dinamika perubahan yang terjadi pada berbagai level. Dinamika perubahan yang memberikan tekanan berat dalam upaya mewujudkan pengelolaan sumberdaya hutan yang lestari tersebut antara lain: (1) perubahan tatanan pemerintahan dari sentralistik menjadi desen-tralistik; (2) perubahan paradigma manajemen pengelolaan hutan yang tadinya berorientasi kepada produksi hasil kayu menjadi berorientasi pada manfaat sumberdaya kehutanan secara menyeluruh dengan keberpihakan kepada rakyat banyak; dan (3) perubahan nilai-nilai sosial pada masyarakat sekitar hutan yang semula bersifat subsisten menjadi lebih berorientasi pada ekonomi. Ketiga


(22)

perubahan tersebut mendorong terciptanya perubahan harapan dari pemerintah dan masyarakat terhadap sumberdaya hutan. Harapan masyarakat sendiri bergeser yang semula akses masya-rakat sekitar hutan bersifat pasif dan setinggi-tingginya hanya ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan secara subsisten, telah berkembang sebagai sarana untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Pengelolaan hutan di Pulau Jawa akan selalu berhadapan dengan jutaan penduduk yang hidup pada sekitar 6.200 desa hutan dan dalam kondisi yang miskin. Sebagian dari desa-desa tersebut merupakan kantong kemiskinan dengan jumlah petani dan buruh tani yang sangat membutuhkan lahan untuk kehidupannya. Perkembangan penduduk, pengangguran, kemiskinan dan kerusakan hutan merupakan lingkaran setan (vicious circle) yang merugikan seluruh komponen yang berkompeten dengan pembangunan regional (Simon, 2000). Berdasarkan catatan Awang (2004) tingkat kemiskinan penduduk Indonesia yang masih tinggi, di Jawa diketahui bahwa sekitar 46 persen desa-desa miskin berada di sekitar kawasan hutan negara.

Kondisi sumberdaya hutan yang semakin menurun dan kemiskinan masya-rakat sekitar hutan yang meningkat mendorong semakin menguatnya pendekatan pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat atau kehutanan masyarakat (social

forestry). Hal ini sejalan dengan arah pengelolaan hutan dalam Undang-undang

No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang menyatakan bahwa pengelolaan hutan dari sisi fungsi produksinya diarahkan menjadi pengelolaan yang berorientasi pada seluruh potensi sumberdaya kehutanan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Di dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.01/MENHUT-II/2004 disebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat setempat di dalam dan atau di sekitar hutan dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam pemanfaatan hutan dalam rangka social forestry. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dan terwujudnya pengelolaan hutan yang lestari. Terdapat dua hal yang perlu digarisbawahi yaitu adanya peluang yang semakin besar bagi masyarakat untuk mengelola sumberdaya hutan, dan per-lunya kemampuan masyarakat yang memadai dalam rangka mengelola sumberdaya hutan untuk pemenuhan kebutuhannya.


(23)

Upaya-upaya meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan telah dilakukan oleh Departemen Kehutanan melalui berbagai program kehutanan masyarakat. Perhutani sebagai pemangku amanat pengelolaan hutan di Pulau Jawa juga telah mengembangkan berbagai model kehutanan masyarakat dalam upaya meng-akomodir kepentingan masyarakat desa hutan. Model pende-katan kehutanan masyarakat yang dikembangkan Perhutani sejak tahun 2001 yaitu program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Pendekatan ini pada dasarnya merupakan sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber-daya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. Sejak tahun 2007, Perhutani telah mengembangkan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Plus (PHBM Plus) yang merupakan penyempurnaan dari program sebelumnya, terutama dikaitkan dengan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Fenomena menguatnya pendekatan kehutanan masyarakat ini juga sejalan dengan kajian Suharjito et al. (2000) yang menemukan fenomena menarik bahwa pengelo-laan hutan oleh masyarakat menunjukkan kinerja yang sangat baik tidak saja dalam hal pencapaian produktivitas dan efisiensi, tetapi juga dalam hal penjaminan keadilan dan keberlanjutannya.

Pendekatan kehutanan masyarakat memandang masyarakat sebagai pelaku utama dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Sebagai pelaku utama, masyarakat harus mampu mengendalikan pembuatan keputusan tentang pengelolaan sumber-daya hutan. Kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam mengelola sumbersumber-daya hutan merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan. Sehingga masyarakat mampu memerankan fungsinya secara optimal. Namun demikian kondisi masya-rakat sekitar hutan yang masih berada dalam kemiskinan dan masih terbatasnya akses terhadap sumberdaya hutan merupakan indikator kurangnya kemampuan mereka dalam pengelolaan sumberdaya di sekitar mereka untuk memenuhi kebutuhannya.

Pemberdayaan terhadap masyarakat menjadi faktor kunci yang sangat diperlukan agar mereka mampu memerankan sebagai pelaku utama dalam


(24)

pengelolaan sumberdaya hutan secara efektif. Padmowiharjo (2005) menyatakan bahwa dengan pemberdayaan akan terjadi pendayagunaan semua potensi yang dimiliki seseorang untuk dapat memperbaiki nasibnya. Pembangunan yang bertujuan untuk memperbaiki nasib suatu masyarakat tidak akan berhasil dengan baik apabila tidak dilakukan pemberdayaan dari masyarakat itu sendiri, sehingga mereka mampu menampilkan dirinya sebagai subyek pembangunan, bukan obyek pembangunan. Dalam pembangunan bidang kehutanan, menurut Sardjono (2004) penguatan modal manusia diperlukan agar partisipasi dan kerjasama yang dibangun bersifat setara atau tidak ada dominasi satu pihak kepada pihak lain. Mengingat dalam bidang kehutanan masyarakat lokal hingga saat ini yang paling lemah kapasitasnya, maka harus ditingkatkan melalui upaya pemberdayaan terhadap masyarakat. Masyarakat yang berdaya dalam hal ini adalah yang memiliki kemampuan dalam menetapkan prioritas dan pengendalian atas sumberdaya hutan yang sangat penting bagi upaya untuk menentukan nasib mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan juga menjadi salah satu tujuan pengaturan sistem penyuluhan melalui UU No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Pelaku utama dalam kegiatan kehutanan yaitu masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan. Memberdayakan pelaku utama mempunyai makna peningkatan kemampuan mereka diantaranya melalui penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan kesadaran dan pendampingan serta fasilitasi.

Salah satu pendekatan pemberdayaan terhadap masyarakat sekitar hutan yang efektif adalah melalui bentuk pemberdayaan kelompok. Pendekatan kelompok mempunyai kelebihan karena proses penyadaran terhadap masyarakat menjadi lebih cepat, daya jangkauan informasi terhadap masyarakat menjadi lebih luas, lebih sesuai dengan budaya masyarakat pedesaan yang komunal. Kelompok juga memiliki fungsi diantaranya sebagai wadah proses pembelajaran dan wahana dalam bekerjasama antar masyarakat. Hubeis et al. (1992) menekankan bahwa penyu-luhan pembangunan yang ditujukan lewat media komunikasi kelompok akan dapat mempercepat proses penyadaran masyarakat tentang beragam proses pem-bangunan. Menurut Adjid (1992) pengembangan kelompok tani sebagai sistem


(25)

sosial merupakan strategi yang menumbuhkan kekuatan petani untuk berubah dari masyarakat pertanian tradisional menuju masyarakat modern. Kebutuhan terhadap kelompok tani berhubungan dengan beberapa alasan diantaranya yaitu: (a) kelompok tani sebagai saluran informasi dan wahana partisipasi masyarakat; (b) kelompok tani sebagai wadah untuk menghimpun kemampuan dan potensi perseorangan petani untuk mencapai keswadayaan masyarakat; (c) kelompok tani sebagai partner hubungan kerjasama dengan instansi; (d) kelompok tani sebagai wahana proses transformasi menjadi modern melalui komunikasi, kepemimpinan dan partisipasi. Thompson (1999) juga menekankan bahwa salah satu elemen kunci keberhasilan kehutanan masyarakat yaitu pengembangan organisasi (kelompok) lokal untuk pengelolaan hutan yang partisipatif. Keberadaan kelompok bagi masyarakat sekitar hutan sudah ada sejak awal-awal program kehutanan masyarakat diluncurkan oleh Perhutani tahun 1980-an. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kondisi dan kedudukan kelompok masih lemah dalam menjalankan perannya mengelola sumberdaya hutan bersama Perhutani. Oleh karena itu aspek kelompok tani hutan sangat penting diperhatikan dalam proses pemberdayaan. Pemberdayaan terhadap masyarakat sekitar hutan dengan memper-hatikan kelembagaan kelompok tani harus dilakukan secara tepat agar kelompok mampu menjadi mitra sejajar dengan pihak Perhutani dalam mengelola sumberdaya hutan.

Hasil-hasil penelitian dengan tema pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dari perspektif ilmu penyuluhan pembangunan selama ini belum secara tegas mengungkapkan pentingnya dimensi kelembagaan petani sekitar hutan, sehubungan dengan posisi petani sebagai pelaku utama dalam mengelola sumberdaya hutan. Model pemberdayaan masyarakat sekitar hutan yang disusun Sidu (2006) berlaku untuk populasi masyarakat petani di sekitar hutan lindung Jompi, Sulawesi Tenggara. Model yang disusun berupa keberdayaan warga masyarakat dipengaruhi oleh proses pemberdayaan, kemampuan pelaku pemberdayaan, modal fisik, modal sosial dan modal manusia. Sementara itu Pardosi (2005) menyusun model pember-dayaan peladang berpindah yang berlaku untuk populasi keluarga peladang berpindah di Kabupaten Kutai Kartanegara,


(26)

Kutai Timur, dan Kutai Barat. Tingkat keberdayaan peladang berpindah dipenga-ruhi oleh faktor-faktor determinan berupa kualitas sumberdaya pribadi, kekuatan motivasi, tingkat pemenuhan kebutuhan, kualitas pendukung keberdayaan, kualitas lingkungan eksternal dan kualitas penyuluhan memberdayakan peladang berpindah. Kajian Santosa (2004) merumuskan model pemberdayaan petani tepian hutan melalui pembaharuan perilaku adaptif yang berlaku untuk populasi petani tepian hutan pada hutan negara (hutan produksi) di wilayah Banyumas, hutan rakyat di Kabupaten Tapanuli Selatan, dan hutan adat di Kabupaten Mandailing Natal. Model pemberdayaan yang disusun pada dasarnya bahwa kesejahteraan petani tepian hutan ditingkatkan melalui transformasi perilaku menjadi adaptif mandiri, yang didukung oleh lingkungan sosial, intervensi eksternal dan lingkungan fisik. Ketiga model pemberdayaan tersebut dimaksudkan mencapai keberdayaan agar masyarakat lebih sejahtera dan pengelolaan sumberdaya alam semakin baik. Namun demikian belum mempertim-bangkan kelembagaan petani untuk mencapai keberdayaan mereka, sehingga sebagai pelaku utama mereka mampu secara efektif mengelola sumberdaya hutan dalam rangka mencukupi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu penelitian ini menekankan pada pemberdayaan masyarakat sekitar hutan produksi, dengan mempertimbangkan aspek kelompok tani hutan dalam konteks masyarakat mengelola sumberdaya hutan bersama pihak Perhutani.

Kajian ini menekankan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dengan pendekatan kelompok dari segi ilmu penyuluhan pembangunan, sehingga masya-rakat mampu mencapai tingkat keberdayaan yang tinggi melalui kegiatan mengelola sumberdaya hutan bersama pihak Perhutani. Selanjutnya masyarakat sekitar hutan mampu meningkatkan partisipasinya dalam mengelola sumberdaya hutan secara lestari sesuai kaidah ekologis dan ekonomis sehingga bisa meningkat kesejah-teraannya. Hubungan antar peubah yang ber-pengaruh akan diteliti, untuk menemukan model pemberdayaan yang sesuai. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang tepat akan dirumuskan serta strategi pelaksanaannya akan disusun sebagai masukan para pengambil kebijakan dalam bidang kehutanan. Kajian ditujukan pada kasus pengelolaan hutan bersama masyarakat yang dilaksanakan pada areal hutan produksi yang dikelola oleh Perhutani Unit I di Propinsi Jawa


(27)

Tengah. Hal ini dengan pertimbangan bahwa menurut Perhutani Unit I Jawa Tengah (2007), kawasan hutan produksi meliputi 83,62 persen dari seluruh kawasan hutan yang dikelola oleh Perhutani Unit I sehingga merupakan fungsi hutan yang paling dominan.

Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu sebagai berikut :

1. Sejauhmana dinamika kelompok masyarakat sekitar hutan dan faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap dinamika kelompok masyarakat sekitar hutan tersebut?

2. Sejauhmana tingkat keberdayaan masyarakat sekitar hutan dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap keberdayaan masyarakat sekitar hutan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dari mengelola sumberdaya hutan ?

3. Sejauhmana tingkat partisipasi masyarakat sekitar hutan terhadap pengelolaan hutan bersama Perhutani dan bagaimana keterkaitannya dengan tingkat keberdayaannya ?

4. Bagaimana model dan strategi pemberdayaan masyarakat sekitar hutan yang efektif melalui pendekatan kelompok ?

Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :

1. Mengkaji dinamika kelompok masyarakat sekitar hutan dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap dinamika kelompok masyarakat tersebut.

2. Mengkaji tingkat keberdayaan masyarakat sekitar hutan dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberdayaan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dari mengelola sumberdaya hutan.

3. Mengkaji tingkat partisipasi masyarakat sekitar hutan dan hubungannya dengan tingkat keberdayaannya.


(28)

4. Menyusun model dan strategi pemberdayaan masyarakat sekitar hutan yang lebih efektif melalui pendekatan kelompok.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak baik dalam lingkup akademis (keilmuan) maupun lingkup praktis. Manfaat dari penelitan dengan demikian adalah :

A. Kegunaan dalam lingkungan akademis / keilmuan :

(1) Memperkaya khasanah keilmuan tentang pemahaman proses pemberdayaan masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya hutan berda-sarkan pendekatan kelompok dan perilaku manusia.

(2) Memperkaya khasanah keilmuan tentang pemahaman proses pember-dayaan, SDM Pemberdaya, kepemimpinan kelompok, lingkungan dan pengaruhnya terhadap dinamika kelompok, tingkat keberdayaan masya-rakat dan tingkat partisipasinya.

(3) Memberikan informasi bagi penelitian yang serupa agar dapat melakukan penyempurnaan demi kemajuan ilmu pengetahuan tentang proses pember-dayaan, SDM Pemberdaya, kepemimpinan, lingkungan, dinamika kelom-pok, tingkat keberdayaan masyarakat dan tingkat pendapatan dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.

B. Kegunaan dalam lingkungan praktis :

(1) Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah / Perhutani untuk menyusun kebijakan kehutanan yang berorientasi kepada pemberdayaan masyarakat sekitar hutan untuk mewujudkan kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat.


(29)

(2) Hasil penelitian diharapkan menjadi tambahan informasi bagi semua

stakeholders untuk bahan masukan dalam menyusun strategi dan program

penyuluhan kehutanan melalui pendekatan kelompok. Definisi Istilah

1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan mempunyai fungsi pokok yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi (UU No 41 tahun 1999).

2. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (UU No 41 tahun 1999).

3. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah (UU No 41 tahun 1999).

4. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan (UU No 41 tahun 1999).

5. Pengelolaan sumberdaya hutan adalah kegiatan yang meliputi penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya hutan, pemanfaatan sumberdaya dan kawasan hutan, serta perlindungan sumberdaya hutan dan konservasi alam (Perum Perhutani, 2007a).

6. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional (Perum Perhutani, 2003).

7. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Plus (PHBM Plus) adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang


(30)

bersinergi antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau para pihak yang berkepentingan dalam upaya mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan yang optimal dan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang bersifat fleksibel, partisipatif, dan akomodatif (Perum Perhutani, 2007a).

8. Desa hutan adalah wilayah desa yang secara geografis dan administratif berbatasan dengan kawasan hutan atau di sekitar kawasan hutan (Perum Perhutani, 2007a).

9. Masyarakat desa hutan adalah kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan sumberdaya hutan untuk mendukung kehidupannya (Perum Perhutani, 2007a).

10.Kegiatan berbasis lahan adalah rangkaian kegiatan yang secara langsung berkaitan dengan pengolahan tanah dan atau ruang sesuai karakteristik wilayah, yang menghasilkan produk budidaya dan lanjutannya serta produk konservasi dan estetika (Perum Perhutani, 2001).

11.KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) adalah bagian wilayah pengelolaan hutan dalam wilayah kerja Unit Perhutani. KPH merupakan satuan manajemen pengelolaan hutan yang tertinggi pada tingkat lapangan yang berfungsi dalam bidang pemanfaatan sumberdaya hutan dan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi lahan, serta perlindungan sumberdaya hutan dan konservasi alam. KPH biasanya setara dengan level administrasi pemerintahan tingkat kabupaten (Winarto, 2006 & Peluso, 1992).

12.KKPH (Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan atau Administratur /Adm) merupa-kan manajer satuan organisasi KPH yang merupakan manajer tertinggi pada tingkat lapangan.

13.BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) adalah bagian wilayah pengelolaan hutan dalam wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH). BKPH menjalankan fungsi KPH pada wilayah kerjanya. BKPH biasanya setara dengan level administratif pemerintahan tingkat kecamatan (Winarto, 2006 & Peluso, 1992).


(31)

14.KBKPH (Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan atau Asisten Perhutani /Asper) merupakan manajer satuan organisasi BKPH, mengelola urusan administrasi kantor BKPH, membawahi para Mantri, dan melaksanakan pengelolaan sumberdaya hutan di wilayahnya.

15.RPH (Resort Polisi Hutan) merupakan satuan manajemen terkecil dalam pengelolaan hutan yang membawahi wilayah tertentu dan merupakan bagian dari BKPH. RPH biasanya setara dengan level administrasi pemerintahan tingkat desa (Peluso, 1992).

16.KRPH (Kepala Resort Polisi Hutan atau Mantri) merupakan manajer satuan organisasi KRPH yang membawahi para mandor, mempunyai wilayah, dan mempunyai tanggungjawab dalam melaksanakan pengelolaan hutan di wilayahnya.

17.LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) merupakan organisasi formal dari masyarakat desa hutan pada tingkat desa, yang melakukan kerjasama pengelolaan hutan dengan pihak Perhutani yang diwakili oleh Kepala KPH. LMDH terdiri dari beberapa kelompok tani hutan (KTH).

18.Social forestry atau kehutanan masyarakat merupakan sistem pengelolaan

sumberdaya hutan yang memberikan kesempatan kepada masyarakat setempat sebagai pelaku dalam mengelola sumberdaya hutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya dan mewujudkan kelestarian hutan. Social

forestry dikenal dengan beberapa istilah misalnya community forestry,

participatory forestry, farm forestry.. Community forestry merupakan aktivitas

mengelola hutan yang dilakukan penduduk pedesaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Participatory forestry merupakan pengelolaan hutan oleh instansi kehutanan dengan adanya partisipasi positif dari masyarakat (Wiersum, 1994). Farm forestry atau hutan rakyat merupakan kegiatan penanaman pohon oleh petani di atas lahan milik rakyat untuk tujuan subsisten maupun komersial (Awang, 2004).

19.Pemberdayaan (empowerment) mencakup dimensi proses dan dimensi hasil. Proses pemberdayaan merupakan upaya penerapan program yang dilakukan


(32)

terhadap petani hutan atau kelompok tani, yang dalam kondisi kurang mampu dan kekurangan sumberdaya, dengan melibatkan rasa saling menghargai, kepedulian, partisipasi kelompok, kesetaraan dan mengutamakan pemenuhan kebutuhan masyarakat, agar mereka mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam mengakses dan mengontrol sumber-sumberdaya sehingga bisa mening-katkan kualitas kehidupannya.

20.Keberdayaan adalah hasil dari proses pemberdayaan yang dilakukan terhadap individu atau kelompok. Tingkat keberdayaan adalah kemampuan yang dimiliki petani anggota kelompok tani hutan berupa keterkaitan dari kemampuan personal individu yang berupa persepsi terhadap kapasitasnya dan pengertian kritis terhadap lingkungannya, kapasitas untuk mengambil tindakan, kemampuan kolektif untuk mencapai tujuan dan kekuatan bertahan terhadap permasalahannya dalam melakukan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

21.Masyarakat sekitar hutan adalah sekelompok orang yang bertempat tinggal di desa sekitar hutan negara, yang merupakan kesatuan komunitas sosial, yang tergabung dalam wadah LMDH dan bekerjasama secara formal dengan pihak Perhutani, untuk melakukan kegiatan mengelola sumberdaya hutan di sekitar wilayah desanya, dalam rangka mendukung kebutuhan hidupnya.

22.Kelompok adalah suatu organisasi sosial yang berupa kumpulan individu yang memiliki karakteristik berupa interaksi sosial satu sama lain, saling ketergantungan, adanya identitas dan perasaan bersatu, saling berbagi tujuan tertentu dan berbagi harapan terhadap perilaku satu sama lain. Dinamika kelompok yaitu kualitas interaksi dan perilaku anggota kelompok serta perkembangan struktur dan pembagian tugas terhadap para anggotanya dalam rangka mencapai tujuan kelompok. Pendekatan kelompok dalam pemberdayaan masyarakat yaitu mempertimbangkan aspek kelompok sebagai peubah yang penting dalam penyusunan model pemberdayaan.

23.Partisipasi memiliki makna sebagai keikutsertaan masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan sumberdaya hutan yang menyangkut pengambilan


(33)

keputusan dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasilnya secara adil sehingga tercapai pendapatan masyarakat secara berkelan-jutan sebagai kriteria penting dalam pemberdayaan.

24.Kelompok Tani Hutan (KTH) sebagai asosiasi dari orang-orang yang tinggal di dalam dan sekitar hutan dan mengoorganisisr kegiatan menggunakan lahan hutan. Asosiasi tersebut tumbuh dan berkembang dari, oleh dan untuk anggotanya guna mencapai kesejahteraan dan keuntungan bersama (Kartasubrata et al., 1995). Kelompok-kelompok tani hutan umumnya bergabung menjadi LMDH pada tingkat desa. KTH yang sebenarnya berperan aktif sebagai palaksana dalam mengelola sumberdaya hutan (TPKHR, 2006).


(34)

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Pemberdayaan (Empowerment)

Berdasarkan kajian terhadap berbagai pustaka tentang konsep pemberdayaan (empowerment) di antaranya yaitu Zimmerman dan Rappaport (1995), Perkins dan Zimmerman (1995), Pranarka dan Moeljarto (1996), Horvath (1999), Ashman dan Kay (2000), Ife (2002), Adi (2003), Wong (2003), Suharto (2005) dan sumber lainnya, pengertian pemberdayaan (empowerment) pada hakekatnya merupakan upaya yang dilakukan terhadap individu, kelompok atau komunitas lokal yang kurang mampu agar mereka memiliki kemampuan, kekuatan, pengaruh, kontrol, penguasaan dan akses yang lebih besar terhadap sumber-sumberdaya sehingga bisa memperbaiki dan meningkatkan kualitas kehidupannya secara mandiri. Kemampuan mengandung makna individu, kelompok, atau komunitas yang berdaya, memiliki pengetahuan, mempunyai motivasi, melihat adanya peluang dan bisa memanfaatkannya serta mampu mengambil keputusan dan bertindak secara tepat sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Pemberdayaan menunjukkan dimensi proses dan dimensi hasil (outcome) pada subyek yang diberdayakan. Dimensi proses dari pemberdayaan merupakan berbagai upaya yang dilakukan terhadap subyek yang diberdayakan. Dimensi hasil menunjukkan sejauhmana tingkat keberdayaan dari subyek tersebut. Kajian pustaka berikut ini menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan.

Konsep empowerment yang diartikan sebagai pemberdayaan, adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan Barat. Konsep ini dipandang sejiwa dengan aliran-aliran pada paruh kedua abad ke-20 yang dikenal sebagai aliran post-modernisme. Akar terdalam yang lebih jauh berkaitan dengan gelombang pemikiran baru yang dikenal sebagai gerakan Aufklarung ataupun Enlightenment. Sebagai aliran alternatif dari aliran keagamaan yang deterministis, maka muncul penguatan pada pemikiran kebebasan, rasio dan individu sehingga melahirkan pemikiran liberalisme, rasionalisme dan individual-isme. Konsep empowerment sesungguhnya sudah


(35)

melekat dalam awal gerakan modern untuk menemukan alternatif tersebut.

Empowerment Eropa modern merupakan aksi emansipasi dan liberalisasi manusia

dari totaliterisme keagamaan. Emansipasi dan liberalisasi serta penataan terhadap segala kekuasaan dan penguasaan itulah yang kemudian menjadi substansi dari konsep empowerment. Pola dasar dari gerakan pemberdayaan mengamanatkan perlunya power, dan menekankan keberpihakan kepada the powerless. Gerakan ini ingin agar semua dapat mempunyai kekuatan yang menjadi modal dasar dari proses aktualisasi eksistensi manusia (Pranarka & Moeljarto, 1996). Pemberdayaan tidak bisa dilepaskan dari konsep “power” yang menurut Kamus Oxford Advanced Learner’s diartikan sebagai “ability to do or act” atau kemam-puan untuk melakukan sesuatu atau untuk bertindak. Arti yang lain yaitu “control over others” atau kemampuan mengontrol terhadap pihak lain.

Konsep ”pemberdayaan” atau empowerment mencakup pengertian yang sangat luas. Pemberdayaan dari perspektif pembangunan masyarakat (community

development) dikemukakan oleh Ife (2002) yang memberikan definisi kerja

empowerment aims to increase the power of the disadvantaged”. Pemberdayaan

bertujuan untuk meningkatkan daya / kekuatan dari kelompok yang kurang beruntung. Pernyataan ini mengandung dua konsep yaitu “power” atau daya dan

disadvantaged” yaitu pihak yang kurang beruntung / lemah. Konsep daya

mengacu kepada pemberian daya kepada individu atau kelompok, mendorong mereka untuk memperoleh daya ke dalam tangannya, dan mendistribusikan daya dari pihak yang punya kepada pihak yang tidak punya. Pemberdayaan dari segi politik meliputi empat perspektif yaitu pluralis, elit, struktural dan post-struktural. Perspektif pluralis menyatakan bahwa pemberdayaan merupakan proses membantu kelompok dan individu yang kurang beruntung untuk bersaing secara lebih efektif dengan kepentingan lainnya, dengan membantu mereka belajar dan menggunakan ketrampilannya. Perspektif elit menyatakan bahwa pember-dayaan menghendaki keberpihakan kekuatan elit kepada kelompok yang kurang beruntung. Dari perspektif struktural, pemberdayaan bisa dicapai secara efektif hanya apabila bentuk-bentuk ketimpangan struktural bisa diatasi. Dari perspektif post-struktural, pemberdayaan menjadi proses mempertanyakan dan mengubah diskursus, yang


(36)

menekankan pengertian subyektif dan konstruksi pandangan serta menawarkan alternatif pemikiran terhadap pemberdayaan.

Definisi pemberdayaan menurut Shardlow (1998) yang diacu dalam Adi (2003) yaitu : “…such a definition of empowerment is centrally about people

taking control of their own lives and having the power to shape their future” .

Pemberdayaan pada prinsipnya menyangkut orang yang memiliki kontrol terhadap kehidupannya sendiri dan memiliki daya untuk membentuk masa depannya. Definisi pemberdayaan dari perspektif pendidikan menurut O’Brien dan Whitmore (1989) diacu dalam Morley (1995) yaitu :

“Empowerment is an interactive process through which less powerful people experience personal and social change, enabling them to achieve influence over the organizations and institutions which affect their lives, and the communities in which they live.”

Pemberdayaan adalah proses interaktif di mana orang yang kurang berdaya mengalami perubahan secara pribadi dan sosial, yang memungkinkan mereka memperoleh pengaruh terhadap organisasi dan institusi yang mempengaruhi kehidupannya, dan pengaruh terhadap komunitas di mana mereka hidup. Pemberdayaan dari perspektif psikologi sosial menurut Cornell Empowerment Group (1989) diacu dalam Perkins dan Zimmerman (1995) didefinisikan sebagai :

”Empowerment is an intentional ongoing process centered in the local community, involving mutual respect, critical reflection, caring, and group participation, through which people lacking an equal share of valued resources gain greater access to and control over those resources”

Pemberdayaan adalah suatu proses yang dirancang secara terus menerus pada komunitas lokal yang melibatkan rasa saling menghargai, refleksi kritis, kepe-dulian, dan partisipasi kelompok, di mana orang-orang yang berada dalam keku-rangan sumberdaya yang bernilai akan bisa memperolah akses yang lebih besar kepada dan kontrol yang lebih tinggi terhadap sumber-sumberdaya tersebut.

Selanjutnya Perkins dan Zimmerman (1995) menekankan bahwa dengan proses pemberdayaan masyarakat memperoleh kontrol yang lebih besar terhadap kehidupannya, partisipasi yang demokratis dalam komunitasnya dan pengertian yang lebih kritis dari lingkungannya. Teori pemberdayaan menekankan dua hal yaitu proses dan hasil, di mana tindakan, aktivitas, atau struktur mungkin bisa


(37)

memberdayakan dan hasil dari proses itu adalah tingkat keberdayaan. Proses pemberdayaan pada level individu termasuk partisipasi dalam organisasi komunitas. Pada level organisasi proses pemberdayaan meliputi pengambilan keputusan kolektif dan kepemimpinan. Proses pemberdayaan pada level komunitas bisa meliputi tindakan kolektif untuk mengakses pemerintah dan sumberdaya komunitas lainnya.

Menurut Horvath (1999) pemberdayaan mengacu pada proses di mana orang, organisasi, dan komunitas memperoleh penguasaan terhadap kehidupannya. Pemberdayaan menjadi bukti melalui kekuatan sosial pada level individu, organisasi dan komunitas. Pada level individu, pemberdayaan adalah kebebasan seseorang untuk memutuskan tujuan apa yang harus diraih dan kapasitas untuk meraihnya tanpa mendapatkan frustasi. Pemberdayaan berhubungan dengan perasaan kemampuan untuk mengubah situasi dengan pengharapan hasil yang positif dari usaha yang dilakukan. Pemberdayaan dari perspektif psikologis merupakan hubungan antara perasaan kompetensi diri, kehendak untuk, dan kemauan untuk mengambil tindakan sosial. Hal ini merupakan konsep yang lebih sempit dari pemberdayaan karena efek atau dampaknya belum terjadi. Pemberdayaan dari segi psikologis dapat menjadi pemberdayaan yang sesungguhnya ketika tersedia dukungan lingkungan.

Wong (2003) membahas konsep pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh Bank Dunia sebagai solusi mengatasi masalah kemiskinan. Dengan menggunakan pendekatan model feminist, Wong menguraikan daya (power) sebagai konsep yang relasional atau saling berhubungan. Model feminist menekankan multi dimensi dari daya pada berbagai level yaitu individu, kelompok, regional, nasional dan internasional. Kerangka pendekatan feminist menyarankan empat dimensi daya yaitu : daya dari dalam (power from within), daya kepada

(power to), daya dengan (power with), dan daya terhadap (power over). Empat

dimensi dari daya ini juga sejalan dengan uraian Chambers (2004) yang mengaitkan empat dimensi daya dalam konteks pembangunan. Daya dari dalam

(power from within) juga dikenal sebagai daya personal. Daya ini berkaitan dengan


(38)

misalnya kepercayaan diri, harga diri, dan respek diri. Komponen-komponen daya internal ini meliputi pengakuan identitas, pengembangan nilai diri, pengembangan penerimaan diri, dan pengembangan saling percaya (trust) menurut pengetahuan individu. Tujuan utamanya untuk mengem-bangkan kemampuan mengatasi tekanan internal. Daya kepada (power to) mengacu pada kapasitas untuk mengambil tindakan. Daya ini menekankan kapasitas generatif produktif dari individu, dan memiliki tiga tujuan yang saling berkaitan yaitu dimaksudkan sebagai pembebasan, partisipasi, dan memobilisasi perubahan. Daya dengan (power with) menekankan pada dorongan kolektif di mana orang bekerjasama satu sama lain untuk memecahkan masalah dan mencapai tujuan, yang bisa dilakukan melalui tindakan bekerjasama/kolaborasi, rasa solidaritas dan tindakan kolektif. Daya ini juga menyangkut pengembangan kapasitas, jaringan sosial dan kekuatan organisasi. Daya ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa secara berkelompok bisa dilakukan walaupun secara individu tidak bisa. Daya terhadap (power over) merupakan kekuatan bertahan atau kekuatan untuk mengontrol. Daya ini bisa negatif karena melawan seseoarang atau suatu kelompok untuk melakukan sesuatu melawan keinginannya. Akan tetapi daya ini juga bisa positif sebab melampaui kondisi dominan dan struktur yang tidak sama.

Menurut Ashman dan Kay (2000) dari perspektif pekerjaan sosial, pember-dayaan merupakan proses membantu individu, keluarga, kelompok, dan komunitas untuk meningkatkan aspek personal, interpersonal, sosioekonomi, dan kekuatan politik mereka serta untuk mengembangkan pengaruh terhadap perbaikan kehidupan-nya. Pekerja sosial tidak menyerahkan daya kepada orang, tetapi mereka membantu orang lain untuk membuat pilihan sehingga memberikan kontrol yang lebih besar terhadap permasalahan yang dihadapinya, sehingga memperbaiki kualitas hidupnya. Pekerja sosial membantu orang menjadi berdaya dalam dua jalan, yaitu dengan pencapaian pemberdayaan personal dan pemberdayaan sosial. Orang memiliki keberdayaan personal ketika mereka mampu secara langsung mengontrol apa yang terjadi dalam kehidupannya. Sedangkan keberdayaan sosial adalah kondisi di dalam lingkungan sosial di mana orang memiliki akses terhadap kesempatan dan sumberdaya untuk membuat pilihan pribadi dan untuk memelihara


(39)

kontrol terhadap lingkungannya. Keberdayaan personal akan terbatas apabila orang tidak memiliki keberdayaan sosial.

Model teoretis pemberdayaan psikologis (psychological empowerment) mencakup komponen intra-personal, interaksional, dan komponen perilaku. Komponen intrapersonal pemberdayaan mengacu kepada bagaimana orang berpikir tentang kapasitasnya untuk mempengaruhi sistem sosial dan politik yang penting bagi mereka. Hal ini merupakan persepsi diri yang termasuk domain persepsi kontrol yang spesifik, efikasi diri, motivasi untuk melakukan kontrol dan persepsi terhadap kompetensi. Komponen interaksional dari pemberdayaan mengacu kepada transaksi antara individu dengan lingkungannya yang memungkinkan individu untuk menguasai sistem sosial dan sistem politik. Hal ini temasuk pengetahuan tentang sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan, pengertian terhadap agen penyebab, pengertian yang kritis terhadap lingkungannya, pengembangan ketrampilan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang di-perlukan untuk merespon lingkungannya. Komponen perilaku mengacu kepada aksi spesifik yang diambil individu untuk menampilkan pengaruh terhadap lingkungan sosial dan politik melalui partisipasi dalam organisasi dan kegiatan komunitas (Zimmerman et al., 1993 dan Zimmerman, 1995).

Pemberdayaan psikologis mengacu kepada pemberdayaan pada tingkat analisis individu. Konstruk pemberdayaan psikologis ini mencakup persepsi tentang kontrol personal, pendekatan yang proaktif terhadap kehidupan, dan pemahaman yang kritis terhadap lingkungan sosio politiknya (Zimmerman, 1995). Proses Pemberdayaan

Menurut Adi (2002) pemberdayaan bisa dilihat sebagai program ataupun sebagai proses. Pemberdayaan sebagai program dilihat dalam tahapan-tahapan kegiatan guna mencapai tujuan yang biasanya sudah ditentukan jangka waktunya. Sedangkan pemberdayaan sebagai proses yaitu kegiatan yang berkesinambungan sepanjang hidup seseorang. Pemberdayaan individu sebagai proses yang relatif terus berjalan sepanjang usia manusia yang diperoleh dari pengalaman individu tersebut dan bukannya suatu proses yang berhenti pada suatu masa saja. Demikian


(40)

pula dalam komunitas, proses pemberdayaan akan berlangsung selama komunitas itu masih tetap ada dan mau berusaha memberdayakan mereka sendiri.

Menurut Suharto (2005) proses pemberdayaan pada umumnya dilakukan secara kolektif. Namun demikian tidak semua intervensi pekerjaan sosial dapat dilakukan melalui kolektivitas. Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan yaitu aras mikro, aras mezzo dan aras makro. Pemberdayaan pada aras mikro dilakukan terhadap klien secara individu. Pemberdayaan pada aras mezzo dilakukan terhadap sekelompok klien atau melalui media kelompok sebagai media intervensi. Pada aras makro, pemberdayaan dilakukan pada sistem lingkungan yang lebih luas.

Dalam penelitiannya tentang manajemen publik di India, Kilby (2004) menekankan pentingnya pendekatan proses pemberdayaan dibandingkan orientasi terhadap hasil suatu program. Hal ini dimaksudkan agar kelompok sasaran program pemberdayaan bisa memiliki kontrol yang lebih besar terhadap kehidupannya. Pemberdayaan menyangkut pilihan, pengambilan keputusan dan kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain. Pemberdayaan menyangkut orang yang memiliki pilihan-pilihan yang luas, dan mempunyai tingkat keterlibatan dan kontrol yang lebih besar terhadap seluruh bagian kehidupan keluarga dan komunitasnya. Hal ini sangat berbeda dengan pengalaman pembangunan di India pada masa lalu yang mengutamakan pada hasil, ternyata bertolak belakang dengan tujuan pemberdayaan karena justru menghasilkan ketidakberdayaan.

Penelitian Sidu (2006) menunjukkan bahwa proses pemberdayaan masya-rakat sekitar kawasan hutan lindung Jompi masih sangat lemah, terutama dipe-ngaruhi secara nyata oleh masih rendahnya kemampuan pelaku pemberdayaan, kurang tersedianya modal fisik dan modal sosial yang cenderung melemah/rendah. Proses pemberdayaan yang masih lemah tersebut terutama dalam hal keterlibatan warga masyarakat dalam perencanaan, pengorganisasian dan evaluasi program pemberdayaan yang belum optimal.


(41)

Pengembangan model pemberdayaan dalam strategi pemberdayaan yang berbasis komunitas, menurut Ife (2002) terdiri dari tujuh jenis daya yang saling berinteraksi yaitu :

(1) Daya terhadap pilihan personal dan kesempatan hidup, yang menyangkut daya untuk membuat keputusan yang menyangkut kehidupannya.

(2) Daya terhadap definisi kebutuhan, yaitu menyangkut daya untuk merumuskan kebutuhan mereka sendiri yang menghendaki pengetahuan dan keahlian yang relevan sehingga memerlukan pendidikan dan akses terhadap informasi.

(3) Daya terhadap ide-ide, yang menyangkut daya untuk berpikir secara mandiri dan mengungkapkan idenya, dan kapasitas untuk berdialog serta menyumbangkan idenya pada budaya publik.

(4) Daya terhadap institusi sosial, yang menyangkut perubahan institusi agar menjadi lebih bisa diakses, responsif dan bisa dipertanggungjawabkan kepada seluruh lapisan.

(5) Daya terhadap sumber-sumber daya, yang menyangkut memaksimalkan daya efektif orang terhadap distribusi dan penggunaan sumberdaya, dan mengurangi ketidakadilan akses terhadap sumberdaya.

(6) Daya terhadap aktivitas ekonomi, yang menyangkut kemampuan untuk mempunyai kontrol dan akses terhadap mekanisme produksi, distribusi dan pertukaran.

(7) Daya terhadap reproduksi, yang menyangkut proses reproduksi kepada generasi selanjutnya dalam aspek biologis, sosial, ekonomi dan politik.

Tingkat Keberdayaan

Keberdayaan merupakan hasil proses pemberdayaan terhadap subyek individu, kelompok atau masyarakat. Berbagai riset tentang pemberdayaan mengindikasikan beberapa konstruk yaitu penguasaan dan kontrol, mobilisasi sumberdaya, konteks sosio politik, dan partisipasi. Hasil pemberdayaan tingkat individu bisa berupa persepsi kontrol terhadap situasi tertentu dan ketrampilan mobilisasi sumberdaya. Hasil pemberdayaan organisasi bisa berupa pengembangan jaringan organisasi, pertumbuhan organisasi dan daya ungkit kebijakan. Hasil pemberdayaan tingkat komunitas meliputi adanya pluraslime, adanya koalisi, dan


(42)

sumberdaya komunitas yang bisa diakses. Pada level komunitas, pemberdayaan mengacu kepada tindakan kolektif untuk memperbaiki kualitas kehidupan dalam masyarakat dan terhadap hubungan di antara organisasi-organisasi sosial. Masyarakat yang berdaya bukan hanya kumpulan individu yang berdaya (Zimmerman, 1995; Perkins & Zimmerman, 1995).

Menurut Suharto (2005) keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan (keberdayaan), yaitu kekuasaan di dalam (power within), kekuasaan untuk (power to), kekuasaan atas (power over) dan kekuasaan dengan (power with). Indikator-indikator dari keberdayaan dengan demikian yaitu : (1) kebebasan melakukan mobilitas, (2) kemampuan membeli komoditas kecil, (3) kemampuan membeli komoditas besar, (4) kemampuan dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga, (5) kebebasan relatif dari dominasi keluarga, (6) kesadaran hukum dan politik, (7) keterlibatan dalam kampanye dan protes, dan (8) kepemilikan atas jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga.

Hasil kajian Javan (1998) terhadap komunitas di Charlotte, North Carolina menyimpulkan bahwa tingkat keberdayaan menurut persepsi komunitas merupakan konstruk yang multi-peubah dan terdiri dari tiga komponen yaitu (1) manajemen komunitas (tingkat kapasitas komunitas untuk mengelola keperluannya secara efektif), (2) partisipasi komunitas (tingkat partisipasi komunitas pada kegiatan yang diselenggarakan berbagai pihak), dan (3) perasaan terhadap komunitas (perasaan memiliki dan menjadi bagian komunitas). Terdapat hubungan yang yang nyata dan positif antara faktor pengembangan sosial ekonomi terhadap komunitas dengan persepsi terhadap keberdayaan komunitas. Selanjutnya faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap persepsi pemberdayaan bagi komunitas yaitu faktor budaya, politik, sejarah, geografis dan biologis.

Berdasarkan penelitian Panda (2000) tentang pemberdayaan wanita melalui program manajemen sumberdaya alam (lahan, daerah aliran sungai, kehutanan dan sumberdaya air) pada dua desa di India, diperoleh hasil bahwa tingkat keberdayaan


(43)

mereka berada pada level cukup sampai sedang. Panda menggunakan lima peubah untuk mengukur tingkat keberdayaan yaitu : (1) daya/kekuatan yang meliputi kemampuan-kemampuan untuk : membuat keputusan rumah tangga, mengontrol sumberdaya, mengontrol sumber kekuatan, dan mengatasi hubungan kekuasaan; (2) otonomi dan kemandirian yang meliputi kemampuan-kemampuan untuk : bertindak secara bebas, memiliki kesadaran kritis untuk bertindak secara efektif dan efisien, memiliki percaya diri, dan memiliki visi ke depan; (3) hak (entitlement) yang meliputi hak memiliki sumberdaya secara adil, dan hak untuk mengakses sumberdaya secara adil; (4) partisipasi yang meliputi kemampuan-kemampuan untuk : mempengaruhi keputusan, menyediakan sumberdaya untuk proyek, dan menerima tanggungjawab dan bertindak secara bebas, dan (5) kepedulian dan pengembangan kapasitas yang meliputi kemampuan-kemampuan untuk : melakukan aktivitas ekonomi, melakukan kegiatan sosial, dan melakukan kegiatan politik.

Salah satu bentuk tingkat keberdayaan petani yaitu “kemandirian” petani. Menurut Sumardjo (1999) tingkat kemandirian petani yaitu kualitas sumber daya manusia petani berupa tingkat kesiapan petani dalam menghadapi dan mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan atau dengan kata lain tingkat kemandirian petani menghadapi era globalisasi. Kemandirian petani diukur melalui aspek kognitif, afektif dan psikomotorik terhadap modernitas petani, efisiensi, dan daya saing petani. Hasil penelitian Sumardjo menunjukkan bahwa faktor-faktor eksternal petani selengkapnya yang terbukti secara nyata berpengaruh terhadap tingkat kemandirian petani secara berturut-turut dari yang paling nyata : (1) aksesibilitas petani terhadap input usaha tani; (2) aksesibilitas petani terhadap pasar; (3) kualitas penyuluhan; (4) aksesibilitas petani terhadap sumberdaya informasi / inovasi; (5) lingkungan fisik sumber daya alam; (6) penetrasi produk lain ke dalam kebutuhan rumah tangga petani; (7) desakan perkembangan sektor di luar pertanian terhadap sektor pertanian dan pedesaan; dan (8) implementasi kebijakan pembangunan pertanian setempat. Sejumlah faktor internal juga terbukti secara nyata berpengaruh terhadap tingkat kemandirian petani, secara berturut-turut dari yang paling nyata : (1) ciri-ciri perilaku komunikasi petani yang relatif terbuka;


(1)

Y3.4 - - - - - - - - - - - - THETA-EPS

Y3.1 Y3.2 Y3.4 --- --- --- Y3.1 0.27

Y3.2 - - 0.32 Y3.4 - - - - 0.43 THETA-DELTA

X1.1 X1.2 X1.3 X1.6 X2.3 X2.4 --- --- --- --- --- --- X1.1 0.99

X1.2 - - 0.43 X1.3 - - - - 0.24 X1.6 - - - - - - 0.90 X2.3 - - - - - - - - 0.32 X2.4 - - - - - - - - - - 0.17 X2.5 - - - - - - - - - - - - X3.1 - - - - - - - - - - - - X3.6 - - - - - - - - - - - - X3.7 - - - - - - - - - - - - X4.1 - - - - - - - - - - - - X4.2 - - - - - - - - - - - - X4.3 - - - - - - - - - - - - X5.6 - - - - - - - - - - - - X5.7 - - - - - - - - - - - - X5.9 - - - - - - - - - - - - THETA-DELTA

X2.5 X3.1 X3.6 X3.7 X4.1 X4.2 --- --- --- --- --- --- X2.5 0.25

X3.1 - - 0.15 X3.6 - - - - 0.31 X3.7 - - - - - - 0.11 X4.1 - - - - - - - - 0.46 X4.2 - - - - - - - - - - 0.00 X4.3 - - - - - - - - -0.03 - - X5.6 - - - - - - - - - - - - X5.7 - - - - - - - - - - - - X5.9 - - - - - - - - - - - - THETA-DELTA

X4.3 X5.6 X5.7 X5.9 --- --- --- --- X4.3 0.03

X5.6 - - 0.22 X5.7 - - - - 0.39 X5.9 - - - - - - 0.33

Regression Matrix ETA on KSI (Standardized) X1 X2 X3 X4 X5 --- --- --- --- --- Y1 - - - - 0.19 0.53 0.20 Y2 0.23 0.17 0.06 0.16 0.55 Y3 0.14 0.10 0.03 0.10 0.34


(2)

======= Total and Indirect Effects

Total Effects of KSI on ETA

X1 X2 X3 X4 X5 --- --- --- --- --- Y1 - - - - 0.19 0.53 0.20 (0.08) (0.08) (0.08) 2.27 6.96 2.50

Y2 0.23 0.17 0.06 0.16 0.55 (0.08) (0.08) (0.03) (0.06) (0.11) 2.69 2.17 1.80 2.82 4.90

Y3 0.14 0.10 0.03 0.10 0.34 (0.05) (0.05) (0.02) (0.04) (0.08) 2.59 2.12 1.77 2.70 4.36 Indirect Effects of KSI on ETA

X1 X2 X3 X4 X5 --- --- --- --- --- Y1 - - - - - - - - - -

Y2 - - - - 0.06 0.16 0.06 (0.03) (0.06) (0.03) 1.80 2.82 2.04 Y3 0.14 0.10 0.03 0.10 0.34 (0.05) (0.05) (0.02) (0.04) (0.08) 2.59 2.12 1.77 2.70 4.36 Total Effects of ETA on ETA

Y1 Y2 Y3 --- --- --- Y1 - - - - - -

Y2 0.30 - - - - (0.10)

3.12

Y3 0.18 0.61 - - (0.06) (0.12) 2.97 5.21

Largest Eigenvalue of B*B' (Stability Index) is 0.373 Indirect Effects of ETA on ETA

Y1 Y2 Y3 --- --- --- Y1 - - - - - -

Y2 - - - - - -

Y3 0.18 - - - - (0.06)

2.97

Total Effects of ETA on Y Y1 Y2 Y3


(3)

Y1.1 1.00 - - - -

Y1.2 0.92 - - - - (0.04)

25.84

Y1.3 0.95 - - - - (0.05)

20.12

Y2.1 0.20 0.68 - - (0.06)

3.12

Y2.4 0.26 0.87 - - (0.08) (0.12)

3.27 7.32

Y2.5 0.23 0.78 - - (0.07) (0.11)

3.20 6.86

Y3.1 0.15 0.52 0.86 (0.05) (0.10)

2.97 5.21

Y3.2 0.15 0.50 0.82 (0.05) (0.10) (0.08) 2.95 5.13 9.71

Y3.4 0.14 0.46 0.75 (0.05) (0.09) (0.08) 2.92 4.96 8.89 Indirect Effects of ETA on Y Y1 Y2 Y3 --- --- --- Y1.1 - - - - - -

Y1.2 - - - - - -

Y1.3 - - - - - -

Y2.1 0.20 - - - - (0.06)

3.12

Y2.4 0.26 - - - - (0.08)

3.27

Y2.5 0.23 - - - - (0.07)

3.20

Y3.1 0.15 0.52 - - (0.05) (0.10)


(4)

2.97 5.21

Y3.2 0.15 0.50 - - (0.05) (0.10)

2.95 5.13

Y3.4 0.14 0.46 - - (0.05) (0.09)

2.92 4.96

Total Effects of KSI on Y

X1 X2 X3 X4 X5 --- --- --- --- --- Y1.1 - - - - 0.19 0.53 0.20 (0.08) (0.08) (0.08) 2.27 6.96 2.50

Y1.2 - - - - 0.17 0.49 0.18 (0.08) (0.07) (0.07) 2.26 6.71 2.49

Y1.3 - - - - 0.18 0.51 0.19 (0.08) (0.07) (0.08) 2.27 6.81 2.49

Y2.1 0.15 0.12 0.04 0.11 0.38 (0.06) (0.05) (0.02) (0.04) (0.08) 2.69 2.17 1.80 2.82 4.90

Y2.4 0.20 0.15 0.05 0.14 0.48 (0.07) (0.07) (0.03) (0.05) (0.09) 2.79 2.22 1.83 2.93 5.56

Y2.5 0.18 0.13 0.04 0.12 0.43 (0.07) (0.06) (0.02) (0.04) (0.08) 2.75 2.20 1.81 2.87 5.22

Y3.1 0.12 0.09 0.03 0.08 0.29 (0.05) (0.04) (0.02) (0.03) (0.07) 2.59 2.12 1.77 2.70 4.36

Y3.2 0.11 0.09 0.03 0.08 0.28 (0.04) (0.04) (0.02) (0.03) (0.06) 2.58 2.11 1.76 2.69 4.32

Y3.4 0.10 0.08 0.03 0.07 0.25 (0.04) (0.04) (0.01) (0.03) (0.06) 2.56 2.10 1.76 2.67 4.21 ======= Standardized Total and Indirect Effects

Standardized Total Effects of KSI on ETA X1 X2 X3 X4 X5 --- --- --- --- --- Y1 - - - - 0.19 0.53 0.20 Y2 0.23 0.17 0.06 0.16 0.55 Y3 0.14 0.10 0.03 0.10 0.34


(5)

X1 X2 X3 X4 X5 --- --- --- --- --- Y1 - - - - - - - - - - Y2 - - - - 0.06 0.16 0.06 Y3 0.14 0.10 0.03 0.10 0.34 Standardized Total Effects of ETA on ETA Y1 Y2 Y3

--- --- --- Y1 - - - - - - Y2 0.30 - - - - Y3 0.18 0.61 - -

Standardized Indirect Effects of ETA on ETA Y1 Y2 Y3

--- --- --- Y1 - - - - - - Y2 - - - - - - Y3 0.18 - - - -

Standardized Total Effects of ETA on Y Y1 Y2 Y3

--- --- --- Y1.1 1.00 - - - - Y1.2 0.92 - - - - Y1.3 0.95 - - - - Y2.1 0.20 0.68 - - Y2.4 0.26 0.87 - - Y2.5 0.23 0.78 - - Y3.1 0.15 0.52 0.86 Y3.2 0.15 0.50 0.82 Y3.4 0.14 0.46 0.75

Completely Standardized Total Effects of ETA on Y Y1 Y2 Y3

--- --- --- Y1.1 1.00 - - - - Y1.2 0.92 - - - - Y1.3 0.95 - - - - Y2.1 0.20 0.68 - - Y2.4 0.26 0.88 - - Y2.5 0.23 0.79 - - Y3.1 0.16 0.52 0.86 Y3.2 0.15 0.50 0.82 Y3.4 0.14 0.46 0.75

Standardized Indirect Effects of ETA on Y Y1 Y2 Y3

--- --- --- Y1.1 - - - - - - Y1.2 - - - - - - Y1.3 - - - - - - Y2.1 0.20 - - - - Y2.4 0.26 - - - - Y2.5 0.23 - - - - Y3.1 0.15 0.52 - - Y3.2 0.15 0.50 - -


(6)

Y3.4 0.14 0.46 - -

Completely Standardized Indirect Effects of ETA on Y Y1 Y2 Y3

--- --- --- Y1.1 - - - - - - Y1.2 - - - - - - Y1.3 - - - - - - Y2.1 0.20 - - - - Y2.4 0.26 - - - - Y2.5 0.23 - - - - Y3.1 0.16 0.52 - - Y3.2 0.15 0.50 - - Y3.4 0.14 0.46 - -

Standardized Total Effects of KSI on Y X1 X2 X3 X4 X5 --- --- --- --- --- Y1.1 - - - - 0.19 0.53 0.20 Y1.2 - - - - 0.17 0.49 0.18 Y1.3 - - - - 0.18 0.51 0.19 Y2.1 0.15 0.12 0.04 0.11 0.38 Y2.4 0.20 0.15 0.05 0.14 0.48 Y2.5 0.18 0.13 0.04 0.12 0.43 Y3.1 0.12 0.09 0.03 0.08 0.29 Y3.2 0.11 0.09 0.03 0.08 0.28 Y3.4 0.10 0.08 0.03 0.07 0.25 Completely Standardized Total Effects of KSI on Y X1 X2 X3 X4 X5

--- --- --- --- --- Y1.1 - - - - 0.19 0.53 0.20 Y1.2 - - - - 0.17 0.49 0.18 Y1.3 - - - - 0.18 0.51 0.19 Y2.1 0.16 0.12 0.04 0.11 0.38 Y2.4 0.20 0.15 0.05 0.14 0.49 Y2.5 0.18 0.13 0.04 0.12 0.44 Y3.1 0.12 0.09 0.03 0.08 0.29 Y3.2 0.11 0.09 0.03 0.08 0.28 Y3.4 0.10 0.08 0.03 0.07 0.25 Time used: 0.731 Seconds