Keterbukaan Areal Hutan Pembalakan Berdampak Rendah Reduced Impact Logging RIL

rantai. Hal ini memungkinkan operator mampu menyarad dengan jarak yang lebih jauh dan mampu pula mengumpulkan log lebih banyak. Traktor berban rantai mampu beroperasi dengan memuaskan pada areal dengan kelerengan sampai 40. Traktor ini selain digunakan untuk membuat jalan dan membuat TPn digunakan juga untuk membuat jalan sarad. Meskipun alat ini serbaguna dan mampu mengatasi medan dengan topografi berat tapi gerakannya relatif lamban. Traktor berban rantai tidak ekonomis bila digunakan di hutan yang mempunyai tegakan jarang atau dengan diameter tegakan yang relatif kecil. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas penyaradan menurut Sastrodimedjo 1992 antara lain adalah kekuatan mesin, jumlah dan ukuran kayu yang tersedia, topografi, iklim dan keterampilan pelaksana.

D. Keterbukaan Areal Hutan

Yanuar 1992 menyatakan bahwa kerusakan yang ditimbulkan oleh pohon- pohon yang ditebang bervariasi saat rebah ke tanah, tergantung besarnya tajuk, kedudukan pohon, arah rebah dan kerapatan tegakan. Luas areal yang terbuka ini disebabkan oleh kegiatan penebangan dan penyaradan. Luas areal yang terbuka akibat penebangan merupakan luasan daerah yang terbuka akibat penebangan pohon berikut rebahnya vegetasi lain akibat tertimpa pohon yang tumbang. Luas areal yang terbuka akibat penyaradan adalah luasan lahan yang terbuka akibat jejak traktor atau bekas lintasan batang kayu yang disarad. Pengukuran dilakukan dengan menghitung luasan permukaan tersebut dengan mengalikan panjang dan lebarnya. Muhdi 2001 menyatakan bahwa faktor lereng mempunyai peranan penting pada pergeseran kayu saat dilakukan penyaradan berlangsung. Traktor menggunakan pisaunya untuk memperoleh jalan sarad yang lebih landai atau untuk mendorong kayu yang disarad. Kerapatan tegakan sangat mempengaruhi besarnya kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan hutan. Sularso 1996 menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi luas keterbukaan areal akibat pemanenan yaitu kerapatan tegakan, kemiringan lereng, intensitas tebangan serta teknik pemanenan kayu.

E. Pembalakan Berdampak Rendah Reduced Impact Logging RIL

Menurut Elias et al. 2001 RIL adalah suatu pendekatan sistematis dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap pemanenan kayu. RIL merupakan penyempurnaan praktek pembuatan jalan, penebangan dan penyaradan yang saat ini sudah ada. RIL memerlukan wawasan ke depan dan keterampilan yang baik dari para operatornya serta adanya kebijakanpolicy tentang lingkungan yang mendukungnya. Nugraha et al. 2008 mengartikan RIL sebagai teknik pembalakan yang direncanakan secara intensif dengan sistem operasi lapangan menggunakan teknik pelaksanaan dan peralatan yang tepat serta diawasi secara terpadu untuk meminimalkan kerusakan tanah maupun kerusakan tegakan tinggal. Tujuan penting RIL adalah : 1. Mengurangi kerusakan pada tegakan tinggal agar berada dalam kondisi yang baik dalam siklus tebang berikutnya. 2. Mengurangi besarnya kerusakan tanah. 3. Memelihara integritas serta kualitas sistem perairan di hutan dengan mengurangi perlintasan sungai, menon-aktifkan jalan sarad serta kegiatan pembalakan dan kegiatan lain yang dapat mengurangi erosi Klassen 2005. Tujuan RIL hanya akan dapat dicapai jika didahului oleh perencanaan yang baik. Perencanaan penebangan meliputi rencana pohon yang ditebang, rencana jalan sarad, rencana lokasi Tempat Penimbunan Kayu TPn. Perencanaan ini nantinya akan dijadikan dasar dalam mengevaluasi kegiatan penebangan yang dilaksanakan. Menurut Klassen 2005 terdapat empat persyaratan dasar yang harus dipenuhi agar perencanaan pemanenan berjalan secara efektif, yaitu: 1. Peta kontur dan posisi pohon yang akurat. 2. Standar operasional yang berwawasan lingkungan untuk mempersiapkan kerangka kerja perencanaan. 3. Keterampilan teknik dasar untuk dapat menginterpretasikan peta dan standar yang telah ditetapkan. 4. Lingkungan pengelolaan yang memungkinkan pelaksanaan RIL.

F. Evaluasi Kegiatan Pemanenan