melimpah para nenek moyang mengucap syukur dengan mengadakan tradisi yang sampai saat ini masih dilakukan meskipun sebagian besar wilayah kampung ini
bukan lagi persawahan. Hal senada juga diungkapkan oleh SS, di mana beliau mengatakan bahwa
“pada dasarnya tradisi bersih desa mempunyai tiga fungsi, salah satunya adalah memetri desa, yaitu dengan menyajikan takir yang diberi cabai,
ditujukan kepada Tuhan agar padi yang ditanam subur sehingga menghasilkan panen yang banyak dan agar tidak terserang hama. Apabila
ada orang yang beranggapan bahwa hal tersebut untuk memberikan sesajen kepada setan ataupun jin, saya tidak setuju. Anggapan tersebut
adalah anggapan yang dimiliki oleh seseorang dengan pemikiran yang salah tentang arti sejati dari tradisi yang dilakukan oleh nenek-moyang
terdahulu. Tradisi dilakukan hanya ditujukan kepada Tuhan yang Maha Esa, bukan setan ataupun jin.” WSS762009
Jadi pada dasarnya, tradisi yang dilakukan oleh nenek moyang sejak dahulu adalah ditujukan hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai media untuk
mengucapkan syukur dan terimakasih atas segala sesuatu yang diberikan kepada masyarakat kampung. Jadi apabila terdapat warga yang menyembah dan
menyajikan sesaji pada saat tradisi bersih desa kepada sesuatu di luar Tuhan adalah suatu kesalahan, karena mereka tidak mengetahui bagaimana sejarah atau
awal mula tradisi bersih desa dilakukan.
c. Sebagai Wujud Pengharapan Masyarakat untuk Kehidupan Selanjutnya
Setiap manusia menginginkan kehidupan yang serasi, selaras dan seimbang. Tidak terjadi sesuatu yang membahayakan dan merugikan bagi diri
maupun keluarga. Alasan Ibu PRM sendiri ikut berpartisipasi dalam tradisi bersih desa adalah untuk ngalap berkah. Ibu PRM mengharapkan mendapat suatu berkah
dari yang maha kuasa, dengan diberikan rezeki dan keselamatan bagi ibu dan keluarganya.WPRM1552009
Masih menurut salah satu warga kampung, selain warga yang berharap mendapatkan berkah dari tradisi bersih desa, para dalang sebagai salah satu
pengisi acara juga mengharapkan berkah, karena ikut melakukan amal ibadah dengan menarik bayaran seikhlasnya dari panitia bersih desa. Dikatakan oleh Bp
SS, yang terpenting bayaran yang diterima cukup untuk membayar para kru wayang. Bahkan terkadang, Bp SS sering merugi, karena bayaran yang diberikan
tidak cukup untuk membayar para niaga. Bagi Bp SS, “yang jelas, hukum di dunia ini hukumnya ada empat, hukum alam, adat,
negara, karma.
Hukum karma
istilahnya nandur
ngunduh .”
WSS762009. Maksud dari ungkapan tersebut adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh
manusia akan mendapat balasan. Apabila melakukan tindakan kebaikan, maka akan mendapatkan balasan yang baik pula, apabila melakukan kejahatan maka
akan dibalas dengan kejahatan. Kalaupun karma tidak diterima oleh pelaku, maka karma tersebut akan diberikan kepada keturunannya. Maka dari itu, bagi Bp SS,
melakukan pertunjukan wayang dengan bayaran lebih kecil dari biasanya dianggap sebagai amal ibadah, sehingga Bp SS hanya mengharapkan balasan dari
Tuhan. Selain itu, sebagai pelaku seni, dengan melakukan pertunjukan wayang di Kampung Bibis Kulon adalah merupakan salah satu wujud tindakan beliau untuk
melestarikan budaya Jawa yang adiluhung. Masyarakat kampung percaya akan suatu kekuatan yang melebihi
kekuatan manusia. Kekuatan yang luar biasa tersebut dipercaya adalah makhluk halus yang menjadi pelindung kampung tersebut. Tidak jarang, masyarakat
beranggapan bahwa tradisi yang dilakukan adalah untuk ditujukan kepada dhanyang selain kepada Tuhan. Tradisi diteruskan dari satu generasi ke generasi
selanjutnya. Suatu tradisi tidak boleh ditinggalkan, karena dipercaya dapat mendatangkan bala‟ atau kesusahan bagi masyarakat kampung baik cepat maupun
lambat. Apabila terjadi suatu peristiwa, makapara warga akan menghubungkan kejadian tersebut dengan tradisi yang telah ditinggalkan. Sehingga masyarakat
kampung beranggapan bahwa kejadian tersebut ada karena tradisi tidak dilakukan. Demikian juga dengan tradisi bersih desa di Kampung Bibis Kulon, Kelurahan
Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Surakarta. Sebagaimana dikatakan oleh Ibu MNK, bahwa beliau percaya apabila melakukan tradisi bersih desa akan terhindari
dari bala’. Kejadian yang merugikan masyarakat akan terjadi apabila tradisi bersih
desa ditinggalkan. Dengan melakukan tradisi bersih desa ini masyarakat desa mendapatkan berkah atau keselamatan dari Tuhan yang Maha Esa. Seperti yang
dikatakan oleh Ibu MNK, “pada saat PKI, kampung nggih mboten wonten nopo-nopo mbak,
kampung aman-aman kemawon …pas kerusuhan Mei niko mbak, niku
tiyang-tiyang do koyok wong kesetanan niko, tapi kampung nggih aman- aman kemawon
.” pada saat PKI, kampung juga tidak terjadi apa-apa mbak, kampung aman-
aman saja…pada saat kerusuhan Mei mbak, itu orang-orang seperti kesetanan, tapi kampung juga aman-aman
saja.WMNK2052009. Hal serupa juga didukung oleh ibu ST selaku staf Kelurahan Gilingan bidang
sosial dan budaya, bahwa “ya mungkin warga dari kampung masih percaya hal-hal mistik ya mbak.
Ya misalnya saja kalau tidak melakukan tradisi bersih desa akan kena bala atau musibah begitu mbak. Jadi setiap tahun pasti dilaksanakan.
WST1852009
Sedikit berbeda dengan beberapa pendapat di atas, BP SS berusaha untuk tidak mencampuradukkan tradisi dengan musibah apabila tradisi tersebut tidak
dilakukan. “semuanya adalah berasal dari Tuhan, kalaupun tidak dilakukan tradisi
bersih desa dan kebetulan terjadi kebakaran, maka semua itu adalah berasal dari Tuhan.WSS762009
Sehingga dapat disimpulkan bahwa, tradisi yang ditinggalkan dengan musibah yang terjadi adalah dua hal yang berbeda. Musibah datang dari Tuhan. Meskipun
tradisi yang diwariskan nenek moyang tetap dijaga, apabila kehendak dari Tuhan Yang Maha Esa terjadi kebakaran di kampung tersebut, maka hal itu akan tetap
terjadi.
Jadi pada intinya, masyarakat Kampung Bibis Kulon melakukan tradisi bersih desa adalah untuk melestarikan budaya Jawa, atau biasa disebut dengan
istilah ”nguri-uri budaya Jawi”. Tradisi yang diwariskan nenek moyang dari generasi ke generasi adalah salah satu kebudayaan Indonesia, dan kebudayaan itu
adalah salah satu kekayaan bangsa yang harus tetap dijaga keberadaannya. Selain itu, tradisi dilakukan adalah sebagai wujud rasa terimakasih masyarakat atas
keselamatan, kesehatan, dan rezeki yang telah diberikan oleh Tuhan selama setahun, dan merupakan pengharapan agar tahun depan segala sesuatu menjadi
jauh lebih baik, yang dikenal dengan istilah ngalap berkah. Sebagian masyarakat kampung percaya apabila tradisi bersih desa ditinggalkan, maka akan terjadi
musibah atau bala’, sehingga tidak ada orang yang berani untuk menghentikan
tradisi tersebut.
2. Bentuk Partisipasi Masyarakat di dalam Tradisi Bersih Desa