BAHAN DAN ALAT METODE PENELITIAN

20

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian adalah NDRPO neutralized and deodorized red palm oil yang diperoleh dari hasil deodorisasi NRPO neutralized red palm oil menjadi NDRPO yang telah dilakukan oleh Riyadi 2009. Bahan baku lain yang digunakan antara lain maltodekstrin dengan DE 10-15 merk Hi-Cap 100 yang diperoleh dari PT Menara Sumber Daya Indonesia dan natrium kaseinat dengan kadar protein 87.82 yang diperoleh dari Naarden Agro Products BV, Holland. Bahan- bahan untuk analisis kimia yang digunakan adalah heksana p.a dan teknis, kertas saring Whatman no. 42, aquades, dan aluminium foil.

2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah mini homogenizer Armfield L4R, spray dryer Buchi 190, UV-VIS spectrophotometer UV-2450, Konica Minolta chromameter CR-300, seperangkat alat soxhlet, penyaring vakum, lampu UV, oven, desikator, timbangan analitik, cawan aluminium, hot plate, termometer, sudip, dan beberapa alat gelas.

B. METODE PENELITIAN

1. Karakterisasi Bahan Baku

Bahan baku yang akan dikarakterisasi NDRPO dan maltodekstrin sebagai bahan penyalut. Tahap ini dilakukan untuk mengetahui kualitas awal bahan baku yang digunakan dan membandingkannya dengan syarat mutu yang ditetapkan dalam SNI atau sumber lain yang menetapkan spesifikasi mutu bahan baku yang digunakan. Fraksinasi NDRPO pada suhu ruang dilakukan sebelum karakterisasi bahan. Mula-mula NDRPO dipanaskan menggunakan oven pengering sambil diaduk dalam suatu panci stainless steel hingga mencapai suhu ±50°C selama 15 menit kemudian minyak tersebut didiamkan selama 24 jam pada suhu 21 ruang dengan kondisi tertutup sampai terjadi pemisahan fraksi padat stearin dan fraksi cair olein. Fraksi olein yang telah terpisah diambil dan dipindahkan ke dalam wadah tertutup yang kedap udara dan cahaya, maka diperolehlah MSM sebagai bahan baku utama. MSM yang telah didapat lalu dikarakterisasi meliputi analisis kadar air, metode hot plate AOCS, 1993 dan total karoten, metode spektrofotometri PORIM, 2005. Untuk maltodekstrin juga dilakukan karakterisasi, yaitu analisis kadar air, metode oven AOAC, 1995 dan analisis DE dextrose equivalent, yang terdiri dari dua tahap, meliputi analisis kadar gula pereduksi, metode Park-Johnson Takeda et al., 1993 serta analisis kadar karbohidrat total, metode fenol-sulfat Dubois et al., 1959.

2. Penentuan Formula Emulsi untuk Pembuatan Mikroenkapsulat MSM

Tahap ini bertujuan untuk menentukan kombinasi konsentrasi bahan penyalut yang akan digunakan dan jumlah minyak yang masih dapat ditambahkan pada kombinasi bahan penyalut maltodekstrin-natrium kaseinat sehingga masih membentuk emulsi yang stabil. Maltodekstrin yang memiliki ketahanan oksidasi yang baik dan dapat menurunkan viskositas emulsi dikombinasikan dengan proporsi penggunaan yang lebih besar dibanding dengan proporsi penggunaan natrium kaseinat yang memiliki sifat emulsifier yang tinggi. Jumlah minyak yang digunakan, yaitu 100 dan 200 dari total bahan penyalut. Kombinasi proporsi maltodekstrin:natrium kaseinat yang diujikan, yaitu 1:1, 2:1, 3:1, 4:1, dan 5:1 sedangkan konsentrasi bahan penyalut yang digunakan adalah 30 dalam larutan. Mekanisme pembuatan emulsi MSM mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Simanjuntak 2007 dengan memodifikasi waktu homogenisasi bahan. Proses pembuatan emulsi MSM dapat dilihat pada Gambar 7. Emulsi MSM yang mempunyai stabilitas 100 yang didasarkan pada pengujian stabilitas emulsi, akan diproses lebih lanjut pada tahap penelitian selanjutnya. 22 Pengujian stabilitas emulsi Montesqrit, 2007 dilakukan dengan cara mendiamkan emulsi selama 2 jam dalam gelas piala yang berdimensi sama setelah dihomogenisasi kemudian dihitung persentase pemisahannya setelah waktu penyimpanan tersebut, dengan asumsi bahwa sistem emulsi yang sempurna bernilai 100, seperti yang disajikan dengan rumus: Stabilitas = x 100 Keterangan: a = volume keseluruhan b = volume pemisahan

3. Produksi dan Karakterisasi Mikroenkapsulat MSM

Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan bubuk mikroenkapsulat MSM yang kaya karoten dan mengetahui pengaruh konsentrasi bahan penyalut terhadap karakteristik mikroenkapsulat MSM sehingga formula optimum dapat ditetapkan. Setelah diperoleh formula emulsi yang kestabilannya 100, maka diproduksilah bubuk mikroenkapsulat MSM dengan mengeringkan emulsi menggunakan spray dryer. Produk yang dihasilkan kemudian dihitung rendemennya berdasarkan perbandingan berat mikroenkapsulat yang dihasilkan oleh spray dryer dengan total padatan bahan emulsi bahan penyalut dan MSM. Penghitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan proporsi bahan penyalut terhadap jumlah produk yang dapat dihasilkan. Gambar 7 menunjukkan proses pembuatan mikroenkapsulat MSM. Pada tahap ini juga dilakukan karakterisasi mikroenkapsulat MSM dari semua formula yang telah ditentukan. Karakterisasi produk tersebut antara lain analisis kadar air AOAC,1995, total karoten PORIM, 2005, kadar minyak tak terkapsulkan Shahidi, 1997, kelarutan Fardiaz et al., 1992, warna bubuk dan larutan mikroenkapsulat MSM Hutching, 1999. 23 Gambar 7 . Diagram alir proses mikroenkapsulasi MSM

4. Stabilitas Karoten pada Mikroenkapsulat MSM terhadap Sinar UV

Tujuan dari tahap ini adalah mengetahui laju penurunan karoten dan perubahan warna yang terjadi pada tiap sampel mikroenkapsulat MSM dan membandingkannya dengan MSM yang tak terkapsulkan sehingga dapat diketahui keefektifan perlakuan pengkapsulan dari mikroenkapsulat MSM itu sendiri. Perlakuan pemaparan sinar UV pada mikroenkapsulat MSM dilakukan dalam lemari tertutup yang telah dipasangi lampu UV seperti dapat dilihat pada Gambar 8. Pada tahap ini MSM yang tak terkapsulkan dan mikroenkapsulat MSM yang telah diproduksi disinari dengan lampu UV selama rentang waktu tertentu. Kedua jenis sampel dengan bobot yang sama ditempatkan pada MSM Pencampuran Aquades Maltodekstrin Emulsi MSM Pengeringan menggunakan spray dryer suhu inlet 140-180°C, suhu outlet 80-120°C Bubuk mikroenkapsulat MSM Homogenisasi 1425 rpm, 17 menit 22 detik Pemanasan hingga suhu 50-60 o C Pendinginan hingga suhu maks. 45 o C Homogenisasi 1425 rpm, 7 menit 43 detik Na-Kaseinat 24 loyang aluminium 22 cm x 22 cm x 3 cm dan dimasukkan ke dalam lemari tertutup yang telah dipasangi lampu UV. Kemudian sampel-sampel tersebut dipapar UV selama 1, 2, 3, 4, dan 5 jam dan dilakukan pengadukan setiap 30 menit agar paparan sinar UV dapat merata diseluruh permukaan sampel. Penentuan waktu papar didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Novia 2009. Sampel yang telah dipapar UV kemudian dianalisis total karoten PORIM, 2005, dan warna Hutching, 1999. Gambar 8 . Tempat pemaparan sinar UV pada mikroenkapsulat MSM

5. Pemilihan Formula Optimum Mikroenkapsulat MSM

Pemilihan formula mikroenkapsulat MSM terbaik pada penelitian ini didasarkan pada hasil analisis produk mikroenkapsulat MSM. Prioritas utama pemilihan formula terbaik adalah hasil karakterisasi produk, meliputi kadar total karoten, kadar minyak tak terkapsulkan, nilai kelarutan, dan derajat warna kuning nilai b dari bubuk serta larutan mikroenkapsulat MSM. Sedangkan prioritas selanjutnya ditentukan oleh uji stabilitas karoten baik laju penurunan total karoten maupun total perubahan warna, dan terakhir adalah hasil analisis kadar air produk. Tabel 6 menunjukkan bobot nilai untuk masing-masing parameter analisis produk mikroenkapsulat MSM berdasarkan urutan prioritasnya. Parameter dengan bobot nilai yang lebih besar dianggap lebih penting setelah disesuaikan dengan aplikasi penggunaan produk dan tujuan penelitian yang ingin dicapai. 25 Tabel 6 . Bobot nilai masing-masing parameter analisis produk mikroenkapsulat MSM Parameter analisis Bobot nilai Kadar total karoten 8 Kadar minyak tak terkapsulkan 7 Kelarutan 6 Warna larutan 5 Warna bubuk 4 Laju penurunan total karoten 3 Total perubahan warna 2 Kadar air 1 Setelah dilakukan pemberian bobot untuk parameter analisis, selanjutnya dilakukan pemberian skor 1 sampai dengan 5 untuk tiap formula mikroenkapsulat MSM yang terpilih. Skor yang lebih tinggi diberikan pada formula dengan hasil analisis yang lebih baik untuk tiap parameter analisisnya dan disesuaikan pula dengan hasil uji statistik yang telah dilakukan. Formula yang berada pada subset yang sama pada hasil uji Duncan, berarti akan memiliki skor yang sama. Formula yang memiliki total skor tertinggi dari hasil perkalian antara bobot nilai parameter analisis dengan skor tiap formula adalah formula optimum yang dihasilkan.

C. ANALISIS