PENENTUAN Pemanfaatan asap cair tempurung kelapa sebagai bahan pengawet ikan teri nasi (Stolephorus Commersonii, Lac.) segar untuk tujuan transportasi

34 Karakterisasi maltodekstrin juga dilakukan untuk mengetahui kualitas bahan baku yang digunakan dengan mengacu pada standar Dewan Standarisasi Nasional DSN maltodekstrin. Menurut DSN 1992, maltodekstrin memiliki kadar air maksimum sebesar 11. Hasil karaterisasi maltodekstrin menunjukkan bahwa kadar air bahan baku tersebut sebesar 6.65 basis basah dan 7.12 basis kering dengan begitu kadar air dari maltodekstrin yang digunakan masih memenuhi standar yang diacu. Analisis dextrose equivalent DE dari maltodekstrin dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jenis spesifikasi maltodekstrin yang akan digunakan dalam penelitian. Nilai DE dari maltodekstrin biasanya antara 3 sampai 20 Kennedy et al., 1995. Maltodekstrin yang digunakan dalam penelitian memiliki nilai DE sebesar 10.73. Maltodekstrin dengan DE tinggi akan membentuk larutan dengan viskositas rendah sedangkan yang bernilai DE rendah akan lebih cenderung menghasilkan larutan dengan viskositas tinggi karena maltodekstrin dengan DE rendah cenderung rendah pula dalam menyerap air di atmosfer.

B. PENENTUAN

FORMULA EMULSI UNTUK PEMBUATAN MIKROENKAPSULAT MSM Pembuatan mikroenkapsulat MSM diawali dengan proses pembentukan emulsi terlebih dahulu. Emulsi yang terbentuk merupakan campuran dari MSM, air, dan bahan penyalut maltodekstrin dan natrium kaseinat dengan proporsi masing-masing. Jumlah bahan penyalut dan MSM yang ditambahkan bergantung pada jumlah air yang digunakan. Menurut Dollo et al., 2003, penggunaan maltodekstrin DE = 12.6 pada 10-30 wtwt dari emulsi cair –natrium kaseinat sebagai pengemulsi - menyumbangkan kestabilan dan membuatnya mampu dikeringkan dengan spray dryer. Selain itu, Toure et al. 2007 juga menyatakan bahwa pada rasio maltodekstrin:whey proteins isolat 1:1 dan inti:penyalut 1:4 dengan total padatan sebesar 30 menghasilkan mikroenkapsulat minyak esensial jahe dengan kadar surface oil terendah dan memberikan masa simpan yang baik. Karbohidrat seperti maltodekstrin biasa digunakan dalam proses mikroenkapsulasi bahan pangan. Namun bahan penyalut yang terbuat dari 35 komponen tersebut memiliki karakteristik permukaan yang kurang baik dan harus dimodifikasi secara kimia untuk meningkatkan aktivitas permukaannya Gharsallaoui et al., 2007. Maltodekstrin memiliki stabilitas terhadap oksidasi yang baik dalam mengenkapsulasi minyak tetapi kapasitas dan stabilitas emulsifikasi serta retensi minyaknya rendah Kenyon, 1995. Natrium kaseinat merupakan suatu senyawa protein yang potensial jika digunakan sebagai bahan penyalut. Kaseinat memiliki aktivitas permukaan emulsi yang tinggi dibanding dengan whey protein dan karakteristik sebagai surfaktan yang sangat baik, kemungkinan besar disebabkan oleh konformasi molekul ampifilik dari komponen-komponen dalam kasein yang menghasilkan sifat hidrofilik dan hidrofobik pada permukaan air-minyak, sehingga bahan ini dapat digunakan sebagai agen emusifikasi yang baik Morr, 1986. Dalam konteks mikroenkapsulasi, kasein dan kaseinat kurang sensitif terhadap panas stabil hingga suhu ~140°C dan menunjukkan sifat sebagai permukaan aktif. Hal ini membuat kasein digunakan sebagai agen pengemulsi pada berbagai aplikasi termasuk pada proses spray drying Pedersen et al., 1998. Proses pembuatan emulsi mikroenkapsulat MSM diawali dengan pencampuran kering kedua bahan penyalut lalu ditambahkan air kemudian dipanaskan sambil diaduk hingga semua bahan larut dan bercampur rata. Pemanasan dilakukan agar semua molekul-molekul bahan penyalut dapat terbuka sehingga dapat berinteraksi satu dengan yang lain. Pemanasan dilakukan hingga semua bahan meleleh, yaitu berkisar antara suhu 50-60°C. Setelah pemanasan dilakukan pendinginan hingga suhu maksimum 45°C, yang bertujuan untuk mengurangi suhu awal proses homogenisasi sehingga kerusakan karotenoid MSM akibat kenaikan suhu selama proses homogenisasi dapat ditekan. Proses selanjutnya adalah homogenisasi secara bertahap dengan menggunakan homogenizer Armfield L4R. Tahap pertama menggunakan kecepatan 1425 rpm selama 7 menit 43 detik untuk menghomogenasi larutan bahan penyalut. Tahap kedua, homogenisasi dilakukan dengan kecepatan 1425 rpm selama 17 menit 22 detik. Penentuan masing-masing lamanya waktu homogenisasi ditentukan berdasarkan konversi waktu dan kecepatan 36 homogenisasi yang telah dilakukan oleh Simanjuntak 2007 serta pengamatan stabilitas emulsi. Homogenisasi dalam teknologi pencampuran, emulsifikasi, dan suspensi dikenal sebagai operasi yang pada dasarnya terdiri dari dua tahap, yaitu pertama pengecilan ukuran droplet pada fase terdispersi dan yang kedua merupakan tahap simultan pendistribusian droplet ke dalam fase kontinu Wirakartakusumah et al., 1992. Dalam proses mikroenkapsulasi, ukuran droplet emulsi yang kecil memberikan keuntungan pada kestabilan emulsi, retensi minyak pada produk kering, dan rendahnya kadar minyak pada permukaan produk Hogan, 2001. Selama terjadi pembentukan emulsi, molekul dan agregat protein menjadi sangat mudah teradsorpsi pada permukaan droplet lemak yang baru terbentuk. Lapisan stabil segera terbentuk untuk melindungi droplet minyak dari recoalesence dan kemudian menstabilkan emulsi secara fisik selama proses dan penyimpanan jangka panjang Dickinson, 2001. Emulsi minyak fase terdispersi dan air fase kontinyu terbentuk karena adanya bahan penyalut di dalam campuran. Natrium kaseinat berfungsi sebagai emulsifier sedangkan maltodekstrin untuk membantu kelarutan di dalam air. Kestabilan emulsi ditentukan oleh faktor-faktor seperti jenis dan jumlah bahan pengemulsi, ukuran partikel dalam fase terdispersi, fungsi gaya interfasial pada permukaan bahan pangan, kekentalan pada fase kontinyu, perbedaan densitas pada fase terdispersi dan kontinyu, dan semakin besar tegangan permukaan antara fase kontinyu dan terdispersi semakin sulit membentuk dan memelihara fase emulsi Suharto, 1998. Stabilitas emulsi untuk masing-masing formula emulsi MSM dapat dilihat pada Tabel 8. Pengujian stabilitas emulsi diperlukan untuk mengetahui seberapa baik bahan penyalut yang digunakan dapat membentuk emulsi yang stabil dengan bahan yang disalutnya. Semakin tinggi persen kestabilan emulsi menunjukkan semakin baik pula kemampuan emulsifikasi dari bahan penyalut yang digunakan. Pada dasarnya lamanya waktu yang diperlukan oleh suatu emulsi untuk tetap stabil bergantung pada produk pangan yang ingin dibuat. Beberapa emulsi pangan dibuat hanya sebagai tahap intermediet pada proses pengolahan pangan sehingga hanya membutuhkan kestabilan emulsi untuk beberapa detik, menit, atau 37 jam saja contohnya: cake batter, ice cream mix, dan margarine premix. Sedangkan beberapa produk pangan lainnya memang membutuhkan kestabilan emulsi hingga berhari-hari, berbulan-bulan atau bahkan tahunan sebelum produk pangan tersebut dikonsumsi contohnya: mayonnaise, salad dressing, dan cream liqueurs McClements, 2005. Tabel 8 . Stabilitas berbagai formula emulsi MSM yang diujikan MD:Na-Cas Stabilitas Emulsi Proporsi MSM terhadap Bahan Penyalut 100 200 1:1 100 100 2:1 100 100 3:1 100 95.65 4:1 100 95.52 5:1 100 95.45 Karena produk yang dibuat adalah mikroenkapsulat MSM yang berbentuk bubuk kering, maka pembentukan emulsi yang stabil hanya dibutuhkan sebagai tahap intermediet dalam proses pembuatan produk. Oleh karena itu waktu pengamatan stabilitas emulsi selama 2 jam dianggap cukup mewakili kebutuhan akan kestabilan emulsi yang dibentuk karena emulsi yang telah terbentuk tersebut akan dilanjutkan ke tahapan proses selanjutnya, yaitu pengeringan dengan spray drying. Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa kombinasi semua rasio MD:NaCas dengan penambahan minyak sebesar 100 dan kombinasi MD:NaCas rasio 2:1 dan 1:1 dengan penambahan minyak sebesar 200 menghasilkan kestabilan emulsi sebesar 100, yang artinya tidak terjadi pemisahan dalam sistem emulsi selama pengujian berlangsung, emulsi tetap stabil atau tidak pecah Gambar 10a. Sedangkan kombinasi MD:NaCas rasio 3:1, 4:1, dan 5:1 dengan penambahan minyak sebesar 200 menghasilkan kestabilan emulsi kurang dari 100. Hal ini dapat terjadi karena kemampuan emulsifikasi dari natrium kaseinat yang berperan sebagai emulsifier terbatas. Ketika jumlah protein terbatas dalam emulsi yang mengandung konsentrasi kaseinat yang rendah c c, permukaan 38 minyak menjadi tidak dapat terjangkau semuanya oleh protein yang tersedia, sehingga kasein yang diserap harus berbagi dengan dua atau lebih droplet minyak untuk membuat jembatan flokulasi Dickinson et al., 1989. Pembentukan jembatan flokulasi ini dapat menyebabkan terjadinya creaming atau koalesens Dalgleish, 1997, maka emulsi yang dihasilkan menjadi pecah atau tidak stabil Gambar 10b. Oleh karena itu, dari sepuluh formula emulsi yang diujikan hanya tujuh formula yang digunakan pada tahap produksi mikroenkapsulat MSM selanjutnya. a b Gambar 10 . a Emulsi stabil; b emulsi tak stabil

C. PRODUKSI DAN KARAKTERISASI MIKROENKAPSULAT MSM