11 Nilai ini sangat kecil bila dibandingkan dengan kebutuhan vitamin A per hari per
orang, yaitu sebesar 350-600 RE vitamin A Nurdini, 1997. Manfaat kesehatan dan nutrisi dari kandungan karotenoid dalam minyak
sawit merah telah diteliti oleh banyak ahli. Beberapa contohnya adalah mencegah atau memperbaiki kondisi kekurangan vitamin A, menjadi agen pelindung pada
beberapa penyakit kulit akibat cahaya Mathews-Roth, 1981, dan mengurangi resiko kanker paru-paru Kitts, 1996.
D. MIKROENKAPSULASI
Mikroenkapsulasi adalah suatu teknik dimana komponen aktif yang berbentuk padat, cair, atau gas dibungkus dengan suatu bahan penyalut yang
berfungsi untuk melindungi komponen aktif tersebut dari lingkungan sekitarnya Dubey et al., 2009. Komponen aktif yang disalut disebut sebagai bahan inti,
sedangkan bahan yang menyelimuti bahan inti disebut dinding, film pelindung atau, pengkapsul yang berguna melindungi inti dari kerusakan dan melepas inti
pada kondisi yang diinginkan Young et al., 1993. Teknik ini telah banyak digunakan pada berbagai bidang dari bidang kimia dan farmasi sampai pada
bidang kosmetik dan percetakan. Oleh karena itu, minat dunia akan teknologi mikroenkapsulasi berkembang pesat Dubey et al., 2009.
Menurut Madene et al. 2006, ukuran mikrokapsul dapat berkisar antara 1-2000 µm yang bergantung pada metode mikroenkapsulasi yang digunakan.
Begitu juga dengan Gharsallaoui et al. 2007 dan Dubey et al. 2009 menyatakan bahwa diameter rata-rata dari mikroenkapsulat berada pada kisaran
satu hingga ribuan mikrometer beberapa millimeter. Berdasarkan morfologinya, mikroenkapsulat dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga kategori dasar, yaitu monocore, polycore, dan matrix seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4. Mikroenkapsulat monocore mempunyai sebuah
ruang berongga di dalam kapsul. Mikroenkapsulat polycore mempunyai sejumlah ruang di dalam kapsul dengan ukuran yang berbeda-beda. Mikroenkapsulat jenis
matrix mempunyai komponen aktif terintegrasi di dalam matriks bahan pengkapsul. Bagaimanapun juga, ukuran dan struktur dari mikroenkapsulat yang
12 terbentuk bergantung pada jenis bahan inti, jenis bahan pengkapsul dan metode
mikroenkapsulasi yang digunakan Gharsallaoui et al., 2007; Dubey et al., 2009.
Gambar 4. Morfologi dari berbagai tipe mikroenkapsul Dubey et al., 2009.
Bakan 1973 mengemukakan bahwa proses mikroenkapsulasi secara umum melalui tiga tahap dalam suatu pengadukan yang sinambung, yaitu:
a. Bentuk tiga fase kimia yang belum saling bercampur, yaitu fase pembawa
air, fase material inti yang akan dilapisi dan fase pengkapsul, b.
Penempelan bahan pengkapsul pada permukaan bahan inti. Umumnya tahapan ini terjadi karena bahan pengkapsul diadsorbsikan pada antar permukaan yang
terbentuk antara materi inti dan bahan cair, c.
Pemadatan pelapis untuk membentuk mikroenkapsul yang biasanya terjadi akibat adanya panas.
Menurut Dubey et al. 2009, terdapat banyak metode untuk proses mikroenkapsulasi yang telah dilaporkan tetapi secara umum metode-metode
tersebut dapat dikelompokan ke dalam dua kategori utama, yaitu metode kimia dan metode fisikmekanik. Yang termasuk dalam metode kimia antara lain
polimerisasi suspensi, polimerisasi emulsi, dispersi, dan polikondensasi permukaan. Sedangkan menurut Gouin 2004, yang termasuk dalam metode
fisikmekanik antara lain spray drying, spray chillingcooling, extrusion coating, fluidized
bed coating,
liposome entrapment,
coacervation, inclusion
complexation, centrifugal extrusion, rotational suspension separation, dan lain- lain.
Keberhasilan suatu mikroenkapsulasi dan sifat mikroenkapsul yang dihasilkan dipengaruhi oleh parameter-parameter penting, di antaranya Deasy,
1987:
13 a.
Bahan inti yang disalut, yaitu berwujud padat atau cair ; sifat fisikokimia seperti kelarutan, hidrofobik atau hidrofilik, stabilitas terhadap suhu, dan pH,
b. Bahan pengkapsul yang digunakan,
c. Medium mikroenkapsulasi yang digunakan pelarut air atau bukan air,
d. Prinsip proses mikroenkapsulasi yang digunakan fisika atau kimia,
e. Tahapan proses mikroenkapsulasi tunggal atau bertahap,
f. Struktur dinding mikroenkapsul tunggal atau berlapis.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hogan et al. 2001, mikroenkapsulasi minyak kedelai dengan rasio natrium kaseinat:karbohidrat
sebesar ≥1:19 memberikan karakteristik mikroenkapsulasi terbaik. Hal ini disebabkan oleh pembentukan mikroenkapsulat yang bergantung pada rasio
corewall dan rasio antar bahan penyalut yang digunakan Penelitian lain yang dilakukan oleh Dian et al. 1996, menyatakan bahwa kombinasi
maltodekstrin:natium kaseinat dengan rasio 4:1 telah memberikan hasil mikroenkapsulat yang lebih baik dibanding kombinasi maltodekstrin:gum akasia
untuk bahan inti berbasis minyak sawit. Bahan-bahan penyalut yang digunakan untuk keperluan mikroenkapsulasi
telah dipilih untuk memastikan bahwa bahan-bahan inti di dalamnya tidak akan dipengaruhi oleh lingkungannya. Beberapa alasan penting dilakukannya
enkapsulasi antara lain konversi bahan cair menjadi padatan yang memiliki kemampuan mengalir, meningkatkan stabilitas melindungi bahan inti dari
oksidasideaktivasi akibat bereaksi dengan lingkungan, menutupi bau, rasa, dan aktivitas bahan inti, mengontrol pelepasan dari komponen aktif memelihara atau
menunda pelepasan, dan menargetkan waktukondisi pelepasan bahan inti Dubey et al., 2009.
E. BAHAN PENYALUT