32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISASI BAHAN BAKU
Bahan baku minyak sawit yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah neutralized deodorized red palm oil NDRPO yang merupakan crude
palm oil CPO yang telah dinetralisasi dan dideodorisasi. Widarta 2008 melakukan proses netralisasi CPO menjadi NRPO neutralized red palm oil
diawali dengan proses degumming kemudian dilanjutkan dengan proses deasidifikasi. Proses degumming dilakukan untuk memisahkan getah atau lendir
yang terdapat pada minyak tanpa mereduksi asam lemak bebas yang ada Hodgson, 1996. Proses degumming dilakukan dengan memanaskan CPO hingga
suhu 80°C, kemudian ditambahkan larutan asam fosfat. Setelah proses degumming, dilakukan proses deasidifikasi pada suhu 61 ± 2°C selama 26 menit
dengan penambahan larutan NaOH konsentrasi 16°Be untuk memisahkan asam lemak bebas dalam minyak sawit kasar.
Selanjutnya NRPO yang dihasilkan kembali diproses untuk memisahkan aroma atau bau dari minyak. Proses deodorisasi NRPO menjadi NDRPO yang
akan digunakan sebagai bahan baku penelitian ini dilakukan oleh Riyadi 2009 dengan sistem batch menggunakan deodorizer skala 100 liter. NRPO
dihomogenisasikan di dalam tangki deodorizer selama 10 menit pada suhu 46 ± 2°C kemudian dipanaskan dalam kondisi vakum hingga suhu 140°C selama 2 jam
dan laju alir N
2
dijaga konstan pada 20 Ljam. Lalu dilakukan pendinginan sampai suhu 60°C pada kondisi vakum, maka dihasilkanlah NDRPO.
Untuk meningkatkan kadar total karoten dari NDRPO yang digunakan maka dilakukan proses fraksinasi. Fraksinasi adalah suatu proses pemisahan fraksi
stearin dan fraksi olein minyak sawit. Fraksinasi dilakukan menggunakan suhu ruang. Penggunaan suhu ruang telah dipertimbangan sebab ternyata pada suhu
20°C, hampir semua bagian NDRPO telah membeku sehingga sulit diperoleh olein murni. Selain itu, penggunaan suhu ruang juga dilakukan karena miyak
sawit merah fraksi olein yang didapatkan akan digunakan untuk pembuatan emulsi pada suhu ruang.
33 Awalnya NDRPO dipanaskan menggunakan oven hingga ± 50°C selama
15 menit. Pemanasan berfungsi agar semua fraksi olein yang masih mengendap bersama dengan fraksi stearin pada kondisi penyimpanan sebelumnya dapat
mencair dan bercampur dengan fraksi olein lain pada kondisi penyimpanan suhu ruang sehingga akan meningkatkan jumlah fraksi olein yang dihasilkan.
Pemanasan dengan suhu 50°C digunakan untuk meminimalkan terjadinya kerusakan karoten. Panas dapat mendekomposisi karoten dan mengakibatkan
perubahan stereoisomer. Pemanasan sampai dengan suhu 60°C memang tidak mengakibatkan dekomposisi karoten tetapi dapat menyebabkan terjadinya
perubahan stereoisomer karoten dari trans menjadi cis yang aktivitasnya lebih rendah Kalui dan Bauernfeind, 1981.
Karakterisasi NDRPO dilakukan untuk mengetahui mutu awal bahan baku yang digunakan. NDRPO adalah minyak hasil olahan sehingga acuan mutu yang
digunakan adalah Standar Nasional Indonesia SNI untuk minyak goreng, yaitu SNI 01-3741-1995. Kadar air menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
kualitas minyak. Semakin rendah kadar air, maka kualitas minyak tersebut semakin baik. Hal ini dikarenakan, adanya air dalam minyak dapat memicu reaksi
hidrolisis yang menyebabkan penurunan mutu minyak. Kadar air NDRPO yang digunakan, yaitu 0.63 basis basah dan 0.64 basis kering, lebih tinggi
dibandingkan dengan yang disyaratkan oleh SNI maksimum 0.30. Kadar awal karoten dalam NDRPO yang digunakan mengacu pada hasil
penelitian Riyadi 2009, yaitu sebesar 329.52 ppm. Namun setelah dilakukan karakterisasi bahan baku, ternyata kadar karoten pada NDRPO tersebut telah
mengalami penurunan sebesar 9.73 menjadi 297.4439 ppm. Menurunnya kadar total karotenoid serta tingginya kadar air pada MSM yang digunakan disebabkan
oleh faktor kondisi dan waktu penyimpanan NDRPO sebelum digunakan kembali. NDRPO ini kurang lebih telah disimpan selama satu tahun pada suhu ruang. Hal
ini menunjukkan bahwa NDRPO yang digunakan telah mengalami penurunan mutu. Namun dalam penelitian ini ditekankan pada bagaimana stabilitas karoten
dari MSM setelah disalut dengan berbagai rasio konsentrasi dari maltodekstrin dan natrium kaseinat, maka besarnya kadar awal karoten dalam MSM tidak begitu
menjadi perhatian.
34 Karakterisasi maltodekstrin juga dilakukan untuk mengetahui kualitas
bahan baku yang digunakan dengan mengacu pada standar Dewan Standarisasi Nasional DSN maltodekstrin. Menurut DSN 1992, maltodekstrin memiliki
kadar air maksimum sebesar 11. Hasil karaterisasi maltodekstrin menunjukkan bahwa kadar air bahan baku tersebut sebesar 6.65 basis basah dan 7.12
basis kering dengan begitu kadar air dari maltodekstrin yang digunakan masih memenuhi standar yang diacu.
Analisis dextrose equivalent DE dari maltodekstrin dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jenis spesifikasi maltodekstrin yang akan digunakan
dalam penelitian. Nilai DE dari maltodekstrin biasanya antara 3 sampai 20 Kennedy et al., 1995. Maltodekstrin yang digunakan dalam penelitian memiliki
nilai DE sebesar 10.73. Maltodekstrin dengan DE tinggi akan membentuk larutan dengan viskositas rendah sedangkan yang bernilai DE rendah akan lebih
cenderung menghasilkan larutan dengan viskositas tinggi karena maltodekstrin dengan DE rendah cenderung rendah pula dalam menyerap air di atmosfer.
B. PENENTUAN