20 kepekaannya terhadap berbagai titik pandangan dan kemampuannya
mengakomodasi pendapat yang ambigis dan tidak fokus. Keterbatasan pendekatan ini adalah keengganannya membuat prioritas atau
penyederhanaan informasi untuk pemegang keputusan dan kenyataan yang praktis tidak mungkin menampung semua sudut pandangan dari
berbagai kelompok. f. Goal Free Evaluation
Menurut Scriven dalam buku Farida Yusuf Tayibnapis 2008: 34 percaya bahwa fungsi evaluasi bebas tujuan adalah untuk mengurangi
bias dan menambah objektifitas. Dalam evaluasi yang berorientasi pada tujuan, seorang evaluator diberitahu tujuan proyek dan karenanya
membatasi dalam persepsinya, tujuan berlaku sebagai penutup mata blinders, yang menyebabkannya melewati hasil penting yang
langsung berhubungan dengan tujuan. Berikut ini merupakan ciri-ciri evaluasi bebas tujuan, yaitu:
1 Evaluator sengaja menghindar untuk mengetahui tujuan program. 2 Tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu tidak dibenarkan
menyempit fokus evaluasi. 3 Evaluasi bebas tujuan berfokus pada hasil yang sebenarnya, bukan
pada hasil yang direncanakan. 4 Hubungan evaluator dan manajer atau dengan karyawan proyek
dibuat seminimal mungkin. 5 Evaluasi menambah kemungkinan ditemukannya dampak yang tak
diramalkan. Berdasarkan uraian jenis-jenis pendekatan evaluasi di atas, pada saat
memilih model-model evaluasi yang harus dipertimbangkan adalah apakah pendekatan atau konsep sebenarnya yang dimaksud adalah sama yaitu
21 strategi yang akan dipakai sebagai kerangka kerja dalam melakukan
evaluasi. Apa yang akan dipilih akan tergantung pada maksud dan tujuan evaluasi. Untuk ini harus memilih teori atau fungsi dari model atau
pendekatan tersebut dan tidak tergantung pada satu model atau pendekatan atau konsep, harus dikuasai seluk-beluk setiap model yang menjadi pilihan
dan tidak menjadi budak dari satu model atau pendekatan. Setiap pendekatan evaluasi telah memiliki cara tersendiri dalam
proses evaluasi program, maka seorang evaluator menyesuaikan kebutuhannya dalam pemilihan jenis pendekatan evaluasi yang akan
digunakan.
6. Model Evaluasi Program CIPP
CIPP Evaluation Model, yang dikembangkan oleh Stufflebeam. Model evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal
dan diterapkan oleh para evaluator. Oleh karena itu, uraian yang diberikan relatif panjang dibandingkan dengan model-model lainnya. Model CIPP
ini dikembangkan oleh Stufflebeam, dkk 1967 dalam buku Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin 2009: 45 di Ohio State University sebagai
hasil usahanya mengevaluasi ESEA the Elementary and Secondary Education Act. Konsep tersebut ditawarkan oleh Sufflebeam dengan
pandangan bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan membuktikan, tetapi untuk memperbaiki.
Stufflebeam 1969, 1971, 1983, Stufflebeam Shinkfield, 1985 dalam buku Farida Yusuf Tayibnapis 2008: 14 adalah ahli yang
22 mengusulkan pendekatan yang berorientasi kepada pemegang keputusan
a decision oriented evaluation approach structured untuk menolong administrator membuat keputusan. Ia merumuskan evaluasi sebagai suatu
proses menggambarkan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan.
Menurut Sukardi 2011: 62 Model CIPP ini juga termasuk model yang tidak terlalu menekankan pada tujuan suatu program. Model CIPP
pada prinsipnya konsisten dengan definisi evaluasi program pendidikan yang diajukan oleh komite tentang “Tingkatan untuk menggambarkan
pencapaian dan penyediaan informasi guna pengambilan keputusan alternatif.” Model CIPP ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi dasar
pembuatan keputusan dalam evaluasi sistem dengan analisis yang berorientasi pada perubahan terencana. Batasan tersebut mempunyai tiga
asumsi mendasar: a Menyatakan pertanyaan yang meminta jawaban dan informasi spesifik
yang harus dicapai. b Memerlukan data yang relevan, untuk mendukung identifikasi
tercapainya masing-masing komponen. c Menyediakan informasi yang hasil keberadaannya diperlukan oleh para
pembuat keputusan peningkatan program pendidikan. Evaluasi model CIPP dapat diterapkan dalam berbagai bidang,
seperti pendidikan, manajemen, perusahaan, dan sebagainya serta dalam berbagai jenjang baik itu proyek, program maupun institusi. Dalam bidang
23 pendidikan, Stufflebeam menggolongkan sistem pendidikan atas empat
dimensi, yaitu context, input, process, dan product sehingga model evaluasinya diberi nama CIPP yang merupakan sebuah singkatan dari
huruf awal empat buah kata yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program, yaitu:
Context evaluation : evaluasi terhadap konteks Input evaluation
: evaluasi terhadap masukan Process evaluation : evaluasi terhadap proses
Product evaluation : evaluasi terhadap hasilproduk Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut
merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, model CIPP adalah model
evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem. Dengan demikian, jika tim evaluator sudah menentukan model CIPP
sebagai model yang akan digunakan untuk mengevaluasi program yang ditugaskan maka mau tidak mau mereka harus menganalisis program
tersebut berdasarkan komponen-komponennya. Menurut Sukardi 2011: 63 evaluasi model CIPP pada garis
besarnya melayani empat macam keputusan: a perencanaan keputusan yang mempengaruhi pemilihan tujuan umum dan tujuan khusus, b
keputusan pembentukan atau structuring, yang kegiatannya mencakup pemastian strategi optimal dan desain proses untuk mencapai tujuan yang
telah diturunkan dari keputusan perencanaan, c keputusan implementasi,
24 dimana pada keputusan ini para evaluator mengusahakan sarana-prasarana
untuk menghasilkan dan meningkatkan pengambilan keputusan atau eksekusi, rencana, metode, dan strategi yang hendak dipilih, dan d
keputusan pemutaran recycling yang menentukan, jika suatu program itu diteruskan, diteruskan dengan modifikasi, dan atau diberhentikan secara
total atas dasar kriteria yang ada. Berikut ini uraian model evaluasi CIPP Context, Input, Process,
Product: a Evaluasi Konteks Context Evaluation
Menurut Sax dalam Eko Putro Widoyoko 2009: 181 mendefinisikan evaluasi konteks, sebagai berikut:
“…the delineation and specification of project’s environment, it’s unmet, the population and sample individual to be served, and the
project objectives. Context evaluation provides a rationale for justifying a particular type of program intervention”.
Evaluasi konteks merupakan penggambaran dan spesifikasi tentang lingkungan program, kebutuhan yang belum dipenuhi,
karakteristik populasi dan sampel dari individu yang dilayani dan tujuan program. Evaluasi konteks membantu merencanakan keputusan,
menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program dan merumuskan tujuan program. Menurut Suharsimi Arikunto 2009: 46
ada beberapa pertanyaan yang dapat diajukan sehubungan dengan evaluasi konteks, yaitu sebagai berikut:
1 Kebutuhan apa saja yang belum terpenuhi oleh program?