Kajian Pengembangan Pusat-pusat Pelayanan di Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai

(1)

KAJIAN PENGEMBANGAN PUSAT-PUSAT PELAYANAN DI

WILAYAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Oleh

TEGUH ACHMAD PANE

107003018 / PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

KAJIAN PENGEMBANGAN PUSAT-PUSAT PELAYANAN DI

WILAYAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Perdesaan Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

TEGUH ACHMAD PANE

107003018 / PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

Telah diuji pada Tanggal 29 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA Anggota : 1. Dr. H.B. Tarmizi, SU

2. Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D 3. Dr. Agus Purwoko, S. Hut. M.Si 4. Dr. Rujiman, MA


(4)

Judul Tesis

: KAJIAN PENGEMBANGAN

PUSAT-PUSAT PELAYANAN DI WILAYAH

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Nama Mahasiswa

: Teguh Achmad Pane

Nomor Pokok

: 107003018

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah

dan Perdesaan

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(

Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA)

Ketua Anggota

(Dr. H. B. Tarmizi, SU)

Ketua Program Studi,

Direktur,

(Prof. Dr. Lic. Rer. reg. Sirojuzilam, S.E) (Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc)


(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

KAJIAN PENGEMBANGAN PUSAT-PUSAT PELAYANAN DI

WILAYAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Dengan penuh kesadaran penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian disertasi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 29 Juli 2013 Penulis,


(6)

KAJIAN PENGEMBANGAN PUSAT-PUSAT PELAYANAN DI

WILAYAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

ABSTRAK

Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi, budaya, geografis yang sangat berbeda antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Pada dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan permasalahan wilayah bersangkutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan pusat-pusat pelayanan terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai, mengetahui peranan pusat-pusat pelayananan terhadap pemanfaatan ruang di Kabupaten Serdang Bedagai dan mengetahui peranan pusat-pusat pelayanan terhadap penciptaan lapangan pekerjaan di Kabupaten Serdang Bedagai. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear sederhana dengan variabel independen yaitu pusat-pusat pelayanan dan variabel dependen yaitu pengembangan wilayah, pemanfaatan ruang dan penciptaan lapangan pekerjaan. Data primer dilakukan melalui kegiatan observasi lapangan dan pengisian quesioner terhadap responden dengan menggunakan skala likert. Sedangkan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah Serdang Bedagai Dalam Angka Tahun 2012 dan Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa persepsi masyarakat terkait dengan adanya pengembangan pusat-pusat pelayanan, berperan positif terhadap pengembangan wilayah, pemanfaatan ruang dan penciptaan lapangan pekerjaan. Pengembangan pusat-pusat pelayanan juga secara simultan dan parsial memiliki peran yang signifikan terhadap pengembangan wilayah, pemanfaatan ruang dan penciptaan lapangan pekerjaan.

Kata kunci : Pengembangan Wilayah, Pusat-pusat Pelayanan, Kabupaten Serdang Bedagai


(7)

THE STUDY ON THE DEVELOPMENT OF SERVICE CENTERS

IN THE AREA OF SERDANG BEDAGAI DISTRICT

ABSTRACT

Regional development is an attempt to stimulate the socio-economic development , to minimize inter-regional disparities, and to preserve the living environment in a region. Regional development is very much needed because the socio-economic condition, culture, and geograpy of one region are very much different from the others. Basically, regional development must be adjusted to the condition, potential, and problems of the region concerned. The purpose of this study was to find out the role of service centers in the regional development, land use, and job opportunity in Serdang Bedagai District. The independent variables of this study are the service centers and the dependent variables were regional development, land use and job creation. The primary data for this study were obtained through field observation and feeling out the distributed questionnaires using Likert scale while the secondary data were obtained through the documents issued by Serdang Bedagai District Planning and Development Board and the book of Serdang Bedagai Dalam Angka Tahun 2012 (Serdang Bedagai in Figures 2012). The data obtained were analyzed through simple linear regression analysis. The result of this study showed that according to public perception the service center development played a positive role in regional development, land use, and job creation. Simultaneously


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul Kajian Pengembangan Pusat-pusat Pelayanan di Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian tesis ini, Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan yang tak ternilai kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. H. B. Tarmizi, SU selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah memberi arahan, saran, kritikan serta dukungan yang menjadi motivasi kepada Penulis untuk menyelesaikan penelitian ini sejak proposal penelitian ini dibuat hingga menjadi tesis.

Pada kesempatan ini, Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Lic. Rer. reg. Sirojuzilam, S.E, selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD), Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Bapak Dr. Agus Purwoko, S. Hut. M.Si dan Bapak Dr. Rujiman, MA selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan dan saran yang cukup berarti bagi kesempurnaan tesis ini.


(9)

4. Seluruh dosen pengajar, yang telah banyak memberikan ilmu dan juga beserta Staf Administrasi yang telah banyak memberikan bantuan sejak awal perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini.

5. Teman-teman satu angkatan yang sudah banyak memberikan motivasi dan kenangan yang baik bagi penulis.

6. Secara khusus penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Moch. Arie Pane dan Ibunda Aisyah OK yang telah mengasuh, membesarkan, mendidik dan selalu mendoakan Penulis.

7. Kepada adik-adik tercinta Agung Solihin Pane, SH, Cicie Syahfitri Pane, AMKeb dan Aji Guswanda Pane atas doa dan selalu memberikan motivasi serta dukungan kepada Penulis hingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. Tak lupa juga untuk Rizki Ayunda, SKG atas senyuman, semangat, dan doa selama masa kuliah dan penelitian.

8. Kepada segenap pimpinan dan staf Dinas Tarukim, Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Serdang Bedagai terimakasih atas dukungan dan motivasinya serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan Penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Allah SWT memberkati kita semua, Amin.

Medan, Juli 2013 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

Teguh Achmad Pane lahir di Desa Medang Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara pada tanggal 10 Januari 1982. Lahir dari pasangan Bapak Moch. Arie Pane dan Aisyah OK, yang merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Penulis menjalankan pendidikan dasar di SD Negeri 010249 Desa Lalang hingga tahun 1994. Pada tahun 1997, Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pada SMP Karya Bhakti Desa Pematang Cengkering dan pada tahun 1997 Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMK Negeri 2 Medan, Jurusan Bangunan Gedung. Kemudian pada tahun 2000 Penulis melanjutkan pendidikan Strata Satu di Universitas Pasundan Bandung, Jurusan Teknik Lingkungan pada Fakultas Teknik.

Pada tahun 2011 Penulis mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana di Universitas Sumatera Utara dalam bidang studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD). Instansi kerja pada tahun 2010 hingga sampai saat ini, bekerja sebagai staf seksi penataan ruang dan perumahan permukiman pada Dinas Tarukim, Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Serdang Bedagai.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Wilayah dan Teori Pengembangan Wilayah.... 7

2.1.1 Pengertian Wilayah ... 7

2.1.2 Pengembangan Wilayah ... 9

2.1.3 Teori – teori dalam Pengembangan Wilayah ... 12

2.2 Pusat Pelayanan ... 19

2.2.1 Pengertian Pusat Pelayanan ... 19

2.2.2 Dasar Pemikiran Perlunya Pusat Pelayanan ... 21

2.2.3 Tinjauan Sistem Pusat-pusat Pelayanan ... 24

2.2.4 Kriteria Pemilihan Lokasi Pusat pelayanan ... 27

2.2.5 Hirarki Pusat Pelayanan ... 29

2.3. Pengertian Fasilitas Kota ... 34

2.4 Konsep Aksesibilitas ... 37

2.5 Penelitian Terdahulu ... 38

2.6 Kerangka Penelitian ... 39

2.7 Hipotesis ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ... 42

3.2 Populasi dan Sampel ... 42

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 44

3.4 Teknik Observasi yang Dilakukan ... 45

3.5 Variabel Penelitian ... 50

3.6 Uji Kualitas Data ... 50

3.6.1 Uji Validitas ... 50


(12)

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 51

3.7.1 Uji Normalitas ... 52

3.7.2 Uji Heteroskedastisitas (Uji Glejser) ... 52

3.8 Metode Analisis Data ... 53

3.9 Uji Hipotesis ... 54

3.9.1 Uji Koefisien Determinasi (R2 3.9.2 Uji Simultan (Uji F) ... 54

) ... 54

3.9.3 Uji Parsial (t-test) ... 55

3.10 Defenisi Operasional ... 55

BAB 4.1 Kebijakan... 57

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Undang-Undang No.36 Tahun 2003 Tentang Pembentukkan Kabupaten Serdang Bedagai ... 57

4.1.2 Kedudukan dan Peran Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai dalam Lingkup Nasional ... 57

4.1.3 Kedudukan dan Peran Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai dalam Lingkup Provinsi Sumatera Utara ... 58

4.1.4. Kebijakan Pengembangan Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai ... 60

4.2 4.2.1 Aspek Fisik Dasar dan Pemanfaatan Ruang ... 64

4.2.2 Kemiringan Lereng ... 65

Batasan Wilayah ... 64

4.2.3 Ketinggian Lahan ... 68

4.2.4 Curah Hujan ... 68

4.2.5 Jenis Tanah ... 69

4.2.6 Penggunaan Lahan ... 70

4.3 Sosial dan Kependudukan ... 70

4.3.1 Jumlah dan Persebaran Penduduk ... 70

4.3.2 4.4 Kondisi Transportasi ... 72

Distribusi dan Kepadatan Penduduk ... 71

4.5 Kondisi Sarana ... 74

4.5.1 Sarana Pendidikan ... 74

4.5.2 Sarana Perekonomian ... 76

4.5.4 Sarana Peribadatan ... 79

4.5.3 Sarana Kesehatan ... 78

4.6 Kondisi Prasarana ... 81

4.6.1 Air Bersih ... 81

4.6.2 Listrik ... 82

4.6.3 Persampahan ... 84

4.6.4 Terminal ... 85

4.6.5 Stasiun ... 87

4.7 Kajian Strategi Pengembangan Pusat – Pusat Pelayanan Di Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai ... 89


(13)

4.7.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Agama ... 90

4.7.3.Karakteristik Responden Berdasarkan Suku ... 91

4.7.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan .... 92

4.7.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 93

4.8. Uji Kualitas Data ... 94

4.8.1. Uji Validitas ... 94

4.8.2. Uji Reliabilitas ... 95

4. 9. Strategi Pengembangan Pusat-pusat Pelayanan ... 97

4.9.1 Penjelasan Responden Atas V. Pusat Pelayanan ... 97

4.10 Pengembangan Pusat-pusat Pelayanan Terhadap Pengembangan Wilayah ... 99

4.10.1.Penjelasan Responden Atas V. Peng. Wilayah ... 99

4.10.2.Uji Asumsi Klasik V. Peng. Wilayah ... 100

4.10.3.Analisis Variabel Pengembangan Wilayah ... 105

4.11 Pengembangan Pusat-pusat Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Ruang ... 110

4.11.1.Penjelasan Responden Atas V. Peman. Ruang ... 110

4.11.2.Uji Asumsi Klasik V. Pemanfaatan Ruang ... 111

4.11.3.Analisis Variabel Pemanfaatan Ruang ... 115

4.12 Pengembangan Pusat-pusat Pelayanan Terhadap Penciptaan Lapangan Pekerjaan ... 121

4.12.1.Penj. Responden Atas V. Pen. Lap. Pekerjaan ... 121

4.12.2.Uji Asumsi Klasik V. Pen. Lap. Pekerjaan ... 122

4.12.3.Analisis Variabel Pemanfaatan Ruang ... 123

4.13. Pembahasan ... 132

BAB 5.1 Kesimpulan IV KESIMPULAN DAN SARAN ……… .... 133

5.2 Saran ……… 134

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ……… ... 136


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Standar Jarak Dalam Kota ... 18

Tabel 2.2 Hirarki Pusat-Pusat Pelayanan ... 31

Tabel 2.3 Hirarki Pusat-Pusat Pelayanan Menurut Jangkauan Pelayanan dan Jumlah Penduduk ... 34

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk 3 Kecamatan Kab.Serdang Bedagai ... 44

Tabel 4.1 Tabel 4.2 Luas Wilayah Per Kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai ... ... ... 65

Hirarki di Kabupaten Serdang Bedagai ... 63

Tabel 4.3 Penggunaan Lahan dan Sudut Lereng Yang Optimum ... 66

Tabel 4.4 Luas Kemiringan Lahan di Kabupaten Serdang Bedagai ... 67

Tabel 4.5 Luas Ketinggian Lahan di Kabupaten Serdang Bedagai ... 68

Tabel 4.6 Sebaran Curah Hujan di Kabupaten Serdang Bedagai ... 69

Tabel 4.7 Sebaran Jenis Tanah di Kabupaten Serdang Bedagai ... 70

Tabel 4.8 Pemanfaatan Lahan di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012 ... 70

Tabel 4.9 Jumlah dan Persebaran Penduduk per Kecamatan Tabel 4.10 Kepadatan Penduduk per Kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012 ... 72

di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2008-2011 ... 71

Tabel 4.11 Tabel 4.12 Panjang Jalan (Km2) Berdasarkan Status ... 74

Tabel 4.13 Sarana Pendidikan per Kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012 ... 75

Panjang Jalan Berdasarkan Fungsi di Kabupaten Serdang Bedagai ... 74

Tabel 4.14 Jumlah Sarana Perekonomian Dirinci per Kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012 ... 77

Tabel 4.15 Jumlah Sarana Kesehatan dirinci Per Kecamataan Tabel 4.16 Jumlah Sarana Peribadatan di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012 ... 80

Di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012 ... 78

Tabel 4.17 Jumlah Fasilitas Sarana Air Minum Menurut Jenis di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012 ... 82

Tabel 4.18 Jumlah Sumber Penerangan Rumah Tangga Menurut Jenis di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012 ... 83

Tabel 4.19 Jumlah Pelayanan Persampahan di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012 ... 85

Tabel 4.20 Jumlah Terminal di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012 ... 86

Tabel 4.21 Jumlah Stasiun Kereta Api di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012 ... 88

Tabel 4.22 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 90


(15)

Tabel 4.24 Karakteristik Responden Berdasarkan Suku ... 92

Tabel 4.25 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 92

Tabel 4.26 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 93

Tabel 4.27 Hasil Pengujian Validitas Variabel Penelitian ... 95

Tabel 4.28 Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Penelitian ... 96

Tabel 4.29 Penjelasan Atas Variabel Pengembangan Pusat Pelayanan ... 97

Tabel 4.30 Penjelasan Atas Variabel Pengembangan Wilayah ... 99

Tabel 4.31 Hasil Uji Normalitas Variabel Penelitian ... 101

Tabel 4.32 Uji Gleijser .. ... 103

Tabel 4.33 Hasil Uji Regresi Hipotesis Pertama ... 105

Tabel 4.34 Nilai Koefisien Determinasi ... 106

Tabel 4.35 Hasil Uji Simultan F (F-Test) ... 107

Tabel 4.36 Hasil Uji Parsial (T-Test) ... 109

Tabel 4.37 Penjelasan Atas Variabel Pemanfaatan Ruang ... 110

Tabel 4.38 Hasil Uji Normalitas Variabel Penelitian ... 112

Tabel 4.39 Uji Gleijser ... 114

Tabel 4.40 Hasil Uji Regresi Hipotesis Kedua ... 116

Tabel 4.41 Nilai Koefisien Determinasi Hipotesis Kedua ... 117

Tabel 4.42 Hasil Uji Simultan F (F-Test) ... 118

Tabel 4.43 Hasil Pengujian Hipotesis Kedua Secara Parsial ... 119

Tabel 4.44 Penjelasan Atas Variabel Penciptaan Lap.Pekerjaan ... 121

Tabel 4.45 Hasil Uji Normalitas Variabel Penelitian ... 123

Tabel 4.46 Uji Gleijser ... 125

Tabel 4.47 Hasil Uji Regresi Hipotesis Keriga ... 127

Tabel 4.48 Nilai Koefisien Determinasi Hipotesis Ketiga ... 128

Tabel 4.49 Hasil Uji Simultan F(F-Test) ... 129


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian ... 40

Gambar 4.1 Diagram Pembagian Umur Responden ... 90

Gambar 4.2 Diagram Pembagian Agama Responden ... 91

Gambar 4.3 Diagram Pembagian Suku Responden ... 92

Gambar 4.4 Diagram Pembagian Tingkat Pekerjaan Responden ... 93

Gambar 4.5 Diagram Pembagian Tingkat Pendidikan Responden ... 94

Gambar 4.6 Hasil Uji Normalitas Variabel Pengembangan Pusat-Pusat Pelayanan Dengan Pengembangan Wilayah ... 102

Gambar 4.7 Hasil Scatter Plot Uji Heterokedastisitas Hipotesis Pertama ... 104

Gambar 4.8 Hasil Uji Normalitas Variabel Pengembangan Pusat-Pusat Pelayanan Dengan Pemanfaatan Ruang ... 113

Gambar 4.9 Hasil Scatter Plot Uji Heterokedastisitas Hipotesis Kedua. ... 115

Gambar 4.10 Hasil Uji Normalitas Variabel Pengembangan Pusat-Pusat Pelayanan Dengan Penciptaan Lapangan Pekerjaan ... 124

Gambar 4.11 Hasil Scatter Plot Uji Heterokedastisitas Hipotesis Ketiga ... 126


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 138

2. Data Kabupaten Serdang Bedagai ... 143

3. Regresi Penelitian ... 155

4. Frequency Table ... 162

5. Reliability dan Validitas ... 171


(18)

KAJIAN PENGEMBANGAN PUSAT-PUSAT PELAYANAN DI

WILAYAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

ABSTRAK

Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi, budaya, geografis yang sangat berbeda antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Pada dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan permasalahan wilayah bersangkutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan pusat-pusat pelayanan terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai, mengetahui peranan pusat-pusat pelayananan terhadap pemanfaatan ruang di Kabupaten Serdang Bedagai dan mengetahui peranan pusat-pusat pelayanan terhadap penciptaan lapangan pekerjaan di Kabupaten Serdang Bedagai. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear sederhana dengan variabel independen yaitu pusat-pusat pelayanan dan variabel dependen yaitu pengembangan wilayah, pemanfaatan ruang dan penciptaan lapangan pekerjaan. Data primer dilakukan melalui kegiatan observasi lapangan dan pengisian quesioner terhadap responden dengan menggunakan skala likert. Sedangkan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah Serdang Bedagai Dalam Angka Tahun 2012 dan Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa persepsi masyarakat terkait dengan adanya pengembangan pusat-pusat pelayanan, berperan positif terhadap pengembangan wilayah, pemanfaatan ruang dan penciptaan lapangan pekerjaan. Pengembangan pusat-pusat pelayanan juga secara simultan dan parsial memiliki peran yang signifikan terhadap pengembangan wilayah, pemanfaatan ruang dan penciptaan lapangan pekerjaan.

Kata kunci : Pengembangan Wilayah, Pusat-pusat Pelayanan, Kabupaten Serdang Bedagai


(19)

THE STUDY ON THE DEVELOPMENT OF SERVICE CENTERS

IN THE AREA OF SERDANG BEDAGAI DISTRICT

ABSTRACT

Regional development is an attempt to stimulate the socio-economic development , to minimize inter-regional disparities, and to preserve the living environment in a region. Regional development is very much needed because the socio-economic condition, culture, and geograpy of one region are very much different from the others. Basically, regional development must be adjusted to the condition, potential, and problems of the region concerned. The purpose of this study was to find out the role of service centers in the regional development, land use, and job opportunity in Serdang Bedagai District. The independent variables of this study are the service centers and the dependent variables were regional development, land use and job creation. The primary data for this study were obtained through field observation and feeling out the distributed questionnaires using Likert scale while the secondary data were obtained through the documents issued by Serdang Bedagai District Planning and Development Board and the book of Serdang Bedagai Dalam Angka Tahun 2012 (Serdang Bedagai in Figures 2012). The data obtained were analyzed through simple linear regression analysis. The result of this study showed that according to public perception the service center development played a positive role in regional development, land use, and job creation. Simultaneously


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi, budaya, geografis yang sangat berbeda antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Pada dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan permasalahan wilayah bersangkutan.

Perencanaan pengembangan wilayah adalah perencanaan yang merumuskan atau menyusun strategi pengembangan/pembangunan wilayah untuk masa yang akan datang (Pacione, 1988: 1).

Suatu wilayah dipengaruhi oleh berbagai aspek kehidupan yang terdapat pada wilayah tersebut. Adapun aspek-aspek yang mempengaruhi perkembangan suatu wilayah terdiri atas aspek fisik, sosial, ekonomi, sarana dan prasarana yang terdapat di wilayah tersebut, selain itu perkembangan suatu wilayah dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut maka perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut agar dapat diketahui potensi yang terdapat di Wilayah tersebut yang dapat dimanfaatkan dengan efisien dan efektif, meningkatkan kesejahteraan masyarakat wilayah tersebut, serta


(21)

mengurangi kesenjangan yang terjadi antara bagian wilayah yang satu dengan yang lainnya.

Konsep perkembangan wilayah di Indonesia dikembangkan pula oleh Poernomosidi Hadjisarosa melalui pendekatan satuan-satuan Wilayah Pengembangan (SWP). Setiap SWP didukung oleh kota-kota yang berhirarki pada satuan wilayah maupun secara keseluruhan pada ruang nasional. Pendekatan ini pada akhirnya sangat mewarnai penentuan orde kota dan hirarki jalan dalam wilayah nasional (Riyadi, 2002: 55).

Kecenderungan perkembangan wilayah di Indonesia pada umumnya secara keseluruhan dapat dilihat bahwa pertumbuhan wilayah Bagian Barat lebih berkembang dibandingkan dengan perkembangan wilayah Bagian Timur Indonesia, hal tersebut dapat dilihat dari kelengkapan sarana dan prasarana di bagian wilayah Barat lebih memadai dibandingkan Bagian Timur sehingga lebih menunjang terhadap perkembangan wilayah Bagian Barat, dimana aktivitas perekonomian lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah Timur, sehingga dapat dikatakan perkembangan wilayah Indonesia secara keseluruhan terdapat kesejangan antara wilayah Bagian Barat dengan wilayah Bagian Timur.

Salah satu wilayah Bagian Barat Indonesia adalah Provinsi Sumatera Utara, berdasarkan kebijakan ruang Provinsi Sumatera Utara tujuan strategi pengembangan yang akan dicapai adalah pemerataan pembangunan antar daerah, yaitu di arahkan untuk memperbaiki kondisi daerah yang belum berkembang serta mengantisipasi pengentasan kantong-kantong kemiskinan.


(22)

Kabupaten Serdang Bedagai merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara, Berdasarkan Undang -Undang No. 36 tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Serdang Bedagai bahwa pembentukan Kabupaten Serdang Bedagai diharapkan akan dapat mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah. Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi yang besar dari sektor pertanian, perikanan dan perkebunan, serta akomodasi periwisata dengan Ibukota di Kecamatan Sei Rampah.

Kabupaten Serdang Bedagai memiliki luas 1.900,22 km2

Berdasarkan hal tersebut Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai sadar bahwa untuk meningkatkan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi yang ada maka sudah tentu dibutuhkan pengembangan pusat-pusat pelayanan yang lebih baik lagi yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat banyak baik secara internal maupun eksternal atau interaksi dengan wilayah sekitarnya yang diharapkan mampu meningkatkan pengembangan dari berbagai sektor di

yang terdiri dari 17 kecamatan yang tersebar diseluruh wilayah dimana sistem pusat-pusat perkotaan dan perdesaan tidak terlepas dari kelengkapan dan kualitas fasilitas pelayanan yang dimiliki termasuk juga potensi strategis dan aksesibilitas potensi yang dimiliki sebagaimana yang telah ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Serdang Bedagai No. 22 Tahun 2007.


(23)

Kabupaten Serdang Bedagai itu sendiri sesuai dengan tujuan terbentuknya Kabupaten Serdang Bedagai.

Pembangunan pusat-pusat pelayanan ini tentu mempunyai tujuan selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak juga diharapkan mampu mendukung pengembangan wilayah, pemanfaatan ruang bahkan penciptaan lapangan pekerjaan.

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut maka sangat dibutuhkan Kajian Pengembangan Pusat-pusat Pelayanan dengan peran dan fungsi berdasarkan potensi dan permasalahan yang dimiliki, yang diharapkan mampu menjadi pedoman pengembangan wilayah, pemanfaatan ruang dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang mestinya terjadi berdasarkan tujuan terbentuknya Kabupaten Serdang Bedagai.

Maka berdasarkan pemikiran diatas penelitian ini mengambil judul “Kajian Pengembangan Pusat-Pusat Pelayanan Di Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai”.

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian diatas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana peranan pusat-pusat pelayanan terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai?

2. Bagaimana peranan pusat-pusat pelayanan terhadap pemanfaatan ruang di Kabupaten Serdang Bedagai?


(24)

3. Bagaimana peranan pusat-pusat pelayanan terhadap penciptaan lapangan pekerjaan di Kabupaten Serdang Bedagai?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini memiliki tujuan untuk :

1. Mengetahui peranan pusat-pusat pelayanan terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Mengetahui peranan pusat-pusat pelayananan terhadap pemanfaatan ruang di Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Mengetahui peranan pusat-pusat pelayanan terhadap penciptaan lapangan pekerjaan di Kabupaten Serdang Bedagai.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai masukan dan sumbangan pemikiran bagi pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dalam pengembangan wilayah yang lebih baik di masa mendatang.

2. Bagi instansi terkait, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan rujukan/informasi dalam pemanfaatan ruang di Kabupaten Serdang Bedagai.


(25)

3. Sebagai sumbangsih ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang pengembangan wilayah. Penelitian ini juga bermanfaat bagi para peneliti lain yang berminat melakukan kajian sejenis.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Wilayah dan Teori Pengembangan Wilayah 2.1.1 Pengertian Wilayah

Pengertian wilayah sangat beragam, hal ini ditentukan dari mana sudut pandang orang yang mengartikannya. Ada beberapa pengertian wilayah yang diartikan dalam bidang perencanaan yang diungkapkan para ahli. Ada pun pengertian wilayah yang diungkapkan (Jayadinata dan Paramandika 2006:168) adalah :

“Bahwa wilayah dalam pengertian geografi merupakan kesatuan alam, yaitu alam yang serba lama, homogen atau seragam, dan kesatuan manusia yaitu masyarakat serta kebudayaan yang serba sama, homogen atau seragam, yang mempunyai ciri (kekhususan) yang khas, sehingga wilayah tersebut dapat dibedakan dari wilayah lainnya”.

Dalam pengertian di atas ada 2 (dua) macam pengertian wilayah, yaitu (Jayadinata dan Paramandika, 2006 : 168):

1. Pengertian Internasional : wilayah dapat meliputi beberapa negara yang mempunyai kesatuan alam dan kesatuan manusia, misalnya Asia Tenggara, Wilayah Asia Barat Daya, Wilayah Eropa Barat, Wilayah Amerika Latin, Wilayah Asia dan sebagainya.


(27)

2. Pengertian Nasional : wilayah merupakan sebagian dari negara, tetapi bagian tersebut mempunyai kesatuan alam dan kesatuan manusia, misalnya pantai timur Sumatera, pantai selatan Jawa, dan sebagainya.

Pengertian Wilayah menurut Nugroho dan Dahuri (2004: 9), Wilayah adalah suatu area geografis yang memiliki ciri tertentu dan merupakan media bagi segala sesuatu untuk berlokasi dan berinteraksi.

Menurut kamus tata ruang pengertian wilayah adalah ruang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan atau aspek fungsional. Sedangkan pengertian wilayah menurut G.P. Holuer (1994 : 2). Pengertian wilayah dapat dibagi menjadi dua konsep yaitu konsep homogenitas dan konsep nodalitas / sentralitas.

 Wilayah Homogen adalah suatu wilayah yang mempunyai ciri-ciri khas yang kurang lebih sama dan dengan segera dapat dibedakan dari wilayah-wilayah lainnya bagi keperluan perencanaan dan kebijakan.

 Wilayah Nodal adalah suatu wilayah yang mempunyai organisasi tata ruang yang ditunjukkan / ditekankan pada hubungan antara pusat-pusat (nodal) atau sentra-sentra kegiatan dan sumberdaya-sumberdaya dalam tata ruang tersebar. Setiap nodal atau sentra mempunyai daerah belakang atau lingkupan wilayah pengaruh yang sesuai dengan hirarki didalam dan diluar wilayah tersebut.

 Wilayah Administrasi adalah wilayah yang pembentukannya menurut penetapan peraturan Negara.


(28)

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan penegertian wilayah adalah daerah yang memiliki karakteristik yang sama baik secara alam maupun manusia yang memiliki karakteristik yang sama baik secara alam maupun manusia yang memiliki batas administratif yang jelas sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam undang-undang yang berlaku.

2.1.2 Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah merupakan strategi memanfaatkan dan mengkombinasikan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan tantangan) yang ada sebagai potensi dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi wilayah akan barang dan jasa yang merupakan fungsi dari kebutuhan baik secara internal maupun eksternal wilayah. Faktor internal ini berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya teknologi, sedangkan faktor eksternal dapat berupa peluang dan ancaman yang muncul sering dengan interaksinya dengan wilayah lain.

Menurut Saefulhakim, dkk (2002) Wilayah Pengembangan adalah perwilayahan untuk tujuan pengembangan / pembangunan / development. Tujuan-tujuan pembangunan terkait dengan lima (5) kata kunci, yaitu :

1. Pertumbuhan;

2. Penguatan Keterkaitan; 3. Keberimbangan; 4. Kemandirian; 5. Keberlanjutan;


(29)

Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan.

Alkadri (2001) mendifinisikan pengembangan wilayah sebagai program yang menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumber daya yang ada dan kontribusinya pada pembangunan suatu wilayah. Pendapat lain menyebutkan pengembangan wilayah adalah upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan menjaga kelestarian hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi, budaya dan geografis yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Pada dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi dan permasalahan wilayah yang bersangkutan (Ryadi, 2002).

Tujuan pengembangan wilayah mengandung 2 (dua) sisi yang saling berkaitan yaitu sosial dan ekonomis. Dengan kata lain pengembangan wilayah adalah merupakan upaya memberikan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan prasarana dan pelayanan logistik dan sebagainya (Triutomo, 2001).

Pengembangan wilayah dalam jangka panjang lebih ditekankan pada pengenalan potensi sumber daya alam dan potensi pengembangan lokal wilayah yang mampu mendukung (menghasilkan) pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan sosial masyarakat, termasuk pengentasan kemiskinan, serta upaya


(30)

mengatasi kendala pembangunan yang ada di daerah dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam rencana pembangunan nasional, pengembangan wilayah lebih ditekankan pada penyusunan paket pengembangan wilayah terpadu dengan mengenali sektor strategis (potensial) yang perlu dikembangkan di suatu wilayah (Friedmann & Allonso, 1964).

Menurut Budiharsono (2005) pengembangan wilayah setidak-tidaknya perlu ditopang oleh 6 pilar / aspek yaitu :

1. Aspek Biogeofisik;

Aspek Biogeofisik meliputi kandungan sumber daya hayati, sumber daya non hayati, jasa-jasa maupun sarana dan prasarana yang ada pada wilayah tersebut. 2. Aspek Ekonomi;

Aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi disekitar wilayah. 3. Aspek Sosial;

Aspek sosial meliputi budaya, politik dan hankam yang merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia, posisi tawar (dalam bidang politik), budaya masyarakat serta pertahanan dan keamanan.

4. Aspek Kelembagaan;

Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif atau tidak. Kelembagaan juga meliputi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga sosial ekonomi yang ada di wilayah tersebut.


(31)

5. Aspek Lokasi;

Aspek lokasi menunjukkan kerterkaitan antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya yang berhubungan dengan sarana produksi, pengelolaan maupun pemasaran.

6. Aspek Lingkungan;

Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana proses produksi mengambil input apakah merusak atau tidak.

2.1.3 Teori – teori dalam Pengembangan Wilayah a. Teori Tempat Pusat (Central Place Theory)

Teori tempat pusat atau central place theory pertama kali dikembangkan oleh Walter Christaller pada tahun1993. Christaller (1933) dalam Djojodipuro (1992: 134), mendefisikan Pusat Pelayanan atau lebih dikenal dengan central place merupakan kota-kota yang menyajikan barang dan jasa bagi masyarakat di wilayah sekelilingnya dengan membentuk suatu hirarki berdasarkan jarak dan ambang batas penduduk. Pembagian hirarki pelayanan tersebut, mengakibatkan suatu kota (dengan hirarki pelayanan paling tinggi) secara alami memiliki potensi daya tarik yang besar dan berpengaruh besar bagi daerah-daerah yang kekuatannya lebih kecil, dimana kota tersebut mempunyai kemampuan menarik potensi, sumber daya dari daerah lain dan kota di bawahnya.

Walter Christaller pada tahun 1933 melakukan studi di Jerman Selatan mengenai hirarki pusat pelayanan kegiatan jasa pada tujuh tingkat hirarki pusat pelayanan, mulai dari desa kecil di pinggir jalan hingga kota. Setiap pusat pelayanan kegiatan jasa tersebut masing-masing mempunyai spesialisasi


(32)

pelayanan tertentu, seperti jasa kesehatan, jasa pemenuhan kebutuhan (toko, pasar berkala, dan pasar harian), serta jasa pemerintahan. Hasil studinya ini merupakan sumbangan sekaligus juga kemajuan yang berarti bagi teori lokasi secara umum, dan secara khusus adalah bagi teori penyediaan pusat pelayanan penduduk tersebut diartikan sebagai pusat kota (maupun sub pusat kota), yang merupakan suatu titik / tempat / daerah pada suatu kota yang memiliki peran sebagai pusat dari segala kegiatan kota antara lain politik, sosial, budaya, ekonomi dan teknologi (Yunus, 1999 : 9). Dalam teori ini ada 4 (empat) asumsi yang mendasari, yaitu :

 Wilayah tersebut merupakan wilayah yang datar, dan juga memiliki sumberdaya alam yang merata.

 Pergerakan dimungkinkan dapat dilakukan ke segala arah.

 Penduduk tersebar secara merata diseluruh wilayah, dan semuanya memiliki daya beli yang sama.

 Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimasi jarak atau biaya.

Berdasarkan asumsi dan fenomena tersebut diatas, Christaller menjelaskan juga bahwa suatu tempat pusat memiliki 3 (tiga) karakteristik khusus. Ketiganya dikatakan sejalan karena ketiga karakteristik tersebut merupakan faktor – faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya pola geometris wilayah pelayanan suatu tempat pusat. ketiga karakteristik tersebut adalah :


(33)

1. Memiliki ambang penduduk (threshold population)

Ambang penduduk adalah jumlah penduduk minimum untuk dapat mendukung suatu penawaran akan jasa. Dalam hal ini, jasa yang ditawarkan adalah jasa pelayanan yang diberikan oleh fasilitas-fasilitas yang ada ditempat pusat tersebut. Bila jumlah penduduk yang dilayani berada dibawah ambang, maka pelayanan tersebut akan menjadi kurang baik dan kurang efektif.

2. Memiliki jangkauan pasar / wilayah cakupan layanan (markete range) Jangkauan pasar suatu aktifitas jasa adalah jarak yang seseorang bersedia untuk menempuhnya untuk mendapatkan jasa yang bersangkutan. Lebih jauh dari jarak ini, orang yang bersangkutan akan mencari tempat lain yang lebih dekat untuk memenuhi kebutuhan akan jasa yang sama. Jangkauan pasar setiap kegiatan pelayanan jasa akan saling berbeda-beda, tergantung pada arti pentingnya suatu tempat pusat / pelayanan jasa tersebut.

3. Memiliki struktur hirarki pelayanan

Struktur hirarki pelayanan adalah tingkat pelayanan kegiatan jasa dari mulai tingkatan yang paling tinggi seperti pada tingkatan kota, sampai pada tingkatan yang paling rendah seperti pada tingkatan desa.

b. Teori Daerah / Wilayah Inti

Friedmann (1964) menganalisis aspek-aspek tata ruang, lokasi serta persoalan-persoalan kebijakan dan perencanaan pengembangan wilayah dalam ruang lingkup yang lebih general.


(34)

statis sisanya merupakan subsistem-subsistem yang kemajuan pembangunannya ditentukan oleh lembaga-lembaga daerah inti dalam arti bahwa daerah-daerah pinggiran berada dalam suatu hubungan ketergantungan yang substansial. Daerah inti dan wilayah pinggiran bersama-sama membentuk sistem spasial yang lengkap.

Pada umumnya daerah-daerah inti melaksanakan fungsi pelayanan terhadap daerah-daerah sekitarnya. Beberapa daerah inti memperlihatkan fungsi yang khusus, misalnya sebagai pusat perdagangan atau pusat industri, ibukota pemerintah dan sebagainya.

Hubungan dengan peranan daerah inti dalam pembangunan spasial, friedmann mengemukakan 5 (lima) buah preposisi utama, yaitu sebagai berikut (N.M Hansen: 1972,96 – 99 dalam Adisasmita: 119) :

1. Daerah inti mengatur keterhubungan dan ketergantungan daerah-daerah disekitarnya melalui sistem suplay, pasar dan daerah administrasi.

2. Daerah inti meneruskan secara sistematis dorongan-dorongan inovasi ke daerah-daerah disekitarnya yang terletak dalam wilayah pengaruhnya.

3. Sampai pada suatu titik tertentu pertumbuhan daerah inti cenderung mempunyai pengaruh positif dalam proses pembangunan sistem spasial, akan tetapi mungkin pula mempunyai pengaruh negatif jika penyebaran pembangunan wilayah inti kepada daerah-daerah disekitarnya tidak berhasil ditingkatkan, sehingga keterhubungan dan ketergantungan daerah-daerah disekitarnya terhadap daerah inti menjadi berkurang.


(35)

4. Dalam sistem spasial, hirarki daerah-daerah inti ditetapkan berdasarkan pada kedudukan fungsionalnya masing-masing meliputi karakteristik-karakteristiknya secara terperinci dan prestasinya.

5. Kemungkinan inovasi akan ditingkatkan keseluruh daerah sistem spasial dengan cara mengembangkan pertukaran informasi.

Teori ini memiliki kelemahan yaitu :

1. Teori ini tidak membahas masalah pemilihan lokasi optimum industri dan tidak pula menentukan jenis investasi apa yang sebaiknya ditetapkan di pusat-pusat urban, oleh karena itu mereka di klasifikasikan sebagai tanpa tata ruang. 2. Dominannya pusat-pusat urban dapat menimbulkan dampak negatif yaitu

munculnya susunan-susunan ketergantungan dualistik menimbulkan akibat-akibat yang mendalam bagi pembangunan Nasional.

c. Model Gravitasi Sebagai Faktor Penting Penentu Lokasi

Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk melihat besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi. Model ini sering di gunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut. Dalam perencanaan wilayah, model ini sering dijadikan alat untuk melihat apakah lokasi berbagai fasilitas kepentingan umum telah berada pada tempat yang benar. Selain itu, apabila kita ingin membangun suatu fasilitas yang baru maka model ini dapat digunakan untuk menentukan lokasi yang optimal. Artinya, fasilitas itu akan digunakan sesuai dengan kapasitasnya. Model gravitasi berfungsi ganda, yaitu sebagai teori lokasi


(36)

Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai macam usaha / kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial (Tarigan, 2006:77).

Terkait dengan lokasi maka salah satu faktor yang menentukan apakah suatu lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak adalah tingkat aksesibilitas. Tingkat aksesibilitas adalah tingkat kemudahan untuk mencapai suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di sekitarnya (Tarigan, 2006:73). Menurut Tarigan, tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut.

Dalam analisis kota yang telah ada atau rencana kota, dikenal standar lokasi (standard for location requirement) atau standar jarak (Jayadinata, 1999:160) seperti terlihat pada Tabel 2.1 berikut ini:


(37)

Tabel 2.1

Standar Jarak Dalam Kota

No Prasarana Jarak dari tempat tinggal (berjalan

k ki) 1 Pusat tempat kerjaPusat kota

(dengan pasar, dan sebagainya)Pasar lokal

20 sampai 30 menit30 sampai 45 Menit ¾ km atau 10 menit

2 Sekolah Dasar ¾ km atau 10 menit

3 Sekolah Menengah Pertama 1 ½ km atau 20 menit 4 Sekolah Lanjutan Atas 20 atau 30 menit 5 Tempat bermain anak-anak dan ¾ km atau 20 menit 6 Tempat olah raga dan pusat lalita 1 ½ km atau 20 menit 7 Taman untuk umum atau cagar

(seperti kebun binatang, dan sebagainya

30 sampai 60 menit

Sumber: Chapin dalam Jayadinata (1999:161)

d. Teori Penempatan Lokasi Pusat Pelayanan

Penempatan lokasi suatu pusat pelayanan pada prinsipnya harus mempertimbangkan aspek keruangan dengan cermat Hal tersebut berlaku bagi semua hirarki struktur pusat pelayanan, mulai dari tingkat pusat kota, sub pusat kota atau pusat bagian wilayah kota, tingkat perdesaan sampai kepada pusat lingkungan, penempatan lokasi yang tepat akan dapat mewujudkan sistem pelayanan wilayah yang baik dan efisien. Secara umum, pusat pelayanan tersebut harus ditempatkan pada lokasi yang sentral. Terdapat beberapa teori yang berkaitan dengan lokasi pusat pelayanan, yaitu:

1. Pendapat Christaller (1933) Dalam Teori Tempat Pusat

Konsumen (penduduk pengguna fasilitas) akan berusaha mencari pusat pelayanan yang terdekat. Hal ini berarti bahwa pusat pelayanan tersebut harus ditempatkan pada daerah kosentrasi pemukiman penduduk. Setiap pusat


(38)

pelayanan akan saling terhubung oleh suatu jaringan heksagonal. Dalam konteks dunia modern saat ini, pendapat Christaller ini dapat diartikan bahwa lokasi pusat pelayanan harus sedekat mungkin dengan daerah kosentrasi permukiman penduduk. Sementara itu, jaringan heksagonal dapat diartikan sebagai jaringan pergerakan yang menghubungkan antara bagian wilayah yang satu dengan yang lainnya. Jadi, pusat pelayanan harus berlokasi di simpul-simpul pertemuan jaringan pergerakan yang satu dengan yang lainnya. Sehingga pusat pelayanan tersebut dapat dengan mudah dicapai penduduk.

2. Kaidah most accesible, Rushton (1979)

Lokasi yang paling optimum untuk sebuah pusat pelayanan adalah lokasi yang paling mudah diakses/dicapai oleh penduduk. Terdapat beberapa kriteria yang dapat mendefiisikan kaidah most accecible ini, seperti kriteria minimasi jarak total, kriteria minimasi jarak rata-rata, kriteria minimasi jarak terjauh, kriteria pembebanan merata, kriteria batas ambang, serta kriteria batas kapasitas.

2.2 Pusat Pelayanan

2.2.1 Pengertian Pusat Pelayanan

Pusat pelayanan merupakan titik-titik pertumbuhan yang terjadi di beberapa tempat tertentu saja karena adanya kekuatan penggerak pembangunan, dimana kekuatan tersebut dapat merangsang kegiatan-kegiatan lainnya untuk tumbuh dan berkembang. Kegiatan-kegiatan tersebut mempunyai kecendrungan untuk mengelompok membentuk suatu kesatuan yang pada akhirnya menjadi pusat dari kegiatan atau disebut sebagai pusat pelayanan, jadi pusat-pusat


(39)

pelayanan merupakan suatu aglomerasi dari berbagai kegiatan atau aktivitas serta aglomerasi dari berbagai prasarana dan sarana yang dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan wilayah.

Suatu ciri umum dari daerah-daerah nodal adalah bahwa penduduk kota tidaklah tersebar secara merata diantara pusat-pusat yang sama besarnya tetapi tersebar diantara pusat-pusat yang besarnya berbeda-beda yang secara keseluruhan membentuk suatu hirarki perkotaan (Harry W 1991, 72).

Struktur dan hirarki pusat pelayanan pada dasarnya adalah suatu arahan mengenai jenjang atau hirarki pusat pelayanan yang ditentukan berdasarkan fungsi dan skala / lingkup pelayanan yang dikembangkan pada masing-masing pusat pelayanan. Pembentukan atau pengadaan pola pelayanan kota yang baik dan efisien adalah mempertimbangkan pola pendistribusian pusat-pusat pelayanan yang mencakup penghirarkian dan mengatur penempatannya secara ruang (Sujarto 1977, 170).

Konsep pola pendistribusian pusat-pusat pelayanan menurut Sujarto adalah dengan menempatkan pusat kota sebagai pusat pelayanan tertinggi, baik dilihat dari kelengkapan fasilitas, daya layanan maupun skala pelayanannya. Disamping itu, pusat kota berfungsi dan berperan melayani kebutuhan penduduk seluruh kota atau bahkan dari daerah sekitarnya. Dibawah pusat kota adalah sub pusat kota yang mempunyai hirarki yang lebih rendah dari pusat kota tetapi lebih tinggi dari pusat lingkungan. Sub pusat ini mempunyai fungsi melayani kebutuhan penduduk dari suatu bagian wilayah kota.


(40)

Hirarki berikutnya adalah pusat lingkungan yang berfungsi melayani kebutuhan penduduk dari lingkungan kecil dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jadi, hirarki dari pusat-pusat pelayanan tersebut adalah hirarki pertama pusat kota, hirarki kedua adalah sub pusat kota, dan yang terakhir adalah pusat lingkungan.

Secara garis besar ada 2 faktor yang sangat berpengaruh didalam penentuan dan pendistribusian pusat pelayanan yaitu faktor manusia yang akan mempergunakan pusat-pusat pelayanan tersebut dan faktor lingkungan tempat manusia tersebut melaksanakan kegiatan hidupnya.

Faktor manusia terutama menyangkut pertimbangan-pertimbangan mengenai jumlah penduduk yang akan mempergunakan pelayanan tersebut, kepadatan penduduk, perkembangan penduduk, keadaan sosial ekonomi masyarakat, potensi masyarakat dan sebagainya. Faktor lingkungan terutama menyangkut pertimbangan mengenai skala lingkungan dalam arti fungsi dan peranan sosial ekonominya, jaringan pergerakan, letak geografis lingkungan dan sifat keterpusatan lingkungan.

2.2.2 Dasar Pemikiran Perlunya Pusat Pelayanan

Perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah sangat banyak di pengaruhi dan ditentukan oleh berbagai macam faktor-faktor perubahan yang menyangkut segi-segi sosial, ekonomi, kultural dan politik. Manifestasi dan perubahan-perubahan yang terjadi pada segi-segi tersebut diatas adalah perubahan-perubahan struktur fisik suatu wilayah. Pertambahan jumlah penduduk, baik yang disebabkan oleh pertambahan alamiah maupun oleh karena


(41)

terjadinya perpindahan penduduk dan perdesaan ke kota telah meningkatkan tuntutan akan pelayanan kebutuhan seperti pusat Komersial (Sujarto, 2006). Pada hakekatnya pusat-pusat pelayanan berkaitan juga dengan tujuan sosial. Pengertian sosial itu sendiri didalam usaha pembangunan selalu dihubungkan dengan segi-segi kesejahteraan masyarakat. Jadi dalam hubungan ini tersangkut usaha peningkatan taraf kehidupan penduduk serta usaha-usaha pendistribusian yang merata dari kebutuhan baik materil maupun spiritual yang akan menyertai usaha peningkatan produksi yang dihasilkan oleh suatu usaha pembangunan perekonomian (Sujarto, 1977).

Secara naluriah selalu akan terjadi suatu proses bahwa didalam rangka memenuhi kebutuhannya manusia akan mencari suatu pusat pemenuhan kebutuhan yang paling dekat, mudah dan murah dicapai serta yang sesuai dan dapat memenuhi selera kebutuhannya. Demikian pula dari pihak penyedia akan selalu dipertimbangkan bahwa penempatan kegiatan usaha pemenuhan kebutuhan sebagai tempat melayani kebutuhan ingin memenuhi persyaratan-persyaratan mudah dicapai strategis dalam arti dapat dicapai dari semua arah secara merata dan dapat memperoleh keuntungan sebesar-besarnya (Sujarto, 1977).

Antara masyarakat sebagai pihak yang membutuhkan pusat pelayanan dengan pihak penyedia akan terdapat sifat hubungan yang saling ketergantungan satu sama lain. Masyarakat ingin terlayani segala kebutuhannya dan penyedia juga membutuhkan masyarakat untuk dapat menjamin eksistensinya mengenai kategori masyarakat yang membutuhkan fasilitas pelayanan adalah seluruh lapisan penduduk.


(42)

Keadaan ini pada dasarnya juga merupakan suatu akibat dari proses pertumbuhan kota dimana secara keseluruhan kota akan mengalami 4 proses perubahan yaitu (Ratcliff, 398-405 dalam TA Riri S, 2002):

1. Perluasan fisik yaitu pengisian dan perluasan areal kearah pinggir kota yang pada umumnya disepanjang jalur utama regional dan juga pembentukan wilayah-wilayah baru di kawasan pinggir kota.

2. Pergeseran yaitu perubahan struktur kota akibat pergeseran penggunaan yang disebabkan karena adanya penyesuaian penggunaan terhadap kebutuhan pelayanan baru.

3. Pergerakan wilayah perumahan yaitu perpindahan atau pergeseran wilayah perumahan karena motif ekonomi dan kebutuhan sosial penduduk.

4. Pergeseran ekonomi yaitu pergantian fungsi ekonomi akibat adanya peningkatan nilai tanah.

Demikian bahwa proses perubahan diatas terjadi terus selama kota itu tumbuh dan berkembang dari masalah-masalah nyata yang timbul sebagai akibat perubahan tadi secara keseluruhan antara lain adalah :

1. Penggunaan tanah yang tidak teratur, salah satu diantaranya disebabkan karena terkonsentrasinya aktifitas dan fasilitas dipusat kota yang menyebabkan pula timbulnya masalah-masalah lalu lintas dipusat kota.

2. Kepadatan yang tinggi pada kawasan-kawasan tertentu khususnya dipusat kota sehingga menyebabkan penurunan standar lingkungan dan kebutuhan sosial dalam hal penyediaan sarananya.


(43)

3. Desakan-desakan yang terjadi dipusat kota (terjadinya Proses Invasi dan Suksesi) menyebabkan terjadinya perkembangan fisik dikawasan pinggir kota yang menjalar mengikuti jaringan jalan dimana akibat-akibat yang dapat terjadi dari pola perkembangan semacam ini adalah (Ditjen Cipta Karya, 1973):

 Pengaturan pengadaan prasarana yang mahal dan sulit.

 Timbulnya kepadatan lalu lintas di jalur-jalur jaringan urat nadi lalu lintas, yang dapat menimbulkan masalah-masalah yang menghambat kegiatan pembangunan.

 Pola perkembangan kota yang menjalar akan menghilangkan dasar-dasar kesatuan hidup kota yang amat diperlukan dalam membina kehidupan kota yang sehat.

Sebagian besar kegiatan produktif di suatu wilayah terjadi atau berada pada gedung-gedung dan antar gedung. Gedung-gedung tersebut dapat merupakan kantor-kantor, pabrik, toko, pasar, sekolah, rumah sakit, terminal, gedung pertemuan, bioskop, masjid, dan lain sebagainya. Pembangunan gedung - gedung tersebut berkembang cepat, bahkan sebagian tidak terarah atau tidak terkontrol dengan baik. Dalam hubungan ini pemerintah daerah harus berusaha menciptakan lingkungan fisik perkotaan (urban setting) yang serasi dan harmonis.

2.2.3 Tinjauan Sistem Pusat-pusat Pelayanan

Proses perkembangan suatu wilayah akan dipengaruhi oleh peran dan fungsi wilayah lain. Implikasi yang terjadi dari adanya pengaruh tersebut adalah terwujudnya keterkaitan antar wilayah yang berupa hubungan yang saling


(44)

menguntungkan atau ketergantungan antara suatu wilayah dengan wilayah lain. Suatu wilayah yang telah berkembang menjadi kota akan membentuk suatu sistem dengan wilayah lainnya yang mencakup keseluruhan dari sistem sosial, sistem mekanik, serta sistem ekonomi yang merupakan sistem yang kompleks dan menghasilkan suatu pola hubungan yang sitematis. Perwujudan dari pola hubungan yang sistematis tersebut adalah berupa hubungan wilayah (desa) yang akan membentuk sistem, dimana setiap wilayah mempunyai hubungan dengan wilayah yang lebih tinggi dan lebih rendah, area pelayanan berdasarkan sistem yang terbentuk dan terjadi interaksi antar area pelayanan.

Hubungan keruangan tersebut dapat diinterpretasikan melalui pengorganisasian ruang yang meliputi ukuran (jumlah), bentuk, pola keruangan dan fungsi fasilitas. Komponen-komponen fasilitas tersebut digunakan untuk rnenentukan hirarki fungsi permukiman serta keterkaitannya dengan wilayah belakangnya (Pushkar K.Pradhan dalam Andry Andreas N, 2006:14)

Walter Christaller, seorang ahli geografi Jerman dalam bukunya "Central Place in Southern Germany", menjelaskan konsep yang menekankan pada tingkatan skala dan perkiraan ambang, dimana ia mengasumsikan pada wilayah homogen dan dengan distribusi penduduk yang merata. Penduduk pada wilayah homogen tersebut memerlukan pelayanann barang dan jasa yang memiliki dua karakteristik utama, yaitu:


(45)

1. Skala

Skala dari barang adalah suatu keadaaan yang telah dilampaui seseorang untuk siap membeli barang tertentu yang dibutuhkannya, misalnya seseorang akan lebih mampu membeli makan / minum dari pada perhiasan.

2. Ambang

Ambang adalah suatu jumlah penduduk minimum yang dapat mendukung kegiatan tersebut untuk dapat berjalan sebagaimana mestinya. Misalnya, toko kecil (warung rokok) dan super market. Warung rokok hanya memerlukan jumlah penduduk yang relatif kecil untuk melangsungkan kegiatannya dibandingkan jumlah penduduk minimum yang dibutuhkan super market. Jadi dapat dikatakan bahwa warung rokok memiliki tingkat ambang yang kecil dan super market memiliki tingkat ambang yang besar.

Kunci keberhasilan pertumbuhan ekonomi adalah terciptanya hubungan timbal balik antara daerah perkotaan dan pedesaan. Hubungan ini akan timbul dari interaksi antar hirarki tempat-tempat pemusatan yang akan menciptakan sistem pertukaraan yang saling berhubungan dan mengefisienkan penggunaan fasilitas dan prasarana pelayanan. Dengan demikian, penggambaran dari hirarki fungsional yang terintegrasi antar pusat-pusat permukiman merupakan masalah utama dalam pertumbuhan ekonomi.

Sehingga dengan beberapa pertimbangan mengenai pusat-pusat pelayanan seperti yang disebutkan di atas, adapun kegunaan teori tempat - tempat pemusatan dalam pembangunan regional (John Glasson, terjemahan Sitohang, 1977:159):


(46)

1. Dapat digunakan untuk memahami struktur ruang perwilayahan.

2. Pada dasarnya teori tempat-tempat pemusatan berlaku umum, dimana pun akan tetap sama, yang mungkin berbeda adalah jarak tiap kota dengan jumlah penduduknya ataupun kualitas jasa-jasa yang ada.

3. Dapat digunakan untuk model perencanaan dengan salah satu alasan adalah adanya jaringan yang kuat yang mempunyai arti bahwa perencanana suatu daerah harus memperhatikan implikasinya terhadap daerah sekitar.

4. Dapat digunakan untuk mendeflnisikan konsep-konsep yang sangat penting bagi perencanaan regional. Seperti hirarki fungsi pusat, lingkup pasar dan penduduk ambang.

2.2.4 Kriteria Pemilihan Lokasi Pusat pelayanan

Konsep penentuan pusat pelayanan didasarkan atas range dan threshold

yaitu (Jayadinata dan Pramandika : 141):

1. Jarak yang ditempuh orang untuk mendapatkan barang kebutuhannya.

2. Jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk kelancaran dan keseimbangan supply barang.

Penentuan pusat pelayanan dalam skala kota dan wilayah perlu memenuhi kriteria pengukuran tingkat perkembangan daerah sebagai berikut:

1. Ukuran Sumber daya manusia

Tingkat perkembangan daerah yang dipengaruhi oleh aktivitas penduduk. Penduduk merupakan faktor utama dalam merencanakan suatu kota atau wilayah. Faktor utama penduduk yaitu lapangan pekerjaan, penyebaran dan kepadatan penduduk. Tujuan dan ukuran sumber daya ini yaitu didalam penentuan suatu


(47)

pusat pelayanan ini ditujukan untuk menjadikan penduduk sebagai indikator dalam pertimbangan penentuan pusat pelayanan.

2. Sumber daya alam

Sumber daya alam yang telah digarap dan mempunyai peranan dalam perkembangan suatu daerah. Kelayakan suatu lahan yang merupakan daya tampung dan daya dukung suatu lahan dapat mempengaruhi perkembangan fisik pembangunan suatu pusat pelayanan. Sumber daya alam yang dipertimbangkan dalam hal ini yaitu sumber daya tanah yang berupa lahan, lahan yang ada akan dijadikan sebagai daerah limitasi.

3. Ukuran aktivitas ekonomi

Berkaitan dengan tingkat tenaga kerja dalam lapangan pekerjaan yaitu menggambarkan seberapa besar usaha yang dilakukan oleh penduduk dalam pemanfaatan sumber daya wilayah tersebut.

4. Ukuran Kelengkapan fasilitas

Ukuran kelengkapan fasilitas berkaitan dengan kemampuan suatu fasilitas dalam melayani aktivitas penduduknya. Apabila suatu daerah mempunyai fasilitas yang lengkap maka daerah tersebut dapat berperan sebagai pusat pelayanan. 5. Ukuran Akses

Merupakan keterkaitan antara pusat-pusat lingkungan dalam menampung pola pergerakan penduduk.

Pembagian wilayah pelayanan untuk mendorong perkembangan dan pertumbuhan kawasan atau kota secara optimal maka harus dimulai dari sub


(48)

didasarkan pada aspek-aspek perkembangan kawasan. Karakteristik fisik dasar, jumlah penduduk dan tingkat kemudahan pencapaian. Atas dasar pertimbangan diatas maka pembagian wilayah pelayanan harus memperhatikan faktor-faktor di wilayah tersebut yaitu:

1. Adanya dominasi kegiatan tertentu, dimana pengelompokan kegiatan-kegiatan tersebut dalam suatu wilayah akan lebih menguntungkan baik dalam segi pengadaan prasarana dan sarana, interaksi antara kegiatan sejenis.

2. Batasan kemampuan jangkaun pelayanan (radius pelayanan) fasilitas-fasilitas sosial ekonomi, jaringan jalan (transportasi) dan pertimbangan prospek lahan yang akses terhadap wilayah.

3. Daya tampung penduduk di masa yang akan datang di masing-masing kelurahan atau desa.

2.2.5 Hirarki Pusat Pelayanan

Pemakaian analisis skalogram, indeks bobot sentral, dan distribusi frekuensi secara bersamaan, membuat para perencanan tata permukiman mampu membedakan empat level permukiman dalam suatu kawasan. Keempat level tersebut ditentukan berdasarkan kriterianya masing-masing, (Rondinelli; 1985: 127-130) yaitu:

1. Level I : semua pusat mempunyai minimal 60 dari 64 fasilitas dan pelayanan yang digunakan dalam skalogram, pemusatan, dan analisa distribusi fungsional dan minimal setengahnya harus tersebar merata.

2. Level II : semua pusat mempunyai minimal 30 dari 64 fasilitas dan pelayanan dan minimal tujuh diantaranya tersebar.


(49)

3. Level III : semua pemukiman mempunyai minimal 10 dari 64 fasilitas dan pelayanan dan minimal dua harus tersebar merata.

4. Level IV : semua pemukiman mempunyai kurang dari 10 fasilitas dan pelayanan.

Hirarki pusat-pusat pelayanan yang terdiri dari batas ambang jumlah penduduk, kelengkapan fasilitas, batas ambang jarak pelayanan, serta aktivitas suatu pusat pelayanan dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini :


(50)

Tabel 2.2 Hirarki Pusat-Pusat Pelayanan Tipe Radius

Pelayanan (km) Jumlah Penduduk Contoh Fasilitas Pelayanan Contoh Aktivitas Kota Besar 100-500

800.000-20.000.000

• Universitas • Rumah Sakit

Umum • Pusat Perdagangan Internasional •Pusat Kementerian • Perindustrian besar • Perdagangan Nasional/ Internasional • Pusat Pemerintahan Nasional, Dsb Kota Sedang

50-100

200.000-800.000

• SMU • Rumah Sakit

Daerah • Supermarket. • Dsb • Agroindustri • Pusat Pemerintahan Regional Kota Kecil 15-50

2.500-25.000

• SMP • Puskesmas • Pasar Permanen,

Dsb

• Industri Kecil • Pusat Pemerintahan Daerah Pusat lokal/desa Besar

7,5-15 1000-2.500 • SD

• Apotik/Klinik • Pasar Mingguan,Dsb •Industri Kerajinan • Pertanian • Pusat Pemerintahan Desa

Desa Kecil 2,5-7,5 100-1.000 •SD Inpres Bidan • Warung, Dsb

• Pertanian

(Sumber: United Nation, 1979)

Sistem hirarki pelayanan yang terbentuk dalam menjalankan fungsinya sebagai fungsi pelayanan, memiliki batas skala dan ambang seperti yang dijelaskan. Secara konkret batas tersebut tercermin melalui jangkauan pelayanan yang terdiri dari regional, distrik, sub distrik dan lokal. Dalam menganalisis


(51)

pusat-pusat pelayanan menurut besar jangkauan pelayanan dapat dibedakan ke dalam empat (4) bagian yaitu (ESCAP dalam Andry Andreas: 17) :

1. Pusat Regional

Pusat ini merupakan simpul dengan sarana dan prasarana yang menghubungkan dengan perekonomian nasional, juga merupakan pusat yang berperan sebagai mata rantai yang menghubungkan ekonomi nasional dengan ekonomi pedesaan. Jumlah penduduk yang dilayani pusat tersebut berjumlah maksimum 800.000 jiwa, dan lebih dari itu dapat dikatakan kota unggul. Radius pelayanan pusat antara 50-100 km dengan luas pelayanan antara 7.500-30.000 km2

2. Pusat Distrik

, penduduk pada pusat maksimum berjumlah 100.000 jiwa dan jarang yang melebihi dari itu.

Merupakan pusat yang lebih rendah tingkat hirarkinya dari pusat regional. Jumlah penduduk yang dilayani antara 20.000-200.000 jiwa, rata-rata sebesar 50.000 jiwa, dengan radius jangkauan pelayanan sebesar 15-50 km dan dengan luas pelayanan antara 700-1.500 km2

3. Pusat Sub Distrik

, pusat ini merupakan pusat pedesaan terbesar, penduduknya hidup dari sejumlah pelayanan dan jasa yang dimanfaatkan oleh penduduk yang tinggal di wilayah pengaruhnya. Pusat distrik merupakan mata rantai antara daerah sekitarnya dengan pusat (kota) regional.

Merupakan pusat yang lebih rendah tingkat hirarkinya dari pusat distrik. Jumlah penduduk yang dilayani antara 5.000-20.000 jiwa, rata-rata sebesar 8.000


(52)

jiwa, dengan radius jangkauan pelayanan sebesar 7,5-15 km dan dengan luas pelayanan antara 200-700 km2

4. Pusat Lokal

.

Merupakan pusat yang lebih rendah tingkat hirarkinya dari pusat sub distrik. Jumlah penduduk yang dilayani antara 500-5.000 jiwa, rata-rata sebesar 2.000 jiwa, dengan radius jangkauan pelayanan sebesar 2,5-7,5 km dan dengan luas pelayanan antara 25-200 km2

, pusat pelayanan lokal merupakan pusat pelayanan paling kecil yang melayani batas administrasi desa masing-masing.

Melalui standar radius pelayanan, maka pembagian empat kategori jangkauan pelayanan tersebut, dapat didistribusikan berdasarkan karakter wilayah masing-masing. Selanjutnya, untuk mendapatkan kategori kependudukan, maka setiap radius wilayah yang dilayani oleh pusat pelayanan merupakan kategori kependudukan dan sebagai parameter. Untuk lebih lengkapnya, kategori yang ditawarkan oleh ESCAP dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini (United Nation, 1979 dalam Sofi Revilia Kurniadi: 29) :


(53)

Tabel 2.3

Hirarki Pusat-Pusat Pelayanan Menurut Jangkauan Pelayanan dan Jumlah Penduduk

Ran-king

Tipe Level Radius Pelayanan

(km)

Luas Pelayanan

(km2)

Jumlah Penduduk yang dilayani Penduduk Pada Pusat pelayanan

Kota Kabupaten Pusat Regio-nal 100 - 50 30.000 - 7.500 800.000 - 200.000 100.000 50.000 25.000

Desa Kota

Kecamatan Pusat Distrik 50 25 15 7.500 2.000 700 200.000 50.000 20.000 25.000 1.000 500

Desa Kota Lokal Pusat Sub Distrik 15 10 7.5 700 300 200 20.000 8.000 5.000 2.500 1.000 500

Desa Pelayanan Desa Pusat Lokal 7.5 5 2.5 200 75 25 5.000 2.000 500 1.000 500 100 Sumber :ESCAP, 1979

2.3. Pengertian Fasilitas Kota

Fasilitas adalah salah satu unsur atau elemen dari ruang kota yang keberadaannya sangat penting dalam melayani kehidupan masyarakat kota dalam melakukan kegiatan sosial ekonominya Fasilitas kota dapat diartikan sebagai suatu aktifitas atau pun materi yang berfungsi melayani kebutuhan individu atau kelompok individu didalam suatu lingkungan kehidupan. Secara sistematis aktivitas maupun materi tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu fasilitas sosial dan fasilitas fisik. Fasilitas sosial dapat diartikan sebagai aktivitas ataupun materi yang berfungsi untuk melayani kebutuhan masyarakat yang


(54)

bersifat dapat memberikan kepuasan sosial, mental dan spiritual diantaranya adalah fasilitas pendidikan, fasilitas peribadatan, fasilitas kesehatan, fasilitas kemasyarakatan, fasilitas rekreasi olah raga serta pemakaman umum. Sementara fasilitas fisik adalah aktifitas yang dapat melayani masyarakat akan kebutuhan fisik yaitu utilitas umum yaitu air minum, sanitasi lingkungan, sistem drainase, gas, listrik, jalan raya, terminal, serta fasilitas rumah.

1. Pendistribusian Fasilitas Kota

Dalam pengembangan kota salah satu pendekatannya adalah dengan penyediaan fasilitas pelayanan kotanya. Pendekatan pengembangan fasilitas dapat dilihat dari dua sisi yaitu :

- Sisi Penyediaan :

Sisi penyediaan yaitu pengembangan dan pengarahan penyediaan sumber daya. Dari sumber daya yang perlu diketahui informasi, jenis pelayanan, karakteristik, tingkat pelayanan, opini, aksesibilitas, alokasi lahan pengembangan.

- Sisi Permintaan :

Sisi permintaan yaitu pengembangan dan pengarahan permintaan terhadap sumber daya. Dari sumber daya yang perlu diketahui informasi sosial ekonomi pengunjung, karateristik pengunjung, opini, perilaku pengunjung, tempat asal dan tujuan.


(55)

Pengembangan fasilitas kota juga terkait dengan faktor dalam penentuan standar perencanaan fasilitas yang terdiri dari :

- Faktor Manusia : Yaitu : jumlah penduduk;

- Faktor Lingkungan :

perkembangan, standar sosial ekonomi, nilui-nilai, potensi masyarakat, pola budaya dan antropologi.

Yaitu : fungsi, peranan sosial ekonomi, jaringan pergerakan, letak geografis lingkungan, sifat kepusatan lingkungan. Faktor-faktor pengembangan tersebut berpengaruh terhadap jumlah, besaran, sebaran dan hirarki pelayanan fasilitas kota.

2. Tingkat Pelayanan Fasilitas

Adapun tingkat pelayanan fasilitas sosial pada dasarnya mengungkapkan kemampuan fasiltias sosial dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Sedangkan penilaian tingkat pelayanan ini ditinjau dari kemampuan daya layaknya apakah sudah sesuai dengan standar umum kebutuhan normative dan apakah memenuhi kriteria efektifitas serta efisiensi dalam melayani masyarakat.

Berdasarkan teori klasik pusat pelayanan (CPT), bahwa suatu areal pelayanan dilayani 1 pusat pelayanan dan luas areal pelayanan sebanding dengan hirarki skala pelayanan dan jangkauannya. Menurut teori ini, manusia secara alamiah selalu akan mengalami suatu proses dalam pemenuhan kebutuhannya. Manusia akan mencari suatu tempat pemenuhan kebutuhan, yang paling dekat, mudah dan murah dicapai serta yang sesuai dan dapat memenuhi selera


(56)

mempertimbangkan kegiatan usahanya sebagai tempat melayani kebutuhan yang memenuhi persyaratan mudah, menarik, dan mendapatkan konsumen lokasi yang mudah dicapai, strategis, dalam arti dapat dicapai dari semua arah secara merata dan dapat memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.

2.4 Konsep Aksesibilitas

Aksesibilitas adalah konsep yang menghubungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya (Tamin, 2000:32). Selain itu, aksesibilitas juga memiliki pengertian berupa suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain, serta tingkat kemudahan / kesulitan lokasi tersebut dicapai melalui jaringan transportasi (Black dalam tamin, 2000:32). Tingkat kemudahan / kesulitan tersebut merupakan suatu hal yang subjektif dan kualitatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu ukuran yang kuantitatif untuk menyatakannnya. Terdapat tiga besaran ukuran untuk menyatakan aksesibilitas, yaitu :

1. Jarak

Konsep yang menyatakan aksesibilitas melalui jarak merupakan konsep paling sederhana. Konsep ini menyatakan bila jarak antara dua tempat berdekatan, maka dikatakan bahwa tingkat aksesibilitas antara keduanya tinggi. Begitu juga sebaliknya bila jarak antara keduanya berjauhan, maka dikatakan bahwa tingkat aksesibilitas antara keduanya rendah.


(57)

2. Waktu Tempuh

Konsep ini menyatakan bila semakin singkat waktu yang diperlukan untuk melakukan perjalanan antar dua tempat yang berbeda, maka semakin tinggi pula tingkat aksesibilitas antar keduanya.

3. Biaya

Konsep ini menyatakan bila semakin rendah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan perjalanan antar dua tempat yang berbeda, maka semakin tinggi pula tingkat aksesibilitas antar keduanya. Ada penggunaan konsep ini, seringkali juga digunakan konsep biaya gabungan antara jumlah biaya perjalanan (tiket, parkir, bensin, dan biaya operasi kendaraan lainnya) dengan nilai waktu perjalanan. Nilai waktu perjalanan tersebut merupakan waktu tempuh perjalanan yang dinyatakan dalam satuan biaya tertentu.

2.5 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan kajian tentang pengembangan pusat-pusat pelayanan yang pernah dilakukan seperti penelitian yang dilakukan Teuku (2006) dalam tesisnya “Penentuan Pusat Pemerintahan dan Pelayanan Kabupaten Aceh Timur Berdasarkan Pengembangan Wilayah”, menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pengembangan pusat pelayanan terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Aceh Timur.

Kemudian penelitian Paula Issabel Baun (2008) dalam tesisnya “Kajian Pengembangan Pemanfaatan Ruang Terbangun di Kawasan Pesisir Kota Kupang” menyimpulkan bahwa pengembangan kawasan pesisir Kota Kupang untuk


(58)

dilakukan dengan cara antara lain renewal, rehabilitasi, revitalisasi, dan reklamasi. Pengembangan fungsi kawasan ini disesuaikan dengan karateristik pantai Kota Kupang dengan mampertimbangkan fisik kawasan pesisir, sosial ekonomi kawasan pesisir dan kebijakan kawasan pesisir Kota Kupang.

Selain itu, penelitian Erwin Harahap (2009) dalam tesisnya “Kecamatan Perbaungan Sebagai Pusat Pertumbuhan di Kabupaten Serdang Bedagai”, menyimpulkan bahwa Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai mengalami pertumbuhan tiap tahunnya, dan dalam penyediaan sarana prasarana yang ada di Kecamatan Perbaungan perlu terus ditingkatkan, baik dari sarana prasarana Pendidikan dan sarana prasarana Kesehatan yang ada sampai pada tahun 2014 berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini.

Berdasarkan penelusuran beberapa penelitian yang telah dilakukan terdahulu, tampaknya secara khusus hanya menelaah kajian tentang peranan pusat-pusat pelayanan yang masih dalam proses pembangunan belum ada. Sehingga dengan demikian penelitian ini dilakukan untuk mengkaji lebih lanjut bagaimana pengembangan pusat-pusat pelayanan yang telah ada terhadap pengembangan wilayah, pengendalian pemanfaatan ruang dan penciptaan lapangan pekerjaan di Kabupaten Serdang Bedagai.

2.6 Kerangka Penelitian

Pengembangan pusat-pusat pelayanan berperan terhadap pengembangan wilayah, pemanfaatan ruang dan penciptaan lapangan pekerjaan di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai. Ketiga aspek tersebut diharapkan akan berperan positif bagi pengembangan pusat-pusat pelayanan yang ada di wilayah Kabupaten


(59)

Serdang Bedagai. Berikut kerangka penelitian yang dapat digambarkan dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini:

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian

PUSAT-PUSAT PELAYANAN

PENGEMBANGAN

WILAYAH

PEMANFAATAN

RUANG

PENCIPTAAN LAPANGAN PEKERJAAN

PENGEMBANGAN

PUSAT-PUSAT PELAYANAN

PERDA KAB.SERDANG BEDAGAI NO.22 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA RTRW KAB.SERDANG

BEDAGAI TAHUN 2006-2016 PEMBENTUKKAN KAB.SERDANG BEDAGAI BERDASARKAN


(60)

2.7 Hipotesis

Hipotesis pada studi ini adalah Kajian Pengembangan Pusat-pusat Pelayanan di Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai adalah sebagai berikut :

1. Pengembangan pusat-pusat pelayanan di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai memiliki pengaruh positif terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Pengembangan pusat-pusat pelayanan di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai memiliki pengaruh positif terhadap pemanfaatan ruang di Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Pengembangan pusat-pusat pelayanan di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai memiliki pengaruh positif terhadap penciptaan lapangan pekerjaan di Kabupaten Serdang Bedagai.


(61)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian pada studi ini adalah Kabupaten Serdang Bedagai dengan luas wilayah + 1.900,22 km2

 Utara : Berbatasan dengan Selat Malaka

, yang terdiri dari 17 Kecamatan dan 243 desa / kelurahan, dengan batas administrasi wilayah adalah sebagai berikut :

 Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Simalungun

 Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

 Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Batu Bara dan Kabupaten Simalungun

Pemilihan Kabupaten Serdang Bedagai sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu kabupaten yang terbentuk dari hasil pemekaran dimana memiliki luas wilayah yang sangat luas.

3.2 Populasi dan Sampel

Sebelum melakukan sampel didaerah penelitian perlu diketahui terlebih dahulu populasi penelitian. Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga (Singarimbun, 1995). Populasi merupakan keseluruhan penduduk atau individu yang dimaksudkan untuk diselidiki. Pendapat lain mengatakan bahwa populasi adalah kumpulan dari ukuran-ukuran tentang sesuatu yang ingin kita buat inferensi. Maka yang dijadikan populasi dalam


(62)

penelitian “Kajian Pengembangan Pusat-pusat Pelayanan di Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai” ini dibatasi dalam lingkup spasial penelitian yaitu 3 (tiga) Kecamatan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai yaitu Kecamatan Perbaungan, Kecamatan Sei Rampah dan Kecamatan Dolok Masihul.

Sampel adalah sebagian wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto, 2006). Pengambilan sampel ini dimaksudkan untuk mengefisiensikan waktu, tenaga dan biaya. Sampel yang akan diambil dalam penelitian harus mewakili populasi, dimana semakin heterogen kondisi populasi maka semakin besar sampel yang dibutuhkan. Suatu model sampel yang ideal mempunyai 4 (empat) sifat yaitu :

1. Dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti;

2. Sederhana hingga mudah dilaksanakan;

3. Dapat menentukan presisi dari hasil penelitian dengan menentukan penyimpangan baku (standar) dari taksiran yang diperoleh;

4. Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya serendah-rendahnya (Teken dalam Singarimbun, 1989).

Penentuan besarnya sampel yang akan dijadikan responden dengan mengikuti pendapat Arikunto (2006) yang mengatakan bahwa apabila populasi kurang dari 100 orang maka sampel diambil secara keseluruhan, sedangkan populasi diatas 100 orang maka sampel diambil 10% - 15% atau 20% - 25% dari populasi. Dalam penelitian ini, populasi dari 3 (tiga) kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai yang terdiri dari Kecamatan Perbaungan, Kecamatan Sei


(63)

Rampah dan Kecamatan Dolok Masihul lebih dari 100 orang maka sampel diambil 10% - 15 % dari seluruh populasi yang ada. Pengambilan sampel berdasarkan jumlah populasi yang ada dapat kita lihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 3.1

Jumlah Penduduk di ke-3 (tiga) Kecamatan Kabupaten Serdang Bedagai

No Kecamatan Jumlah Penduduk 10 % Keterangan

1 Perbaungan 103.016 103

2 Sei Rampah 67.025 67

3 Dolok Masihul 54.000 54

TOTAL 224.041 224

Sumber : Kabupaten Serdang Bedagai Dalam AngkaTahun 2012

Dari ke 3 (tiga) Kecamatan tersebut yaitu Kecamtan Perbaungan, Kecamatan Sei Rampah dan Kecamatan Dolok Masihul, maka jumlah keseluruhan penduduknya adalah 224.041 jiwa. Sehingga sampel yang diambil secara keseluruhan yaitu 224 sampel. Responden akan diajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan berbagai permasalahan yang ada dalam kuesioner maupun pedoman wawancara, observasi disamping diberi kesempatan untuk mengemukakan berbagai pandangan secara bebas dan terbuka.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data pada dasarnya meliputi metode pengambilan data sekunder dan metode pengambilan data primer yaitu:


(64)

1. Metode pengambilan data sekunder adalah metode pengumpulan data dengan mendatangi instansi terkait untuk mendapatkan data tertulis dari topik yang akan dikaji.

2. Metode pengambilan data primer adalah teknik pengumpulan data dengan survey langsung ke wilayah penelitian untuk mendapatkan data – data primer berupa kondisi lapangan, sehingga diharapkan dapat melengkapi data sekunder di lapangan dan validitas data yang digunakan menjadi lebih baik. 3. Kuesioner disusun dalam bentuk pertanyaan tertulis yang diajukan kepada

responden untuk mendapatkan potensi dan peluang, kelemahan, kekuatan serta ancaman yang ada dikawasan penelitian.

4. Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan informasi secara langsung kepada masyarakat setempat yang tinggal disekitar kawasan penelitian. Pembicaraan berupa beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

3.4 Teknik Observasi yang Dilakukan

Teknik observasi yang dilakukan adalah teknik observasi langsung dan tidak langsung meliputi :

1. Mengamati dan mencari data baik langsung (survey) maupun data instansional ke Dinas Tarukim, Kebersihan dan Pertamanan dan Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai tentang kondisi perencanaan pengembangan pusat-pusat pelayanan diwilayah Kabupaten Serdang Bedagai.


(65)

(66)

(67)

(68)

(69)

3.5 Variabel Penelitian

Variable penelitian dalam penelitian ini yaitu :

1. Variable Terikat (Dependent Variable) pada penelitian ini adalah :

 Aspek pengembangan wilayah

 Aspek pemanfaatan ruang

 Aspek penciptaan lapangan pekerjaan; dan

2. Variabel Bebas (Independent Variable) pada penelitian ini adalah pengembangan pusat-pusat pelayanan di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai.

3.6 Uji Kualitas Data

Penelitian yang mengukur variabel dengan menggunakan instrumen kuesioner harus dilakukan pengujian kualitas terhadap data yang diperoleh. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan reabilitas dan validitas sebab kebenaraan data yang diolah sangat menentukan kualitas hasil penelitian. Indriantoro dan Supomo (1999) menyatakan bahwa ada dua konsep mengukur kualitas data, yaitu reabilitas dan validitas. Data yang telah dikumpulkan berdasarkan persepsi responden kemudian dikuantitatifkan agar dapat dilakukan uji statistik. Untuk menguji kesahihan persepsi responden digunakan uji kualitas data kuesioner kepada seluruh responden.

3.6.1 Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur ketepatan suatu item dalam kuesioner atau skala, apakah item-item pada kuesioner tersebut sudah tepat dalam


(1)

Reliability Dan Validitas Penciptaan Lapangan Pekerjaan

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N % Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0 Total 30 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items .936 5

Item Statistics

Mean Std. Deviation N lapangan1 3.40 1.163 30 lapangan2 3.57 1.073 30 lapangan3 3.40 1.037 30 lapangan4 3.47 1.167 30 lapangan5 3.40 1.133 30

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted lapangan1 13.83 15.937 .810 .926 lapangan2 13.67 16.782 .782 .930 lapangan3 13.83 15.937 .941 .903 lapangan4 13.77 16.185 .773 .933 lapangan5 13.83 15.799 .858 .917

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items 17.23 24.806 4.981 5


(2)

Reliability Dan Validitas Pengembangan Wilayah

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N % Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0 Total 30 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items .899 5

Item Statistics

Mean Std. Deviation N wilayah1 3.47 1.106 30 wilayah2 3.50 1.009 30 wilayah3 3.47 .973 30 wilayah4 3.33 1.093 30 wilayah5 3.67 1.028 30

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted wilayah1 13.97 11.826 .829 .858 wilayah2 13.93 11.857 .933 .836 wilayah3 13.97 12.033 .944 .835 wilayah4 14.10 13.266 .615 .907 wilayah5 13.77 14.530 .481 .931

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items 17.43 19.357 4.400 5


(3)

Reliability Dan Validitas Pengembangan Pusat-Pusat Pelayanan

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N % Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0 Total 30 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items .838 5

Item Statistics

Mean Std. Deviation N pusat1 3.23 1.194 30 pusat2 3.50 1.075 30 pusat3 3.37 1.098 30 pusat4 3.23 1.040 30 pusat5 3.63 1.098 30

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted pusat1 13.73 11.582 .669 .798 pusat2 13.47 13.706 .451 .855 pusat3 13.60 12.248 .650 .803 pusat4 13.73 12.409 .676 .797 pusat5 13.33 11.471 .776 .767

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items 16.97 18.447 4.295 5


(4)

(5)

(6)