Penentuan Konsentrasi Kandungan Logam Arsenik, Kromium Dan Merkuri Berdasarkan Sampling Point (Lokasi) Pengeluaran Air Limbah PT. Smart Tbk (Sinarmas Group) Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom

(1)

(2)

LAMPIRAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 82 TAHUN 2001 TANGGAL 14 DESEMBER 2001

TENTANG

PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas

PARAMETER SATUAN KELAS KETERANGAN

I II III IV FISIKA

Temperatur 0C deviasi 3 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 5

Deviasi temperatur dari keadaan alamiahnya Residu

Terlarut

mg/L 1000 10000 10000 2000

Residu Tersuspensi

mg/L 50 50 400 400 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, residu tersuspensi ≤ 5000 mg/L

KIMIA ANORGANIK

pH 6-9 6-9 6-9 5-9

Apabila secara alamiah di luar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah

BOD mg/L 2 3 6 12

COD mg/L 10 25 50 100

DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas

minimum Total

fosfat sebagai P

mg/L

0,2 0,2 1 5

NO3

sebagai N

mg/L

10 10 20 20

NH3-N mg/L 0,5 (-) (-) (-)

Bagi perikanan, Kandungan amonia bebas untuk ikan yang peka ≤ 0,02 mg/L sebagai NH3


(3)

Arsen mg/L 0,05 1 1 1

Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2

Barium mg/L 1 (-) (-) (-)

Boron mg/L 1 1 1 1

Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05

Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01

Khrom (VI)

mg/L

0,05 0,05 0,05 0,01

Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Cu

≤ 1 mg/L

Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-)

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Fe

≤ 5 mg/L

Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Pb

≤ 0,1 mg/L

Mangan mg/L 0,1 (-) (-) (-)

Air Raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005

Seng mg/L 0,005 0,005 0,005 2

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Zn

≤ 5 mg/L

Khlorida mg/L 600 (-) (-) (-)

Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-)

Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 (-)

Nitrit

sebagai N mg/L 0,06 0,06 0,06 (-)

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, NO ≤ 1 mg/L


(4)

MIKROBIOLOGI

Fecal

coliform jml/100 ml 100 1000 2000 2000

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, fecal coliform ≤

2000 jml/ 100 ml dan total coliform ≤ 10000 jml/100 ml

Total

coliform jml/100 ml 1000 5000 10000 10000

RADIOAKTIVITAS Gross-A

Bq/L 0,1 0,1 0,1 0,1

Gross-B

Bq/L 1 1 1 1

KIMIA ORGANIK

Minyak dan

Lemak ug/L 1000 1000 1000 (-)

Detergen

sebagai MBAS ug/L 200 200 200 (-)

Senyawa Fenol ug/L 1 1 1 (-)

Sebagai Fenol ug/L

BHC ug/L 210 210 210 (-)

Aldrin/Dieldrin ug/L 17 (-) (-) (-)

Chlordane ug/L 3 (-) (-) (-)

DDT ug/L 2 2 2 2

Heptachlor

dan ug/L

Heptachlor epoxide

Lindane ug/L 56 (-) (-) (-)

Methoxyclor ug/L 35 (-) (-) (-)

Endrin ug/L 1 4 4 (-)


(5)

Keterangan :

mg = miligram

ug = mikrogram ml = militer

L = liter

Bq = Bequerel

MBAS = Methylene Blue Active Substance ABAM = Air Baku untuk Air Minum Logam berat merupakan logam terlarut

Nilai di atas merupakan batas maksimum, kecuali untuk pH dan DO. Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum. Nilai DO merupakan batas minimum.

Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termasuk, parameter tersebut tidak dipersyaratkan

Tanda ≤ adalah lebih kecil atau sama dengan Tanda < adalah lebih kecil


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tanggal 14 Desember 200 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Arceivala, S.J. 2000. Wastewater Treatment for Pollution Control. Second Edition. New Delhi : McGraw – Hill Publishing Company Limited.

Bender, G.T. 1987. Principle of Chemical Instrumentation. London : W.B. Saunders Company.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Fifield, F.W. 1987. Principle And Practice Of Analytical Chemistry. Second edtion. New York : Intenational Textbook Company Limited.

Gandjar, I.G. dan Abdul Rohman. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan ketiga. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Khopkar, S.M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Penerbit UI-PRESS Linsley, R.K. 1979. Teknik Sumber Daya Air. Jakarta : Erlangga.

Maria, S. 2009. Penentuan Kadar Logam Besi (Fe) Dalam Tepung Gandum Dengan Cara Destruksi Basah Dan Kering Dengan Spektrofotometri Serapan Atom Sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3751-2006.

Diakses pada tanggal 4 Mei 2012.

Panduan Tatacara Penulisan Tugas Akhir. 2010. Dokumen Nomor Akad/05/2005. Medan : Fakultaas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Sutrisno, C.T 2006. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Cetakan Keenam. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Vogel. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif. Edisi Kelima. Jakarta : PT Kalman Media Pusaka.


(7)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Desain Penelitian

Sampel diambil dengan metode purpose composite sampling pada pagi hari ketika debit air tidak begitu besar berkisar 5 – 150 m3/detik. Sampel diambil pada tiga titik, masing – masing pada jarak ⅓ dan ⅔ lebar sungai pada kedalaman ½ x kedalam sungai kemudian kedua sampel itu dicampurkan menjadi satu. Sampel kemudian dimasukan ke dalam botol kaca berwarna gelap tanpa gelembung. Sampel diambil di kawasan penduduk berpemukiman di sekitar sungai dimana masih banyak warga sekitar yang memanfaatkan air tersebut untuk keperluan sehari – hari. Sampel kemudian di bawa pada hari itu juga ke laboratorium untuk di destruksi dan kemudian dianalisis dengan spektrofotometer serapan atom. (Effendi, 2003)

3.2 Alat – alat

Alat – alat yang digunakan untuk analisis adalah spektrofotometer serapan atom Shimadzu AA 6300 tipe celah rangkap dan kisaran panjang gelombang 185 nm – 900


(8)

3.2 Bahan – bahan

Adapun bahan – bahan yang dibutuhkan dalam analisis antara lain dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 3.1. Bahan – bahan yang diperlukan untuk analisis

No Bahan Kemurnian Merek

1 HNO3 65 % p.a E. Merck

2 NH4OH 10 % p.a E. Merck

3 As(NO3)3.8H2O Kristal p.a E. Merck

4 CrSO4.6H2O Kristal p.a E. Merck

5 HgSO4.4H2O Kristal p.a E. Merck

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Pembuatan Larutan Standar

I. Larutan Standar Arsenik (As)

a. Pembuatan larutan induk As 1000 mg/L

Ditimbang dengan teliti 0,7857 g kristal As(NO3)2.8H2O p.a dalam

labu takar 250 ml larutkan dengan lebih kurang 1 ml HNO3 pekat,

kemudian encerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.


(9)

b. Pembuatan larutan standar As 100 mg/L

Dipipet 10 ml larutan induk As 1000 mg/L kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml lalu diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

c. Pembuatan larutan standar As 10 mg/L

Dipipet 10 ml larutan standar As 100 mg/L kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL lalu diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

d. Pembuatan larutan seri standar As 1,0 ; 2,0 ; 3,0 ; 4,0 ; 5,0 mg/L

Dipipet masing – masing 5 mL, 10 mL, 15 mL, 20 mL dam 25 mL dari larutan standar As 10 mg/L dan dimasukkan masing – masing ke dalam labu ukur 50 mL, lalu diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

II. Larutan Standar Kromium (Cr) a. Pembuatan larutan induk Cr 1000 mg/L

Ditimbang dengan teliti 0,7695 g kristal CrSO4.6H2O p.a lalu

masukkam ke dalam labu takar 250 ml dan larutkan dengan lebih kurang 1 ml HNO3, kemudian encerkan dengan akuades hingga garis


(10)

c. Pembuatan larutan standar Cr 10 mg/L

Dipipet 10 ml larutan standar Cr 100 mg/L kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL lalu diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

d. Pembuatan larutan standar Cr 1 mg/L

Dipipet 10 ml larutan standar Cr 10 mg/L kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL lalu diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

e. Pembuatan larutan seri standar Cr 0,1 mg/L

Dipipet 10 ml larutan standar Hg 1 mg/L kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL lalu diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

f. Pembuatan larutan seri standar Cr 0,2 ; 0,4 ; 0,6 ; 0,8 mg/L

Dipipet masing – masing 10 mL, 15 mL, 20 mL dam 25 mL dari larutan standar Cr 1 mg/L dan dimasukkan masing – masing ke dalam labu takar 50 mL, lalu diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

III. Larutan Standar Merkuri (Hg)

a. Pembuatan larutan induk Hg 1000 mg/L

Ditimbang dengan teliti 1,0038 g kristal HgSO4.4H2O p.a lalu

dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml lalu dilarutkan dengan kurang lebih 1 ml HNO3 pekat dan ditambahkan akuades hingga garis tanda


(11)

b. Pembuatan larutan standar Hg 100 mg/L

Dipipet 10 ml larutan induk Hg 1000 mg/L kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL lalu diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

c. Pembuatan larutan standar Hg 10 mg/L

Dipipet 10 ml larutan standar Hg 100 mg/L kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL lalu diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan

d. Pembuatan larutan seri standar Hg 20 ; 30 ; 40 ; 50 mg/L

Dipipet masing – masing 10 mL, 15 mL, 20 mL dam 25 mL dari larutan standar Hg 1 mg/L dan dimasukkan masing – masing ke dalam labu takar 50 mL, lalu diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.2. Pembuatan Kurva Standar

a. Kurva standar Arsenik (As)

Diukur masing – masing absorbansi larutan seri standar As 1,0 ; 2,0 ; 3 ; 4,0 dan 5,0 mg/L dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang (λ) = 335,5 nm.


(12)

c. Kurva standar Merkuri (Hg)

Diukur masing – masing absorbansi larutan seri standar Hg 10 ; 20 ; 30 ; 40 dan 50 mg/L dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang (λ) = 288,4 nm.

3.3.3. Preparasi Sampel

a. Dipipet 100 mL sampel ke dalam erlenmeyer b. Dikeringkan di atas hot plate

c. Dilarutkan dengan HNO3 pekat ± 10 mL

d. Dipanaskan hingga ± ½ volum awal di atas hot plate e. Dibiarkan hingga suhu kamar

f. Ditambahkan akuades secukupnya g. Diatur pH 3 – 4 dengan NH4OH

h. Disaring dengan kertas saring Whatman 42 ke dalam labu takar 100 mL

i. Diencerkan dengan akuades hingga garis tanda

3.3.4. Pengukuran Absorbansi Sampel

Hasil preparasi sampel diukur nilai absorbansinya dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang (λ) = 335,5 nm untuk analisis kadar logam As, panjang gelombang (λ) = 234,6 nm untuk analisis kadar logam Cr, dan panjang gelombang (λ) = 288,4 nm untuk analisis kadar logam Hg.


(13)

3.4. Perhitungan

Untuk menentukan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi dapat ditentukan dengan metode Least Square sebagai berikut :

3.4.1. Konsentrasi As pada sampel

Tabel 3.1. Data perhitungan persamaan garis regresi untuk analisis As dengan Spektrofotometri Serapan Atom

No x y xy x2

1 1,0 0,3122 0,3122 1,0

2 2,0 0,6622 1,3244 4,0

3 3,0 0,9929 2,9787 9,0

4 4,0 1,2801 5,1204 16,0

5 5,0 1,5506 7,753 25,0

n = 5 ∑x = 15 ∑y = 4,798 ∑xy = 17,4887 ∑x2 = 55,0

Keterangan : x = konsentrasi larutan seri standar y = absorbansi


(14)

��= ∑ � 5 =

4,798

5 = 0,9596

�= �(Ʃ��)− (Ʃ�)(Ʃ�)

�(Ʃ�2)(Ʃ�)2

= 5(17,4887)− (15)(4,798) 5(55)−(15)2

= 87,4435−71,97

275−225 = 0,3095

�=�� − ��̅

= 0,9596 – (0,3095 x 3,0) = 0,0311


(15)

Konsentrasi sampel dapat dihitung dengan menggunakan persamaan garis regresi yaitu :

�= � − �

� … … … … (2)

Keterangan : x = konsentrasi sampel y = absorbansi

a = kemiringan b = garis potong

Berdasarkan persamaan (2), maka konsentrasi As pada sampel adalah : Air Limbah Industri perulangan I

�=0,0172−0,0311

0,3095 =− 0,04 ��/� 0,1989 – (-0,04)

% ralat = x 100% = 120,11 % 0,1989

Air Limbah Industri perulangan II

�= 0,0183−0,0311

0,3095 =−0,04 ��/� 0,1989 – (-0,04)

% ralat = x 100% = 120,11 % 0,1989

Campuran antara Air Limbah Industri dan Air Sungai Perulangan I


(16)

Campuran antara Air Limbah Industri dan Air Sungai Perulangan II

�=0,0546−0,0311

0,3095 = 0,075 ��/� 0,8588 – 0,075

% ralat = x 100% = 91,27 % 0,8588

Air Sungai Perulangan I

�=0,0360−0,0311

0,3095 = 0,015 ��/� 0,5407 – 0,015

% ralat = x 100% = 97,22 % 0,5407

Air Sungai Perulangan II

�=0,0372−0,0311

0,3095 = 0,019 ��/� 0,5407 – 0,019

% ralat = x 100% = 96,48 % 0,5407


(17)

Konsentrasi dan % Ralat Air Limbah Industri ditunjukkan pada tabel 3.1.1, 3.1.2 dan 3.1.3 sebagai berikut :

Tabel 3.1.1. Konsentrasi dan % Ralat Air Limbah Industri Untuk Logam Arsenik (As)

No Air Limbah Industri

Konsentrasi Sampel

(x)

Ralat (%)

1 U1 − 0,04 mg/L 120,11

2 U2 − 0,04 mg/L 120,11

Keterangan :

U1 = Perulangan I U2 = Perulangan I

Tabel 3.1.2. Konsentrasi dan % Ralat Campuran Antara Air Limbah Industri dan Air Sungai Untuk Logam Arsenik (As)


(18)

Keterangan :

U1 = Perulangan I U2 = Perulangan II

Tabel 3.1.3. Konsentrasi dan % Ralat Air Sungai Untuk Logam Arsenik (As)

No Air Sungai

Konsentrasi Sampel

(x)

Ralat (%)

1 U1 0,015 mg/L 97,22

2 U2 0,019 mg/L 96,48

Keterangan :

U1 = Perulangan I U2 = Perulangan II


(19)

3.4.2. Konsentrasi Cr pada sampel

Tabel 3.2. Data perhitungan persamaan garis regresi untuk analisis Cr dengan Spektrofotometri Serapan Atom

No x y xy x2

1 0,2 0,3122 0,06244 0,04

2 0,4 0,6622 0,26488 0,16

3 0,6 0,9929 0,59574 0,36

4 0,8 1,2801 1,02408 0,64

5 1,0 1,5506 1,5506 1,00

n = 5 ∑x = 3,0 ∑y = 4,798 ∑xy = 3,4977 ∑x2 = 2,2

Keterangan : x = konsentrasi larutan seri standar y = absorbansi

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi adalah :

y = ax + b (1) Keterangan : a = kemiringan ; b = garis potong

�̅= ∑ �

� =

3,0

5 = 0,6


(20)

= 17,4885−14,394

11−29 = 1,5472

�=�� − ��̅

= 4,798 – (1,5472 x 0,6) = 3,8697


(21)

3.4.3. Konsentrasi Hg pada sampel

Tabel 3.3. Data perhitungan persamaan garis regresi untuk analisis Hg dengan Spektrofotometri Serapan Atom

No x y xy x2

1 10,0 0,3122 3,122 100

2 20,0 0,6622 13,244 400

3 30,0 0,9929 29,787 900

4 40,0 1,2801 51,204 1600

5 50,0 1,5506 77,53 2500

n = 5 ∑x = 150 ∑y = 4,798 ∑xy = 174,887 ∑x2 = 5500

Keterangan : x = konsentrasi larutan seri standar y = absorbansi

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi adalah :

y = ax + b (1) Keterangan : a = kemiringan ; b = garis potong

�̅= ∑ �

� =

150 5 = 30


(22)

= 874,435−719,7

27500−22500 = 0,0309

�=�� − ��̅

= 0,9596 – (0,0309 x 30) = 0,0326


(23)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Analisis 4.1.1. Logam Arsenik (As)

Dari percobaan yang telah dilakukan untuk logam arsenik (As) dapat dilihat pada tabel 4.1, 4.2 dan 4.3 berikut :

Tabel 4.1. Data hasil pengukuran absorbansi sampel air limbah industri PT. SMART (SINARMAS GROUP) untuk analisis logam As.

No Air Limbah

Industri

Konsentrasi As (mg/L) Absorbansi

1 U1 0,1983 0,0172

2 U2 0,1995 0,0183

Keterangan : U1 : perulangan I U2 : perulangan II


(24)

Tabel 4.2. Data hasil pengukuran absorbansi sampel campuran antara air limbah industri PT. SMART Tbk (SINARMAS GROUP) dengan air sungai Sei Pallau di kelurahan Belawan II kecamatan Medan Belawan untuk analisis logam As.

No Air Sungai Konsentrasi As (mg/L) Absorbansi

1 U1 0,8544 0,0538

2 U2 0,8632 0,0546

Keterangan : U1 : perulangan I U2 : perulangan II

Tabel 4.3. Data hasil pengukuran absorbansi sampel air sungai Sei Pallau di kelurahan Belawan II kecamatan Medan Belawan untuk analisis logam As.

No Air Sungai Konsentrasi As (mg/L) Absorbansi

1 U1 0,5353 0,0360

2 U2 0,5462 0,0372

Keterangan : U1 : perulangan I U2 : perulangan II


(25)

4.1.2. Logam Kromium (Cr)

Untuk analisis logam kromium (Cr) diperoleh hasil yang tersaji dalam tabel 4.4, 4.5 dan 4.6 di bawah ini :

Tabel 4.4. Data hasil pengukuran absorbansi sampel air limbah industri PT. SMART (SINARMAS GROUP) untuk analisis logam Cr.

No Air Limbah

Industri

Konsentrasi Cr (mg/L) Absorbansi

1 U1 0,0000 0,0002

2 U2 0,0000 0,0005

Keterangan : U1 : perulangan I U2 : perulangan II


(26)

Tabel 4.5. Data hasil pengukuran absorbansi sampel campuran antara air limbah industri PT. SMART Tbk (SINARMAS GROUP) dengan air sungai Sei Pallau di kelurahan Belawan II kecamatan Medan Belawan untuk analisis logam Cr.

No Air Sungai Konsentrasi Cr (mg/L) Absorbansi

1 U1 0,0000 0,0005

2 U2 0,0000 0,0006

Keterangan : U1 : perulangan I U2 : perulangan II

Tabel 4.6. Data hasil pengukuran absorbansi sampel air sungai Sei Pallau di

kelurahan Belawan II kecamatan Medan Belawan untuk analisis logam Cr. No Air Sungai Konsentrasi As (mg/L) Absorbansi

1 U1 0,0000 0,0007

2 U2 0,0000 0,0009

Keterangan : U1 : perulangan I U2 : perulangan II


(27)

4.1.3. Logam Merkuri (Hg)

Tabel 4.7, 4.8 dan 4.9 di bawah ini menunjukkan hasil dari analisis logam Hg yang terdapat dalam sampel air limbah industri dan air sungai :

Tabel 4.7. Data hasil pengukuran absorbansi sampel air limbah industri di PT. SMART (SINARMAS GROUP) untuk analisis Hg.

No Air Sungai Konsentrasi Hg (mg/L) Absorbansi

1 U1 0,0000 0,0017

2 U2 0,0000 0,0019

Keterangan : U1 : perulangan I U2 : perulangan II


(28)

Tabel 4.8. Data hasil pengukuran absorbansi sampel campuran antara air limbah industri PT. SMART Tbk (SINARMAS GROUP) dengan air sungai Sei Pallau di kelurahan Belawan II kecamatan Medan Belawan untuk analisis logam Hg.

No Air Sungai Konsentrasi Hg (mg/L) Absorbansi

1 U1 0,0000 0,0006

2 U2 0,0000 0,0008

Keterangan : U1 : perulangan I U2 : perulangan II

Tabel 4.9. Data hasil pengukuran absorbansi sampel air sungai Sei Pallau di

kelurahan Belawan II kecamatan Medan Belawan untuk analisis logam Hg. No Air Sungai Konsentrasi Hg (mg/L) Absorbansi

1 U1 0,0000 0,0027

2 U2 0,0000 0,0029

Keterangan : U1 : perulangan I U2 : perulangan II


(29)

4.2. Pembahasan

Pada hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa kandungan Arsenik (As) pada air limbah industri PT. SMART Tbk (SINARMAS GROUP) berkisar antara 0,1983 – 0,1995 mg/L, sedangkan untuk Kromium (Cr) adalah 0,0000 mg/L dan untuk kadar Merkuri (Hg) adalah 0,0000 mg/L. Kandungan Arsenik (As) pada campuran antara air limbah industri PT. SMART Tbk (SINARMAS GROUP) dan air sungai Sei Pallau di kelurahan Belawan II kecamatan Medan Belawan berkisar antara 0,8544 - 0,8632 mg/L, sedangkan untuk Kromium (Cr) berkisar adalah 0,0000 mg/L dan untuk kadar Merkuri (Hg) adalah 0,0000 mg/L. Kandungan Arsenik (As) pada air sungai Sei Pallau di kelurahan Belawan II kecamatan Medan Belawan (berkisar antara 0,5353 - 0,5462 mg/L, sedangkan untuk kadar Kromium (Cr) berkisar adalah 0,0000 mg/L dan untuk Merkuri (Hg) adalah 0,0000 mg/L.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air, maka kualitas air sungai Sei Pallau di kelurahan Belawan II kecamatan Medan Belawan tergolong kelas empat (IV) yaitu air yang diperuntukkannya dapat digunakan untuk mengairi peternakan, pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kadar maksimum logam yang diperbolehkan


(30)

Jika demikian maka air tidak baik digunakan masyarakat sekitar daerah tersebut dan seharusnya pemerintah bersama pihak yang terkait dapat memberikan penyuluhan terhadap serta melakukan penelitian lebih lanjut.


(31)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpilkan beberapa hal antara lain adalah :

1. Kadar logam arsenik (As) yang terkandung pada air limbah industri PT. SMART Tbk (SINARMAS) yaitu antara 0,1983 mg/L – 0,1995 mg/L, campuran antara air sungai Sei Pallau di kelurahan Belawan II kecamatan Medan Belawan dan air limbah industri PT. SMART Tbk (SINARMAS) yaitu antara 0,8544 mg/L – 0,8632 mg/L, dan air sungai Sei Pallau di kelurahan Belawan II kecamatan Medan Belawan antara 0,5353 mg/L – 0,5462 mg/L, sedangkan kadar logam kromium (Cr) pada air limbah industri PT. SMART Tbk (SINARMAS) yaitu 0,0000 mg/L, campuran antara air sungai Sei Pallau di kelurahan Belawan II kecamatan Medan Belawan dan air limbah industri PT. SMART Tbk (SINARMAS) yaitu 0,0000 mg/L, dan air sungai Sei Pallau di kelurahan Belawan II kecamatan Medan Belawan yaitu 0,0000 mg/L, dan


(32)

2. Berdsarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tanggal 14 Desember 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, maka sungai Sei Pallau kelurahan Belawan II kecamatan Medan Belawan termasuk air kelas empat (IV). Yaitu air yang diperuntukannya dapat digunakan untuk mengairi peternakan, pertanaman, dan atau peruntukann lain yang mempersyratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut, berdasarkan kandungan logam arsenik (As), kromium (Cr), dan merkuri (Hg)

5.2. Saran

Adapun saran yang akan sampaikan adalah diharapkan adanya penelitian selanjutnya terhadap kesadahan oksigen biokimiawi atau Biochemical Oxygen Demand (BOD).


(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

Semua makhluk hidup ini memerlukan air, karena air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Khususnya manusia, air diperlukan untuk berbagai keperluan, antara lain rumah tangga, industri, pertanian, dan sebagainya. Dalam memenuhi kebutuhan air, manusia selalu memperhatikan kualitas dan kuantitas air. Kualitas yang cukup diperoleh dengan mudah karena adanya siklus hidrologi, yakni siklus ilmiah yang mengatur dan memungkinkan tersedianya air permukaan dan air tanah. Namun demikian, pertambahan penduduk dan kegiatan manusia menyebabkan pencemaran sehingga kualitas air yang baik dan memenuhi persyaratan tertentu sulit diperoleh.

Dalam hal ini masalah pencemaran air dapat diidentifikasikan melalui beberapa cara, antara lain dengan pengamatan tidak langsung dan langsung. Adapun yang dimaksudkan dengan pengamatan tidak langsung melalui keluhan penduduk pemakai air leding berbau bahan kimia. Sebagian lainnya menyaksikan kematian ikan di perairan yang mereka gunakan untuk keperluan rumah tangga. Sedangkan


(34)

berbagai cara itu, dapat diidentifikasi masalah secara kasar yang menjadi titik tolaknya melakukan penelitian (Sutrisno, 2006).

Pengembangan sumber daya air (water resources) memerlukan adanya konsepsi, perencanaan, perancangan, konstruksi, dan operasi fasilitas - fasilitas untuk pengendalian dan pemanfaatan air. Pada dasarnya hal – hal tersebut merupakan tugas para insinyur sipil, tetapi jasa – jasa para ahli di bidang lain juga dibutuhkan. Masalah sumber daya air juga merupakan urusan para ahli ekonomi, politik, geologi, insinyur listrik dan mesin, ahli kimia, biologi, setiap para ahli di bidang ilmu pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan sosial lainnya. Setiap proyek pengembangan sumber daya air akan menghadapi seperangkat kondisi fisik yang unik yang harus di atasi secara khusus ; sehingga desain baku (standar) yang menuju kepada penyelesaian yang sederhana.

Air dikendalikan dan diatur guna memenuhi berbagai tujuan yang luas. Pengendalian banjir, drainasi lahan, pembuangan limbah, serta desain – desain untuk gorong – gorong jalan raya merupakan penerapan teknik sumber daya air pada pengendalian air (control of water), sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang berlebihan terhadap harta benda, gangguan terhadap masyarakat , atau kehilangan nyawa. Penyediaan air, irigasi, pengembangan tenaga - hidroelektrik, serta penyempurnaan alur pelayaran adalah contoh – contoh dari pemanfaatan air (utilitization of water) untuk tujuan – tujuan yang berguna. Pencemaran mengancam

penggunaan air untuk keperluan kota serta irigasi di samping sangat merusak nilai kehidupan sungai – oleh karenanya, pengendalian pencemaran atau pengelolaan mutu


(35)

air (water-quality management) telah menjadi tahapan yang penting dalam teknik sumber daya (Linsley, R.K. 1979).

Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus hidrologi (cyclus hydrologie). Dengan adanya penyinaran matahari, maka air yang ada di permukaan bumi akan menguap dan membentuk uap air. Karena adanya angin, maka uap air ini akan bersatu dan berada di tempat yang tinggi yang sering dikenal dengan nama awan. Oleh angin, awan ini akan terbawa makin lama makin tinggi di mana temperatur di atas makin rendah, yang menyebabkan titik – titik air jatuh ke bumi sebagai hujan. Air hujan ini sebagian mengalir ke dalam tanah, jika menjumpai lapisan rapat air akan berkurang, dan sebagian air akan mengalir di atas lapisan rapat ini. Jika air ini ke luar pada permukaan bumi, maka air ini disebut mata air. Air permukaan yang mengalir di permukaan bumi, umumnya adalah berbentuk sungai – sungai dan jika melalui suatu tempat rendah (cekung) maka air akan berkumpul, membentuk suatu danau atau telaga. Tetapi banyak diantarnya yang mengalir ke laut dan kemudian akan mengikuti siklus hidrologi ini :

1. Air laut

2. Air Atmosfer, air meteriologik 3. Air Permukaan


(36)

2. Air atmosfer, air meteorologik

Dalam keadaan murni, sangat bersih, karena dengan adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran – kotoran industri / debu dan lain sebagainya. Maka untuk menjadikan hujan sebagai sumber air minum hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan mulai turun karena masih mengandung banyak kotoran.

Selain itu air hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa – pipa penyalur maupun bak – bak reservoir (tandon), sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi (karatan). Juga air hujan ini mempunyai sifat lunak, sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun.

3. Air Permukaan

Adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada umunya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya yang diperoleh dari lumpur, batang – batang kayu, daun – daun, kotoran industri kota dan sebagainya. Beberapa pengotoran ini , untuk masing – masing air permukaan akan berbeda – beda, tergantung pada daerah pengaliran air permukaan ini. Jenis pengotorannya adalah merupakan kotoran fisik, kimia dan bakteriologi.

Setelah memahami suatu pengotoran, pada suatu air permukaan itu akan mengalami suatu proses pembersihan sendiri yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

Udara yang mengandung oksigen atau gas O2 akan membantu mengalami proses

pembusukan yang terjadi pada air permukaan yang telah mengalami pengotoran, karena selama dalam perjalanan, O2 akan meresap ke dalam air permukaan.


(37)

Panjangnya daerah perusakan ini tergantung pada :

• Sifat dan banyak pengotoran - Aliran sungai (cepat atau lambat) - Suhu/temperatur

• Kadar oksigen yang terlarut

Air permukaan ada 2 macam yaitu : a. Air sungai

b. Air rawa/danau

a. Air Sungai

Dalam penggunaanya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan pada umumnya dapat mencukupi.

b. Air rawa/danau

Kebanyakan air mana ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zat – zat organis yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan


(38)

Jadi untuk pengambilan air, sebaiknya pada kedalaman tertentu di tengah – tengah agar endapan – endapan Fe dan Mn tak terbawa, demikian pula dengan lumut yang ada pada permukaan rawa/telaga.

4. Air Tanah

Air tanah terbagi atas :

a. Air Tanah Dangkal

Terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam – garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur – unsur kimia tertentu untuk masing – masing lapisan tanah. Lapisan tanah disini berfungsi sebagai saringan. Disamping penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada muka air yang dekat dengan muka tanah, setelah menemui lapisan rapat air, air akan terkumpul merupakan air tanah dangkal dimana air tanah ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melalui sumur – sumur dangkal.

b. Air Tanah Dalam

Terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam, tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor dan masukkan pipa kedalamnya sehingga dalam suatu kedalaman (biasanya antara 100 – 300 m) akan didapatkan suatu lapisan air. Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur ke luar dan dalam keadaan ini, sumur ini disebut dengan sumur artetis.


(39)

5. Mata Air

Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitasnya sama dengan keadaan air dalam (Sutrisno, 2006).

2.2 Sifat - Sifat Air

Air memiliki karateristik yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia yang lain. Karateristik tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 00C (320F) – 1000C, air berwujud cair. Suhu 00C merupakan titik beku (freezing point) dan suhu 1000C merupakan titik didih (boiling point) air. Tanpa sifat tersebut, air yang terdapat di dalam jaringan tubuh makhluk hidup maupun air yang terdapat di laut, sungai, danau dan badan air yang lain akan berada dalam bentuk gas atau padatan; sehingga tidak akan terdapat kehidupan di muka bumi ini, karena sekitar 60% - 90% bagian sel makhluk hidup adalah air.

2. Perubahan sifat air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai penyimpan panas yang sangat baik. Sifat ini memungkinkan air tidak menjadi panas ataupun dingin dalam seketika. Perubahan suhu air yang lambat mencegah


(40)

Proses ini memerlukan energi panas dalam jumlah yang besar. Sebaliknya, proses perubahan uap air menjadi uap air menjadi cairan (kondensasi) melepaskan energi yang besar.

4. Air merupakan pelarut yang baik. Air mampu melarutkan berbagai jenis senyawa kimia. Air hujan mengandung senyawa kimia dalam jumlah yang sangat sedikit, sedangkan air laut dapat mengandung senyawa kimia hingga 35.000/liter.

5. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi. Suatu cairan dikatakan memiliki tegangan permukaan yang tinggi jika tekanan antar-molekul cairan tersebut tinggi. Tegangan permukaan yang tinggi meyebabkan air memiliki sifat membasahi suatu bahan secara baik (higher wetting ability) (Effendi, 2003).

2.4 Parameter Fisika Air

Parameter – parameter fisika yang biasa digunakan untuk menentukan kualiatas air meliputi cahaya, suhu, kecerahan dan kekeruhan, dan warna.

a. Cahaya

Cahaya yang mencapai permukaan bumi dan permukaan perairan terdiri atas cahaya yang langsung (direct) berasal dari matahari dan cahaya yang disebarkan (diffuse) oleh awan (yang sebenarnya juga berasal dari cahaya matahari). Jumlah radiasi yang mencapai permukaan perairan sangat dipengaruhi oleh awan, ketinggian dari permukaan laut (altitute), letak geografis, dan musim. Penetrasi cahaya ke dalam air sangat dipengaruhi oleh intensitas dan sudut datang cahaya, kondisi permukaan air, dan bahan – bahan yang terlarut dan tersuspensi di dalam air.


(41)

Cahaya matahari yang mencapai permukaan perairan tersebut sebagian diserap dan sebagian direfleksikan kembali.

b. Suhu

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan.

Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya. Selain itu, peningkatan suhu juga

menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen.

c. Kecerahan dan Kekeruhan

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan – bahan yang terdapat di dalam air. Padatan tersuspensi


(42)

yang hanya disebabkan oleh bahan – bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan dipisahkan terlebih dahulu. Warna tampak adalah warna yang hanya tidak disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi (Effendi, 2003).

2.5 Parameter Kimia Air

Beberapa defenisi kimia yang sering digunakan dalam penentuan parameter kimia adalah :

1. Berat atom, yaitu berat atom dari suatu unsur yang didasarkan pada berat atom isotop C12 sebagai standar.

2. Berat molekul, yaitu berat atom total dari semua atom yang terdapat dalam molekul.

3. Berat ekuivalen, yaitu perbandingan antara berat molekul dan jumlah mol dari ion H+ . Perhitungan berat ekuivalen ditunjukkan dalam persamaan :

BM

BE = (1,1) z

Keterangan : BE = Berat ekuivalen BM = Berat molekul

z = Jumlah mol H+ yang diperoleh dari 1 mol asam (untuk asam), jumlah mol H+ yang dapat bereaksi dengan 1 mol basa (untuk basa).

4. Satuan mg/liter setara dengan ppm. Konversi mg/liter menjadi ppm (bagian per sejuta atau parts per million) berlaku jika diasumsikan bahwa satu liter memiliki massa (berat) sebesar satu kilogram dan berat jenis (densitas) sama dengan satu.


(43)

Jika kadar suatu mineral mencapai 7.000 ppm, maka konversi menjadi mg/liter harus mengikuti persamaan :

mg/liter

ppm = (1,2) densitas (spesific gravity)

5. Milli-mol/liter (mmol/liter), yaitu satuan yang sering digunakan untuk menyatakan kelarutan gas dalam air. Satuan ini ditentukan dengan persamaan :

berat

mmol/liter = (1,3) berat molekul

Dalam hal kualitas air, lebih baik menggunakan satuan mg/liter dan ug/liter daripada ppm dan ppb, meskipun keduanya setara. Satuan mg/liter dan ug/liter dengan jelas menunjukkan bahwa terdapat sejumlah bobot (berat) tertentu yang dinyatakan dengan satuan mg dan g, di dalam sejumlah volume cairan yang dinyatakan dengan satuan liter. Satuan ppm dan ppb tidak dapat menggambarkan dengan jelas kadar bahan yang dimaksud ; bobot per volume atau bobot per bobot atau volume per volume dan sebagainya.


(44)

b. Kesadahan

Kesadahan (hardness) adalah gambaran kation logam divalen (valensi dua). Kation – kation ini dapat bereaksi dengan sabun (soap) membentuk endapan (prespitasi) maupun dengan anion-anion yang terdapat di dalam air membentuk endapan atau karat pada peralatan logam.

Pada perairan tawar, kation divalen yang paling berlimpah adalah kalsium dan magnesium, sehingga kesadahan pada dasarnya ditentukan oleh jumlah kalsium dan magnesium. Kalsium dan magnesium berikatan dengan anion penyusun alkalinitas, yaitu bikarbonat dan karbonat.

c. Kesadahan Oksigen Biokimiawi atau Biochemical Oxygen Demand (BOD) Dekomposisi bahan organik pada dasarnya terjadi melalui dua tahap. Pada tahap pertama, bahan organik diuraikan menjadi bahan anorganik. Pada tahap kedua, bahan anorganik yang lebih stabil, misalnya amonia mengalami oksida menjadi nitrit dan nitrat (nitrifikasi). Pada penentuan nilai BOD, hanya dekomposisi tahap pertama yang berperan, sedangkan oksidasi bahan anorganik (nitrifikasi) dianggap sebagai pengganggu.

Secara tidak langsung, BOD merupakan gambaran kadar bahan organik yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Dengan kata lain, BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikomsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar 200C selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya (Effendi, 2003)


(45)

2.3 Air Limbah

Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain dari rumah tangga, kota, industri, pertanian, dan sebagainya. Dan seperti telah disebutkan di atas, bahwa air limbah ini dapat mengakibatkan kematian bagi organisme air. Perlu diketahui, bahwa pengukuran dampak air limbah pada sistem perairan dapat diperoleh dengan berbagai macam cara, antara lain dengan menggunakan toxicity biossay. Biossay ini dilakukan untuk memperkirakan dampak air limbah pada organisme air. Dalam hal ini parameter yang diukur adalah median lethal concentration (LC50), yaitu

pada konsentrasi mana 50 % dari organisme yang diuji mengalami kematian. Banyak cara untuk menentukan LC50, dan salah satu diantaranya adalah menggunakan

beberapa akuarium kecil dengan berbagai konsentrasi air limbah, dan sebagian tanpa adanya air limbah sebagai kontrol. Organisme yang diuji dipilih ikan muda yang merupakan populasi terbesar di perairan (Sutrisno, 2006).

Air limbah domestik mengandung unsur organik dan anorganik yang disuspensi, koloid dan bentuk pemisah. Konsentrasi dalam air limbah tergantung pada konsentrasi asli pada penambahan air, dan yang dimana air tersebut digunakan secara perlahan – lahan. Iklim dan kesehatan serta habitat dari orang – orang mempunyai


(46)

dari kota ke kota tapi juga dari musim ke musim dari waktu yang sama ke waktu dalam kota.

Jarak atau selisih dari harga yang diberikan adalah sejenis untuk air limbah kota yang dimana adalah karakter domestik yang lebih banyak. Limbah pada umumnya adalah organik yang alami, mengandung “nutrisi” seperti karbon, nitrogen dan pospor diantara lainnya, yang mempengaruhi kerelatifan tinggi dari mikroorganisme. Secara cepat, penambahan unsur – unsur biologi dari unsur – unsur organik yang bertindak sama sebagai aliran limbah yang menuju parit pembuangan dalam tanah, oleh karena itu diperlukan suatu pengubahan beberapa karateristik yang berdasarkan aliran waktu. Selanjutnya semua nilai tersebut didapatkan dalam bentuk gram perkapita untuk fasilitas yang digunakan dalam tujuan perancangan dan juga digunakan sebagai perbandingan dari tempat yang berbeda. Nilai ini diberikan pada batas milligram perliter yang sesuai dengan kenyataan bahwa air tersebut digunakan secara bervariasi yang dapat menarik perhatian masyarakat, khususnya antara pengembangan daerah - daerah dan yang sedang dikembangkan.

Harga dari unsur Biochemical Oxygen Demand (BOD) biasanya mempunyai rata – rata sekitar 54 gram perorang dan perhari dimana pengelompokkan penyebabnya dilakukan secara efisien. Pada beberapa daerah yang mengalami pengembangan, harga BOD sekitar 30 ke 40 gram / hari yang semuanya digunakan sebagai produksi pembuangan air pada daerah yang tidak dapat dilalui ke bagian sistem pembuangan. Dimana kombinasi dari air pembuangan tersebut yang digunakan, harga BOD lebih tinggi kira – kira 40 % yaitu 77 gram perorang dan perhari.


(47)

Pada kantor – kantor, pabrik – pabrik, sekolah – sekolah, dan sebagainya. Harga BOD secara umum diguanakan setengah dari 54 gram perorang atau sama. Untuk restauran dan kafe makanan dari masing – masing dapat dikontribusikan oleh satu – empat 54 gram BOD. Teater dan bioskop dikontribusikan satu – enam dari 54 gram BOD perbangku. Hotel dan rumah sakit yang ditangani oleh yang lainnya, dapat dikontribusikan dalam waktu 1,5 ke 2,5 lebih daripada biasanya 54 gram dari BOD perorang dan perhari. Air limbah domestik adalah mula – mula dari sumber nutrisi sebagai nitrogen dan fosfor, paling banyak limbah industri yang sumbernya mempunyai kerelatifan sedikit pada air limbah perkotaan.

Penggunaan air limbah yang jaraknya dari 180 ke 300 1 orang paling banyak dikelompokkan pada kelompok bagian limbah dari penggunaan secara terus menerus dibeberapa kota dari daerah yang dikembangkan dapat lebih tinggi di 500 1 orang. Terakhir 80 – 85 % dari pensuplaian pensuplaian air yang dikembalikan sebagai air limbah. Kemudian, jika pensuplaiannya adalah 180 1 perorang dan perhari, aliran air limbah Q – 80 % yang diberikan oleh :

Q = (180) (0,8) = 144 = 150 1 perorang dan perhari 54 gram perorang dan perhari x 103

BOD5 = (1,4) 150 1 perorang dan perhari


(48)

Air mempunyai sifat melarutkan bahan kimia. Abel Wolman menyatakan bahwa air rumusnya adalah : H2O + X, dimana X merupakan zat – zat yang dihasilkan

air buangan manusia selama beberapa tahun. Dengan bertambahnya aktivitas manusia, maka faktor X tersebut dalam air akan bertambah dan merupkan masalah.

Faktor X merupakan zat – zat kimia yang mudah larut dalam air dan dapat menimbulkan masalah sebagai berikut :

a. Toksisitas

b. Reaksi – reaksi kimia yang menyebabkan : 1. Pengendapan yang berlebihan.

2. Timbulnya busa yang menetap, yang sulit untuk dihilangkan. 3. Timbulnya respon fisiologis yang tidak diharapkan terhadap rasa 4. Perubahan perwujudan fisik air.

Zat – zat kimia yang larut dalam air yang dapat mengganggu atau membahayakan kesehatan manusia antara lain :

a. Arsen

- Kadar maksimum yang masih dibolehkan dalam air 0,05 mg/l. - Dikenal sebagai racun.

- Chronic effect, bersifat karsinogenik dengan melalui kontak dengan arsen atau melalui makanan (food intake).


(49)

b. Merkuri (air raksa)

- Kadar maksimum yang masih dibolehkan dalam air minum 0,02 mg/l. - Dikenal sebagai racun pada pekerja dan ikan.

- Terdapat di dalam air alam kurang 1 mg/l. - Terdapat di dalam makanan 10 – 70.

c. Kromium

- Kadar maksimum yang masih dibolehkan dalam air 0,05 mg/l. - Karsinogenik pada pernafasan.

- Bersifat komulatif dalam daging tikus pada kadar mg/l (Sutrisno, 2006).

2.3 Proses Pengolahan Air

Yang dimaksud dengan pengolahan adalah usaha – usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat – sifat suatu zat. Hal ini penting artinya bagi air minum, karena dengan adanya pengolahan ini, maka akan didapatkan suatu air minum yang memenuhi standar air minum yang telah ditetapkan.

Dalam proses pengolahan air ini pada lazimnya dikenal dengan dua cara, yakni : - Pengolahan lengkap (complete treatment process), yaitu air akan mengalami


(50)

pasir, serta mengurangi kadar zat – zat organik yang ada dalam air yang akan diolah.

2. Pengolahan kimia, yaitu suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat – zat kimia untuk membantu proses pengolahan selanjutnya. Misalnya : dengan pembubuhan kapur dalam proses pelunakan dan sebagainya.

3. Pengolahan bakteriologi, yaitu suatu tingkat pengolahan untuk membunuh/memusnahkan bakteri – bakteri yang terkandung dalam air minum yakni dengan cara/jalan membubuhkan kaporit.

Pengolahan sebagian atau partial treatment , misalnya diadakan pengolahan kimiawi dan/atau pengolahan bakteri logik saja.

Pengolahan ini pada umumnya dilakukan untuk : a. Mata air bersih

b. Air dari sumur yang dangkal/dalam

2.3.1 Unit – Unit Pengolahan Air Minum

Adapun unit – unit pengolahan air minum terdiri dari : 1. Bangunan Penangkap Air

2. Bangunan Pengendap Pertama 3. Pembunuh Koagulant

4. Bangunan Pengaduk Cepat 5. Bangunan Pembentuk Floc 6. Bangunan Pengendap Kedua 7. Bangunan Penyaring

8. Reservoir (Tandon) 9. Pemompaan


(51)

1. Bangunan Penangkap Air

Bangunan penangkap air ini merupakan suatu bangunan untuk menangkap/mengumpulkan air dari suatu sumber asal air, untuk dapat dimanfaatkan. Fungsi dari bangunan penangkap air ini sangat penting artinya untuk menjaga kontinuitas pengaliran.

2. Bangunan Pengendap Pertama

Bangunan pengendap pertama dalam pengolahan ini berfungsi untuk mengendapkan partikel – partikel padat dari air sungai dengan gaya gravitasi.

3. Pembubuhan Koagulant

Koagulant adalah bahan kimia yang dibutuhkan pada air untuk membantu proses pengendapan partikel – partikel kecil yang tak dapat mengendapkan dengan sendirinya (secara gravimetris). Sesuai dengan nama dari unit ini, maka unit ini berfungsi untuk membubuhkan koagulant secara teratur sesuai dengan kebutuhan (dengan dosis yang tepat).

Alat pembubuh koagulant yang banyak kita kenal sekarang, dapat dibedakan dari cara pembubuhannya :


(52)

Bahan/zat kimia yang dipergunakan sebagai koagulant. - Alumminium Sulfat

Biasanya disebut sebagai tawas. Bahan ini banyak dipakai karena efektif untuk menurunkan kadar karbonate. Bahan ini paling ekonomis (murah) dan mudah didapat pada pasaran serta mudah disimpan.

Bentuk : serbuk, kristal, koral.

4. Banguanan Pengaduk Cepat

Unit ini untuk meratakan bahan/zat kimia (koagulant) yang ditambahkan agar dapat bercampur dengan air secara baik, sempurna dan cepat.

Cara pengadukan :

- Alat mekanis : motor dengan alat pengadukannya. - Penerjun air : dengan bantuan udara bertekanan.

5. Bangunan Pembentuk Floc

Unit ini berfungsi untuk membentuk partikel padat yang lebih besar supaya dapat diendapkan dari hasil reaksi partikel kecil (koloid) dengan bahan/zat koagulant yang kita bubuhkan.

Faktor – faktor yang mempengaruhi bentuk floc – floc (= partikel yang lebih besar dan bisa mengendap dengan gravitasi).

- Kekeruhan pada baku air - Tipe dari suspensi koloid - pH


(53)

- Bahan koagulant yang dipakai - Lamanya pengadukan

Pada unit ini kita usahakan supaya tidak terbentuk endapan floc.

6. Bangunan Pengendap Kedua

Unit ini berfungsi untuk mengendapkan floc yang terbentuk pada unit pembentuk floc. Pengendapan disini dengan gaya berat floc sendiri (gravitasi). Penanganan bak pengendap kedua sama dengan pada unit bak pengendapan pertama.

Aliran pada unit dijaga sedemikian rupa sehingga tetap tenang. Dengan teknologi modern :

- Unit pengaduk cepat - Unit pengaduk lambat - Unit pengendap kedua

Unit – unit tersebut diatas digabungkan menjadi satu unit sendiri yang kompak. Kita kenal :

- Accelerator Clarifier - Pulsator Clarifier


(54)

Dari bentuk bangunannya saringan, dikenal dua macam : - Saringan yang bangunannya terbuka (gravity filter) - Saringan yang bangunannya tertutup (pressure filter)

8. Reservoir (Tandon)

Air yang telah melalui filter sudah dapat dipakai untuk air minum. Air tersebut telah bersih dan bebas dari bakteriologis dan ditampung pada bak reservoir (tandon) untuk diteruskan pada konsumen.

2.4 Kandungan Logam

2.4.1 Arsenik (As)

Arsenik adalah zat padat yang berwarna abu – abu seperti baja, getas dan memiliki kilap logam. Jika dipanaskan, arsenik bersublimasi dan timbul bau seperti bawang putih yang khas ; ketika dipanaskan dalam aliran udara yang bebas, arsenik terbakar dengan nyala biru, menghasilkan asap putih arsenik (III) oksida, As4O6. Semua

senyawa arsenik beracun. Unsur ini tak larut dalam asam klorida, dan asam sulfat encer: tetapi larut dengan mudah dalam asam nitrat encer, menghasilkan ion arsenit, dan dalam asam nitrat pekat atau dalam air raja atau dalam natrium hipoklorit, membentuk arsenat :

As + 4 H+ + NO3- As3+ + NO + 2H2O

3As + 5HNO3 (p) + 2H2O 3AsO43- + 5 NO + 9H+


(55)

Ada dua deret senyawa arsenik yang umum : yaitu dari arsenik (III) dan arsenik (V). Senyawa – senyawa arsenik (III) dapat diturunkan dari arsenik trioksida amfoter, As2O3, yang menghasilkan garam, baik dengan asam kuat (misalnya arsenik (III)

klorida, AsCl3), maupun dengan basa kuat (misalnya, natrium arsebit, Na3AsO3).

Maka dalam larutan yang sangat asam, ion arsenik (III), As3+, adalah yang stabil. Senyawa – senyawa arsenik (V) diturunkan dari arsenik pentoksida, As2O5. Ini adalah

anhidrida dari asam arsenat H3AsO4, yang membentuk garam – garam seperti natrium

arsenat Na3AsO4. Maka arsenik (V) terdapat dalam larutan terutama sebagai ion

arsenat AsO43- (Vogel, 1979).

Arsen yang terdapat dalam air bisa berasal dari persenyawaan – persenyawaan arsen yang banyak digunakan sebagai insektisida (lead arsenate, calcium arsenate). Persenyawaan arsen termasuk salah satu di antara racun sistemik yang paling penting, dan dapat berakumulasi dalam tubuh manusia. Arsen dapat menyebabkan gangguan pada sistem pencernaan dan kemungkinan dapat menyebabkan kanker kulit, hati dan empedu.

Menurut standar kualitas air – minum yang ditetapkan oleh Dep. Kes. R.I. kehadiran As dalam konsentrasi 0,05 mg/l masih diperbolehkan (Sutrisno, 2006).


(56)

2.4.2 Kromium (Cr)

Kromium adalah logam kristalin yang putih, tak begitu liat dan tak dapat ditempa dengan berarti. Ia melebur pada 17650C. Logam ini larut dalam asam klorida encer atau pekat. Jika tak terkena udara, akan terbentuk ion kromium – kromium (II) :

Cr + 2H+ Cr2+ + H2

Cr + 2HCl Cr2+ + 2Cl- + H2

Dengan adanya oksigen dari atmosfer, kromium sebagian atau seluruhnya menjadi teroksidasi atau seluruhnya menjadi teroksidasi ke keadaan tervalen :

4Cr2+ + O2 + 4H+  4Cr3+ + 2H2O

Asam sulfat encer menyerang kromium perlahan – lahan, dengan membentuk hidrogen. Dalam asam sulfat pekat panas, kromium melarut dengan mudah, pada mana ion – ion kromium (II) dan kromium (III) dan anion kromat (dan dikromat), dalam mana keadaan oksidasi kromium adalah +6.

Ion kromium (III) (atau kromo, Cr2+) diturunkan dari kromium (II) oksida, CrO. Ion ini membentuk larutan yang berwarna biru. Ion kromium (II) agak tidak stabil, karena merupakan zat pereduksi yang kuat – ion ini bahkan menguraikan air perlahan – lahan dengan membentuk hidrogen. Oksigen dari atmosfer dengan mudah mengoksidasinya menjadi ion kromium (III). Karena ion ini jarang ditemui dalam analisis kualitatif anorganik. Ion kromium (III) (atau kromi, Cr3+) adalah stabil, dan diturunkan dari dikromium trioksida (atau kromium trioksida), Cr2O3. Dalam larutan,

ion – ion ini berwarna hijau atau lembayung (Vogel, 1979).


(57)

Kromium sebagai ion bervalensi enam bersifat karsinogenik pada saluran pernapasan kumulatif pada tingkat konsentrasi mg/l dalam air minum. Tidak ada efek yang dapat diamati pada efek yang dapat diamati pada pemeriksaan tunggal terhadap 4 keluarga dalam 3 tahun yang diberi air dengan konsentrasi Cr sampai 1 mg/l. Unsur ini tidak penting dan tidak menguntungkan. Konsentrasi unsur ini dalam air minum yang melebihi standar maksimum yang ditetapkan kemungkinan dapat menyebabkan kanker kulit dan alat – alat pernapasan. Konsentrasi maksimal chromium dalam air minum yang ditetapkan sebagai standar oleh Departemen Kesehatan R.I. adalah sebesar 0,05 mg/l. Angka ini sesuai dengan angka standar yang ditetapkan baik oleh US Public Health Service, maupun WHO European, maupun WHO International (Sutrisno, 2006).

2.4.3 Merkuri (Hg)

Merkuri adalah satu – satunya mineral yang biasa dari air raksa adalah “cinabar” (HgS). Hg terjadi dari senyawa ini dengan melalui pembakaran udara :

HgS (Solid) + O2 Hg + SO2

Tidak seperti logam – logam yang lain, Hg merupakan zat cair pada temperatur kamar. Sifat ini ditunjukkan oleh namanya “hydrargyrum” yang berarti perak cair. Zat


(58)

celebral palsy pada bayi. Konsentrasi maksimum yang diperbolehkan sebagai standar yang ditetapkan oleh Dep. Kes. R.I. untuk unsur ini dalam air adalah sebesar 0,001 mg/l. US Public Health Service maupun WHO tidak memasukkan unsur Hg ini di dalam standar persyaratan air minum (Sutrisno, 2006).

Reaksi – reaksi ion merkuri (II) dapat dipelajari dengan larutan merkuri (II) nitrat encer (0,05 M).

1. Hidrogen sulfida (gas atau larutan jenuh) : Dengan adanya asam klorida encer, mula-

mula akan terbentuk endapan putih merkuri (II) klorosulfida yang terurai bila ditambahkan hidrogen sulfida lebih lanjut, dan akhirnya terbentuk endapan hitam merkuri (II) sulfida.

3Hg2+ + 2Cl- + 2H2S Hg3S2Cl2 + 4H+

Hg3S2Cl2 + H2S 3HgS + 2H+ + 2Cl-

Merkuri (II) sulfida merupakan salah satu endapan yang paling sedikit (Ks = 4 x 10-54).

Endapan ini tak larut dalam air, asam nitrat dalam air, asam nitrat encer panas, hidroksida, alkali atau amonium sulfida (tak berwarna). Natrium sulfida (2M) melarutkan endapan, pada mana ion kompleks disulfomerkurat (II) terbentuk :

HgS + S2- [HgS2]2-

Dengan menambahkan amonium klorida pada larutan, merkurium (II) sulfida mengendap lagi. Air raja melarutkan endapan :


(59)

Merkuri (II) klorida praktis tak berdisosiasi pada kondisi – kondisi ini. Belerang tetap tertinggal sebagai endapan putih, tetapi dengan mudah melarut jika dipanaskan, dengan membentuk asam sulfat :

2HNO3 + S SO42- + 2H+ + 2NO

2. Larutan amonia : endapan putih dengan komposisi tercampur; pada dasarnya terdiri dari

merkuri (II) oksida dan merkuri (II) amidonitrat :

2Hg2+ + NO3- + 4NH3 + H2O HgO. Hg(NH2)NO3 + 3NH4+

Garam ini, seperti kebanyakan senyawa – senyawa merkuri, bersublimasi pada tekanan atmosfer (Vogel, 1979).

2.5 Spektrofotometri Serapan Atom

Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika menelaah garis – garis hitam pada spektrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Australia bernama Alan Walsh di tahun 1955. Sebelumnya ahli kimia banyak bergantung pada cara – cara spektrofotometrik atau metode analisis spektrografik. Beberapa cara ini yang sulit dan memakan waktu, kemudian segera digantikan dengan spektroskopi serapan atom atau atomic


(60)

saja terjadi. Sedangkan dengan nyala, eksitasi unsur – unsur dengan tingkat tingkat energi eksitasi yang rendah dapat dimungkinkan. Tentu saja perbandingan benyaknya atom yang tereksitasi terhadap atom yang berada pada tingkat dasar harus cukup besar, karena metode serapan atom hanya tergantung pada perbandingan ini dan tidak bergantung pada temperatur. Metode serapan sangatlah spesifik. Logam – logam yang membentuk campuran kompleks dapat dianalisis dan selain itu tidak selalu diperlukan sumber energi yang besar (Khopkar, 2008).

2.5.1 Teori Spektrofotometri Serapan Atom

Spektroskopi serapan atom adalah bentuk dari spektroskopi penyerapan yang digunakan untuk mengetahui gas atomik logam – logam. Metode ini sering digunakan untuk menggatikan nyala yang pada umumnya merupakan penyelesaian dari analisis pada atom – atom logam. Spektroskopi serapan atom secara luas digunakan untuk analisis kuantitatif dari logam – logam secara lengkap ; terbatas untuk mendeteksi hal – hal yang berasal dari pengelompokan logam – logam tersebut persepuluh dari pertrilliun. Pembatasan deteksi juga begitu, tetapi, secara luas ; tergantung dari analisa logam dan posisinya yang sesuai sebagai instrumen. Spektroskopi serapan atom mempunyai bagian - bagian yang sama dari spektrokopi penyerapan pada umumnya yaitu terdiri dari sumber cahaya, sell, monokromator dan detektor. Perbedaan dari spektroskopi yang lainnya yaitu spektrokopi serapan atom menggunakan nyala, spektroskopi serapan atom sering menggunakan garis sumber cahaya yang merupakan lanjutan sumber cahaya lainnya. Selain itu, pengukuran dalam spektroskopi serapan atom berdasarkan penyerapan. (Bender, 1987)


(61)

Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom – atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm, sedangkan kalium 766,5 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat – tingkat eksitasinya pun bermacam-macam. Misalkan unsur Na dengan nomor atom 11 mempunyai konfigurasi 1s22s2sp63s1, tingkat dasar untuk elektron valensi 3s, artinya tidak memiliki kelebihan energi. Elektron ini dapat tereksitasi ke tingkat 3p dengan energi 2,2 eV ataupun ke tingkat 4p dengan energi 3,6 eV, masing – masing sesuai dengan panjang gelombang sebesar 589 dan 330 nm. Kita dapat memilih di antara panjang gelombang ini yang menghasilkan garis spektrum yang tajam dan dengan intensitas maksimum. Inilah yang dikenal dengan garis – garis resonansi. Garis – garis lain yang bukan garis resonansi dapat berupa spektrum yang berasosiasi dengan tingkat energi molekul, biasanya berupa pita – pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasinya (Khopkar, 2008).


(62)

2.5.2 Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom

Skema komponen – komponen pada sebuah spektrofotometri serapan atom secara umum dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini :

Gambar 2.1 : Skema komponen – komponen Spektrofotometri Serapan Atom Keterangan Gambar :

1 : Sumber Cahaya 6 : Elektronik / Amplifier

2 : Penukar 7 : Pembaca Keluar

3 : Nyala atau Dapur Api 4 : Monokromator

5 : Detektor

A. Lampu katoda berongga

Seperangkat sumber yang dapat memberikan garis emisi yang tajam dari suatu unsur spesifik tertentu dikenal dengan sebagai lampu pijar hollow katoda. Lampu ini memiliki dua elektroda, satu diantaranya berbentuk silinder dan terbuat dari unsur dan terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang dianalisis. Lampu ini diisi dengan gas mulia bertekanan rendah. Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar, dan atom – atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang – panjang gelombang tertentu. (Khopkar, 2008).


(63)

A. Nyala

Nyala yang digunakan pada SSA harus mampu memberikan suhu ≥ 2000 K. Untuk mencapai suhu setinggi ini biasanya digunakan gas pembakar dalam suatu gas pengoksida (oksidan) seperi misalnya udara dan nitrogen oksida (N2O). Suhu

maksimum yang dihasilkan pada pembakaran berbagai campuran gas pembakar dengan gas pengoksida adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 : Jenis – jenis gas pembakar pada SSA

Gas pembakar Gas oksidan Temperatur (K)

Asitilena Udara 2400 – 2700

Asitilena Dinitrogen oksida 2900 – 3100

Asitilena Oksigen 3300 – 3400

Hidrogen Udara 2300 – 2400

Hidrogen Oksigen 2800 – 3000

Sianoen Oksigen 4800

B. Monokromator

Dalam spektroskopi serapan atom fungsi monokromator adalah untuk memencilkan garis resonansi dari semua garis tak diserap yang dipancarkan oleh sumber radiasi. Dalam kebanyakan instrumen komersial digunakan kisi difraksi karena sebaran yang


(64)

C. Detektor

Dalam spektrofotometer serapan atom, mengingat kepekaan spektral yang lebih baik yang diperlakukan, digunakan penggandaan foton. Keluaran dari detektor diumpankan ke suatu sistem peragaan yang sesuai, dan dalam hubungan ini hendaknya diingat bahwa radiasi yang diterima oleh detektor berasal tidak hanya dari garis resonansi yang telah diseleksi tetapi dapat juga timbul dari emisi dalam nyala. Emisi ini dapat disebabkan oleh emisi atom yang timbul dari atom – atom yang sedang diselidiki, dan dapat juga dari emisi pita molekul.

D. Amplifier

Amplifier berfungsi untuk memperkuat sinyal yang diterima dari detektor sebelum sampai ke rekorder.

E. Rekorder

Rekorder pada instrumen SSA berfungsi untuk mengubah sinyal yang diterima menjadi bentuk digital, yaitu dengan satuan absorbansi. Isyarat dari detektor dalam bentuk tenaga listrik akan diubah oleh rekorder dalam bentuk nilai bacaan serapan atom (Maria, 2009).


(65)

2.5.3 Pembagian Spektroskopi Serapan Atom

Instrumen spektroskopi serapan atom terbagi atas dua jenis yaitu : 1.

Instrumen spektroskopi serapan atom mempunyai pengelompokkan yaitu spektroskopi serapan atom cahaya tunggal. Bentuk atau bagannya dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini :

Spektrokopi Serapan Atom Cahaya Tunggal (Single-Beam)

Gambar 2.2: Skema Spektroskopi Serapan Atom Cahaya Tunggal (Single Beam)

Keterangan Gambar :

1 : Sumber Lampu Katoda 11 : Kisi

2 : Lensa 12 : Cermin

3 : Nyala 13 : Irisan Keluar


(66)

Lampu katoda. Hampir semua instrumen penyerapan atom menggunakan lampu katoda sebagai sumber energi radiasi. Lampu katoda merupakan sumber garis atomik untuk emisi yang baik. Lampunya dirancang oleh pemesinan atau pembuatan lampu katoda dari analisa logam – logam yang penting. Katoda ditempatkan pada gelas pembungkus yang mengandung logam – logam anoda. Ketika lampu katoda dihubungkan dengan pensuplaian energi, maka akan mengeluarkan energi radiasi. Energi radiasi merupakan karateristik dari elemen katoda dan neon. Menggunakan kalsium sebagai sampelnya, mari kita lihat alur garis emisi kalsium sebagai lampu. Prosesnya dapat dituliskan sebagai berikut :

elektrikal

Ne Ne+ + e energi

Pensuplaian dapat ditetapkan sebagai katoda yang mempunyai energi negatif. Elektron dipercepat ke arah anoda. Energi tersebut diperoleh dari prosesnya. Karena energi, elektron lanjutan menggunakan ion neon yang lebih dan digunakan sebagai anoda. Pembakar dan nyala. Komponen selanjutnya adalah pembakar dan nyala. Nyala, pembakar dan nebulizer pada instrumen spektroskopi serapan atom dalam pengukurannya mempunyai tujuan yang sama dan digunakan pada spektroskopi emisi nyala. Nyala merupakan tempat penyelesaian kation untuk menghasilkan atom – atom logam.

Monokromator. Sebuah monokromator mempunyai kualitas yang tinggi yang dilengkapi dengan usaha untuk menolak radiasi yang menghasilkan nyala. Radiasi tersebut mengandung emisi nyala diluar secara termal dan emisi termal dari komponen – komponen dan radikal.


(67)

Detektor. Peralatan yang terakhir yang digunakan dalam instrumen spekroskopi serapan atom adalah pipa “photo multiplier”.

2.

Spektroskopi serapan atom cahaya ganda mempunyai keadaan yang lebih stabil. Spektroskopi cahaya ganda mempunyai komponen yang baru seperti cermin sektor, pada bagian tengahnya terdapat cermin silver yang digambarkan pada gambar 2.3 dibawah ini :

Spektroskopi Serapan Atom Cahaya Ganda “Double Beam”

Gambar 2.3 : Skema Spektroskopi Serapan Atom Cahaya Ganda (Double Beam)

Keterangan Gambar :

1 : Sumber Lampu Katoda 2 : Lensa

3 : Cermin Sektor 4 : Cermin Pengatur


(68)

11 : Kisi 12 : Cermin 13 : Irisan Keluar 14 : Penguat Elektronik 15 : Penguat Elektronik

16 : Elektronik dan Pembaca Keluar

2.5.4 Pengukuran Kuantitatif

Pengukuran secara kuantitatif dapat dibuat dengan menggunakan kurva kalibrasi sebelumnya atau dengan metode dari penambahan standar. Dalam kasus yang berbeda, kondisi pengeoperasian harus dioptimalkan terlebih dahulu dengan menganggap rentang konsentrasi sampel yang diduga dan kelinieran tanggapan. Ini termasuk pemilihan garis resonansi yang semestinya (biasanya dibuat tabel referensi), pengaturan lampu yang sesuai, temperatur nyala dan laju penguapan sampel, penempatan pembakar dan lebar celah monokromator. Larutan standar yang terbaik disiapkan dengan pencairan yang semestinya dari 1000 ppm larutan yang tersedia dan harus disesuaikan sedekat mungkin dengan komposisi kasar untuk sampel – sampel ini. Presisi yang relatif dari sebuah pengukuran serapan atom adalah baik, dalam banyak kasus 0,5 -2 % dapat dicapai tanpa kesulitan dimana digunakan nyala atomisasi. Presisi untuk metode tanpa nyala walau bagaimana pun sering jauh lebih buruk sebagai hasil beberapa gangguan yang akan dibahas di bawah. Kurva kalibrasi selalu menunjukkan lengkungan menuju sumbu konsentrasi ketika melewati sumbu satu. Ini tidak linier disebabkan tidak terserapnya radiasi yang mencapai detektor atau ketika setengah lebar dari garis emisi dari lampu yang semestinya atau melampaui


(69)

garis absorbansi. Radiasi yang tidak terserap dapat dijangkau detektor banyaknya sumber, termasuk garis emisi dari unsur katoda mendekati garis resonansi yang terpilih atau gas pengisi, sebaran radiasi dalam monokromator dan radiasi yang melewati nyala atau penguapan sampel. (Fifield, 1987)

2.5.5 Interferensi

Yang dimaksud dengan gangguan – gangguan (interference) pada SSA adalah peristiwa – peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atai lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel. Gangguan – gangguan yang dapat terjadi dalam SSA adalah sebagai berikut :

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala. Sifat – sifat tertentu matriks sampel dapat berpengaruh terhadap laju aliran bahan bakar / gas pengoksidasi. Sifat – tersebut adalah : viskositas, tegangan permukaan, berat jenis, dan tekanan uap. Gangguan matrik yang lain adalah pengandapan unsur yang dianalisis sehingga jumlah atom yang mencapai nyala menjadi lebih sedikit dari konsentrasi yang seharusnya terdapat dalam sampel.


(70)

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis; yakni absorbansi oleh molekul – molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala. Gangguan ini dapat diatasi dengan cara sebagai berikut :

a. Penggunaan nyala / suhu atomisasi yang lebih tinggi b. Penambahan senyawa penyangga

c. Pengekstrasian unsur yang akan dianalisis d. Pengekstrasian ion atau gugus pengganggu

4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik (non atomic absorption). Gangguan ini berarti terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom – atom yang akan dianalisis. Penyerapan non-atomik dapat disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh partikel – partikel padat yang berada di dalam nyala. Cara mengatasinya adalah dengan bekerja pada panjang gelombang yang lebih besar atau pada suhu yang lebih tinggi (Gandjar, 2008).


(71)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama seperti yang telah kita ketahui bahwa penyakit perut adalah penyakit yang paling banyak terjadi di Indonesia. Oleh karena itu sumber daya air harus dilindungi agar tetap dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan generasi mendatang.

Dengan perkembangan peradaban serta semakin bertambahnya jumlah penduduk di dunia ini, dengan sendirinya menambah aktivitas kehidupannya yang mau tidak mau menambah pengotoran atau pencemaran air yang pada hakikatnya dibutuhkan. Padahal beberapa abad yang lalu, manusia dalam memenuhi kebutuhan akan air (khususnya air minum) cukup mengambil dari sumber-sumber air yang ada


(72)

Air sungai Sei Pallau di Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan Belawan merupakan kawasan yang mendapat tekanan berat dari aktivitas industri PT. Smart Tbk (SINARMAS GROUP). Disepanjang alirang sungai terdapat aktivitas manusia seperti pertanian, pemukiman warga, petambakan, gudang – gudang penyimpanan barang dan lalu lintas kapal nelayan kecil. Ditambah lagi dengan banyaknya industri seperti pabrik karet, pabrik baja, pabrik semen, pabrik kaca, pabrik kelapa sawit, dan pabrik es (cold storage) menambah daftar penyebab tercemarnya air sungai tersebut. Begitu juga dengan air limbah industri PT. SMART Tbk (SINARMAS GROUP), diperkirakan banyak kandungan logam – logam berat yang terkandung dalam air limbah tersebut yang akan diteliti.

Tidak saja berasal dari buangan limbah industri domestik seperti yang berada dan limbah pertanian yang ada disepanjang daerah aliran sungai, tetapi juga kurangnya kesadaran sebagian masyarakat yang membuang sampah dan kotoran ke dalam sungai. Sehingga kehadiran unsur Cr, Hg, As, Cd, Cu, Zn, Pb, Ni, Al dan Sn merupakan sekian dari sejumlah logam berat yang umum berada mungkin telah mencemari sungai tersebut. Logam – logam tersebut merupakan toksik bagi tubuh dan dapat mengganggu kesehatan apabila terkonsumsi.

Pemilihan lokasi pengambilan sampel di kawasan air sungai Sei Pallau di Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan Belawan berdasakan pengamatan secara ornagoleptis. Air sungai tersebut berbau tidak sedap, warna air keruh dan kotor serta dekat dengan kawasan industri, tetapi air tersebut masih digunakan masyarakat sekitar untuk berbagai kegiatan sehari – hari seperti mencuci dan mandi. Oleh karena itu


(73)

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap tingkat pencemaran yang terjadi berdasarkan peraturan pemerintah tentang klasifikasi mutu air.

1.2 Permasalahan

Air sungai Sei Pallau merupakan air yang masih banyak digunakan masyarakat sekitar untuk berbagai kebutuhan. Apakah kandungan logam arsenik, kromium dan merkurium yang terdapat pada sungai Sei Pallau di Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan Belawan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan untuk air bersih atau tidak. Dan juga air limbah industri PT. SMART Tbk (SINARMAS GROUP) merupakan air yang diperkirakan banyak kandugan logam – logam yang terdapat didalamnya yang dapat mencemari air sungai Sei Pallau yang mempunyai lokasi disamping industri PT. SMART Tbk (SINARMAS GROUP) tersebut.

1.3Pembatasan Masalah

Dalam hal ini penulis membatasi permasalahan dari penulisan karya ilmiah ini hanya pemeriksaan logam arsenik, kromium dan merkuri di dalam analisisnya dengan spektrofotometer serapan atom.


(74)

b. Untuk mengetahui kadar logam arsenik (As), kromium (Cr), dan merkuri (Hg) pada air sungai Sei Pallau Belawan.

c. Untuk mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi di air limbah industri PT. SMART Tbk (SINARMAS GROUP) berdasarkan kadar logam arsenik (As), kromium (Cr), dan merkuri (Hg) yang terkandung didalamnya. d. Untuk mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi di sungai Sei Pallau di

kelurahan Belawan II kecamatan Medan Belawan berdasarkan kadar logam arsenik (As), kromium (Cr), dan merkuri (Hg) yang terkandung di dalamnya.

1.5 Manfaat

Sebagai informasi kepada masyarakat di kelurahan Belawan II kecamatan Medan Belawan terhadap kualitas air sungai Sei Pallau yang digunakan sebagai air bersih untuk keperluan sehari – hari berdasarkan kandungan logam arsenik (Cr), kromium (Cr), dan merkuri (Hg).


(75)

ABSTRAK

Telah dilakukan analisis kadar arsenik (As), kromium (Cr), dan merkuri (Hg) pada air limbah industri PT. SMART Tbk (SINARMAS GROUP) dan air sungai Sei Pallau di kelurahan Belawan II kecamatan Medan Belawan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang (λ) secara berurutan 335,5 nm, 234,6 nm, dan 288,4 nm. Hasil analisis menunjukkan kadar logam yang terkandung pada air limbah industri tersebut yaitu ± 0,1990 mg/L, 0,0000 mg/L dan 0,0000 mg/L ; pada campuran air limbah industri dan air sungai tersebut yaitu ± 0,8600 mg/L, 0,0000 mg/L dan 0,0000 mg/L ; dan pada air sungai tersebut yaitu ± 0,5400 mg/L, 0,0000 mg/L dan 0,0000 mg/L. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, maka sungai Sei Pallau di kelurahan Belawan II kecamatan Medan Belawan tidak layak digunakan untuk mandi, mencuci dan sarana rekreasi air untuk masyarakat sekitar.


(76)

DETERMINATION OF THE CONCENTRATION METALS OF ARSENIC, CHROMIUM AND MERCURY BASED SAMPLING POINT ON THE

LOCATION OF WASTEWATER DISCHARGE PT. SMART Tbk (SINARMAS GROUP) USING ATOMIC ABSORPTION

SPECTROFOTOMETRY METHOD ABSTRACT

Concentration of arsenic (As), chromium (Cr) and mercury (Hg) have been analyzed in the wastewater of PT. SMART Tbk (SINARMAS GROUP) and water of Sei Pallau’s river in Medan Belawan using atomic absorption spectrofotometer at

wavelength (λ) respectively were 335,5 nm, 234,6 nm and 288,8 nm. The results of

metals concentration in the wastewater were respectively ± 0,1990 mg/L, 0,0000 mg/L and 0,0000 mg/L. The results of metals concentration between wastewater and water of the river were respectively ± 0,8600 mg/L, 0,0000 mg/L and 0,0000 mg/L. The results of metals concentration in water of the river were respectively ± 0,0000 mg/L, 0,0000 mg/L and 0,0000 mg/L. Base of the Regulation of Indonesia Ministry Number 82 year 2001 about Water Treatment Quality and Water Pollution Controlling that Sei Pallau’s river in Medan Belawan is unuseable for bathing, washing and for facilities of water recreation to people around it.


(77)

PENENTUAN KONSENTRASI KANDUNGAN LOGAM

ARSENIK, KROMIUM DAN MERKURI BERDASARKAN

SAMPLING POINT (LOKASI) PENGELUARAN AIR LIMBAH

PT. SMART Tbk (SINARMAS GROUP) DENGAN METODE

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat mencapai

gelar ahlimadya

CHRISYANTI ELISTA SIAHAAN

102401069

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(78)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN KONSENTRASI KANDUNGAN LOGAM ARSENIK, KROMIUM DAN

MERKURI BERDASARKAN SAMPLING

POINT (LOKASI) PENGELUARAN AIR LIMBAH PT. SMART Tbk (SINARMAS GROUP) DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : CHRISYANTI ELISTA SIAHAAN

Nomor Induk Mahasiswa : 102401069 Program Studi : D3 KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

Disetujui di Medan, Juni 2013

Diketahui oleh :

Ketua Program Studi DIII Kimia Dosen Pembimbing

Dra. Emma Zaidar Nst, MSi Dra. Tirena B. Siregar, ST.M.Eng NIP. 19551218987012001 NIP. 194805101973032001

Ketua Departemen Kimia

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP. 195408301985032001


(79)

PERNYATAAN

PENENTUAN KONSENTRASI KANDUNGAN LOGAM ARSENIK,

KROMIUM DAN MERKURI BERDASARKAN SAMPLING POINT

(LOKASI) PENGELUARAN AIR LIMBAH PT. SMART

Tbk (SINARMAS GROUP) DENGAN METODE

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya

Medan, Juni 2013

Chrisyanti Elista Siahaan 102401069


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK iv

ABSTRACK v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan 3

1.5. Manfaat 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air 5

2.2. Sifat – Sifat Air 11

2.3. Parameter Fisika Air 12

2.4. Parameter Kimia Air 14

2.5. Air Limbah 17

2.6. Proses Pengolahan Air 21

2.6.1. Unit – Unit Pengolahan Air Minum 22

2.7. Kandungan Logam 26

2.7.1. Arsenik (As) 26

2.7.2. Kromium (Cr) 27

2.7.3. Merkuri (Hg) 28

2.8. Spektrofotometri Serapan Atom 31

2.8.1. Teori Spektrofotometri Serapan Atom 32 2.8.2. Instrumentasi Spektroskopi Serapan Atom 33 2.8.3. Pembagian Spektroskopi Serapan Atom 37

2.8.4. Pengukuran Kuantitatif 40

2.8.5. Interferensi 41

BAB III. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Desain Penelitian 44

3.2. Alat – Alat 44

3.4. Bahan 45

3.3. Prosedur Percobaan 45

3.3.1. Pembuatan Larutan Standar 45

3.3.2. Pembuatan Kurva Standar 48

3.3.3. Preparasi Sampel 49

3.3.4. Pengkuran Absorbansi Sampel 49


(2)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Analisis 60

4.1.1. Logam Arsenik (As) 60

4.1.2. Logam Kromium (Cr) 62

4.1.3. Logam Merkuri (Hg) 64

4.2. Pembahasan 66

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 68

5.2. Saran 69


(3)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman Tabel Tabel 2.1. : Jenis – jenis gas pembakar pada Spektrofotometri Serapan 34 Atom

Tabel 3.1. : Data perhitungan persamaan garis regresi untuk analisis As 49 dengan Spektrofotometri Serapan Atom

Tabel 3.1.1. : Konsentrasi dan % ralat air limbah industri untuk logam 48 Arsenik (As)

Tabel 3.1.2. : Konsentrasi dan % ralat campuran air sungai dan air lim 48 bah Industri Untuk Logam Arsenik (As)

Tabel 3.1.3. : Konsentrasi dan % ralat air sungai untuk logam arsenik 49 (As)

Tabel 3.2. : Data perhitungan persamaan garis regresi untuk analisis Cr 53 dengan Spektrofometri Serapan Atom

Tabel 3.3. : Data perhitungan persamaan garis regresi untuk analisis Hg 56 dengan Spektrofometri Serapan Atom

Tabel 4.1. : Data hasil pengukuran absorbansi sampel air limbah industri 60 PT. SMART Tbk (SINARMAS GROUP) untuk analisis logam

As

Tabel 4.2 : Data hasil pengukuran absorbansi sampel campuran antara air 61 limbah industri PT. SMART Tbk (SINARMAS GROUP)

dengan air sungai Sei Pallau Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan Belawan untuk analisis logam As

Tabel 4.3. : Data hasil pengukuran absorbansi sampel air sungai Sei Pallau 61 Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan Belawan untuk

analisis logam As

Tabel 4.4. : Data hasil pengukuran absorbansi sampel air limbah industri 62 PT. SMART Tbk (SINARMAS GROUP) untuk analisis logam

Cr

Tabel 4.5. : Data hasil pengukuran absorbansi sampel campuran antara air 63 limbah industri PT. SMART Tbk (SINARMAS GROUP) dengan

air sungai Sei Pallau Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan Belawan untuk analisis logam Cr

Tabel 4.6. : Data hasil pengukuran absorbansi sampel air sungai Sei Pallau 63 Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan Belawan untuk analisis

logam Cr

Tabel 4.7. : Data hasil pengukuran absorbansi sampel air limbah industri 64 PT. SMART Tbk (SINARMAS GROUP) untuk analisis logam

Hg

Tabel 4.8. : Data hasil pengukuran absorbansi sampel campuran antara air 64 limbah industri PT. SMART Tbk (SINARMAS GROUP) dengan air sungai Sei Pallau Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan Belawan untuk analisis logam Hg


(4)

Tabel 4.9. : Data hasil pengukuran absorbansi sampel air sungai Sei Pallau 65 Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan Belawan untuk


(5)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar

Gambar 2.1. : Skema komponen – komponen Spektrofotometri Serapan Atom 33 Gambar 2.2. : Skema spektroskopi serapan atom cahaya tunggal (single-beam) 37 Gambar 2.3. : Skema spektroskopi serapan atom cahaya ganda (double-beam) 39 Gambar 3.1. : Kurva kalibrasi larutan standar Arsenik (As) 50 Gambar 3.2. : Kurva kalibrasi larutan standar Kromium (Cr) 54 Gambar 3.3. : Kurva kalibrasi larutan standar Merkuri (Hg) 56


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman Lampiran

Lampiran I : Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tanggal 71 14 Desember 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air