Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak jalanan ini memiliki julukkan tekyan, arek kere, anak gelandangan, atau kadang disebut juga secara eufemistis sebagai anak mandiri yang tersisih, marginal, dan teralienasi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam usia yang relatif dini sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota yang keras, dan bahkan sangat tidak bersahabat. Di berbagai sudut kota sering terjadi, anak jalanan harus bertahan hidup dengan cara-cara, sosial yang kurang atau bahkan tidak dapat diterima oleh masyarakat umum, sekedar untuk menghilangkan rasa lapar dan keterpaksaan dalam diri mereka, hanya untuk membantu keluarganya. Anak jalanan ini sering kali, dicap sebagai pengganggu ketertiban dan membuat kota menjadi kotor, sehingga yang namanya razia atau penggarukan bukan lagi hal yang mengagetkan untuk mereka. 1 Rano Karno Duta Besar UNICEF memaparkan marginal, rentan, dan ekploitatif adalah istilah-istilah yang sangat tepat untuk menggambarkan kondisi dan kehidupan anak jalanan. Marginal karena mereka melakukan jenis pekerjaan yang tidak jelas jenjang kariernya, kurang dihargai dan umumnya juga tidak menjanjikan, prospek apapun di masa depan. Rentan karena resiko yang harus dilangsung akibat jam kerja yang sangat panjang, benar-benar dari segi kesehatan maupun sosial sangat rawan. Adapun disebut eksploitatif karena mereka biasanya memiliki posisi tawar-menawar bargaining position yang sangat lemah, tersub-ordinasi, dan cenderung menjadi objek perlakuan yang sewenang-wenang dari ulah preman atau oknum aparat yang tidak bertanggung jawab. 2 1 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Jakarta: Kencana, 2010, Ed. 1 Cet. 1, h. 185-202. 2 Bagong Suyanto, 2010. h. 185-202. Sebagai bagian dari pekerja anak child labour, anak jalanan sendiri sebenarnya bukanlah kelompok yang homogen. Mereka cukup beragam, dan dapat dibedakan atas dasar pekerjaannya, hubungannya dengan orang tua atau orang dewasa terdekat, waktu dan jenis kegiatannya di jalanan, serta jenis kelaminnya. 3 Faktor-faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam kehidupan di jalanan, seperti kesulitan keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan, ketidakharmonisan rumah tangga orang tua, dan masalah khusus menyangkut hubungan anak dengan orang tua. Kombinasi dari faktor ini seringkali memaksa anak-anak mengambil inisiatif mencari nafkah atau hidup mandiri di jalanan. Kadang kala pengaruh teman atau kerabat juga ikut menentukan keputusan untuk hidup di jalanan. 4 Lembaga-lembaga yang menangani permasalahan anak jalanan dari berbagai upaya. lembaga-lembaga yang terkait, adalah LSM, Pemerintah, Organisasi Profesi, sosial dan orang per-orang untuk membantu anak jalanan keluar atau tidak sedikit mengurangi penderitaan mereka, secara kontemporer, segmenter, dan terpisah yang kurang maksimal. 5 Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin, melindungi anak, dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian, serta mendaptkan perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi. 6 Dalam rangka menghasilkan model praktik manajemen kasus kesejahteraan anak, definisi tentang dasar pengetahuan dan keterampilan terkait diberikan oleh sejumlah teori Mather Lager, 2000; Sallee LeVine, 1999. Bidang-bidang yang dipandang relevan, sebagai berikut: 1. Perkembangan manusia. Pengetahuan tentang anak, orang dewasa, keluarga, lembaga dan panti. Kemampuan untuk memahami dan menerapkan 3 Bagong Suyanto, 2010. h. 185-202. 4 Bagong Suyanto, 2010. h. 185-202. 5 Bagong Suyanto, 2010. h. 185-202. 6 Departemen Sosial RI, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Direktorat Pelayanan Sosial Anak. Pedoman penyelenggaraan rumah perlindungan sosial anak. Jakarta, april 2007, h. 12. keterampilan wawancara, pengumpulan data, assesmen, perencanaan, intervensi, merujuk, evaluasi, terminasi, dan pencatatan. Pengetahuan dan kompetensi untuk bekerja dengan anak dan keluarga dari berbagai latar belakang berbeda melalui nilai yang terbuka dan reflektif, 2. Praktik Kesejahteraan Anak. Pengetahuan tentang misi, kebijakan dan praktik pelayanan kesejahteraan anak, pemahaman tentang hasil data yang berkaitan dengan penerapan kebijakan tentang keluarga dan anak oleh lembaga dan pemerintah, 3. Operasionalisasi Lembaga. Pengetahuan tentang isu-isu administratif dan struktural yang memengaruhi operasionalisasi lembaga kesejahteraan anak dan staf yang bekerja dalam lembaga tersebut. Pemahaman mengenai bagaimana pelaksanaan pelayanan lembaga memengaruhi keluarga dan anak serta infrastruktur yang dibutuhkan untuk menciptakaan perubahan. 4. Pemahaman interdisiplin dan kerja sama dengan tenaga profesional bidang lain. Pengetahuan tentang cara mengakses pelayanan dari disiplin lain untuk memastikan hasil positif setiap kasus. Pengetahuan tentang isu-isu medis dan kesehatan jiwa, aspek-aspek pendidikan, aturan-aturan dan hukum terkait. Pemahaman cara mengintegrasikan disiplin lain dalam proses manajemen kasus bagi anak dan keluarga, 5. Persepektif praktik holistik, mengakui bahwa pelayanan bagi klien harus diberikan melalui pandangan holistik dan keluarga. Perspektif ini memperhitungkan aspek-aspek kesehatan, kesehatan jiwa, pendidikan, dan spiritual klien dalam klien. kebanyakaan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam manajemen kasus menjadi bagian dari dasar pendidikan pekerjaan sosial. Termasuk disini adalah peran, tujuan, nilai, dan etika pekerjaan sosial. 7 Berdasarkan landasan hukum perlindungan anak Pada UU No.4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak disebutkan: 1 Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan 7 Albert R. Roberts Gilbert J. Greene, Buku Pintar Pekerja Sosial jilid 1, Social Workers’Desk Reference, Jakarta, Gunung Mulia, 2008, cet -1, h. 303. berkembang dengan wajar, 2 Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk menjadi warganegara yang baik dan berguna, 3 Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan, 4 Anak berhak atas perlindungan-perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar. Pada UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak lebih terinci lagi diatur tentang hak anak, yaitu pada Bab III mulai dari pasal 4 hingga 18. Pasal 16 sekedar diketahui berbunyi: 1 Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, 2 Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum, 3 Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesui dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. UU No.23 Tahun 2002 di atas, dirinci 4 empat pasal mengenai hal tersebut, yaitu pasal 48 sampai 54 bagian ketiga, tentang pendidikan. Undang-undang No. 11 Tahun 2009 mengenai tentang rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. 8 Hasil temuan survei dan pemetaan sosial anak jalanan Pada tahun 2006 terdapat 78,96 juta anak di bawah usia 18 tahun, 35,5 dari total seluruh penduduk Indonesia. Sebanyak 40 atau 33,16 juta diantaranya tinggal di perkotaan dan 45,8 juta sisanya tinggal di perdesaan. Sebagian besar anak-anak ini berasal dari keluarga miskin dan tertinggal, yang tidak mempunyai kemampuan untuk memberdayakan dirinya, sehingga rentan terhadap kekerasan, eksploitasi, ketimpangan gender, perdagangan anak dan lain-lain. 9 8 Departemen Sosial RI, Undang-undang Republik Indonesia no.23 tahun 2002, tentang perlindungan anak Jakarta, mei 2003, h. 6-25. 9 http:austinsfoundation.wordpress.com20130224data-jumlah-anak-jalanan-di-indonesiadiakses pada tanggal 16 januari 2014. Berdasarkan data dari Dinas Sosial DKI Jakarta, jumlah anak jalanan pada tahun 2009 sebanyak 3.724 orang, tahun 2010 meningkat menjadi 5.650 orang, dan pada tahun 2011 ini juga meningkat menjadi 7.315 orang, Pada umumnya mereka bekerja sebagai pengemis, pengamen, pengelap kaca mobil, pedagang asongan, joki 3 in 1, dan parkir liar. 10 data Kementerian Sosial Indonesia tahun 2012 yang lalu menyatakan bahwa jumlah anak-anak yang hidup di jalanan telah mencapai angka 4,5 juta anak yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Di medan saja, sangat gampang kita jumpai anak jalanan, Simpang Pos, Simpang Titi Kuning, Simpang Juanda, Simpang Sei Sikambing, Terminal Amplas, Terminal Pinang Baris, Medan Plaza, Simpang Siti Hajar, Simpang Gadjah Mada, Pringgan, Café Harapan, Bundaran SIB, dan Aksara serta tempat-tempat keramaian lainna, menjadi tempat bagi anak-anak jalanan mengais rezeki dengan berbagai modus, seperti, meminta-minta, mengamen, menjual Koran, rokok, punk, bahkan ada yang berpura-pura lumpuh, dan berbagai modus lainnya. 11 Dan menurut hasil wawancara langsung dengan Bapak Wanto Pembina Anak Jalanan, pada tanggal 27 September 2012 adalah hasil survei selama ini, anak jalanan yang ingin menetap di Yayasan Bina Insan Mandiri- Depok, hanya 30 orang dan anak jalanan yang tidak ingin menetap di Yayasan Bina Insan Mandiri-Depok, diperkirakkan 75 anak laki-laki dan 16 anak perempuan. Umur Anak jalanan sekitar 7-19 tahun. 12 Psikologi anak child psychology ini secara khusus mempelajari bagian perkembangan pada anak yang dimulai dari perkembangan masa konsepsi, pranatal serta kelahiran seorang bayi sampai usia 12 tahun. Secara khusus, Psikologi Anak dapat pula dibagi menjadi tiga bagian, yaitu 1. psikologi perkembangan anak tiga tahun pertama psikologi atitama, 2. psikologi perkembangan anak lima tahun pertama psikologi alitama dan, 3. 10 http:megapolitan.kompas.comread201108241641249Jumlah.Anak.Jalanan.Meningkat.Signifikandiak ses pada tanggal 16 Januari 2014. 11 http:edukasi.kompasiana.com20130323pendidikan-untuk-anak-jalanan-berikan-mereka- keterampilan-dan-life-skill-545187.htmldiakses pada tanggal 16 Januari 2014. 12 Wawancara langsung dengan Bapak Wanto Pembina Anak Jalanan, pada tanggal 27 September 2012. psikologi perkembangan anak psikologi anak usia sekolah 6-12 tahun. Ciri khusus perkembangan anak ialah perkembangan aspek-aspek psikis yang bersifat progresif, cepat dan mudah diamati secara kuantitatif maupun kualitatif. 13 Psikologi remaja adolescence psichology ialah bagian dari psikologi perkembangan yang secara khusus mempelajari kehidupan remaja. Batasan seorang remaja dimulai dari usia 13-21 tahun. Periodisasi remaja terbagi tiga bagian yakni remaja awal early adolescence; 13-15 tahun, remaja tengah middle adolescence; 16-18 tahun, dan remaja akhir late adolescence; 19-21 tahun. Pembahasan psikologi remaja mencakup tiga aspek perkembangan yaitu 1. aspek fisik, 2 aspek kognisi, 3 aspek psikososial. 14 Pengertian pekerja anak menurut BPS adalah penduduk berusia 10-14 tahun yang melakukan atau membantu kegiatan untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan minimal satu jam dalam seminggu. Selain itu, pengertian pekerja anak dapat didefinisikan sebagai anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun, baik laki-laki maupun perempuan, yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orangtuanya, untuk orang lain atau untuk dirinya sendiri yang membutuhkan sejumlah waktu, dengan menerima imbalan atau tidak. 15 Pada masa 6-12 tahun, diberikan motivator, arahan, dan dorongan, untuk memiliki cita-cita. Pada masa 12-17 tahun, masa remaja, masa mencari jati diri, sekaligus menjadi masa idealis. Usia yang mencari patorn lewat lingkungan, tokoh, artis, dan sahabat-sahabatnya. Mereka lebih dekat, lebih terbuka dan mengutamakan sahabat. 16 Pada usia 7-12 tahun, operasional konkret. Mampu berpikir logis mengenai objek dan kejadian. Pada Usia 12 tahun keatas, operasional formal. 13 Drs.Agoes Dariyo, Psi. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama Psikologi ATITAMA, Bandung : PT. Refika Aditama, 2007 h. 8. 14 Drs.Agoes Dariyo, Psi. 2007, h. 8. 15 Dr. H.A. Hasyim Nawawi, SH, M.Si Nurcholis, M.Pd, Kekerasan Terhadap Pekerja Anak, Perspektif Ilmu Sosial, Yogyakarta: Teras, 2010, Cet 1. hal. 24. 16 Ir. Jarot Wijanarko, Meningkatkan Kecerdasan Emosi Dan Spiritual Anak.Mendidik Anak dengan Hati, Banten, Serpong: PT. Happy Holy Kids, hal. 12-14. Mampu berpikir logis mengenai soal abstrak serta menguji hipotesis secara sistematis, menaruh perhatian terhadap masalah hipotesis, masa depan, dan masalah ideologis. 17 Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W. Starbuck adalah: a. pertumbuhan pikiran dan mental adalah sifat kritis yang diterima oleh remaja terhadap agama mulai timbul, selain itu masalah agama mereka pun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya, b. perkembangan perasaan adalah perkembangan pada perasaan sosial, etis, dan estetis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya, c. perkembangan sosia adalah perkembangan dalam hal kepentingan sosial, seperti keuangan, kesejahteraan, kebahagiaan, kehormatan diri, masalah sosial, masalah kesenangan pribadi, dan masalah akhirat dan keagamaan, d. perkembangan moral para remaja, adalah taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi self-directive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik adaptive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama submissive, belum menyakini akan kebenaran ajaran moral dan agama unadjusted, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat deviant, e. sikap dan minat para remaja adalah sikap dan minat dalam masalah keagamaan yang masih sangat kecil. 18 Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui permasalahan anak jalanan dengan pelayanan sosial yang dilakukan oleh Yayasan Bina Insan Mandiri. Maka dari itu penulis memilih judul skripsi “Pelayanan Sosial Anak Jalanan di Yayasan Bina Insan Mandiri-Depok ”. 17 Rita L. Atkinson Richard C. Atkinson, Pengantar Psikologi I, Jakarta: PT. Erlangga Ed 8, hal. 97. 18 Dr. Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997, Ed. 1 Cet. 2, hal.72-74.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah