Macam-Macam dan Mekanisme Kerja Desinfektan

5. Biguanid Zat ini merusak membran luar dan dalam yang menjadikan hilangnya potensial membran dan kebocoran intaseluler. Hal tersebut menyebabkan difusi pasif yang memperantarai uptake lebih lanjut dan terjadilah koagulasi sitosol. 17,18 Biguanid merupakan antibakteri spektrum luas, meskipun memiliki keterbatan efektivitas terhadap virus dan tidak besifat sporosida. Bigunaid dapat berfungsi pada pH 5-7 dan dapat diinaktivasi oleh deterjen dan sabun. Contoh bahan ini adalah klorheksidin. 10,17 6. Agen Pengoksida Bahan ini bekerja dengan cara memproduksi radikal bebas peridoksil sebagai oksidan, yang kemudian beraksi dengan lemak, protein, dan DNA. Kelompok sulhifdril juga menjadi sasaran umum, sehingga terjadi peningkatan permeabilitas membran sel. 17 Contoh zat ini adalah hidogen peroksida dan asam perasetat. Hidrogen peroksida berefek terhadap bakteri, virus , jamur, dan dapat bersifat spirosidal pada konsentrasi tinggi. Pada konsentrasi 0,3-6,0 hidrogen peroksida digunakan sebagai desinfektan, dan pada konsentrasi 6,0-25 digunakan untuk sterilisasi. 6,10,17 7. Quarternary Ammonium CompoundsQAS Agen ini merusak dinding sel dan membran sitoplasma, memediasi ikatan fosfolipid sehingga menyebabkan hilangnya integritas struktural membran sitoplasma; meningkatkan uptake dan menginduksi kebocoran komponen intraseluler kemudian terjadi lisis. 17 Contoh agen ini adalah benzalkonium klorida dan cetrimid. Agen ini memiliki keefektifan tinggi terhadap bakteri Gram positif, dan memiliki keefektifan yang baik terhadap bakteri Gram negatif, jamur, dan virus beramplop. 10,17 Seperti yang telah dijelaskan, mekanisme kerja desinfektan secara umum meliputi beberapa cara, yaitu 1. Mengacaukan proton transmembran sehingga menyebabkan terlepasnya fosoforilasi oksidatif dan menghambat transpor aktif melewati membran. 2. Meghambat proses respirasi atau reaksi katabolikanabolik. 3. Mengacaukan replikasi. 4. Hilangnya kerapatan membran sehingga menyebabkan kebocoran komponen intraseluler penting seperti potasium, fosfat inorganik, pentosa, nukleotida, dan protein. 5. Lisis. 6. Koagulasi material intraselular. 19 Adapun sasaran mekanisme kerja masing-masing desinfektan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut : Gambar 2.1. Mekanisme dan sasaran kerja desinfektan. 3

2.1.2.5 Metode Pengujian Desinfektan

Berbagai metode uji desinfektan yang spesifik telah dikembangkan untuk memberikan gambaran seberapa efektif suatu desinfektan, meliputi : a. Uji Koefisien Fenol Metode ini merupakan suatu uji baku efektivitas desinfektan yang umum dilakukan dan telah distandarisasi oleh British standard. Fenol digunakan sebagai bahan standar uji efektivitas desinfektan karena kemampuannya membunuh jasad renik sudah teruji. Pada uji ini, dibandingkan efektivitas suatu produk antimikroba dengan daya bunuh fenol dalam kondisi uji yang sama. Berbagai pengenceran fenol dan produk yang dijadikan sampel percobaan dicampur dengan suatu volume tertentu biakan bakteri uji. 6,14 Uji koefisien fenol dilakukan dengan memasukkan satu volume tertentu organisme uji kedalam larutan fenol murni dan zat kimia yang akan diuji pada berbagai pengenceran. Kemudian setelah interval tertentu, suatu jumlah tertentu dari tiap pengenceran diambil dan ditanam pada media perbenihan lalu diinkubasi selama 18-24 jam. Setelah diinkubasi dilakukan penilaian terhadap pertumbuhan bakteri. 4 Nilai koefisien fenol dihitung dengan cara membagi hasil uji pengenceran tertinggi zat antiseptik uji yang tidak ada pertumbuhan bakterinya pada waktu tercepat dan terlama dengan hasil uji pengenceran fenol yang tidak ada pertumbuhan bakterinya pada waktu tercepat dan terlama. Nilai koefisien fenol yang kurang atau sama dengan 1 menunjukkan bahwa efektivitas senyawa tersebut sama dengan fenol atau lebih kecil dari fenol. Sedangkan jika nilai koefisien fenolnya lebih dari 1 berarti senyawa tersebut lebih efektif dibanding fenol. 4,14 b. Uji Kapasitas Capasity test Uji kapasitas dilakukan dengan meningkatkan jumlah mikroorganisme secara bertahap sehingga dapat diukur kemampuan bunuh desinfektan terhadap mikroorganisme tertentu. Jumlah bakteri yang masih mampu dibunuh menunjukkan kapasitas desinfektan. 3,20 c. Uji pembawa Carier test Bahan pembawa yang digunakan pada metode ini adalah sutera yang telah dikontaminasi dengan inokulum mikroorganisme uji kemudian dikeringkan. Pembawa kemudian dimasukkan kedalam larutan desinfektan dengan kontak waktu tertentu kemudian diinokulasi. Kekuatan desinfektan uji ditunjukkan dengan hasil tidak adanya pertumbuhan mikroorganisme pada media inokulasi. Uji pembawa ini memiliki kelemahan, yaitu bakteri yang hidup pada pembawa selama pengeringan tidak konstan dan jumlah bakteri yang terdapat pada pembawa sulit diperkirakan. 3 d. Uji praktek Practical test Uji praktek dilakukan untuk memastikan apakah efektivitas desinfektan memiliki korelasi dengan hasil percobaan laboratorium. Prinsip metode ini adalah mengukur hubungan waktu dengan konsentrasi desinfektan terhadap mikroorganisme yang terdapat pada peralatan rumah tangga. Metode ini menggunakan sepotong Polivinil Clorida PVC yang sudah dikontaminasi dengan inokulum bakteri baku kemudian dikeringkan. Sejumlah larutan desinfektan kemudian disebar menutupi PVC dengan waktu kontak tertentu lalu dibilas dengan air suling steril. Air bilasan inilah yang kemudian menjadi bahan inokulasi untuk melihat ada atau tidak pertumbuhan bakteri. 3,19 e. Uji Suspensi suspension test Uji suspensi merupakan metode yang paling sederhana, dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan dengan mengambil satu sengkelit suspensi mikroorganisme lalu dimasukkan kedalam larutan desinfektan. Diambil inokulasi dari suspensi desinfektan yang telah tercampur mikroorganisme kemudian ditanam pada media pertumbuhan. Hasilnya dinilai dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan mikroorganisme. 3 Secara Kuantitatif, uji suspensi dilakukan dengan membandingkan jumlah mikroorganisme yang hidup sebelum dan sesudah kontak dengan desinfektan uji. Nilai efek mikrobisid menentukan kekuatan desinfektan uji. Nilai ini merupakan perbandingan logaritma jumlah mikroorganisme sebelum dan sesudah kontak. Nilai efek mikrobisid 1 menunjukkan desinfektan mampu membunuh 90 koloni mikroorganisme, nilai efek mikrobisid 2 menunjukkan desinfektan mampu membunuh 99 koloni mikroorganisme, dan nilai efek mikrobisid 5 menunjukkan bahwa 99,99 koloni mikroorganisme telah terbunuh. 3

2.1.3 Kandungan Pine Oil pada Desinfektan

Pine oil dapat berfungsi sebagai desinfektan, sanitizer, mikrobisidmikrostatik, insektisida, dan virusida. Prinsip dan daya kerja pine oil adalah dengan cara mendenaturasi protein. Penggunaannya dapat diaplikasikan sebagai pembersih untuk di kamar mandi, toilet, bagian dalam kantor, ruangan rumah, bagian dalam rumah sakit, dan lain-lain. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengatasi bau yang membandel. 21,22,23 Tabel. 2.1. Identifikasi Kimia Pine Oil 22 Nama kimia 1-Methyl-4-isoprophyl-1-cyclo-hexen-8-ol Nama umum dagang Pine Oil 80 Rumpun kimia alpha-Terpineol dan Terpinolon Terpen alkohol Kode kimia EPA 067002 Rumus kimia C 10 H 18 O Struktur kimia CH3-C6H9-OH-C 3 H 5 Tabel 2.2 Identifikasi Fisik Pine Oil 22 Parameter Nilai Berat molekul 154,0 Warna Tidak berwarna sampai kuning pucat Sediaan Cairan Gaya berat spesifik 0,952 pada suhu 20 o pH Tidak dapat larut dalam air Stabilitas Penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan yang diperpanjang hingga 30 hari, substansinya tetap stabil Kelarutan dalam bahan organik Isopropil alkohol 90 Toluen 90 Tekanan uap 0,2 mmHg pada suhu 20 o C Mikroorganisme target yang dapat dibunuh oleh pine oil diantaranya : Brevibacterium ammoniagenes, Enterobacteraerogenes, Candida albicans, Escherichia coli, bakteri enterik Gram-negatif, kuman rumah tangga, kuman rumah tangga Gram-negatif seperti yang dapat menyebabkan salmonellosis, Herpes simplex tipe 1 and 2, virus influenza tipe A2Japan, virus influenza tipe ABrazil, bakteri pencernaan, klebsiella pneumoniae, bakteri penyebab bau, jamur, lumut, Pseudomonas aeruginosa, Trichophyton mentagrophytes, Salmonella choleraesuis, Salmonella typhi, Salmonella typhosa, Serratia marcescens, Shigella sonnei, Streptococcus faecalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus. 22