Pengaruh Modifikasi Kimia Terhadap Sifat-Sifat Komposit Polietilena Densitas Rendah (LDPE) Terisi Tempurung Kelapa

(1)

PENGARUH MODIFIKASI KIMIA TERHADAP

SIFAT-SIFAT KOMPOSIT POLIETILENA DENSITAS

RENDAH (LDPE) TERISI TEMPURUNG KELAPA

TESIS

Oleh

TENGKU FAISAL ZULKIFLI HAMID

067022012/TK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

PENGARUH MODIFIKASI KIMIA TERHADAP

SIFAT-SIFAT KOMPOSIT POLIETILENA DENSITAS

RENDAH (LDPE) TERISI TEMPURUNG KELAPA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Teknik Kimia

Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

TENGKU FAISAL ZULKIFLI HAMID

067022012/TK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Telah diuji pada Tanggal 11 Juli 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Salmah, M.Sc

Anggota : 1. Dr. Halimatuddahliana, ST, M.Sc 2. Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia

3. Dr. Supri, S.Si, M.Si

4. Ir. Hamidah Harahap, M.Sc 5. M. Hendra S. Ginting, ST, MT


(4)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan kandungan tempurung kelapa (TK) dengan matriks polietilena densitas rendah (LDPE) dan pengaruh modifikasi kimia tempurung kelapa dengan asam asetat dan asam akrilik terhadap sifat-sifat mekanik, morfologi dan sifat termal komposit LDPE/TK. Komposit LDPE/TK dibuat dengan menambahkan partikel TK dengan kandungan yang berbeda telah mengalami asetilasi atau esterifikasi dengan ukuran 44 m ke dalam matriks LDPE. Komposit LDPE/TK disediakan di dalam pencampur Z-Blade pada temperatur 180 oC selama 25 menit dan putaran 50 rpm. Pengaruh penambahan kandungan TK menunjukkan kekuatan tarik dan modulus Young tertinggi didapat pada kandungan TK 60 % yaitu 12,2 MPa dan 260 MPa, tetapi sifat perpanjangan saat putus dari komposit LDPE/TK turun menjadi 9 %. Hasil analisis termal gravimetri (TGA) menunjukkan pada kandungan TK 60 %, kestabilan termal komposit LDPE/TK relatif meningkat pada 600oC, dimana berat komposit LDPE/TK yang hilang mencapai 99,057 %. Hasil analisis kalori diferensial (DSC) menunjukkan kandungan TK tidak berpengaruh secara signifikan terhadap temperatur peleburan (Tl) komposit LDPE/TK. Pada kandungan TK 60 %, entalpi peleburan komposit ( Hfkom) turun menjadi 57,64 J/g, derajat kristalinitas komposit (Xkom) turun menjadi 20,22 % dan derajat kristalinitas LDPE (XLDPE) meningkat menjadi 32,35 %. Pengaruh asetilasi menunjukkan nilai kekuatan tarik, modulus Young, dan perpanjangan saat putus tertinggi didapat pada kandungan TK 60 % yaitu 13,02 MPa, 265 MPa dan 15 %. Pada kandungan pengisi yang sama (60 % TK), asetilasi pada partikel TK relatif meningkatkan kestabilan termal komposit LDPE/TK dimana pada 600 oC berat komposit LDPE/TK yang hilang mencapai 94,143 %. Hasil analisis kalori diferensial (DSC) menunjukkan bahwa asetilasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Tl komposit LDPE/TK. Pada kandungan TK 60 %, Hfkom meningkat menjadi 68,88 J/g, Xkom meningkat menjadi 24,16 % dan XLDPE meningkat 38,66 %. Pengaruh esterifikasi menunjukkan nilai kekuatan tarik, modulus Young, dan perpanjangan saat putus tertinggi didapat pada kandungan TK 60 % yaitu 12,59 MPa, 297 MPa dan 19 %. Pada kandungan pengisi yang sama (60 % TK), esterifikasi partikel TK menunjukkan bahwa pada kandungan 60 % TK, kestabilan termal komposit LDPE/TK relatif meningkat pada 600 oC, dimana berat komposit LDPE/TK yang hilang mencapai 97,571 %. Hasil analisis kalori diferensial (DSC) menunjukkan bahwa esterifikasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Tl komposit LDPE/TK. Pada kandungan TK 60 %, Hfkom meningkat menjadi 68,42 J/g, Xkom meningkat menjadi 24,01 % dan XLDPE meningkat menjadi 38,42 %. Analisis permukaan patahan uji tarik menggunakan mikroskop elektron payaran (SEM) menunjukkan bahwa pada kandungan pengisi yang sama, modifikasi kimia pada partikel tempurung kelapa menghasilkan interaksi yang lebih baik dengan matriks LDPE. Hal ini ditunjukkan dengan semakin homogennya penyebaran partikel TK di dalam matriks LDPE. Analisis spektroskopi infra merah (FTIR) menunjukkan adanya peningkatan interaksi di antara pengisi dan matriks, dimana modifikasi kimia menghasilkan gugus-gugus fungsi.

Kata Kunci: Komposit, polietilena densitas rendah, tempurung kelapa, modifikasi kimia, asetilasi, esterifikasi.


(5)

ABSTRACT

This research is aimed to investigate the effect of coconut shell (CS) content with low density polyethylene (LDPE) matrix and the effect of CS modification with acetic acid or acrylic acid on mechanical properties, morphology and thermal properties of LDPE/CS composites. LDPE/CS composites were made by the addition of CS particle with different content at size 44 m which was acetylated or esterified with LDPE matrix in Z-blade mixer at 180 oC and 50 rpm for 25 minutes. The effect of CS content show that the highest of tensile strength and Young’s modulus obtained at content of 60 % CS that is 12,2 MPa dan 260 MPa, but the elongation at break of LDPE/CS composites decrease until 9 %. The result of Thermogravimetry analysis (TGA) at content of 60 % CS exhibited that thermal stability of LDPE/CS composites relatively increase at 600 oC, where the weight loss of LDPE/CS composites reaching 99,057 %. The result of Differential Scanning Calorimetry (DSC) showed that CS content had not significant affect to the melting temperature (Tm) of LDPE/CS

composites. For the content of 60 % CS, the composites fusion enthalpy ( Hfcom)

decrease to 57,64 J/g, degree crystallinity of composites (Xcom) decrease to 20,22 %

and degree crystallinity of LDPE (XLDPE) increase to 32,35 %. The effect of

acetylation exhibited that the highest of tensile strength, Young’s modulus and elongation at break obtained at content of 60 % CS were 13,02 MPa, 265 MPa and 15 %. At the similar filler content (60 % of CS), the acetylated CS particles relatively increase the thermal stability of LDPE/CS composites where at 600 oC the weight loss of LDPE/CS composites reaching 94,143 %. The result of Differential Scanning Calorimetry (DSC) showed that acetylation had not significant affect to the Tm of

LDPE/CS composites. For the 60 % CS content, the Hfcom increase to 68,88 J/g,

Xcom increase to 24,16 % and XLDPE increase to 38,66 %. The effect of esterification

exhibited that the highest of tensile strength, Young’s modulus and elongation at break obtained at content of 60 % CS were 12,59 MPa, 297 MPa and 19 %. At the similar filler content (60 % of CS), the acetylated CS particles relatively increase the thermal stability of LDPE/CS composites where at 600 oC the weight loss of LDPE/CS composites reaching 97,571 %. The result of Differential Scanning Calorimetry (DSC) showed that esterification had not significant affect to the Tm of

LDPE/CS composites. For the content of 60 % CS, Hfcom increase to 68,42 J/g,

Xcom increase to 24,01 % and XLDPE increase to 38,42 %. At similar content,

Scanning Electron Microscopy (SEM) of tensile fractured surface indicates that CS particles with chemical modification resulting a better interaction with LDPE matrix. It shown by the dispersion homogeneity of CS particles in LDPE matrix. The FTIR spectrum analysis exhibited increases the interaction between filler and matrix, whereas the chemical modification resulting new functional group.

Keywords: Composites, low density polyethylene, coconut shell, chemical modification, acetylation, esterification.


(6)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga Penulis telah dapat menyelesaikan

penulisan Tesis dengan judul “PENGARUH MODIFIKASI KIMIA TERHADAP

SIFAT-SIFAT KOMPOSIT POLIETILENA DENSITAS RENDAH (LDPE) TERISI TEMPURUNG KELAPA ”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Sudi Magister Teknik Kimia.

Terima kasih yang mendalam dan tulus Penulis sampaikan secara khusus kepada Ibu DR. Ir. Salmah, MSc, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu, memberikan bimbingan dan pengarahan dengan tulus dan ikhlas selama proses penelitian hingga penulisan tesis ini. Terima kasih juga Penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Halimatuddahliana, ST, MSc, selaku anggota komisi pembimbing yang banyak memberikan bimbingan dan saran dalam penulisan tesis ini.

Selanjutnya Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp.A (K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana USU Program Studi Magister Teknik Kimia.


(7)

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., selaku Direktur sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia, selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Kimia

4. Para staf pengajar Sekolah Pascasarjana Magister Teknik Kimia USU.

5. Pusat Pengajian dan Teknik Bahan Universiti Malaysia Perlis (UniMAP) Jejawi, Perlis. Malaysia..

Secara khusus Penulis menghaturkan sembah dan sujud serta ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada Ayahanda Tengku Zulkifli Hamid, SH (Alm) dan Ibunda Azizah, SH yang dengan penuh keikhlasan telah mendidik dan membesarkan Penulis. Teristimewa untuk Istriku tercinta Mutia Ayu Reizna, ST dan anak-anakku

Tengku Faireiz Athaillah Hamid dan Tengku Farrel Althaffah Hamid yang dengan sabar dan setia selalu memberikan dukungan dan semangat selama Penulis menjalani pendidikan di SPs USU. Kepada kakak, abang dan Adikku, Tengku Marwiati Oktaviani Hamid, SE, SH, Tengku Boumedine Hamid Zulkifli, SP, Tengku Kaddhafi Almunir, SP dan Drg. Idi Amin Hamid, terima kasih atas perhatian dan semangatnya.

Terima kasih juga kepada DR. Supri, DR. Ir. Suryadiansyah, dan Ismail di UniMap, Perlis, Malaysia yang telah banyak membantu selama Penulis melakukan riset. Untuk teman-teman Program Studi Magister Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara Medan, khususnya Faisal Amri, MT dan Azhar R, terima kasih atas semua bantuan dan dukungannya.


(8)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, dengan hasrat menghasilkan yang terbaik, Penulis mengharapkan saran-saran yang membangun serta kritik yang sehat demi bermanfaatnyaTesis ini.

Medan, Juli 2008 Penulis,

Tengku Faisal Zulkifli Hamid NPM. 067022012


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : TENGKU FAISAL ZULKIFLI HAMID

Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 08 Juni 1975

Alamat : Jln. Palembang No. 54 Binjai

Pekerjaan : Staff Pengajar Fakultas Teknik, Universitas Medan

Area, Medan

Pendidikan : SD Negeri No. 020265 Binjai, 1987

SMP Negeri 1 Binjai, 1990 SMA Negeri 1 Binjai, 1993

Sarjana Teknik Kimia, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 1999

Magister Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008

Orang Tua : TENGKU ZULKIFLI HAMID, SH (alm)

AZIZAH, SH

Istri : MUTIA AYU REIZNA, ST

Anak : TENGKU FAIREIZ ATHAILLAH HAMID


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………... i

ABSTRACT………. ii

KATA PENGANTAR………...………... iii

RIWAYAT HIDUP……….. vi

DAFTAR ISI………...…………... vii

DAFTAR TABEL………... x

DAFTAR GAMBAR………... xi

DAFTAR LAMPIRAN……… xiv

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang……… 1

1.2 Permasalahan...……….………. 4

1.3 Tujuan Penelitian.……….………... 5

1.4 Manfaat Penelitian ………..………….………... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 5

1.5.1 Bahan baku yang digunakan……….. 1.5.2 Variabel yang digunakan... ... 1.5.3 Pengujian Komposit... 5 6 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA………. 7

2.1 Komposit ……….………... 7

2.1.1 Fasa Matriks Komposit... 9

2.1.2 Fasa Penguat Dalam Komposit... 10

2.1.3 Antara Muka Pengisi- Matriks... 11

2.2 Polimer Polietilena ………..………... 15

2.3 Tempurung Kelapa………. 19

2.3.1 Selulosa……….. 19

2.3.2 Lignin………. 20

2.4 Modifikasi Kimia………..………. 23

2.5 Sifat Mekanik Bahan Komposit... 26

2.6 Sifat Termal Bahan Komposit... 28

2.6.1 Analisis Kalori Diferensial (DSC)... 28

2.6.2 Analisis Termal Gravimetri (TGA)... 29

2.7 Morfologi Bahan Komposit... 29


(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...………. 31

3.1 Tempat Dan Waktu ………….………..…………. 31

3.2 Peralatan... ………...………...……… 31

3.3 Bahan-bahan... 32

3.3.1 Partikel Tempurung Kelapa... 32

3.4 Prosedur Penelitian ………. 34

3.4.1 Pembentukan Komposit Tanpa Modifikasi Kimia... 34

3.4.2 Pembentukan Komposit dengan Modifikasi Kimia... 36

3.5 Pengujian dan Karakterisasi Komposit... 38

3.5.1 Pengujian Sifat Mekanik Dengan Uji Kekuatan Tarik... 38

3.5.2 Analisis Permukaan dengan Mikroskopik Elektron Payaran SEM)... 39

3.5.3 Analisis Kalori Diferensial (DSC)... 39

3.5.4 Analisis Termal Gravimetri (TGA)……….. 40

3.5.5 Analisis Spektroskopi Infra Merah (FTIR)... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 41

4.1 Pengaruh Kandungan Pengisi Terhadap Komposit LDPE Terisi Tempurung Kelapa Tanpa Modifikasi Kimia... 41

4.1.1 Sifat Kekuatan Tarik... 41

4.1.2 Sifat Perpanjangan Pada Saat Putus... 42

4.1.3 Sifat Modulus Young... 44

4.1.4Morfologi Permukaan Putus... 45

4.1.5 Analisis Termogravimetri (TGA)... 47

4.1.6 Analisis Kalorimetri Diferensial (DSC)... 49

4.2 Pengaruh Asetilasi Pada Pengisi Terhadap Komposit LDPE Terisi Tempurung Kelapa... 51

4.2.1 Sifat Kekuatan Tarik... 51

4.2.2 Sifat Perpanjangan Pada Saat Putus... 53

4.2.3 Sifat Modulus Young... 54

4.2.4 Morfologi Permukaan Putus... 55

4.2.5 Analisis Spektroskopi Infra Merah (FTIR) ... 57

4.2.6 Analisis Termogravimetri (TGA)... 59

4.2.7 Analisis Kalorimetri Diferensial (DSC)... 61

4.3 Pengaruh Esterifikasi Pada Pengisi Terhadap Komposit LDPE Terisi Tempurung Kelapa... 63

4.3.1 Sifat Kekuatan Tarik... 63

4.3.2 Sifat Perpanjangan Pada Saat Putus... 65

4.3.3 Sifat Modulus Young... 66

4.3.4 Morfologi Permukaan Putus... 67

4.3.5 Analisis Spektroskopi Infra Merah (FTIR) ... 69


(12)

4.3.7 Analisis Kalorimetri Diferensial (DSC)... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 76

5.1 Kesimpulan... 76

5.2 Saran... 78


(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1 Sifat Fisika dan Mekanik Polietilena ……… 18

2 Sifat-sifat Fisika Polietilena Densitas Rendah (LDPE)... 32 3 Komposisi Kimia Tempurung Kelapa... 33

4 Komposisi Campuran Komposit LDPE/Tempurung

kelapa... 38

5 Persentase Berat Komposit LDPE/TK Tanpa Modifikasi

Kimia yang Hilang pada Berbagai Temperatur yang

Berbeda... 48

6 Parameter Termal DSC Pada Komposit LDPE/TK tanpa

Modifikasi Kimia………... 50

7 Perbandingan Persentase Berat Komposit LDPE/TK

yang Hilang pada Berbagai Temperatur yang Berbeda

Dengan dan Tanpa Asetilasi... 60

8 Perbandingan Parameter Termal DSC Pada Komposit

LDPE/TK Dengan Asetilasi dan Tanpa Asetilasi... 62

9 Perbandingan Persentase Berat Komposit LDPE/TK

yang Hilang pada Berbagai Temperatur yang Berbeda

Dengan dan Tanpa Esterifikasi... 73

10 Perbandingan Parameter Termal DSC Pada Komposit


(14)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1 Mekanisme Adsorpsi dan Pembasahan …………...………. 13

2 Mekanisme Interdifusi...………… 13

3 Mekanisme Daya Tarikan Elektrostatik ..………. 14

4 Mekanisme Pengikatan Kimia... 14

5 Mekanisme Pengikatan Mekanik... 15

6 Proses Polimerisasi Polietilena... 16

7 Struktur Molekul dari Selulosa... 20

8 Struktur molekul dari lignin... 20

9 Diagram Alir Pembuatan Komposit LDPE/TK Tanpa Modifikasi Kimia... 35

10 Diagram Alir Pembuatan Komposit LDPE/TK Dengan Modifikasi Kimia... 37

11 Grafik Pengaruh Kandungan TK Terhadap Kekuatan Tarik Tanpa Modifikasi Kimia... 42

12 Grafik Pengaruh Kandungan TK Terhadap Sifat Perpanjangan Pada Saat Putus Komposit Tanpa Modifikasi Kimia... 43

13 Grafik Pengaruh Kandungan TK Terhadap Modulus Young Komposit Tanpa Modifikasi Kimia……….. 44

14 (a) Morfologi Permukaan Putus Komposit LDPE Blanko dengan Pembesaran 500X………...……….. 45

14 (b) Morfologi Permukaan Putus Komposit LDPE/TK (30% TK) dengan Pembesaran 200X... 46

14 (c) Morfologi Permukaan Putus Komposit LDPE/TK (60% TK) dengan Pembesaran 200X………. 46

15 Pengaruh Kandungan TK Terhadap Sifat Termogravimetri Komposit LDPE/TK... 47


(15)

16 Pengaruh Kandungan TK Terhadap Sifat Kalorimetri

Diferensial Komposit LDPE/TK ... 49

17 Pengaruh Kandungan TK Terhadap Kekuatan Tarik Pada

Komposit LDPE/TK Tanpa Asetilasi Dan Dengan

Asetilasi... 52

18 Pengaruh Kandungan TK Terhadap Sifat Perpanjangan

Pada Saat Putus Komposit LDPE/TK Tanpa Asetilasi Dan

Dengan Asetilasi……….………..………… 53

19 Pengaruh Kandungan TK Terhadap Modulus Young Pada

Komposit LDPE/TK Tanpa Asetilasi Dan Dengan

Asetilasi……… 54

20 (a) Morfologi Permukaan Putus Komposit LDPE/TK dengan

Asetilasi (30% TK) dengan Pembesaran 200X………. 56

20 (b) Morfologi Permukaan Putus Komposit LDPE/TK dengan

Asetilasi (60% TK) dengan Pembesaran 200X………. 56

21 (a) Grafik FTIR Pada Pengisi Tempurung Kelapa Tanpa

Asetilasi... 58 21 (b) Grafik FTIR Pada Pengisi Tempurung Kelapa Dengan

Asetilasi……….……. 58

22 Reaksi Kimia Antara Tempurung Kelapa Dengan Asam

Asetat (Asetilasi)……...…… 59

23 Pengaruh Asetilasi TK Terhadap Sifat Termogravimetri

Komposit LDPE/TK... 59

24 Pengaruh Asetilasi TK Terhadap Sifat Kalorimetri

Diferensial Komposit LDPE/TK……….. 62

25 Pengaruh Kandungan TK Terhadap Kekuatan Tarik Pada

Komposit LDPE/TK Tanpa Esterifikasi Dan Dengan

Esterifikasi……… 64

26 Pengaruh Kandungan TK Terhadap Sifat Perpanjangan

Pada Saat Putus Komposit LDPE/TK Tanpa Asetilasi Dan

Dengan Esterifikasi ...……….……… 66

27 Pengaruh Kandungan TK Terhadap Modulus Young Pada

Komposit LDPE/TK Tanpa Asetilasi Dan Dengan


(16)

28 (a) Morfologi Permukaan Putus Komposit LDPE/TK dengan

Esterifikasi (30% TK) dengan Pembesaran 200X …...…... 68

28 (b) Morfologi Permukaan Putus Komposit LDPE/TK dengan

Esterifikasi (60% TK) dengan Pembesaran 200X …...…... 69

29 Grafik FTIR Pada Pengisi Tempurung Kelapa Dengan

Esterifikasi ..………... 70

30 Reaksi Kimia Antara Tempurung Kelapa Dengan Asam

Akrilik (Esterifikasi)………..………... 71

31 Pengaruh Esterifikasi TK Terhadap Sifat Termogravimetri

Komposit LDPE/TK... 72

32 Pengaruh Esterifikasi TK Terhadap Sifat Kalorimetri


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1 Gambar Alat... ……… 86 2 Hasil Analisa Ukuran Partikel... 89


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningkatnya penggunaan serat-serat alami sebagai penguat terhadap komposit polimer pada tahun-tahun terakhir ini sangat dipengaruhi oleh isu-isu lingkungan, biaya produksi serta persaingan pasar yang tinggi. Hal ini meningkatkan ketertarikan untuk melakukan penelitian dalam penggunaan limbah industri dan agrikultur yang memiliki manfaat yang besar. Penyatuan beberapa jenis bahan pengisi ke dalam matriks polimer dapat digunakan untuk menghasilkan komposit polimer dengan sifat-sifat yang berbeda. Sekarang ini, penelitian menggunakan bahan pengisi yang berasal dari produk-produk agrikultur atau limbah industri sebagai alternatif bahan pengisi anorganik dalam karet dan plastik menjadi perhatian yang besar.

Dalam perkembangannya di tahun-tahun terakhir ini, penelitian di bidang komposit lebih difokuskan pada komposit termoplastik yang diperkuat dengan bahan-bahan yang mengandung selulosa dan lignoselulosa sebagai pengganti pengisi anorganik seperti serbuk kayu, kelapa sawit, abu sekam padi, jut, sisal dan abu sekam padi putih yang merupakan sisa dari hasil pertanian maupun industri. Kegunaan berbagai pengisi ini menunjukkan peningkatan pada modulus Young dan kekerasan pada komposit, dimana kekuatan tarik menjadi berkurang dengan pembebanan pengisi (Krzysik dan Youngquist, 1991; Maldas dan Kokta, 1993; Sanadi dkk, 1994;


(19)

Sanadi dkk, 1995, Siriwardena, dkk, 2002a; Siriwardena, dkk, 2002b). Selain murah, bahan-bahan ini memberikan banyak kelebihan dari aspek lingkungan hidup dan aspek teknik (Josep, dkk, 1996, Felix dan Gatenholm, 1991).

Komposit polimer semakin berkembang dewasa ini, bersaing dengan komposit matriks logam maupun keramik. Berbagai pemrosesan komposit terus dipacu, diarahkan ke sasaran produk yang bersifat seperti yang dikehendaki. Komposit polimer komersil selama ini umumnya menggunakan bahan polimer termoset. Suplai bahan baku yang terbatas mengakibatkan bahan ini relatif mahal dibandingkan polimer termoplastik yang tersedia. Polimer termoplastik seperti polietilena densitas rendah (LDPE) merupakan bahan komposit polimer komersil yang relatif lebih murah dibandingkan polimer termoset yang tersedia. Menurut Cowd (1991), LDPE merupakan poliolefin yang bersifat termoplastik, murah dan dapat didaur ulang, tetapi pada proses pencampuran membutuhkan panas. Kelebihan polimer LDPE sebagai matriks antara lain : mudah diproses, suhu pemrosesan yang lebih rendah dibandingkan polimer lain serta lebih aplikatif dalam penggunaannya. Penelitian yang dilakukan oleh Kalaprasad, dkk (2000) tentang komposit LDPE yang diperkuat dengan serat sisal 6 mm dan bahan penyerasi toluena menemukan bahwa konduktivitas termal komposit yang dihasilkan meningkat hingga mencapai temperatur 350 K.

Tempurung kelapa merupakan salah satu bahan pengisi alamiah yang banyak terdapat di negara-negara tropis seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dan Srilangka. Menurut Sapuan dkk, (2003), tempurung kelapa merupakan bahan yang sangat


(20)

potensial untuk digunakan sebagai pengisi komposit karena memiliki sifat-sifat modulus dan kekuatan yang tinggi. Sifat-sifat pada tempurung kelapa ini dapat menghasilkan komposit yang bermanfaat sebagai material bahan bangunan, tali pengikat, jaring ikan, dan perabot rumah tangga.

Di Indonesia, tempurung kelapa dapat dikumpulkan dari berbagai sumber antara lain lokasi pembuatan kopra, pasar-pasar tradisional, industri santan instan, dan lain-lain. Tempurung kelapa merupakan salah satu sumber bahan pengisi alamiah yang potensial dan mempunyai prospek ekonomis tinggi. Penggunaan bahan pengisi alamiah berkembang seiring dengan perkembangan teknologi, faktor ekonomis, isu-isu lingkungan. Suhara dan Sain (2007) telah meneliti komposit polietilena densitas tinggi (HDPE) terisi jerami gandum. Dengan komposisi jerami gandum 65 % (mesh 60 ), sifat-sifat mekanik pada komposit tersebut telah meningkat. Penelitian lain yang dilakukan oleh Colom dkk, (2003) menunjukkan bahwa penggunaan 40% serat kayu aspen ukuran 60 mesh di dalam HDPE telah menghasilkan komposit dengan sifat mekanik dan sifat penyerapan air yang meningkat.

Proses pencampuran polietilena densitas rendah dengan partikel tempurung kelapa cenderung tidak berlangsung secara homogen karena sifat kedua bahan yang mempunyai kepolaran berbeda. Untuk menghasilkan komposit dengan sifat-sifat mekanik yang baik perlu diberikan/ditambahkan kemampuan hidrofobik kepada partikel tempurung kelapa melalui suatu reaksi kimia. Hal ini telah diteliti oleh beberapa peneliti (Siriwardena, dkk, 2001; Ismail, dkk, 2001; Ismail, dkk, 2003) yang


(21)

menemukan bahwa komposit termoplastik yang diperkuat dengan pengisi alami akan meningkatkan sifat-sifat mekanik dari komposit tersebut.

Salmah dkk, (2005a) telah meneliti bahwa penambahan bahan penggandeng ataupun bahan penyerasi pada pembuatan komposit polipropilena (PP)-etilena propilena diena terpolimer (EPDM) terisi sludge kertas meningkatkan ikatan yang lemah antara bahan pengisi dengan resin termoplastik sehingga akan memperbaiki kekuatan mekanik pada komposit yang dihasilkan. Modifikasi kimia dari serat alami merupakan reaksi antara komponen-komponen dari serat alami dengan bahan kimia dan hal ini berpotensi untuk memperbaiki sifat-sifat dari serat alami tersebut yang pada umumnya terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin.

Berdasarkan uraian di atas, maka tempurung kelapa sebagai salah satu buangan pertanian yang mengandung bahan lignoselulosa memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan pengisi pada proses pembuatan komposit dengan matriks polimer polietilena densitas rendah (LDPE).

1.2 Permasalahan

Masalah utama yang dihadapi di dalam pembuatan komposit polietilena densitas rendah dan tempurung kelapa adalah pengisi yang bersifat hidrofilik dan matriks polietilena densitas rendah yang bersifat hidrofobik yang melemahkan sifat komposit. Pada penelitian ini untuk meningkatkan keserasian di antara pengisi dan matriks dilakukan modifikasi kimia pada pengisi.


(22)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

a. Pengaruh kandungan tempurung kelapa (TK) dengan polietilena densitas rendah (LDPE) terhadap sifat-sifat mekanik, morfologi dan sifat termal komposit LDPE/TK.

b. Pengaruh modifikasi kimia tempurung kelapa dengan asam asetat dan asam akrilik terhadap sifat-sifat mekanik, morfologi dan sifat termal komposit LDPE/TK.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: a. Meningkatkan pemanfaatan tempurung kelapa sebagai bahan pengisi

dalam pembuatan komposit.

b. Meningkatkan nilai ekonomi tempurung kelapa.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :

1.5.1 Bahan baku yang digunakan

1. Polimer polietilena densitas rendah (LDPE) sebagai matriks 2. Partikel tempurung kelapa dengan ukuran 44 m

3. Asam asetat dan asam akrilik, bahan kimia modifikasi untuk pengisi tempurung kelapa


(23)

1.5.2 Variabel yang digunakan

1. Perbandingan berat LDPE dan partikel TK = 100 : 0; 100 : 15; 100 : 30; 100 : 45; 100 : 60 (bsp).

2. Modifikasi kimia partikel TK dengan menggunakan asam asetat 50% (1 : 20) w/v

3. Modifikasi kimia partikel TK dengan menggunakan asam akrilik 3% dalam larutan etanol (pengisi diesterkan di dalam larutan akrilik-etanol).

1.5.3 Pengujian Komposit

1. Pengujian sifat mekanik (kekuatan tarik, perpanjangan pada saat putus dan modulus Young)

2. Pengujian analisis permukaan dengan mikroskop elektron payaran(SEM) 3. Pengujian analisis kalori diferensial (DSC) dan analisis termal gravimetri

(TGA) untuk menentukan temperatur lebur (Tl), derajat kristalinitas

komposit (Xkom) dan LDPE (XLDPE) serta entalpi peleburan ( Hfkom).


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komposit

Bahan komposit adalah suatu sistem bahan yang tersusun melalui pencampuran atau penggabungan dua atau lebih makrokonstituen yang berbeda dalam bentuk dan atau komposisi dan tidak larut satu sama lain. Komposit Polimer adalah campuran suatu polimer dengan bahan tambahan baik organik ataupun anorganik yang memiliki bentuk tertentu seperti : serat, partikel, bola dan lembaran (Xanthos, 2005).

Penyusun komposit secara umum adalah logam, bahan organik, dan anorganik. Bentuk bahan utama yang digunakan dalam pembentukan bahan komposit adalah serat, partikel, lamina, layer, flakes. Matriks merupakan body constituent yang bertanggungjawab dalam pembentukan akhir komposit. Serat, partikel, lamina, dan

flake merupakan konstituen pembentuk (structural constituents), bertanggungjawab dalam pembentukan struktur internal komposit.

Menurut Premasingan (2000) komposit dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Komposit jenis serat yang mengandung serat-serat pendek dengan diameter

kecil yang disokong oleh matriks yang berfungsi untuk menguatkan komposit, seperti serat tandan sawit, serat sintetis, kaca atau logam.


(25)

2. Komposit jenis lamina yaitu komposit yang mengandung bahan pelapis yang diikat bersama antara satu sama lain dengan menggunakan pengikat, contohnya papan komposit yang dibuat dari papan venir dan perekat urea formaldehid atau phenol formaldehid.

3. Komposit jenis partikel yaitu partikel tersebar dan diikat bersama oleh matriks polimer.

Umumnya komposisi matriks jauh lebih banyak dari rangka (Hariadi, 2000), hal ini disebabkan karena bahan komposit dibuat untuk mengoptimalkan sifat-sifat antara lain mekanik, termal, kimia dan lain-lain yang sulit menggunakan bahan tunggal (logam, keramik, atau polimer saja).

Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada komposit yang diperkuat agar dapat membentuk produk efektif yaitu :

1 Komponen penguat harus memiliki modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada matriksnya.

2 Harus ada ikatan permukaan yang kuat antara komponen penguat dan matriks. Banyak contoh komposit untuk pemakaian yang berbeda-beda, misalnya beton bertulang merupakan komposit yang terdiri dari besi beton dalam matriks beton, contoh umum lainnya adalah plastik berpenguat, dimana unsur-unsur penguat adalah serat karbon, kaca, atau boron sebagai contoh badan perahu dibuat dari plastik diperkuat dengan serat plastik (Vlack, 1989).


(26)

2.1.1 Fasa Matriks Komposit

Fasa matriks adalah fasa cair yang terdapat dalam suatu komposit dengan fasa penguat tersebar di dalamnya. Fasa ini berfungsi sebagai pelekat untuk pengisi terbenam di dalamnya. Untuk memperoleh suatu pelekatan yang baik antara fasa matriks dengan fasa penguat atau fasa tersebar, yaitu pengisi, pembasahan yang sempurna oleh fasa matriks perlu dilakukan supaya interaksi yang baik berlaku antara fasa matriks dengan fasa penguat atau fasa tersebar, yaitu pengisi dan seterusnya menghasilkan kekuatan interlamina yang baik.

Secara umum fasa matriks haruslah berperan sebagai berikut ;

a. Suatu bahan yang mampu memindahkan beban yang dikenakan kepada fasa

tersebar atau fasa penguat yang berfungsi sebagai media alas beban.

b. Menjaga fasa penguat atau fasa tersebar dari kerusakan oleh faktor lingkungan seperti kelembapan dan panas.

c. Sebagai pengikat yang memegang fasa penguat atau fasa tersebar untuk

menghasilkan antara muka fasa matriks dan fasa penguat yang kuat (Kennedy dan Kelly, 1966).

Menurut Richardson (1987), terdapat berbagai bahan matriks yang dapat digunakan dalam komposit, yaitu polimer, logam, keramik, kaca dan karbon. Pemilihan suatu bahan sebagai fasa matriks bergantung pada faktor-faktor berikut : a. Keserasiannya dengan fasa penguat atau fasa tersebar karena ia akan menentukan

interaksi antara muka fasa matriks – fasa penguat (pengisi). b. Sifat akhir komposit yang dihasilkan.


(27)

c. Keperluan penggunaan seperti rentang suhu penggunaan. d. Bentuk komponen yang dihasilkan.

e. Kemudahan fabrikasi atau pemrosesan f. Biaya pengolahan.

Richardson juga mengatakan bahwa polimer lebih banyak digunakan karena mempunyai beberapa kelebihan, yaitu :

a. Lebih mudah diproses.

b. Mempunyai sifat mekanik dan dielektrik yang baik. c. Merupakan bahan dengan kerapatan yang rendah.

d. Mempunyai suhu pemrosesan yang lebih rendah dibandingkan suhu pemrosesan logam.

2.1.2 Fasa Penguat Dalam Komposit

Fasa penguat atau fasa tersebar merupakan bahan yang bersifat lengai dalam bentuk serat, partikel, kepingan, pengisi dan lamina yang ditambahkan untuk meningkatkan sifat mekanik dan fisik komposit seperti meningkatkan kekuatan, kekakuan dan keliatan. Richardson, (1987) mengemukakan bahwa sifat yang dapat diperoleh hasil penggunaan fasa penguat atau tersebar antara lain :

a. Peningkatan maksimum dalam sifat fisik b. Penyerapan kelembapan yang rendah c. Sifat pembasahan yang baik


(28)

e. Ketahanan terhadap api yang baik

f. Ketahanan terhadap bahan kimia yang baik

g. Sifat keterlarutan dalam air dan pelarut yang rendah h. Ketahanan terhadap panas yang baik

i. Dapat diperoleh dalam berbagai bentuk

Antara berbagai jenis fasa penguat yang lazim digunakan dalam komposit ialah serat kaca, serat karbon, serat kevlar, dan serat alam seperti jut, sisal, kelapa, tandan kelapa sawit, kayu karet, serbuk kayu, dan lain-lain.

2.1.3 Antar Muka Pengisi- Matriks

Lazimnya untuk semua bahan komposit akan terdapat dua fasa berlainan yang dipisahkan oleh suatu kawasan yang dinamakan antar muka. Daya sentuhan dan daya kohesif pada bagian antar muka amat penting karena antar muka pengisi-matriks ialah bagian yang memindahkan beban dari fasa matriks kepada fasa penguat atau fasa tersebar (Hull, 1992). Unjuk kerja dan stabilitas dari bahan komposit yang diperkuat oleh serat tergantung kepada suatu ikatan antar muka antara serat dan matriks. Pada komposit-komposit yang diperkuat dengan pengisi alami biasanya terdapat suatu kekurangan pada adhesi antar muka di antara serat-serat selulosa hidrofilik dengan resin-resin hidrofobik yang berpengaruh terhadap ketidakserasian (incompability). Keberadaan senyawa-senyawa waxy pada permukaan serat juga akan berakibat tidak efektifnya ikatan antara resin dengan serat serta mengakibatkan pembasahan pada permukaan yang tidak baik. Selain hal tersebut di atas, keberadaan air dan


(29)

gugus-gugus hidroksil khususnya daerah-daerah amorf melemahkan kemampuan dari serat untuk memperbaiki karakteristik adhesi dengan bahan pengikat. Kandungan air dan penyerapan kelembaban yang tinggi pada serat-serat selulosa menyebabkan pembengkakan (swelling) dan efek pemplastikan yang menyebabkan ketidakstabilan dimensional dan menurunkan sifat-sifat mekanik (Mwaikambo dan Ansell, 1999). Pemindahan beban ini bergantung pada daya ikatan yang terbentuk pada antar muka. Ada berbagai teori yang menerangkan pengikatan pada antar muka dan kebanyakannya melibatkan ikatan kimia dan mekanik. Menurut Hull (1992) dan Schwartz (1983) terdapat lima mekanisme pada antar muka, hal ini ditunjukkan pada Gambar 1-5 yaitu :

a. Adsorpsi dan Pembasahan

Gambar 1 menunjukkan mekanisme adsorpsi dan pembasahan. Untuk pembasahan pengisi yang baik, leburan fasa matriks (resin) harus menutupi seluruh permukaan pengisi agar udara dapat disingkirkan. Mekanisme ini diberikan oleh persamaan termodinamika yang melibatkan energi permukaan dalam bentuk kerja pelekatan, yaitu :

WA = SV + LV + SL...(1)

Dengan SV = energi permukaan antar muka padatan dan uap

LV = energi permukaan antar muka uap dan cair


(30)

WA adalah ikatan fisik yang disebabkan daya penyebaran antar molekul

setempat yang dapat tersebar dan fasa penguat.

uap

cairan

padatan

y

LV

y

SL

y

SV

Gambar 1. Mekanisme Adsorpsi dan Pembasahan b. Interdifusi

Gambar 2 menunjukkan mekanisme difusi. Menurut mekanisme ini, suatu ikatan akan terbentuk apabila molekul-molekul polimer meresap dari suatu permukaan ke dalam struktur molekul permukaan yang lain. Kekuatan ikatannya bergantung pada jumlah kekusutan molekul dan jumlah molekul yang terlibat. Jumlah peresapan bergantung pada konformasi molekul, konstituen yang terlibat dan kemudahan pergerakan molekul, konstituen yang terlibat dan kemudahan pergerakan molekul. Selain itu, resapan juga dapat ditingkatkan dalam kehadiran pelarut dan pemplastik.


(31)

c. Daya Tarikan Elektrostatik

Gambar 3 menunjukkan mekanisme daya tarikan elektrostatik. Pengikatan daya tarikan elektrostatik berhasil apabila terdapat perbedaan kutub antara dua konstituen. Kekuatan pengikatan bergantung pada perbedaan kutub antara dua konstituen ini. Mekanisme ini tidak begitu menyumbang kepada ikatan antar muka kecuali apabila agen penghubung digunakan.

+ + + + + + + + + +

- - -

-Gambar 3. Mekanisme Daya Tarikan Elektrostatik d. Pengikatan Kimia

Mekanisme pengikatan kimia ditunjukkan dalam Gambar 4. Pengikatan kimia terjadi apabila komposit digunakan bersama-sama agen penghubung atau bahan penyerasi. Pengikatan terbentuk sebagai hasil suatu reaksi kimia antara senyawa kimia di atas permukaan pengisi (fasa penguat) dengan senyawa kimia yang serasi dengan matriks. Kekuatan pengikatannya bergantung pada jenis ikatan kimia.

A A A A A A

B B B B B B


(32)

e. Pengikatan Mekanik

Gambar 5 menunjukkan mekanisme pengikatan mekanik. Pengikatan mekanik berlaku secara interlocking mekanik apabila geometri permukaan fasa matriks dan fasa pengukuhan (pengisi) tidak rata. Walau bagaimanapun, kekuatan pada arah tegangan melintang adalah lemah di banding pada arah tegangan menegak. Beberapa faktor yang mempengaruhi pengikatan mekanik ialah kekasaran permukaan (faktor utama dan terpenting), aspek geometri, tekanan dalam dan tekanan residual yang berhasil pada saat proses fabrikasi.

Gambar 5. Mekanisme Pengikatan Mekanik

2.2 Polimer Polietilena

Polimer merupakan molekul besar/raksasa yang terbentuk dari unit-unit yang berulang sederhana (monomer), polimer terbagi dalam tiga kelompok umum yaitu polimer elastomer, polimer dengan sifat-sifat elastis, seperti karet, polimer serat, polimer mirip benang, seperti kapas, sutera atau nilon, dan polimer plastik yang berupa lembaran tipis (Fessenden, 1992). Perulangan unit-unit (monomer) dapat membentuk susunan rantai linear, bercabang, dan jaringan (Steven, 2001). Berdasarkan sumbernya polimer dapat dibagi dua, yaitu polimer alam seperti pati,


(33)

selulosa, dan sutera yang dihasilkan oleh melalui tanaman dan binatang, polimer lainnya adalah polimer sintetik yang dihasilkan di laboratorium, lazimnya disebut plastik (mudah dibentuk). Polimer plastik atau sintetik dapat dilelehkan dan dibentuk menjadi bermacam-macam bentuk, berupa lembaran dan serat-serat yang digunakan untuk tekstil (Hart, 1990).

Polietilena merupakan suatu polimer yang terbentuk dari unit-unit berulang dari monomer etilena. Polietilena atau disebut juga polietena atau politena atau etena homopolimer memiliki berat molekul 1500 – 100.000 dengan perbandingan C, 85,7% dan H, 14,3%, dapat dibuat melalui polimerisasi etilena pada suhu dan tekanan tinggi atau rendah. Polietilena dibuat dengan polimerisasi gas etilena (CH2=CH2) pada

tekanan 1500 – 50.000 psi, dengan suhu 350oC dengan inisiator peroksida, hasilnya adalah amorf dan rantai bercabang. Gambar 6 menunjukkan reaksi polimerisasi gas etilena menjadi polietilena.

C

H

C

H

H H

C C

H

H H

H

n Panas

T=250oC P=1000 atm

Katalis

Gambar 6. Reaksi Polimerisasi Polietilena

Jenis polietilena yang banyak digunakan adalah polietilena densitas rendah (LDPE) yang mempunyai rantai cabang dan polietilena densitas tinggi (HDPE) yang tidak mempunyai cabang tetapi merupakan rantai utama yang lurus. Sedikitnya


(34)

cabang-cabang pada rantai terutama akan memperkuat gaya-gaya ikatan antar molekul. Dengan berdekatannya rantai-rantai utama akan menaikkan kristalinitas, rapat massa dan kekuatannya. HDPE memiliki tingkat kristalinitas hingga 90 % sedangkan LDPE mencapai 50 %. Hal ini akan berpengaruh pada berat jenis yang merupakan faktor penentu pada sifat-sifat mekanis yang dimiliki oleh bahan tersebut.

LDPE bersifat lentur, ketahanan listriknya baik, kedap air, lebih lunak dari HDPE, bersifat absorbsi dan tembus cahaya yang kurang baik dibanding HDPE. LDPE lebih bersifat elastis dibanding HDPE, hal ini karena kristalinitasnya rendah disebabkan adanya rantai cabang dari rantai polimer, sedangkan HDPE mempunyai sifat kristalinitas yang tinggi dan lebih kaku karena HDPE merupakan polimer linier. Proses pembuatan rantai panjang dari polimer termoplastik polietilena secara umum dapat dilakukan dengan dua cara (Cowd, 1991):

a. Proses dengan kondisi pada tekanan tinggi yang menghasilkan LDPE b. Proses dengan kondisi pada tekanan rendah yang menghasilkan HDPE

Polietilena merupakan bahan polimer yang memiliki tingkat kekasaran yang baik, tahan terhadap berbagai bahan kimia kecuali oksida kuat dan halida, larut dalam hidrokarbon aromatik dan larutan hidrokarbon yang terkloronasi diatas 70oC, tetapi tidak ada pelarut yang melarutkan polietilena secara sempurna pada temperatur kamar. Polietilena cenderung tidak tahan terhadap cahaya sehingga mudah berubah warna oleh pengaruh cahaya matahari dan menghasilkan material yang berwarna hitam (Meyer, 1984). Dikarenakan sifat-sifat yang dimiliki tersebut maka semua jenis polietilena (LDPE, MDPE dan HDPE) banyak digunakan sebagai matriks dalam


(35)

pembuatan komposit termoplastik. Sifat fisika dan sifat mekanik dari polietilena dapat dilihat pada Tabel 1 berikut di bawah ini :

Tabel 1. Sifat Fisika dan Mekanik Polietilena

Sifat Fisika LDPE HDPE

Kekuatan Tarik, MPa 5 - 15 20 – 40

Modulus Young, MPa 100 - 250 400 – 1200

Berat Jenis 0,91 – 0,93 0,94 – 0,96

Titik Leleh 124oC 105oC

Muai Termal, oC 180.10-6 120.10-6

Perpanjangan 100% 500%

Sumber : (Vlack, 2004)

Matel, dkk (2006) menemukan bahwa komposit LDPE yang diperkuat dengan modifikasi serat rumput dengan 1 % peroksida telah meningkatkan kekuatan tarik dan modulus Young dari komposit tersebut. Dengan jumlah pengisi lebih dari 60% dalam komposit LDPE tersebut maka sifat-sifat mekanisnya juga akan meningkat secara signifikan.

Habibi, dkk (2008) menemukan bahwa komposit LDPE yang diperkuat dengan serat-serat selulosa berukuran 60 mesh telah meningkatkan secara relatif derajat kristalinitas komposit dengan penambahan asam stearat sebagai bahan penyerasi.


(36)

2.3 Tempurung Kelapa

Tempurung kelapa merupakan salah satu bahan pengisi alamiah yang banyak terdapat di negara-negara tropis seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dan Srilangka. Tempurung kelapa memiliki sifat daya tahan yang sangat baik, sifat kekasaran yang tinggi dan sifat daya tahan terhadap pengikisan. Karena sifat-sifat yang dimiliki oleh tempurung kelapa ini, maka bahan ini sangat baik digunakan untuk jangka waktu yang lama. Komposisi kimia yang dimiliki oleh tempurung kelapa hampir sama dengan komposisi pada batang kayu. Perbedaan yang mendasar adalah pada tempurung kelapa kandungan lignin yang lebih tinggi dan mengandung selulosa yang

lebih sedikit dibandingkan dengan batang kayu (www.reade.Com/Products/Organic/coconut.html, 29 Juni 2008).

2.3.1 Selulosa

Selulosa merupakan komponen utama di dalam serat-serat lignoselulosa yang berfungsi sebagai bahan penguat di dalam dinding sel. Selulosa juga adalah homopolimer glukosa yang memiliki berat molekul tinggi dan berada di dalam mikrofibril-mikrofibril dimana ikatan hidrogen antara rantai-rantai selulosa tersebut menghasilkan struktur kristalin yang kuat (Lilholt dan Lawther, 2002). Di dalam pembuatan komposit, pengisi yang mengandung selulosa menjadi perhatian yang besar karena kemampuannya sebagai penguat pada polimer-polimer termoplastik dengan titik peleburan yang rendah seperti polipropilena (PP), polietilena densitas tinggi (HDPE) dan polietilena densitas rendah (LDPE). Pada Gambar 7 berikut ini


(37)

dapat dilihat bahwa selulosa adalah polimer kondensasi kristalin linier yang terdiri dari unit-unit D-anhydroglucopyranose dan terikat bersama dengan -1,4-glycosidic.

Gambar 7. Struktur Molekul dari Selulosa

2.3.2 Lignin

Lignin merupakan adhesif di dalam dinding sel yang merupakan polimer hidrokarbon dan terdiri dari senyawa-senyawa aromatis dan siklis (Nevell dan Zeronian, 1985; Bledzki dan Gassan, 1999). Lignin memiliki struktur yang terbentuk

melalui polimerisasi yang membuka cincin dari monomer-monomer penil propana. Lignin berfungsi meningkatkan kekakuan, hidrofobisitas dan daya tahan serat-serat lignoselulosa pada dinding sel. Struktur lignin dapat dilihat pada Gambar 8 berikut ini

:


(38)

Menurut Xanthos (2005) pengisi pada komposit memiliki banyak fungsi dan dapat dibedakan berdasarkan fungsi utama dan fungsi tambahannya. Adapun fungsi utama pengisi adalah memperbaiki sifat-sifat mekanis pada komposit, sifat-sifat magnetik/kelistrikan dan sifat-sifat permukaan, serta meningkatkan sifat ketahanan terhadap api dan mempermudah dalam pemrosesannya. Sedangkan fungsi tambahan pada pengisi adalah mengontrol permeabilitas, bioaktivitas, kemampuan terurai (degradability), penyerapan radiasi, meningkatkan stabilitas dimensional, memperbaiki sifat-sifat optis dan pembasahan (weting).

Menurut Maulida, dkk (2000), penggunaan pengisi alamiah sebagai penguat pada material komposit memberikan beberapa keuntungan dibanding pengisi mineral, yaitu :

a. Kuat dan pejal (rigid) b. Ringan

c. Ramah lingkungan d. Sangat ekonomis

e. Sumber yang dapat diperbaharui dan berlimpah.

Tetapi di sisi lain menurut Belmares, dkk (1983), pengisi alamiah juga memiliki kelemahan dan kekurangan yaitu :

a. Mudah terurai karena kelembaban

b. Adhesi permukaan yang lemah pada polimer hidrofobik c. Ukuran pengisi yang tidak seragam


(39)

e. Mudah terpengaruh pada serangan serangga dan jamur.

Banyak penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan pengisi alami sebagai penguat pada komposit, seperti : nenas, sisal, sabut kelapa, rami, kelapa sawit, kapas, sekam padi, bambu dan kayu (Ismail, dkk, 2001; Gasan dan Bledzki, 1997; Ismail, 2003; Guilermo, dkk, 2003; Rozman, dkk, 2003; Sriwardena, dkk, 2002a,2002b).

Luo dan Netravali (1999) telah meneliti dan membuktikan bahwa sifat-sifat regangan dan fleksibilitas yang dihasilkan pada komposit hijau dengan kandungan serat nenas yang berbeda-beda lebih baik dibandingkan dengan resin tanpa pengisi. Belmares, dkk (1983), menemukan bahwa serat-serat sisal dan kelapa sawit memiliki sifat-sifat regangan, sifat kimia, dan sifat fisika yang sama sehingga baik digunakan sebagai pengisi. Sedangkan Sapuan, dkk (2003) melaporkan bahwa pengisi tempurung kelapa pada komposit epoksi telah meningkatkan kekuatan tarik dan kelenturan dari komposit yang dihasilkan. Habibi, dkk (2008) telah meneliti bahwa penggunaan 50 % limbah pertanian seperti ampas tebu, sekam padi dan tangkai jagung dengan ukuran mesh 60 telah meningkatkan sifat mekanik pada komposit polietilena.

Perkembangan teknologi dewasa ini yang menuntut dihasilkannya produk yang ramah lingkungan dan lebih ekonomis, membuat setiap industri berusaha memanfaatkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan baku adalah tempurung kelapa. Dengan sifat-sifat


(40)

yang dimiliki oleh tempurung kelapa, bahan ini berpotensi digunakan sebagai bahan pengisi pada industri komposit polimer.

2.4 Modifikasi Kimia

Modifikasi Kimia pada pengisi didefinisikan sebagai reaksi antara beberapa bagian reaktif dari polimer dinding sel lignoselulosa dengan pelarut kimia tunggal baik dengan katalis ataupun tanpa katalis untuk membentuk ikatan kovalen antara keduanya. Modifikasi kimia pada pengisi ini bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat dari pengisi tersebut (Rowell, 1993). Seperti yang telah disebutkan pada bagian terdahulu bahwa pengisi alami terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Menurut Bodig dan Jayne, (1982), struktur kimia pada selulosa mengandung 3 gugus OH, dimana gugus OH yang pertama di dalam makromolekul selulosa membentuk ikatan hidrogen. Gugus OH yang kedua membentuk ikatan antara molekul, sedangkan gugus OH yang ketiga membentuk ikatan hidrogen di antara molekul. Sedangkan menurut pendapat Stamman (1964), gugus-gugus OH di dalam selulosa, hemiselulosa dan lignin ini membentuk ikatan hidrogen dalam jumlah yang besar diantara makromolekul di dalam dinding sel pengisi alami tersebut.

Secara umum, modifikasi kimia dapat mengurangi jumlah gugus OH pada pengisi, mengurangi lignin, pektin, wax dan minyak pada permukaan dinding sel pengisi (Bledzki dan Gasan, 1997). Modifikasi kimia menjadi sangat penting dengan melibatkan penggunaan suatu agen penghubung (coupling agent). Agen penghubung


(41)

digunakan karena mengandung senyawa kimia dimana agen ini dapat bereaksi dengan pengisi dan matriks.

Asam asetat merupakan pelarut yang bersifat polar (hidrofilik) seperti air dan etanol. Selain dapat melarutkan senyawa-senyawa polar seperti garam anorganik dan gula, asam asetat juga dapat melarutkan senyawa-senyawa non polar seperti minyak, sulfur dan iodin. Dalam penggunaannya, asam asetat juga dapat dicampur dengan pelarut-pelarut lain yang bersifat polar maupun non polar seperti air, kloroform dan heksana. Dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh asam asetat ini, maka banyak digunakan dalam industri kimia (http://en.wikipedia.org/wiki/Acetic_acid, 28 Juni 2008).

Asam akrilik merupakan asam karbosiklik tak jenuh yang paling sederhana dan dapat larut di dalam air, alkohol, eter dan kloroform. Asam akrilik dan esternya dapat direaksikan dengan monomer-monomer seperti amida, akrilonitrile, vinyl,

styrena dan butadiena membentuk homopolimer atau kopolimer yang banyak

digunakan dalam plastik (http://en.wikipedia.org/wiki/Acrylic_acid, 28 Juni 2008). Modifikasi kimia dengan asetat pertama kali dilakukan oleh Fuchs 1928 di Jerman pada kayu yang menggunakan Asetat anhidrida dan asam sulfur sebagai katalis. Fuchs menggunakan reaksi tersebut untuk mengisolasi lignin dari kayu cemara. Dalam tahun yang sama Horn melakukan asetilasi pada kayu beech untuk memisahkan hemiselulosa dengan prosedur isolasi lignin yang sama dengan Fuchs. Sejak tahun 1940, banyak laboratorium di dunia telah menggunakan proses asetilasi pada banyak jenis kayu yang berbeda dan juga sumber daya pertanian. Salah satu


(42)

metoda modifikasi yang banyak digunakan adalah metoda esterifikasi pada pengisi yang telah menunjukkan peningkatan sifat-sifat mekanik komposit polimer

Menurut Rowell (1992), modifikasi dengan asam asetat (asetilasi) pada selulosa kayu bertujuan untuk menstabilkan dinding sel, meningkatkan stabilitas dimensional dan degradasi pada lingkungan. Mwaikambo dan Ansell (1999) menyebutkan modifikasi kimia pada serat-serat alami bertujuan untuk menghilangkan lignin yang dikandung oleh suatu bahan seperti pektin, senyawa-senyawa waxy, dan minyak-minyak alami yang berada pada permukaan dinding sel serat tersebut. Adapun bahan kimia yang paling banyak digunakan untuk membersihkan permukaan pada serat tersebut adalah NaOH.

Banyak sistem reaksi kimia telah digunakan dalam modifikasi kimia suatu komposit. Adapun bahan kimia yang biasanya digunakan adalah dari jenis anhidrida seperti : asetat, butirat, propionat dan lainnya, asam klorida, formaldehid, asetaldehid dan juga dari jenis epoksi. Salmah, dkk (2005b) menemukan bahwa penggunaan asam asetat 50% dan asam akrilik 3% dalam memodifikasi lumpur pada industri kertas sebagai pengisi komposit Polipropilena (PP)/Etilena Propilena Diena Monomer (EPDM) telah meningkatkan kekuatan tarik, perpanjangan dan modulus Young pada komposit tersebut tetapi menurunkan kemampuan penyerapan air.

Adrian, dkk (2003) telah meneliti komposit polipropilena berisi serbuk kayu. Serbuk kayu sebagai pengisi dengan ukuran 100 mesh diesterifikasi dengan anhidrida maleat. Sifat-sifat mekanik dari komposit yang dihasilkan seperti kekuatan tarik dan modulus elastisitas akan meningkat dengan penambahan serbuk kayu.


(43)

Zita, dkk (2007) melaporkan bahwa modifikasi permukaan bubuk kayu 20% berat pada komposit polipropilena dengan menggunakan 150 ml NaOH 20% dan 100 ml benzil klorida telah meningkatkan kekuatan tarik pada komposit tersebut. Modifikasi kimia pada pengisi ini juga menurunkan sifat perpanjangan dan modulus Young dari komposit sekaligus menurunkan sifat penyerapan air.

Penelitian yang dilakukan oleh Demir, dkk (2007) menemukan bahwa modifikasi permukaan serat luffa sebagai pengisi pada komposit polipropilena telah meningkatkan kekuatan tarik, modulus Young serta menurunkan sifat penyerapan air pada komposit yang dihasilkan. Penelitian ini dilakukan dengan memodifikasi permukaan serat luffa menggunakan agen penghubung silana 2,5 % berat di dalam larutan etanol 95%.

2.5 Sifat Mekanik Bahan Komposit

Sifat-sifat mekanik pada polimer dapat dinyatakan dalam beberapa parameter yaitu modulus Young (Young Modulus), kekuatan tarik (tensile strength) dan lain-lain. Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk karakterisasi suatu bahan polimer. Kekuatan tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya maksimum dengan luas penampang mula-mula, dimensinya sama dengan tegangan (Vlack, 1989). Tegangan diperoleh dengan membagi beban maksimum (Fmaks) yang digunakan untuk memutuskan/mematahkan spesimen bahan dibagi dengan luas penampang mula-mula Ao. Adapun persamaan untuk tegangan adalah sebagai berikut:


(44)

= Ao maks F

………...(2)

dimana : = tegangan (kgf/mm2)

Fmaks = beban (kgf)

Ao = luas penampang mula-mula

Bila suatu bahan dikenakan beban tarik yang disebut regangan (gaya per satuan luas) maka bahan tersebut akan mengalami regangan. Kurva tegangan versus regangan merupakan gambaran karakteristik dari sifat mekanis suatu bahan.

Pada uji tarik beban kakas sesumbu yang bertambah secara berlahan-lahan sampai putus (patah), maka saat yang bersamaan dilakukan pengamatan mengenai pertambahan panjang yang dialami sampel uji, pertambahan panjang (∆l) yang terjadi akibat kakas tarikan yang diberikan pada sampel uji disebut deformasi sedangkan regangan adalah perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang semula.

= ∆l / lo x100%...(3) dimana : = regangan

lo = panjang mula-mula (mm)

l = pertambahan panjang (mm)

Modulus Young (E), menunjukkan sifat elastisitas dari suatu bahan. Sifat ini bergantung kepada gaya ikatan antar atom. Modulus Young dapat ditentukan dengan membagi tegangan terhadap regangan elastis suatu bahan. Berikut ini adalah persamaan untuk menentukan modulus Young.


(45)

ε τ

=

E ...(4)

dimana : E = modulus Young (kgf/mm2)

= tegangan (kgf/mm2)

= regangan

2.6 Sifat Termal Bahan Komposit

Sifat termal dari polimer merupakan salah satu hal yang penting dalam menentukan daya tahan suatu produk polimer. Penggunaan metode analisis termal seperti analisis kalori diferensial (DSC) dan analisis termal gravimetri (TGA) sangat penting untuk menguji sifat termal dari polimer. Melalui analisis termal dapat diketahui pergantian di dalam pergerakan makromolekul, orientasi pada molekul yang dipengaruhi oleh aditif, perubahan komposisi kimia dan berat molekul dari polimer selama pemrosesan, tingkat degradasi polimer, kinetika kristalisasi dan interaksi antara aditif dan polimer.

2.6.1 Analisis Kalori Diferensial (DSC)

DSC merupakan pengujian analis termal yang baru, setelah menggantikan analisis termal diferensial(DTA). Pada umumnya informasi sifat termal sampel dapat diperoleh dari data perubahan bobot, suhu, dan entalpi selama pemanasan (Wirjosentono, 1995). DSC mengukur perbedaan jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur dari sampel. Hal ini dapat dilihat dari perubahan sifat komposit sebagai fungsi temperatur. DSC meliputi penentuan temperatur transisi


(46)

gelas (Tg), titik leleh, kristalisasi, panas reaksi dan panas fusi, kapasitas panas dan panas spesifik, kinetika reaksi dan kemurnian (purity).

2.6.2 Analisis Termal Gravimetri (TGA)

Analisis termal gravimetri merupakan metoda analisis yang menunjukkan sejumlah urutan dari lengkungan termal, kehilangan berat dari bahan di setiap tahap, dan suhu awal perosotan (Mc Neill, 1989). Analisa termogravimetri (TGA) dilakukan untuk menentukan kandungan pengisi dan kestabilan termal dari suatu bahan.

2.7 Morfologi Bahan Komposit

Morfologi bahan komposit merupakan keadaan yang disebabkan oleh penyebaran (dispersi) dari pengisi di dalam matriks. Permukaan patahan dari uji kekuatan tarik komposit dapat dipelajari dengan mikroskop elektron payaran (SEM) karena jauh lebih mudah untuk mempelajari struktur permukaan itu secara langsung. Pada dasarnya SEM menggunakan sinyal yang dihasilkan elektron yang dipantulkan atau seberkas elektron sekunder. Prinsip utamanya adalah berkas elektron diarahkan pada titik-titik pada permukaan spesimen. Gerakan elektron tersebut disebut scanning

(gerakan membaca).

Jika seberkas elektron ditembakkan pada permukaan spesimen maka sebagian dari elektron itu akan dipantulkan kembali dan sebagian lagi diteruskan. Jika permukaan spesimen tidak rata, banyak lekukan, lipatan, atau lubang-lubang maka tiap bagian permukaan itu memantulkan elektron dengan jumlah dan arah yang berbeda dan jika ditangkap detektor akan diteruskan ke sistem layar akan diperoleh


(47)

gambaran yang jelas dari permukaan spesimen dalam bentuk tiga dimensi. Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktivitas tinggi sedang bahan polimer konduktivitasnya rendah sehingga harus dilapisi dengan bahan konduktor tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak tetapi untuk dianalisa pada jangka waktu yang lama. Penggunaan emas atau campuran emas dan palladium akan lebih baik.

2.8 Spektroskopi Infra Merah (FTIR)

Penggunaan spektrofotometer FTIR untuk analisa banyak digunakan untuk identifikasi suatu senyawa. Hal ini disebabkan spektrum FTIR suatu senyawa bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum yang berbeda pula. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir seluruhnya di daerah spektrum IR yakni 4000-400 cm-1.

Formulasi bahan polimer komersial dengan kandungan aditif bervariasi sebagai pemplastis dan anti oksidasi, memberikan kekhasan pada spektrum infra merahnya. Analisis inframerah memberikan informasi tentang kandungan aditif, panjang rantai, dan struktur rantai polimer. Disamping itu, analisis IR dapat digunakan untuk karakterisasi bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap pada rantai polimer. Gugus lain yang menunjukkan terjadinya degradasi oksidatif adalah gugus hidroksida dan karboksilat (Harjono, 1991).


(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat Dan Waktu

Penelitian ini secara keseluruhan dilakukan di Laboratorium Pemprosesan Polimer, Pusat Pengajian dan Teknik Bahan Universiti Malaysia Perlis (UniMAP) Jejawi, Perlis. Malaysia. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret hingga Juni 2008.

3.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah: 1. Neraca digital

2. Bola penghancur (Ball-mill)

3. Ayakan (siever) dengan ukuran 43 m 4. Penganalisa ukuran partikel Malvern 5. Pelat aluminium sebagai cetakan komposit 6. Pencampur Z-blade

7. Alat pengempa panas 8. Instron 5582

9. Spektra FTIR Perkin Elmer spektrum RX I

10.SEM (Mikroskop Elektron Payaran) JSM-6460 LA 11.Perkin Elmer DSC-7 (Analisis Kalori Diferensial)


(49)

3.3 Bahan-bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah polimer polietilena densitas rendah (LDPE) komersial grade F410-1 produksi The Polylefin Company (Singapura) Pte. Ltd. Asam asetat glasial produksi ChemAR dan asam akrilik anhidrida produksi Fluka. Partikel tempurung kelapa dengan ukuran 44 m. Sifat-sifat LDPE yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Sifat-sifat Fisika Polietilena Densitas Rendah (LDPE)

Sifat-sifat Nilai

Grade F811

Laju alir pelelehan (g/10 menit) 5

Densitas (g/cm3) 0,923

Uji tarik (MPa) 13,7

Titik leleh (oC) 111

Perpanjangan (%) 550

Kekakuan (MPa) 240

Sumber : The Polylefin Company (2008)

3.3.1 Partikel Tempurung Kelapa

Pengisi yang digunakan dalam penelitian komposit ini adalah partikel tempurung kelapa. Partikel ini diperoleh dari tempurung kelapa yang dikumpulkan dari pasar tradisional di Perlis. Tempurung kelapa yang telah dikumpulkan dicuci dan dibersihkan dari sisa-sisa daging kelapa dan pengotor-pengotor lainnya dengan air


(50)

bersih. Setelah bersih, tempurung kelapa dikeringkan dan kemudian dimasukkan ke mesin penghancur (crusher) hingga ukurannya menjadi lebih kecil. Tempurung kelapa kemudian direndam dengan air selama 2 minggu agar menjadi lebih lembut. Proses selanjutnya, tempurung kelapa tersebut dimasukkan ke dalam oven pada temperatur 80oC selama 24 jam. Tempurung kelapa yang telah di oven dihancurkan kembali dengan crusher, kemudian dilanjutkan dengan bola penghancur (ball mill) dan diayak dengan ayakan (siever). Partikel tempurung kelapa dianalisa untuk mendapatkan ukuran yang seragam dengan menggunakan alat pengalisa ukuran partikel Malvern sehingga diperoleh partikel tempurung kelapa dengan ukuran 44 m. Gambar Bola penghancur (Ball mill) dan penganalisa ukuran partikel Malvern dapat dilihat pada lampiran 1. Komposisi kimia dari tempurung kelapa dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Komposisi Kimia Tempurung Kelapa

Komposisi Nilai (%)

Selulosa 26,6 Lignin 29,40 Pentosan 27,70

Solven Ekstraktif 4,20

Uronat anhidrida 3,50

Air 8,00 Abu 0,60 Sumber : DOE Fuel and Applicance Testing Laboratory (2008)


(51)

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Pembentukan Komposit Tanpa Modifikasi Kimia

Pencampuran komposit dilakukan menggunakan pencampur Z-Blade pada

temperatur 180oC dengan kecepatan putaran 50 rpm. Untuk sampel blanko, 100% LDPE dimasukkan ke dalam pencampur sampai meleleh selama 25 menit. Untuk komposit dengan variasi pengisi (15%, 30%, 45%, 60%), mula-mula dimasukkan LDPE ke dalam pencampur dan dibiarkan meleleh sampai 12 menit, kemudian ditambahkan partikel tempurung kelapa. Pencampuran dilanjutkan sampai 25 menit. Komposit yang masih panas secara cepat dipindahkan dari dalam pencampur ke roll mill dan dicetak seperti lembaran dengan ketebalan 2 mm. Komposit kemudian dicetak tekan panas pada temperatur 180oC dan tekanan 150 kg/cm2 dengan tahap pra pemanasan 6 menit, penekanan 4 menit dan didinginkan selama 4 menit. Pencampur Z-Blade dan mesin penekan panas (hot press) dapat dilihat pada lampiran 1. Komposit yang telah didinginkan kemudian dicetak menjadi bentuk dumb bell

spesimen. Komposit yang sudah menjadi spesimen selanjutnya dilakukan pengujian dengan uji tarik, TGA, DSC, SEM dan FTIR. Diagram Alir Pembuatan Komposit LDPE/TK Tanpa Modifikasi Kimia dapat dilihat pada Gambar 9.


(52)

Dicetak tekan dengan pengempa panas

Pengujian

Sifat mekanik - Uji tarik

Analisa termal - DSC - TGA

FTIR

Morfologi (SEM)

Sampel komposit Pencampur Z-Blade pada

180oC dan 50 rpm Partikel tempurung + LDPE


(53)

3.4.2 Pembentukan Komposit dengan Modifikasi Kimia

Modifikasi kimia yang dilakukan terhadap pengisi menggunakan dua pelarut yaitu larutan asam asetat dan asam akrilik. Masing-masing dilakukan secara terpisah dengan variasi yang telah ditetapkan. Adapun prosedur kerja adalah sebagai berikut : Partikel tempurung kelapa dengan ukuran 44 m dan berat yang telah ditetapkan dilarutkan ke dalam larutan asam asetat 50% dan diaduk selama 1 jam dengan pengaduk. Setelah 1 jam larutan dipisah dengan kertas saring agar terpisah larutan dan pengisi. Pengisi dicuci beberapa kali dengan air suling dan dikeringkan di dalam oven 80oC selama 24 jam. Perbandingan pengisi dengan asam asetat adalah 1:20 (1 gr pengisi dilarutkan dengan 20 ml asam asetat). Untuk modifikasi kimia dengan asam akrilik, pengisi diesterkan ke dalam 3% larutan asam akrilik di dalam larutan etanol. Kemudian diaduk selama 1 jam dengan pengaduk. Setelah 1 jam larutan dipisah dengan kertas saring agar terpisah larutan dan pengisi. Pengisi dicuci beberapa kali dengan air suling dan dikeringkan di dalam oven 80oC selama 24 jam.

Komposit dibuat dengan memasukkan LDPE ke dalam pencampur Z-Blade

pada temperatur 180oC dan putaran 50 rpm kemudian dibiarkan meleleh selama 12 menit, Kemudian partikel tempurung kelapa sebagai pengisi yang telah dimodifikasi baik dengan asam asetat ataupun dengan asam akrilik dengan ukuran 44 m dengan kandungan pengisi 15%, 30%, 45%, 60% dimasukkan ke dalam pencampur. Formulasi bahan yang digunakan dalam pembuatan komposit LDPE terisi partikel TK dapat dilihat pada Tabel 4. Prosedur pencampuran hingga pengujian komposit dilakukan dengan cara yang sama seperti pada pembentukan komposit tanpa


(54)

modifikasi kimia. Gambar 10 menyajikan diagram alir pembuatan komposit LDPE/TK dengan modifikasi kimia.

Diaduk selama 1 jam, saring

Larutan Pengisi yang telah dimodifikasi

Pengeringan, 80oC, 24 jam Pengisi yang telah dimodifikasi + LDPE

Pencampur Z-Blade pada 180oC dan 50 rpm

Sampel komposit

Dicetak tekan dengan pengempa panas

Pengujian

Sifat mekanik - Uji tarik

Morfologi (SEM)

Analisa termal - DSC - TGA

FTIR Partikel tempurung + larutan asam asetat 50% atau

larutan asam akrilik 3%


(55)

Tabel 4. Komposisi Campuran Komposit LDPE/Tempurung Kelapa

Komposit dengan perlakuan modifikasi kimia Bahan Baku Komposit tanpa

perlakuan

modifikasi kimia Asam Asetat Asam Akrilik

LDPEa 100 100 100

Tempurung kelapaa 0, 15, 30, 45, 60 15, 30, 45, 60 15, 30, 45, 60

Asam Akrilikb - - 3

Asam Asetatc - 50 -

a

= bagian perseratus polimer (bsp)

b

= konsentrasi larutan asam akrilik 3 %

c

= konsentrasi larutan asam asetat 50 %

3.5 Pengujian dan Karakterisasi Komposit

Untuk menentukan sifat-sifat dari komposit yang dihasilkan, maka beberapa pengujian dilakukan terhadap sampel. Sifat mekanik komposit ditentukan dengan pengujian kuat tarik, morfologi komposit dilihat dengan menggunakan SEM dan FTIR, dan sifat termal komposit diuji dengan DSC dan TGA.

3.5.1 Pengujian Sifat Mekanik Dengan Uji Kekuatan Tarik

Pengujian kekuatan tarik dan kemuluran dilakukan terhadap 5 sampel komposit berbentuk dumb bell dengan ketebalan 1 mm dan ukuran spesimen berdasarkan ASTM D 638 menggunakan mesin Instron 5582. Alat uji tarik terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan penarikan 50 mm/menit pada temperatur 25 ± 3oC, kemudian dijepit kuat dengan penjepit dari alat. Lalu mesin dihidupkan dan spesimen akan tertarik ke atas, spesimen diamati sampai putus. Data uji kekuatan tarik, perpanjangan dan modulus Young dicatat secara otomatis dari


(56)

komputer. Gambar Sampel Dumb bell spesimen dan Mesin Instron 5582 ditunjukkan pada lampiran 1.

3.5.2 Analisis Permukaan dengan Mikroskopik Elektron Payaran (SEM)

Spesimen yang digunakan untuk SEM adalah permukaan putus komposit dari uji kekuatan tarik. Permukaan putus dari sampel ini dilapisi paladium tipis dengan ketebalan 12 m menggunakan Auto Fine Coater model JEOL JFC 1600 seperti ditunjukkan pada lampiran 1. Sampel kemudian dimasukkan kedalam SEM model JEOL JSM 6460 LA untuk dianalisa morfologinya.

3.5.3 Analisis Kalori Diferensial (DSC)

Sampel dengan berat 4 mg dipanaskan dari 25oC – 250oC dengan laju alir udara nitrogen 50 ml/menit dan laju pemanasan 10oC/menit. Titik leleh dan kristalisasi dari komposit yang diuji dapat dilihat dari alat Perkin Elmer DSC-7 seperti ditunjukkan pada lampiran 1. Kristalinitas dari komposit dihitung dengan persamaan berikut :

% Kristalinitas (Xkom) = x100% H

H

f o

kom f

Δ Δ

...(5)

Dimana : ΔHfkom = Entalpi peleburan komposit

ΔHof = Entalpi pembentukan standar LDPE

Untuk polietilena densitas rendah homopolimer, nilai Entalpi pembentukan standar LDPE (ΔHof) adalah 285 J/g (Joseph dkk, 2003). Sedangkan persentase


(57)

% 100

x W

X X

fLDPE kom

LDPE = ...(6)

Dimana : XLDPE = Derajat kristalinitas LDPE di dalam komposit

Xkom = Derajat kristalinitas komposit

WfLDPE = Fraksi berat LDPE di dalam komposit

3.5.4 Analisis Termal Gravimetri (TGA)

Kehilangan berat di dalam sampel dianalisa menggunakan Perkin Elmer TGA Analyzer yang ditunjukkan pada lampiran 1. Uji dilakukan dengan menggunakan sampel seberat 15-25 mg yang dipanaskan dari 50oC – 600oC menggunakan aliran udara nitrogen 50 ml/menit dan laju pemanasan 10oC/menit. Ukuran sampel yang digunakan seragam untuk seluruh uji.

3.5.5 Analisis Spektroskopi Infra Merah (FTIR)

Uji dilakukan dengan menggunakan FTIR model Perkin Elmer Spektrum RX I dengan panjang gelombang yang digunakan adalah 4000 – 400 cm-1, seperti ditunjukkan pada lampiran 1. Sampel yang merupakan partikel TK yang belum dan yang telah dimodifikasi dicampurkan dengan kalium bromida (KBr). Campuran bahan ini kemudian ditekan menjadi bentuk pelet/tablet berdiameter 13 mm dan ketebalan 1 mm dan dimasukkan ke dalam sel pemegang sebelum dimasukkan ke dalam mesin FTIR dan selanjutnya diuji.


(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Kandungan Pengisi Terhadap Komposit LDPE Terisi Tempurung Kelapa Tanpa Modifikasi Kimia

4.1.1 Sifat Kekuatan Tarik

Gambar 11 menunjukkan pengaruh penambahan pengisi Tempurung kelapa (TK) terhadap kekuatan tarik komposit LDPE. Diperoleh bahwa dengan semakin bertambahnya kandungan pengisi TK maka kekuatan tarik semakin meningkat. Kekuatan tarik tertinggi diperoleh pada kandungan TK 60 % yaitu sebesar 12,2 Mpa. Meningkatnya kekuatan tarik pada komposit LDPE/TK disebabkan oleh sifat dari TK yang mempunyai kandungan lignin yang tinggi dibandingkan dengan selulosa (www.reade.Com/Products/Organic/coconut.html, 29 Juni 2008). Kandungan bahan organik dalam TK dapat dilihat pada Tabel 3. Menurut Kim dkk (2007), Lignin berfungsi sebagai bahan pengkaku dan meningkatkan hidrofobisitas pada molekul-molekul selulosa dalam dinding sel partikel organik. Dengan meningkatnya kandungan TK maka kandungan lignin yang bersifat hidrofobik semakin banyak, sedangkan kandungan selulosa yang bersifat hidrofilik semakin berkurang. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan ikatan antar muka antara TK dan matriks LDPE yang hidrofobik. Peningkatan ikatan antar muka di antara matriks LDPE dan TK sebagai pengisi menghasilkan transisi tekanan yang baik yang akan meningkatkan sifat kekuatan tarik, hal ini juga kemungkinan dikarenakan keseragaman partikel


(59)

bahan pengisi dan konstituen kimia bahan pengisi alami. Hasil yang sama diperoleh oleh Sapuan, dkk (2003) pada penelitiannya komposit epoksi terisi partikel TK. Kekuatan tarik dari komposit epoksi terisi 16% partikel TK mengalami peningkatan dibandingkan komposit tanpa pengisi. Maries, dkk (2005) juga mendapatkan hasil yang sama pada komposit poliester yang diperkuat 40% serat pisang dan serat sisal.

0 2 4 6 8 10 12 14

0 15 30 45 60

Kandungan Pengisi (bsp)

K

ek

u

at

an T

ar

ik

(

M

P

a)

Gambar 11. Pengaruh Kandungan TK Terhadap Kekuatan Tarik Tanpa Modifikasi Kimia

4.1.2 Sifat Perpanjangan Pada Saat Putus

Pengaruh kandungan pengisi TK terhadap sifat perpanjangan pada saat putus komposit tanpa modifikasi kimia dapat dilihat pada Gambar 12. Hasil pengujian komposit terhadap perpanjangan pada saat putus pada kandungan pengisi yang berbeda tanpa modifikasi kimia menunjukkan bahwa sifat perpanjangan akan menurun dengan meningkatnya kandungan pengisi. Sifat perpanjangan pada saat putus yang terendah diperoleh pada kandungan TK 60 % yaitu sebesar 9 %. Hal ini


(60)

disebabkan oleh sifat dari TK yang memiliki sifat kekakuan yang lebih tinggi dibandingkan matriks LDPE. Sifat kekakuan yang tinggi ini disebabkan oleh banyaknya kandungan lignin di dalam TK. Semakin tinggi kandungan TK di dalam komposit maka akan semakin meningkatkan sifat kekakuan bahan komposit. Meningkatnya kandungan pengisi di dalam komposit dapat menyebabkan berkurangnya deformasi pada permukaan matriks yang kaku diantara pengisi dan matriks sehingga menurunkan sifat perpanjangan komposit. Oksman dan Clemons (1998) menyebutkan bahwa pengisi yang memiliki sifat kekakuan yang tinggi dibandingkan terhadap matriks akan menyebabkan menurunnya sifat perpanjangan. Hasil yang sama juga diperoleh oleh Habibi, dkk (2008) pada penelitian komposit polietilena yang diperkuat serat-serat jerami padi, ampas tebu, pisang dan tangkai kapas. 0 40 80 120 160 200 240 280 320 360 400

0 15 30 45 60

Kandungan Pengisi (bsp)

P er p an ja ng an P a da S aa t P ut us ( %)

Gambar 12. Pengaruh Kandungan TK Terhadap Sifat Perpanjangan Pada Saat Putus Komposit LDPE/TK Tanpa Modifikasi Kimia


(61)

4.1.3 Sifat Modulus Young

Gambar 13 menunjukkan pengaruh kandungan pengisi terhadap modulus Young pada komposit LDPE terisi TK. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa modulus Young meningkat dengan bertambahnya jumlah pengisi di dalam matriks. Modulus Young tertinggi diperoleh pada kandungan TK 60 % sebesar 260 MPa. Peningkatan modulus Young pada komposit LDPE/TK disebabkan oleh sifat TK yang dapat menambah sifat kekakuan dari komposit yang dihasilkan. Semakin tinggi kandungan TK di dalam komposit maka akan semakin meningkatkan sifat kekakuan bahan komposit. Menurut Vishu (1983), nilai modulus Young menunjukkan sifat kekakuan (stiffness) suatu bahan secara relatif. Justin dan Walter (2005) juga melaporkan kenaikan modulus Young pada komposit polietilena yang terisi dengan 20% serat keratin dari bulu ayam.

0 50 100 150 200 250 300

0 15 30 45 60

Kandungan Pengisi (bsp)

M

o

du

lu

s

Y

o

un

g

(

M

P

a

)

Gambar 13. Pengaruh Kandungan TK Terhadap Modulus Young Komposit


(62)

4.1.4Morfologi Permukaan Putus

Analisis morfologi terhadap permukaan putus komposit dengan mikroskop elektron payaran (SEM) bertujuan untuk mengkaji penyebaran TK sebagai pengisi di dalam matriks serta interaksi di antara pengisi dan matriks terhadap komposit LDPE/TK. Gambar 14 (a) menunjukkan morfologi permukaan putus komposit LDPE tanpa pengisi. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa permukaan putus polimer LDPE membentuk fasa homogen.

Gambar 14 (a). Morfologi Permukaan Putus Komposit LDPE Tanpa Pengisi dengan Pembesaran 500X

Gambar 14 (b) dan (c) menunjukkan permukaan putus pada komposit LDPE/TK pada kandungan TK 30% dan TK 60% dengan pembesaran 200X. Kedua gambar SEM menunjukkan kelakuan plastik dan penyebaran pengisi di dalam matriks. Tempurung kelapa terutama menyebar di dalam fasa LDPE yang homogen. Permukaan patahan yang kasar terjadi disebabkan perubahan keliatan karakteristik dari LDPE yang telah diisi dengan TK. Dapat dilihat bahwa rongga-rongga di permukaan komposit LDPE/TK menunjukkan fenomena pembasahan di antara


(63)

pengisi dan matriks. Pada kandungan TK yang banyak (60%) menunjukkan peningkatan interaksi di antara pengisi dan matriks disebabkan oleh gaya di antara partikel yang lebih kuat dan jaringan rantai polimer. Hal ini menyebabkan komposit dengan kandungan pengisi TK yang lebih banyak menghasilkan kekuatan tarik dan modulus Young yang lebih tinggi dan menurunkan sifat perpanjangan.

Gambar 14 (b) Morfologi Permukaan Putus Komposit LDPE/TK (30% TK) dengan Pembesaran 200X

Gambar 14 (c). Morfologi Permukaan Putus Komposit LDPE/TK (60% TK) dengan Pembesaran 200X


(64)

4.1.5Analisis Termogravimetri (TGA)

Analisis termogravimetri (TGA) merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengukur temperatur peluruhan dan berat yang hilang akibat pengaruh temperatur terhadap bahan komposit. Temperatur proses komposit pada umumnya ditentukan oleh temperatur peleburan (Tl) matriks polimer. Pengaruh penambahan

pengisi tempurung kelapa terhadap sifat ketahanan termal degradasi bahan komposit LDPE/TK dapat dilihat pada Gambar 15, dimana pengurangan berat bahan komposit LDPE/TK relatif meningkat dengan peningkatan temperatur pemanasan.

-20 0 20 40 60

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 6

Pe

ru

h

a

n

b

e

t (%

)

LDPE LDPE/TK30% LDPE/TK60%

80 100

00

Temperatur (oC)

b

a

ra

Gambar 15. Pengaruh Kandungan TK Terhadap Sifat Termogravimetri Komposit LDPE/TK

Dari gambar tersebut dapat dilihat, bahwa pengurangan berat dari LDPE terjadi secara signifikan mulai dari temperatur 380oC. Hal ini terjadi akibat proses depolimerisasi pada LDPE hingga mengalami peluruhan 100% saat mencapai temperatur 500oC. Untuk pengaruh kandungan pengisi, dapat dilihat bahwa proses


(65)

kehilangan berat terjadi pada rentang temperatur 300oC hingga 500oC yang dipengaruhi oleh adanya dekomposisi dari lignin dan selulosa sebagai konstituen utama di dalam tempurung kelapa. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa tempurung kelapa memiliki kandungan lignoselulosa yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Yang, dkk (2005) tentang bio komposit polimer termoplastik yang diperkuat pengisi lignoselulosa menemukan bahwa bahan lignoselulosa akan terdekomposisi secara termokimia pada rentang temperatur 150 – 500oC.

Pengaruh temperatur pemanasan dapat dilihat dari Tabel 5 yang menunjukkan

temper ur 600 nalisis termogravimetri.

persentase berat komposit LDPE/TK yang hilang akibat proses pemanasan sampai

o

C dalam a at

Tabel 5. Persentase Berat Komposit LDPE/TK Tanpa Modifikasi Kimia yang Hilang Pada Berbagai Temperatur yang Berbeda

Komposit LDPE/TK (%)

Temperatur ( C) o LDPE (%) 30% TK 60% TK

100 0,087 0,089 0,090 150 0,211 0,528 0,532

250 0,77 1,665 2,060 300 1,756 3,277 4,448

400 42,38 17,496 22,471 450 96,225 31,503 37,647

500 100 95,621 94,117

550 100 97,994 96,601

600 100 9

200 0,433 1,490 1,790

350 5,56 9,792 13,049


(66)

Pada kandungan TK 60 % dapat dilihat bahwa ketahanan termal komposit LDPE/TK relatif meningkat dibandingkan pada kandungan TK 30 % dan tanpa pengisi, dimana pada temperatur 600o C persentase berat yang hilang mencapai 99,057 %. Hal ini disebabkan oleh kandungan anorganik dalam TK yang semakin

meningkat g sama diperoleh oleh

S b) dal odifika pada sludge gai

pengisi di dalam komposit PP/EPDM yang melap bahwa stabilitas l yang

lebih baik bahan komposit PP/EPDM disebabkan adanya bahan-bahan anorganik dalam bahan pengisi sludge .

4.1.6Analisis Kalorimetri Diferensial (DSC)

Ga r 16 menunjukkan pengaruh kandungan partikel TK terhadap sifat

kalorime iferensial bahan osit LDPE/TK

dengan bertambahnya jumlah pengisi. Hasil yan

almah, dkk (2005 am penelitian m si kimia kertas seba

orkan terma

kertas

mba

tri d komp .

0 0,5 1 2 2,5 3,5

10 30 50 70 90 110 130 150 170 190 210 230

o A Li an P ana W /g ) 1,5 3 4

Tem peratur ( C)

r

s

(

LDPE LDPE+TK30% LDPE+TK60%

Gambar 16. Pengaruh Kandungan TK Terhadap Sifat Kalorimetri Diferensial Komposit LDPE/TK


(67)

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa temperatur peleburan (Tl) tidak

menunjukkan perubahan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kandungan partikel TK tidak berpengaruh secara signifikan terhadap temperatur peleburan (Tl) bahan komposit LDPE/TK.

Tabel 6 menyajikan parameter termal DSC pada komposit LDPE/TK tanpa modifikasi kimia dengan jumlah kandungan partikel TK yang berbeda. Parameter ini meliputi temperatur peleburan (Tl), entalpi peleburan ( Hfkom), derajat kristalinitas

komposit (Xkom) dan derajat kristalinitas LDPE (XLDPE) di dalam bahan komposit

LDPE/TK.

Tabel 6. Parameter Termal DSC Pada Komposit LDPE/TK Tanpa Modifikasi Kimia

Komponen Tl (oC) Hfkom (J/g) Xkom (%) XLDPE (%)

LDPE 110,87 74,86 26.27 26.27

LDPE/TK 30% 109,86 65,45 22,96 29,85

LDPE/TK 60% 110,14 57,64 20,22 32,35

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada kandungan TK 60 % terjadi penurunan derajat kristalinitas (Xkom) bahan komposit LDPE/TK menjadi 20,22 %,

tetapi derajat kristalinitas LDPE (XLDPE) meningkat menjadi 32,35 %. Menurut

Albano, dkk (2003) kandungan lignoselulosa dalam bahan pengisi dapat menghalangi perpindahan dan difusi rantai molekul LDPE ke dalam permukaan inti bahan komposit sehingga menurunkan derajat kristalinitas dari komposit. Hal lain yang mungkin menyebabkan penurunan derajat kristalinitas (Xkom) bahan komposit


(68)

LDPE/TK yaitu jumlah kandungan organik dalam tempurung kelapa, dimana menurut Wikberg dan Mauna (2004) kandungan bahan organik seperti lignin dan hemiselulosa yang memiliki struktur amorf dapat menurunkan derajat kristalinitas (Xkom) bahan komposit. Penambahan kandungan pengisi di dalam komposit akan

m ilkan peningkata nilai derajat peleburan LDPE (XL ang

m an pengi ai age kleusan saat pelebu PE

E ( Hfkom) bahan komposit juga semakin berkurang pada kandungan

TK 6

enghas n pada DPE) y

enunjukkan per si sebag n penu pada ran LD

ntalpi peleburan

0 % yaitu menjadi 57,64 J/g. Hal ini disebabkan oleh semakin berkurangnya kandungan LDPE pada kandungan pengisi yang semakin meningkat. Hasil yang sama diperoleh oleh Qiao dan Zhang (2003) pada penelitian tepung lumpur kertas sebagai pengisi di dalam komposit polipropilena.

4.2 Pengaruh Asetilasi Pada Pengisi Terhadap Komposit LDPE Terisi Tempurung Kelapa

4.2.1Sifat Kekuatan Tarik

Gambar 17 menunjukkan pengaruh modifikasi kimia (asetilasi) pada pengisi TK terhadap kekuatan tarik dari komposit LDPE/TK yang dihasilkan dan dibandingkan dengan komposit tanpa mengalami asetilasi. Dari gambar dapat dilihat bahwa pada kandungan TK 60 %, asetilasi meningkatkan kekuatan tarik komposit LDPE/TK menjadi 13,05 MPa dibandingkan kekuatan tarik komposit tanpa asetilasi sebesar 12,2 MPa. Hal ini menunjukkan bahwa modifikasi kimia pada tempurung kelapa dengan asetilasi telah berhasil meningkatkan ikatan antar muka dan pelekatan di


(69)

antara pengisi dan matriks. Peningkatan ini disebabkan karena proses asetilasi akan memutuskan gugus-gugus –OH pada selulosa dalam TK yang bersifat hidrofilik. Dengan berkurangnya jumlah gugus –OH, maka TK akan lebih bersifat hidrofobik sehingga akan meningkatkan adhesi antar muka partikel tempurung kelapa dengan atriks polimer LDPE. Asetilasi pada pengisi juga akan menghasilkan rantai yang lebih linier sehingga komposit yang dihasilkan menjadi lebih liat (tough). Menurut Sain, dkk (2005), meningkatnya kekuatan tarik dari komposit dengan modifikasi kimia pada pengisi m nunjukkan bahwa pengaruh berat molekul yang rendah pada agen penghubung (coupling agent) dapat meningkatkan pembasahan dari pengisi terhadap matriks polimer. Hal ini akan meningkatkan dispersi dari pengisi di dalam komposit sekaligus akan m ningkatkan kekuatan tarik.

Hasil yang sam telah dilaporkan oleh Colom, dkk (2003) yang meneliti pengaruh modifikasi serat kayu dengan 0,4 g silana pada komposit HDPE.

m e e a 0 4 6 10 12 14

Kandungan Pengisi (bsp)

Ke ku ta n T a k (M Pa 2 8

0 15 30 45 60

a

ri

)

Pengisi tanpa asetilasi Pengisi dengan asetilasi

LDPE/TK Tanpa Dan Dengan Asetilasi


(1)

Wirjosentono, B., (1995),

Analisis dan Karakterisasi Polimer

, Edisi Kesatu, USU

Press.

ww.reade.Com/Products/Organic/coconut.html, 09.00.00 WIB, 29 Juni 2008.

Xantho

al Fillers for Plastics

,

WILEY-VCH Verlag GmbH &

Co KGaA.

Yang,

nal of

Thermal Analysis and Calorimetry,

82

: 157–160

Zita, D

w

s, M., (2005),

Function

H. S., Wolcott, M. P., Kim, H. S., dan Kim, H.J., (2005), Thermal Properties

Of Lignocellulosic Filler-Thermoplastic Polymer Bio-Composites,

Jour

., Danyadi, L., dan Pukanszky, B., (2007), Surface Modification of Wood

Flour and Its Effect on The Properties of PP/Wood Composites,

Composites

,

38

(A) : 1893 – 1901.

Zurina M., Ismail, H., dan Bakar, A. A., (2004), Rice Husk Powder-Filled

Polystyrene/Styrene Butadiene Rubber Blends,

Journal of Applied Polymer

Science

,

92

: 3320 – 3332.


(2)

LAMPIRAN I

GAMBAR ALAT

Bola penghancur (

Ball mill

) dan Penganalisa ukuran partikel Malvern

Pencampur Z-Blade dan mesin penekan panas (hot press)


(3)

Mesin SEM model JEOL JSM 6460 LA

Mesin Perkin Elmer DSC-7


(4)

(5)

LAMPIRAN II


(6)

LAMPIRAN III

PUBLIKASI

International Seminar On Chemistry 2008, May 28, 2008, Tiara Hotel Medan

Effect of Acrylic Acid on the Mechanical Properties of Coconut Shell

Filled Low Density Polyethylene (LDPE) Composites

Tengku Faisal Z. H

1

, Salmah

2

, Halimatuddahliana

2

, M. Hendra Ginting

2

1

Program Studi Teknik Kimia, SPs USU

2

Jurusan Teknik Kimia, USU

tengku_faisalzh@yahoo.co.id

Abstract

The effects of chemical modification of coconut shell (CS) with acrylic acid (esterification) and filler

content on mechanical properties and morphology of LDPE/CS composites were studied. Results show

that the increasing content of coconut shell in composites has increased the tensile strength and

Young’s modulus but decreased elongation at break. The esterification treatment has improved the

tensile strength, elongation at break, and Young’s modulus of composites. The scanning electron

microscopy (SEM) study of the tensile fracture surface of the esterified composites indicates that the

presence of acrylic acid increased the interfacial interaction between coconut shell and LDPE matrix.