Anak down syndrome termasuk dalam kelompok anak tunagrahita yaitu istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata.
Pada kepustakaan bahasa asing digunakan istilah mental retardations atau mental deficiency. Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama tentang penjelasan mengenai kondisi anak
yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial.
Banyak cara untuk memahami anak down syndrome, tetapi ada baiknya memahami terlebih dahulu konsep Mental Age MA, yaitu cara untuk memahami dan melihat mental yang
dimiliki oleh seorang anak pada usia tertentu. Selain itu, seseorang individu juga harus memahami cara penyesuaian perilaku pada anak, maksudnya yaitu seorang anak dikatakan down
syndrome atau tunagrahita tidak hanya dilihat dari IQ-nya, akan tetapi perlu dilihat juga sampai sejauh mana anak dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitarnya serta kemampuan
dirinya bersosialisasi. Menurut American Association of Mental eficiency AAMD, keterbelakangan mental
yang dialami seorang anak akan menunjukkan fungsi intelektualnya berada dibawah rata-rata dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa
perkembangan Somantri, 2007:104.
1.6.3 Teori Interaksi Simbolik George Herbert Mead
Perspektif interaksi simbolik sebenarnya berada dibawah payung perspektif yang lebih besar yaitu perspektif fenomenologis. Maurice Natanson mengatakan dalam Pengantar Teori
Komunikasi Analisis dan Aplikasi, bahwa penggunaan istilah fenomenologis sebagai suatu istilah generik, untuk merujuk kepada semua pandangan ilmu sosial yang menganggap kesadaran
manusia dan makna subjektifnya sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial. Selanjutnya, pandangan fenomenologis atas realitas sosial menganggap dunia intersubjektif terbentuk dalam
aktivitas kesadaran yang salah satu hasilnya adalah ilmu alam West dan Turner, 2008:96
Universitas Sumatera Utara
Interaksi simbolik mempelajari sifat interaksi yang merupakan kegiatan sosial dinamis manusia. Bagi perspektif ini, individu bersifat aktif, reflektif, dan kreatif, menafsirkan dan
menampilkan perilaku yang rumit serta sulit diramalkan. Paham ini menolak gagasan bahwa individu adalah organisme pasif yang perilakunya ditentukan oleh kekuatan atau struktur yang
ada di luar dirinya. Individu terus berubah maka masyarakat pun berubah melalui interaksi, jadi interaksi merupakan variabel penting yang menentukan perilaku manusia bukan struktur
masyarakat. Struktur tercipta dan berubah karena interaksi yang dilakukan manusia serta ketika individu berpikir dan bertindak secara stabil terhadap seperangkat objek yang sama.
Esensi dasar dari sebuah teori interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia yaitu komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif
interaksi simbolik ini berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Pada intinya teori ini adalah teori mengenai kerangka refensi untuk memahami bagaimana manusia,
bersama orang lainnya menciptakan dunia simbolik dan bagaimana dunia ini sebaliknya membentuk perilaku manusia. Oleh karena itu, bisa dikatakan interaksi simbolik sebenarnya
terbentuk atas dasar ide-ide mengenai diri dan hubungannya dengan masyarakat. Menurut teori ini pula, kehidupan sosial pada dasarnya terbentuk dari interaksi manusia dengan menggunakan
suatu simbol diantara masyarakatnya. Seorang individu tergerak untuk bertindak berdasarkan makna yang diberikannya pada
orang, benda, dan peristiwa. Makna-makna ini diciptakan dalam bahasa yang digunakan orang, baik untuk berkomunikasi dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri atau pikiran
pribadinya. Bahasa memungkinkan orang untuk mengembangkan perasaan mengenai diri dan untuk berinteraksi dengan orang lainnya dalam sebuah komunitas.
Universitas Sumatera Utara
1.6.4 Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga