Sikap Imâm al-Râzi Terhadap Ilmu-Ilmu Quran

3. Sikap Imâm al-Râzi Terhadap Ilmu-Ilmu Quran

34 Al-Zahabi, al-Tafs î r Wa al-Mufassir û n , juz 1, h. 207.

‘Ulûm al-qurân atau ilmu-ilmu Al-Quran dalam penafsiran Imâm al-Râzi sangat diperhatikan. Untuk itu, ada beberapa cabang ilmu tersebut yang paling sering muncul dalam pembahasannya. Antara lain :

a. Asbâb al-Nuzûl

Dalam penafsirannya, Imâm al-Râzi menganut teori al-‘ibrah bi

‘umûm al-lafzh lâ bi khushûs al-sabab . Jika terdapat ayat yang memiliki banyak riwayat sabab al-nuzûl , maka Imâm al-Râzi akan melakukan tarjîh dengan mengungkapkan seluruh sanad yang meriwayatkan. Akan tetapi jika

riwayat-riwayat tersebut dipandang sama kuat, maka tidak dilakukan tarjîh , cukup mengungkapkannya saja. Kebanyakan dalam penjelasan tafsirnya, Imâm al-Râzi menggunakan sabab al-nuzûl jika mengarah kepada penjelasan

makna ayat. 35

b. Al-Nâsikh Wa al-Mansûkh

Imâm al-Râzi bukan termasuk mufassir yang meyakini adanya al- nâsikh wa al-mansûkh , karena asal mula setiap ayat tidak memiliki al-nâsikh wa al-mansûkh . Jika al-nâsikh wa al-mansûkh ada, maka ayat-ayat yang menjadi landasan hukum akan mengalami perubahan-perubahan. Hal ini tidak layak

35 Muhammad Ibrâhîm ‘Abd al-Rahmân, Manhaj al-Fakhr al-R â zi , h. 156.

demi menjaga keutuhan ayat itu sendiri. Imâm al-Râzi juga menggunakan surat al-An’âm (6) : 106 untuk memperkuat alasannya yaitu, tidak ada kepentingan untuk menyatakan keberadaan al-nâsikh wa al-mansûkh di dalam Al-Quran. Oleh karenanya, al-nâsikh wa al-mansûkh terhadap ayat Al-Quran

tidak ada. 36

c. Munâsabah al-Âyâh

Cabang ilmu Al-Quran yang satu ini, merupakan cabang yang paling mendominasi penafsiran Imâm al-Râzi. Bahkan hampir semua ayat yang ditafsirkan dijelaskan terlebih dahulu sisi-sisi munâsabah nya. Imâm al- Râzi menyebut ilmu ini dengan ilmu nazham . Untuk mengetahui hakikat hubungan antar ayat perlu ketajaman fikiran dan kehalusan rasa. Oleh karenanya, menurut Imâm al-Râzi sangat terbuka ijtihad dalam mengambil

makna-makna munâsabah dari ayat-ayat Al-Quran. 37

d. al-Makkiy Dan al-Madaniy

Pengetahuan terhadap ilmu al-makkiy dan al-madaniy juga memerlukan penela`ahan terhadap riwayat-riwayat. Dalam hal ini, Imâm al- Râzi sangat memperhatikan prinsip-prinsip al-makkiy dan al-madaniy . Ini

36 Ibid., h. 157. 37 Ibid., h. 158.

dimaksudkan untuk menghindari kesalahan dalam menentukan tema yang dibicarakan ayat-ayat tersebut. Bahkan sama seperti munâsabah , hampir seluruh ayat-ayat yang ditafsirkan diuraikan terlebih dahulu nuansa al- makkiy atau al-madaniy nya. Kadang-kadang juga disebutkan beberapa

pendapat tentang penentuan al-makkiy dan al-madaniy sebuah ayat. 38

e. al-Muhkam dan al-Mutasyâbih

Imâm al-Râzi memilih pendapat bahwa ayat-ayat yang diduga mutasyâbih , dapat disingkapkan melalui ayat-ayat yang muhkam dengan penjelasan yang logis. Dia juga sepakat dengan jumhur ulama, bahwa sebagian ayat Al-Quran ada yang muhkam dan yang sebagian lagi adalah

ayat-ayat yang mutasyâbih . Oleh karena itu, diperlukan petunjuk ‘aqli untuk

menjelaskan yang mutasyâbih . 39

f. Fawâtih al-Suwar

Yang dimaksud fawâtih al-suwar adalah huruf-huruf hijaiyah di awal-awal surat yang dibaca secara terputus-putus. Mengenai ilmu ini, Imâm al-Râzi berpendapat bahwa ilmu tersebut adalah ilmu yang dirahasiakan Allah dalam pengetahuanNya. Jika ada yang berpendapat bahwa fawâtih al-

38 Ibid., h. 159. 39 Ibid.

suwar telah diketahui dengan sendirinya, maka pendapat ini batal. Allah Swt., tidak akan meletakkan huruf-huruf yang belum dimengerti maknanya oleh pembaca ayat-ayatnya, karena satu hurufpun yang ada di dalam Al- Quran, pasti mengandung makna yang mendalam. Oleh karena itu, diperlukan penalaran logika yang baik dan perasaan yang halus untuk

memaknai huruf-huruf tersebut. Demikian pendapat Imâm al-Râzi. 40

40 Ibid., h. 159.

BAB III

WAWASAN SIHIR DALAM AL-QURAN