28 e.
Kata-kata dalam kalimat yang berbeda f.
Kalimat berita, Tanya dan seru g.
Cakapan anak dan cakapan orang dewasa h.
Lagu dangdut dan mars Pada program BKPBI yang modern, latihan diskriminasi ini
dipandang sebagai suatu tindakan perbaikan remedial apabila anak gagal atau kesulitan dalam latihan pengenalanidentifikasi M.Fram. 1985:51.
E. Kerangka Pikir
Anak tunarungu adalah individu yang memiliki keterbatasan dalam pendengaran dan komunikasi dengan lingkungan sosialnya. Anak
tunarungu masih dapat dilatih mempersepsi bunyi dan berbahasa guna mendukung interaksi sosialnya di masyarakat. Dengan menyekolahkan
anak tunarungu di sekolah khusus tunarungu secara dini dapat membantu anak memperoleh pembelajaran berbahasa dan latihan kepekaan bunyi.
Erat kaitannya antara bunyi dan bahasa bagi anak tunarungu, oleh sebab itu dicetuskan program Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan
Bahasa yang tidak hanya membantu anak tunarungu dalam melatih kepekaan bunyi non - bahasa tetapi juga bunyi bahasa. Anak tunarungu
tidak hanya dilatih untuk mendengar bunyi-bunyi latar belakang dan bunyi alat musik saja tetapi juga bunyi ucapan manusia atau dikenal dengan
bunyi bahasa. Kemampuan mendengar bunyi bahasa ini nantinya akan membantu anak dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya di
29 masyarakat, tidak hanya menggunakan isyarat dan membaca bibir.
Mengenalkan anak pada bunyi bahasa terlebih dahulu diawali dengan latihan mendengar bunyi non bahasa. barulah kemudian anak dilatih untuk
mendengar bunyi bahasa. Latihan mendengar bunyi bahasa diberikan dalam beberapa tahapan sehingga anak berkembang sesuai tahapan
tersebut. Pembelajaran Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama sudah
ditetapkan sebagai mata pelajaran program khusus bagi anak tunarungu dalam struktur kusikulum di Indonesia. Sehingga setiap sekolah wajib
memberikan program ini yang disesuaikan dengan kemampuan anak tunarungu itu sendiri. Anak tunarungu juga dituntut untuk mencapai
standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Untuk membantu ketercapaian standar kompetensi tersebut diperlukan proses dan
usaha baik dari guru ataupun anak tunarungu. Melihat kenyataan di atas, tentang bagaimana pentingnya latihan
mendengar bunyi bahasa dan tuntutan tercapainya standar kompetensi bagi anak tunarungu, peneliti ingin mengungkap kemampuan mempersepsi
bunyi bahasa pada anak tunarungu dengan mendeskripsikan bagaimana kemampuan mendiskriminasi bunyi bahasa dan hambatan yang dihadapi
anak tunarungu dalam mendiskriminasi bunyi bahasa terutama pada anak tunarungu kelas VII di SLB B Karnnamanohara Yogyakarta.