Pola Asuh Orang Tua

29 4. Dari sudut sosiologi, keluarga berfungsi sebagai tempat untuk menanamkan aspek social agar dapat menjadi anggota masyarakat yang mampu berinteraksi, bergaul, dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada dasarnya tugas pokok dari keluarga adalah: a. Pemeliharaan fisik setiap anggota keluarganya b. Pemeliharan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga c. Pembagian tugas masing-masing anggota keluarga sesuai kedudukan masing-masing. d. Sosialisasi antar anggota keluarga e. Pengaturan jumlah anggota keluarga f. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga g. Penempatan anggota keluarga dalam lingkungan masyarakat h. Membangkitkan semangat dan dorongan para anggotanya Ciri-ciri Struktur Keluarga Menurut Anderson Carter ciri-ciri struktur keluarga : 1. Terorganisasi : saling berhubungan, saling ketergantungan, antara anggota keluarga. 2. Ada keterbatasan : setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing. 3. Ada perbedaan dan kekhususan : setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing Goodej,1991:20.

2.1.9. Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh adalah perlakuan orang tua dalam rangka berinteraksi dengan anak untuk menanamkan pendidikan, memenuhi kebutuhan , melatih sosialisasi, memberikan perlindungan Universitas Sumatera Utara 30 dalam kehidupan sehari-hari. Kohn dalam Taty Krisnawaty 1986:46 menyatakan bahwa pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orangtua meliputi cara orangtua memberikan peraturan-peraturan, hadiah, maupun hukuman, cara orangtua menunjukkan otoritasnya, dan cara orangtua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya. Tipologi gaya pola asuh Baumrind 1971 mengidentifikasi pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anak-anaknya dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: authoritarian parenting, authoritative parenting, permissive parenting William.1991:70 1. Authoritative Parenting Pola asuh authoritatifdemokrasi Kebanyakan orang tua yang menerapkan pola asuh jenis autoritarian ini lebih memilih untuk bertindak rasional dan demokrasi terhadap anak-anaknya. Dalam penerapan pola asuh autoritatif demokrasi orang tua lebih banyak memberikan kebebasan kepada anak-anaknya untuk melakukan apa pun, seperti belajar, beraktivitas, bermain, dan berkreasi mengikuti keinginan dan kemampuan dari anak-anaknya. Anak-anak bebas bersosialisasi dengan siapa saja yang ada di sekelilingnya, namun masih berada dibawah pengawasan kedua orangtuanya. Disisi yang lain orang tua menunjukan sikap tegas dan konsisten dengan membuat peraturan dirumah, dan menerapkan disiplin, nilai-nilai dan aturan-aturan yang jelas serta tidak bisa dilanggar. Namun orang tua tetap mau mendengarkan keinginan dan pandangan dan pendapat dari anak-anaknya. Didalam pola pengasuhan demokrasi ini orang tua juga mendidik anak-anaknya untuk tidak meminta secara sesuatu berlebihan, dan tetap memikirkan kondisi dan kesanggupan kedua orangtunya untuk memenuhi permintaan derta keinginannya. Orang tua bernegosiasi dan menghargai hak anak sehingga ikatan kekeluargaan bagaikan hubungan antar Universitas Sumatera Utara 31 teman yang lebih erat dan akrab. Secara keseluruhan, pendekatan orang tua terhadap anaknya tercipta kehangatan dan mesra. 2. Authoritarian Parenting Pola asuh otoriter Orang tua atau keluarga yang menggunakan metode pengasuhan otoriter ini menganggap bahwa anak adalah hak mutlak yang dimiliki oleh karena itu orang tua cenderung menerapkan standart mutlak pada anak-anaknya. Orang tua menganggap mereka dapat memperlakukan anak- anak dengan sesuka hati. Orang tua selalu dianggap paling benar dan anak-anak salah. Orang tua suka memperlakukan anak secara kasar seperti dengan membentak, berlaku kasar, bahkan tega untuk memukul anak yang dianggap melenceng dari peraturan yang ada dirumah. Meskipun awalnya mungkin hanya untuk menakut-nakuti anak-anak, agar anak-anak tidak berani melawan kedua orangtuanya. Padahal tanpa disadari orang tua yang menerapkan pola asuh ini, anaknya tersebut sebenarnya membantah segala aturan dan perintah yang ditetapkan oleh kedua orangtunya dirumahhnya. Sehingga di masa yang akan datang anak ini akan menentang aturan dan perintah dengan cara kekerasan juga. Anak-anak yang dididik dengan pola asuh ini kebanyakan menuruti orangtuanya bukan karena rasa hormat, tetapi karena rasa takut akan hukuman yang akan diberikan kepadanya seandainya tidak menuruti, maka biasanya anak akan berdiam diri dan tidak berani untuk berinisiatif dalam melakukan sesuatu. Komunikasi yang tecipta diantara orang tua dan anak lebih bersifat satu arah dimana segalanya ditentukan oleh orang tua tanpa mendengarkan dan mempertimbangkan pendapat, pikiran dan perasaan anak. Orang tua dengan pola pengasuhan seperti ini cenderung menjaga jarak dengan anaknya, dan jarang untuk mengajak anak berdiskusi tentang hal apa pun. Biasanya orang tua berbicara kasar kepada anak meskipun ingin meminta Universitas Sumatera Utara 32 bantuan dari anaknya. Tidak ada keramahan dan kelembutan dalam berkomunikasi diantara anggota keluarga. Anak akan menghindar dan menjauh dari orang tuanya ketika harus bertemu didalam suatu kondisi atau suatu ruang, karena anak merasa kaku dan takut bertemu orangtuanya. Kebanyakan anak yang diasuh dengan pola pengasuuhan otoriter ini cenderung menarik diri secara social, kurang percaya diri, dan berkata dan bertingkah laku kasar. Pola pengasuhan ini sering kali menjadi pola pengasuhan warisanyang secara berulang-ulang diberikan kepada generasi keluarga berikutnya. Karena seseorang cenderung akan menerapkan pola asuh yang sama dirasakannya sebelumnya kepada keturunan berikutnya. 3. Permisive Parenting Style Pola asuh permisif Pola asuh permisif menekankan ekspresi diri dan self regulation anak. Orangtua yang permisif membuat beberapa peraturan dan mengijinkan anak-anaknya untuk memonitor kegiatan mereka sebanyak mungkin. Ketika mereka membuat peraturan biasanya mereka menjelaskan terlebih dahulu, orangtua berdiskusi dahulu dengan anak dan orang tua tidak mau menghukum anak jika melakukan pelanggaran. Maccoby dan Martin 1983 menambahkan tipologi ini karena adanya tingkat tuntutan orangtua dan tanggapan yang ada. Dengan demikian pola asuh permisif terbagi dua jenis yaitu: a. Pola asuh penyabar b. Dan pola asuh penelantar Universitas Sumatera Utara 33 a. Pola asuh penyabar Pola asuh jenis ini bertolak belakang atau kebalikan dari pola pengasuhan otoriter. Orang tua yang mendidik anak dengan cara ini justru memprioritaskan kebutuhan dan kepentingan anak-anak di posisi yang paling utama. Semua haapan dan keinginan anak dipenuhi tanpa bertanya apa alasan, dan tujuan anak menginginkan kemauannya dipenuhi. Selain itu orang tua juga tidak memikirkan apakah dengan memenuhi dan menuruti segala keinginan si anak tersebut akann member manfaat yang baik untuk si anak. Orang tua lebih suka anaknya memperoleh sesuatu dngan cara yang mudah tanpa perlu mempersulit diri si anak. Didalam pola asuh ini, kasih sayang yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya terlalu berlebihan sehingga akan mencapai suatu tahap dimana orang tua tidak akan tega untuk menegur, atau mengajar anak dengan keras ketika si anak melakukan kesalahan. Karena takut anaknya menjadi sakit hati, sedih, kecewa, nakal, dan memberontak. Didalam pola pengasuhan ini orang tua cenderung bersikap sangat melindungi anak dalam kondisi apa pun, meskipun si anak sebenarnya didalam kondisi yang salah. Bagi orang tua, anak mereka selalu berada pada kondisi yang benar walaupunsebenarnya si anak melakukan kesalahan, sehingga mengakibatkan anak tidak disiplin dan melakukan segala sesuatu dengan sesuka hati. Orang tua ttidak pernah berfikir bahwa anak yang diperlakukan seperti itu suatu saat nanti akan cenderung menjadi implusive memerlukan dorongan dari orang lain, akan bersifat manja, kurang mandiri, egois dan mau menang sendiri, tidak percaya diri, sombong, dan lain- lain. Dari segi hubungan dengan dunia luar selain lingkungan keluarga, kebanyakan anak yang datang dari latar belakang dengan pola pengasuhan penyabar menjadi anak yang kurang matang secara sosial. Mereka tidak mau memikirkan perasaan dan hati orang lain karena hanya menuntut pemahaman dan pengertian dari orang lain terhadap diri mereka. Hal yang paling utama, mereka Universitas Sumatera Utara 34 harus menjadi yang pertama dalam segala-segalanya dengan kata lain selalu tidak memperdulikan orang lain. Walaupun anak yang dididik dengan pola asuh ini kebanyakan akan cenderung menjadi implusive memerlukan dorongan dari orang lain, manja, kurang mandiri, egois, mau menang sendiri, kurang percaya diri, sombong, dan masih banyak sisi negative yang timbul akibat pola asuh ini, namun pada kenyataannya banyak juga anak yang menjadi agresif, tidak patuh, dan menentang kedua orang tuanya. Hal ini dikarenakan orang tua tidak mau menegur, memarahi, ketika anak melakukan kesalahan atau tidak disiplin. Biasanya hal sperti mulai kelihatan apabila orang tua sudah mulai bertindak tegas, dan membatasi anak. b. Pola asuh penelantar Anak yang diasuh dengan pola ini adalah anak yang kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari oaring tuanya. Orang ttua selalu sibuk bekerja, sehingga lupa atas tanggung jawabnya sebagai ayah atau ibu yang merupakan sosok yang paling penting dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mental, fisik, dan psikologis anak. Orang tua banyak menghabiskan waktu hanya untuk kepentingan pribadinya, seperti bekerja, berbincang- bincang dengan teman, arisan, belanja, dan lain-lain. Terkdang orang tua yang menganut pola asuh ini akan memberikan uang yang bayak kepada anak agar anak tidak merasa kesepian. Anak dibiarkan tumbuh dan berkembang dengan cara dan kemampuannya sendiri. Dan terkadang di tambah dengan pengalaman-pengalaman yang dilihat dan dirasakan anak dilingkungan sekitarnya tanpa mendapat tuntunan dari kedua orang tuanya. Selain itu tidak jarang juga ditemukan anak yang diterlantarkan oleh orang tuanya ini mendapatkan pendidikan akademik dan pendidikan agama yang menunjang kehidupannya di masa yang akan datang. Universitas Sumatera Utara 35 Terdapat berbagai macam alasan yang menyebabkan orang tua tega menerapkan pola asuh penelantar ini. Dan salah satu alasannya adalah anak yang ditolak kehadirannya didalam keluarga. Banyak kasus yang terjadi di dalam kehidupan nyata diaman orang tua yang menolak kehadiran anaknya tersebut karena anak adopsi, anak tiri, akan dari hasil perselingkuhan, dan anak yang kurang sempurna, seperti anak cacat fisik, cacat mental, dan cacat psikis. Anak yang tidak mampu uuntuk hidup sendiri dibiarkan terlantar tanpa diperhatikan. Orang tua menganggap bahwa memiliki anak dalam kondisi seperti itu malah memberikan kesusahan dan hanya akan menambah beban dalam hidup mereka. Selain itu, yang menjadi factor pendukung seseorang menjadi orang tua mengasuh dengan pola ini yaitu factor kemiskinan. Mereka masih belum mampu untuk melakukan pekerjaan lain atau tidak bisa mendapsatkan pekerjaan yang lebih baik karena tidak memiliki pendidikan. Pola asuh penelantar merupakan pola asuh yang beresiko paling tinggi menyebabkan penyimpakan kepribadian dan perilaku anti social.

2.2. Difabel dan Tunanetra