Difabel dan Tunanetra TINJAUAN PUSTAKA

35 Terdapat berbagai macam alasan yang menyebabkan orang tua tega menerapkan pola asuh penelantar ini. Dan salah satu alasannya adalah anak yang ditolak kehadirannya didalam keluarga. Banyak kasus yang terjadi di dalam kehidupan nyata diaman orang tua yang menolak kehadiran anaknya tersebut karena anak adopsi, anak tiri, akan dari hasil perselingkuhan, dan anak yang kurang sempurna, seperti anak cacat fisik, cacat mental, dan cacat psikis. Anak yang tidak mampu uuntuk hidup sendiri dibiarkan terlantar tanpa diperhatikan. Orang tua menganggap bahwa memiliki anak dalam kondisi seperti itu malah memberikan kesusahan dan hanya akan menambah beban dalam hidup mereka. Selain itu, yang menjadi factor pendukung seseorang menjadi orang tua mengasuh dengan pola ini yaitu factor kemiskinan. Mereka masih belum mampu untuk melakukan pekerjaan lain atau tidak bisa mendapsatkan pekerjaan yang lebih baik karena tidak memiliki pendidikan. Pola asuh penelantar merupakan pola asuh yang beresiko paling tinggi menyebabkan penyimpakan kepribadian dan perilaku anti social.

2.2. Difabel dan Tunanetra

Istilah difabel merupakan pengindonesiaan dari kependekan istilah different abilities people orang dengan kemampuan yang berbeda. Dengan istilah difabel, masyarakat diajak untuk merekonstruksi nilai-nilai sebelumnya, yang semula memandang kondisi cacat atau tidak normal sebagai kekurangan atau ketidakmampuan menjadi pemahaman terhadap difabel sebagai manusia dengan kondisi fisik berbeda yang mampu melakukan aktivitas dengan cara dan pencapaian yang berbeda pula. Istilah difabel pertama kali dicetuskan oleh beberapa aktivis di Yogyakarta yang salah satunya adalah almarhum Dr. Mansour Fakih pada awal tahun 1997 Ambulangsih, 2007; 45 . Istilah ini merupakan salah satu upaya untuk merekontruksi pandangan, pemahaman, dan Universitas Sumatera Utara 36 persepsi masyarakat umum pada nilai-nilai sebelumnya yang memandang seorang difabel adalah seseorang yang tidak normal, memiliki kecacatan sebagai sebuah kekurangan dan ketidakmampuan. Pemakaian kata difabel dapat dimaksudkan sebagai kata eufemisme, yaitu penggunaan kata yang memperhalus kata atau istilah yang digunakan sebelumnya. Tetapi secara luas Istilah difabel digunakan sebagai salah satu usaha untuk merubah persepsi dan pemahaman masyarakat bahwa setiap manusia diciptakan berbeda dan seorang difabel hanyalah sebagai seseorang yang memiliki perbedaan kondisi fisik dan dia mampu melakukan segala aktivitas dengan cara dan pencapaian yang berbeda. Pemakaian istilah difabel memiliki nilai lebih humanis dan sebagai suatu usaha untuk menghilangkan kekuatan ruang yang memiliki hubungan tidak adildiskriminasi serta mendorong eksistensi dan peran difabel dalam lingkungan mereka Priyadi 2006; 23. Dengan pemahaman baru itu masyarakat diharapkan tidak lagi memandang para difabel sebagai manusia yang hanya memiliki kekurangan dan ketidakmampuan. Sebaliknya, para difabel, sebagaimana layaknya manusia umumnya, juga memiliki potensi dan sikap positif terhadap lingkungannya. Difabel terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan lain-lain. Tunanetra dari segi etimologi bahasa. “tuna” artinya “rusak” “netra” artinya “mata” atau dapat disimpulkan mata yang rusak. Sehingga tunanetra dapat disimpulkan yakni tidak berfungsinya indera penglihatan secara normal. Tunanetra termasuk kedalam bagian dari difabel. Karena tunanetra adalah suatu keadaan cacat fisik yang dapat digantikan dengan indera lain, seperti indera peraba, dan indera perasa. Berdasarkan Organisasi Badan Kesehatan Dunia WHO merillis data bahwa setidaknya ada 40 – 45 juta penderita kebutaan cacat netragangguan penglihatan. Pertahunnya tak kurang dari 7 juta orang mengalami kebutaan atau permenitnya Universitas Sumatera Utara 37 terdapat satu pentuduk bumi menjadi buta dan perorang mengalami kebutaan perduabelas menit dan ironisnya, lagi-lagi wilayah dan negara miskinlah yang kebanyakan penduduknya mengalami kebutaan dan gangguan penglihatan, yaitu sekitar 90. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Sosial, jumlah penyandang cacat tuna netra tahun 2009 adalah sebanyak 3.474.035 orang, Sedangkan dari data Kemenakertrans tahun 2009, jumlah tenaga kerja penyandang cacat tunanetra yang bekerja sebanyak 2.137.923 orang. http:www.depsos.go.idmodules.php?name=Newsfile=printsid=704 diakses tanggal 6 April 2011. 2.2.1. Klasifikasi Tunanetra Menurut Depdiknas kelasifikasi tunanetra secara garis besar dibagi lima yaitu: A. Berdasarkan tingkat kebutaannya yaitu: 1. Dikatakan buta total jika sama sekali tidak mampu menerima rangsang cahaya dari luar. Kebutaan total memiliki keterbatasan dalam penglihatan antara lain: - Tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari 1 meter. - Ketajaman penglihatan 20200 kali yaitu ketajaman yang mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki. - Bidang penglihatnya tidak lebih luas dari 20 meter. 2. Dikatakan Low Vision bila masih mampu menerima rangsa cahaya dari luar. Berdasarkan definisi World Health Organization WHO,seseorang dikatakan low vision apabila: - Memiliki kelainan fungsi penglihatan meskipun telah dilakukan pengobatan, misalnya operasi atau koreksi refleksi standar kacamata atau lensa. Universitas Sumatera Utara 38 http:bamperxii.com200811penegertian-tuna-netra.html diakses tanggal 7 April 2011 pada pukul 12.10 WIB B. Berdasarkan waktu terjadinya kebutaan: 1. Tunanetra sebelum dan sejak lahir yakni yang mereka asma sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan. 2. Tunanetra setelah lahir atau pas usia kecil yakni mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat da mudah terlupakan. 3. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap peroses perkembangan pribadi. 4. Tunanetra pada usia dewasa pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latiha penyesuaian diri. 5. Tunanera dalam usia lanjut, sebagian besar sudah sulit untuk mengikuti latihan-latihan kecerdasan kinestetik yang berpengaruh terhadap gerak motorik seseorang penyandang http:id.wikipedia.orgwikiAnaka_berkebutuhan_khusus diakses tanggal 1 April 2011 pada pukul 11.12 WIB C. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan 1. Tunanetra ringan defective visionlow vision;yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti perogram-program pendidikan dan pampu melakukan pekerjaankegiatan yang mengunakan fungsi penglihatan. Universitas Sumatera Utara 39 2. Tunanetra setengah berat partially sighted;yakni mereka yang kehilagan sebagian daya penglihat,hanya menggunakan kaca pembesar.mereka mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang ercatak tebal. 3. Tunanetra berat totally blind;yakni mereka yang sama ssekali tidak dapat melihat. D. Berdasarkan pemeriksaan klinis 1. Tunanera yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20200 dan atau memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat. 2. Tunanera yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20200 dan atau memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat. E. Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata: 1. Mayopia : adalah penglihatan jarak dekat, bayak yang tidak tetfokuds dan jatuh di belakang retina.penglihata akan terlihat jelas kalau objek didekatka. Untuk membantu peroses penglihatan pada penderita mayopi digunakan kacamata koreksi dengan lensa negatif. 2. Hyperopia : adalah penglihatan jarak jauh,banyak yang tidak terfokus da jatuh didepa retina. Penglihatan akan terlihat jelas jika objek dijauhkan. Untuk menbantu peroses pemulihan pada penderita heyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa posotif. 3. Astigmatisme : adalah penyimpanan atau peglihatan kabur yang disebabkan karna kerusakan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga banyak benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina. Universitas Sumatera Utara 40 2.2.2 Faktor Penyebab Tunanetra Ada dua faktor penyebab seseorang menderita tunanetra yaitu: 1. Faktor endogen, ialah faktor dari dalam kandungan atau dapat dikatakan faktor genetic. Misalnya perkawinan antar sesama tunanetra, atau memiliki nenek moyang yang penyandang tunanetra. 2. Faktor eksogen atau faktor luar seperti: a. Penyakit atau virus rubella yang menjadikan seseorang menjadi sakit campak, yang lama kelamaan akan mengganggu saraf penglihatan dan bias menghilangkan fungsi penglihatan secara permanen. Ada juga dikarrenakan oleh kuman syphilis, yang mengakibatkan kerapuhan pada lensa mata yang mengakibatkan pandangan mata keruh. c. Kecelakaan yaitu kecelakaan fisik akibat tabrakan yang berakibatkan langsung merusak saraf mata. Ada juga yang diakibatkan oleh radiasi ultra violet atau gas beracun yang dapat menybabkan seseorang kehilangan fungsi mata untuk melihat Error Hyperlink reference not valid. .com diakses tanggal 11 april 2011 pada pukul 10.15 Universitas Sumatera Utara 41

2.3. Defenis Konsep