Berdasarkan Tinggi Rendahnya TDS dan TDD Berdasarkan Gejala-gejala Klinik

b. Hipertensi Sekunder Hipertensi non Esensial Hipertensi sekunder atau hipertensi non esensial adalah hipertensi yang dapat di ketahui penyebabnya. Hipertensi sekunder meliputi kurang lebih 5 dari total penderita hipertensi. Timbulnya penyakit hipertensi sekunder sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi atau kebiasaan seseorang. Contoh kelainan yang menyebabkan hipertensi sekunder adalah sebagai hasil dari salah satu atau kombinasi dari hal-hal berikut : a. Akibat stres yang parah, b. Penyakit atau gangguan ginjal, c. Kehamilan atau pemakaian hormon pencegah kehamilan, d. Pemakaian obat-obatan seperti heroin, kokain, dan sebagainya, e. Cidera di kepala atau pendarahan di otak yang berat, f. Tumor atau sebagai reaksi dari pembedahan. 25

2.2.2. Berdasarkan Tinggi Rendahnya TDS dan TDD

Berdasarkan tingginya tekanan sistolik, The Seven Of The Joint National Comitte on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure JNC 7 tahun 2003, membagi hipertensi sebagai berikut : a. Normal bila tekanan darah sistolik 90 – 120 mmHg dan diastolik 60 – 80 mmHg, b. Prehipertensi bila tekanan darah sistolik 120 – 139 mmHg dan diastolik 80 – 89 mmHg, c. Hipertensi stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140 – 159 mmHg dan diastolik 90-99 mmHg Universitas Sumatera Utara d. Hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 100 mmHg. Bila tekanan darah penderita hipertensi berbeda dengan klasifikasi, sebagai contoh TDS 170 mmHg sedangkan TDD 90 mmHg maka derajat hipertensi ditentukan dari tekanan sistolik TDS karena merupakan tekanan yang terjadi ketika jantung berkontraksi memompakan darah. 23

2.2.3. Berdasarkan Gejala-gejala Klinik

a. Hipertensi Benigna Pada hipertensi benigna, tekanan darah sistolik maupun diastolik belum begitu meningkat, bersifat ringan atau sedang dan belum tampak kelainan atau kerusakan dari target organ seperti mata, otak, jantung dan ginjal. Juga belum nampak kelainan fungsi dari alat-alat tersebut yang sifatnya berbahaya. b. Hipertensi Maligna Disebut juga accelarated hypertension, adalah hipertensi berat yang disertai kelainan khas pada retina, ginjal, dan kelainan serebral. Pada retina terjadi kerusakan sel endotelial yang akan menimbulkan obliterasi atau robeknya retina. 26 Apabila diagnosis hipertensi maligna di tegakkan, pengobatan harus segera dilakukan. Di upayakan tekanan darah sistolik mencapai 120 – 139 mmHg. Hal ini perlu dilakukan karena insidensi terjadinya pendarahan otak atau payah jantung pada hipertensi maligna sangat besar. 21 c. Hipertensi Ensafalopati Merupakan komplikasi hipertensi maligna yang ditandai dengan gangguan pada otak. Secara klinis hipertensi ensafalopati bermanifestasi dengan sakit kepala Universitas Sumatera Utara yang hebat, nausea, dan muntah. Tanda gangguan serebral seperti kejang ataupun koma, dapat terjadi apabila tekanan darah tidak segera diturunkan. Keadaan ini biasanya timbul apabila tekanan diastolik melebihi 140 mmHg. Hipertensi berat yang diikuti tanda-tanda payah jantung, pendarahan otak, pendarahan pasca operasi merupakan keadaan kedaruratan hipertensi yang memerlukan penanganan secara seksama. 21

2.3. Gejala Klinis