Perbandingan Jumlah Produksi Pemilihan Metode Kerja

6.2. Perbandingan Postur Kerja

Dari pengolahan data didapatkan bahwa metode kerja B memiliki level tindakan sedang untuk pergerakan kiri maupun pergerakan kanan. Ini berarti bahwa metode kerja ini harus dilakukan tindakan perbaikan agar operator tidak mengalami cedera. Cidera pada operator dapat terjadi karena posisi postur kerja operator yang salah. Salahnya posisi kerja operator disebabkan fasilitas kerja yang disediakan minim. Karena salahnya posisi kerja operator menyebabkan operator tidak merasa nyaman saat bekerja, ketidak nyamanan ini berakibat pada menurunnya jumlah produksi perusahaan, sehingga tidak terpenuhinya permintaan pelanggan. Untuk memperbaiki kondisi ini dilakukan rancangan perbaikan fasilitas kerja sehingga didapat metode kerja C. Metode kerja C memiliki level tindakan dapat diabaikan, pada level tindakan ini tidak perlu dilakukan perbaikan metode kerja. Posisi kerja pada metode ini dapat dikatakan baik karena posisi leher tidak tertekuk kebawah, posisi punggung dalam keadaan lurus karena rancangan fasilitas kerja telah memperhitungkan dimensi antropometri operator. Oleh karena itu, diantara metode kerja B dengan metode kerja C, maka dipilih metode kerja C sebagai metode kerja yang terbaik.

6.3. Perbandingan Jumlah Produksi

Dari Tabel 5.13 terlihat bahwa terjadi peningkatan jumlah produksi yang sangat signifikan. Terjadi peningkatan sebesar 24,34. Hal ini dapat membantu Universitas Sumatera Utara perusahaan untuk memenuhi permintaan terhadap biji kopi kering yang tinggi oleh konsumen. Penambahan jumlah hasil produksi ini terjadi karena posisi kerja operator yang sudah sedikit lebih nyaman sehingga tidak perlu sering-sering melakukan istirahat kecil seperti metode kerja A. Pengurangan jumlah relaksasi otot menambah waktu kerja operator, penambahan waktu kerja operator akan menyebabkan penambahan jumlah produksi. Selain itu pada metode kerja B juga terjadi pengurangan gerakan yang dilakukan oleh operator, pengurangan gerakan relaksasi ini juga menyebabkan penambahan waktu kerja operator, sehingga hal ini juga menyebabkan penambahan jumlah produksi operator. Penambahan waktu kerja akan menyebabkan peningkatan jumlah hasil produksi perusahaan. Dalam hal ini apabila jumlah hasil produksi perusahaan meningkat maka mengurangi jumlah permintaan yang tidak dapat dipenuhi perusahaan.

6.4. Pemilihan Metode Kerja

Pekerjaan yang dilakukan dengan postur kerja yang tidak sesuai dapat menyebabkan keluhan pada otot tulang belakang atau lebih dikenal dengan istilah musculoskeletal disorders MSDs, karena hasil dari penilaian postur kerja pada penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan metode B perlu dilakukan perbaikan. Maka pada metode kerja C dilakukan dengan cara melakukan penyortiran dengan menggunakan meja dan kursi kerja yang dirancang sesuai dengan antropometri Universitas Sumatera Utara dan penambahan lapisan dasar meja berwarna putih untuk kegiatan sortasi biji kopi. Pada desain meja kerja dan kursi kerja yang baru, dibuat dengan memperhatikan dimensi tubuh pekerja yang bertujuan agar pekerja dapat bekerja dengan benar dan mengurangi keluhan MSDs operator. Kemudian dilakukan pengaturan komponen pada meja kerja seperti tempat bahan yang mau disortir, tempat hasil sortiran dan tempat dilakukannya penyortiran. Setelah dilakukan pengaturan komponen pada meja kerja, maka secara tidak langsung juga mempengaruhi postur kerja. Dengan demikian, pada proses penyortiran semua gerakan kerja dilakukan secara duduk di kursi kerja. Hal ini disebabkan karena operator tidak perlu lagi membungkuk pada saat melakukan penyortiran, karena telah disediakan tempat duduk dan meja yang sesuai untuk kegiatan penyortiran. 6.5. Perancangan Ulang Fasilitas Kerja untuk Menggunakan Metode Kerja C Berdasarkan Metode Kerja yang Terpilih Dari hasil identifikasi keluhan musculoskeletal menggunakan SNQ, perhitungan postur kerja dengan menggunakan REBA serta analisis jumlah produksi, maka hendaknya perusahaan menerapkan metode kerja terpilih yaitu operator bekerja dengan menggunakan meja dan kursi untuk menghindari cedera saat bekerja. Oleh karena itu perusahaan harus merancang ulang fasilitas kerja yaitu meja dan kursi untuk operator sortasi biji kopi. Data antropomentri yang Universitas Sumatera Utara diperlukan dalam perancangan ini terdapat pada lampiran. Berikut adalah rancangan fasilitas kerja operator sortasi biji kopi. Gambar 6.1. Rancangan Meja dan Kursi Kerja 3D Keterangan Gambar: Dasar meja sortiran berwarna putih, tujuannya agar kopi yang disortir dapat terlihat secara jelas oleh operator. Dari hasil penilaian, metode kerja C lebih baik dari pada metode kerja B ditinjau dari peningkatan hasil output sortasi biji kopi maupun keluhan MSDs yang menurun. Hasil ini diperoleh dari simulasi metode kerja C dengan Universitas Sumatera Utara menggunakan fasilitas meja dan kursi yang dilengkapi lapisan dasar meja sortasi biji kopi yang bewarna putih. Pada Gambar 6.2 dapat dilihat bahwa terjadi pengurangan waktu yang cukup lumayan pada simulasi yang dilakukan dengan metode C. Hal ini terjadi karena tingkat ketelitian dan kemudahan dari operator sortasi dalam mensortir biji kopi menjadi lebih baik dengan bantuan lapisan dasar sortasi biji kopi berwarna putih.

6.5.1. Analisis Dimensi Fasilitas Kerja Aktual dan Rancangan

Metode kerja B merupakan metode kerja terpilih yang mana terdapat fasilitas kerja berupa meja dan kursi. Walaupun pada metode kerja B telah memiliki fasilitas kerja, namun masih perlu dilakukan penyempurnaan seperti pada bagian kursi, meja, dan area sortasi biji kopi. Fasilitas meja dan kursi dirancang dengan data antropometri pekerja sortasi yang didasarkan atas keluhan- keluhan yang diperoleh dari kuisoner SNQ dan postur kerja. Selain itu dibuat fasilitas kerja tambahan berupa alas area sortir yang diletakkan di atas meja sortasi biji kopi. Alas area sortir dibuat berwarna putih untuk meningkatkan tingkat ketelitian dan kecepatan operator dalam menyortir biji kopi.

6.5.2. Analisis Tata Letak Komponen

Tata letak komponen berupa wadah tempat biji kopi yang cacat dan rusak rancang sesuai dengan antropometri akan memperbaiki produktivitas. Produktivitas tersebut dapat dilihat dari adanya pengurangan waktu dan jarak jangkauan per elemen kegiatan dalam aktivitas penyortiran biji kopi. Universitas Sumatera Utara

6.5.3 Analisis Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan Usulan Metode C

Analisis Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan dilakukan untuk perancangan fasilitas kerja usulan Metode C. Dengan adanya perbaikan fasilitas kerja, maka akan terjadinya pengurangan jarak dan waktu proses pada aktivitas penyortiran biji kopi. Adapun Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan usulan Metode C dapat dilihat pada Gambar 6.2. Universitas Sumatera Utara PETA TANGAN KIRI DAN TANGAN KANAN PEKERJAAN : PENYORTIRAN BIJI KOPI DEPARTEMEN : PENYORTIRAN NOMOR PETA : SEKARANG USULAN DIPETAKAN OLEH : M. AGUSTIAR TANGGAL : JUNI 2011 Gambar 6.2. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan Usulan Metode C LAYOUT 1 2 3 2 4 3 5 5 1 1 KETERANGAN LAYOUT 1=Operator Sortasi 2=LubangWadah biji kopi yang cacat 3=LubangWadah biji kopi yang baik 4=Tumpukkan biji kopi yang akan disortasi 5=Areal sortasi dengan lapisan dasar warna putih TANGAN KIRI TANGAN KANAN Uraian Lambang Waktu detik Jarak cm Jarak cm Waktu detik Lambang Uraian Menjangkau, Memegang, Membawa tumpukan biji kopi ke areal penyortiran RE, G, M 3 50 50 3 RE, G, M Menjangkau, Memegang, Membawa tumpukan biji kopi ke areal penyortiran Mencari, memilih, dan mengambil biji kopi yang cacat SH, ST,G 20 - - 20 SH, ST,G Mencari, memilih, dan mengambil biji kopi yang cacat Membawa dan mengarahkan biji kopi yang cacat ke tempat penampungan biji kopi yang cacat dan melepaskannya RE, PP, M, P, Rl 2 20 20 2 RE, PP, M, P, Rl Membawa dan mengarahkan biji kopi yang baik ke tempat penampungan biji kopi yang baik dan melepaskannya Total 25 25 RINGKASAN WAKTU TIAP SIKLUS : 25 detik80 gr JUMLAH PRODUK TIAP SIKLUS : 1 ambilan 80gr Universitas Sumatera Utara

6.5.4. Analisis Jumlah Produksi

Dengan adanya perancangan fasilitas kerja usulan di metode C, maka jumlah produksi yang dihasilkan akan meningkat melebihi jumlah produksi di metode B, yaitu sebesar 24,34. Hal ini didasarkan karena keluhan MSDs yang dialami operator juga berkurang.

6.6. Perancangan Ulang Standard Operation Procedure SOP