Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Produk utama dari akuntansi yaitu serangkaian dokumen yang disebut dengan laporan keuangan. Laporan keuangan financial statement merupakan dokumen perusahaan yang menjabarkan perusahaan dalam bahasa moneter. PSAK No.1 paragraf ke 7 revisi 2009 menjelaskan bahwa laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Penerbitan laporan keuangan secara umum bertujuan untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan. Pelaporan keuangan bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber- sumber daya yang dipercayakan kepada mereka Ikatan Akuntan Indonesia, 2009. Laporan keuangan tersebut berisikan informasi yang dibutuhkan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, baik internal maupun eksternal perusahaan dan merupakan refleksi dari keadaan keuangan sebuah perusahaan serta bagaimana kinerja suatu manajemen dalam mengelola perusahaan. Perilaku kecurangan dalam penyajian laporan keuangan penting menjadi perhatian agar 2 tindakan ini dapat dideteksi sedini mungkin serta dapat diminimalisir semaksimal mungkin. Sehingga laporan keuangan akan dapat dipercaya oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan menggambarkan keadaan perusahaan yang sebenar-benarnya. Oleh karena itu laporan keuangan harus disajikan secara akurat serta relevan, sehingga tidak menyesatkan para pengguna laporan keuangan dalam mengambil keputusan. Meskipun demikian dalam praktiknya dapat kita temui pelaku-pelaku bisnis yang secara sadar melakukan kecurangan dalam pelaporan keuangan financial statement fraud untuk tujuan tertentu, baik untuk keuntungan organisasi maupun keuntungan pribadi. Dalam dua dekade terakhir financial statement fraud telah meningkat secara substansial Rezaee, 2002. Kecurangan pada laporan keuangan dapat saja memberikan keuntungan bagi para pelaku bisnis untuk sebuah tujuan tertentu dengan mengkondisikan sebuah laporan keuangan agar terlihat baik dalam pandangan publik. Akan tetapi hal tersebut tentu juga sangat merugikan bagi pihak-pihak yang menggantungkan suatu keputusan berdasarkan laporan keuangan. Menurut Financial Accounting Standard Board FASB, yang termasuk pengguna utama laporan keuangan adalah pemegang saham, investor lain dan kreditor Hendrikson, 2000. Dalam laporan keuangan, informasi laba menjadi informasi potensial yang digunakan para pengguna laporan keuangan untuk menilai kinerja manajemen. Laba menjadi pusat perhatian investor dalam menginvestasikan dana mereka pada suatu perusahaan. Keleluasaan dalam memilih metode akuntansi kadang 3 menjadi kesempatan bagi perusahaan untuk ‘memainkan’ laporan keuangan mereka. Seperti dinyatakan dalam Zulfiati 2013 bahwa standar akuntansi menyediakan berbagai pilihan metode akuntansi yang memungkinkan manajemen untuk melakukan pengelolaan atas laba sesuai dengan keinginan manajemen. Tindakan manajemen sebagai intervensi yang sengaja dilakukan untuk maksud tertentu dalam proses pelaporan keuangan ini untuk memperoleh beberapa keuntungan selanjutnya disebut sebagai Manajemen Laba Schiper, 1989. Manajemen laba terjadi ketika manajemen menggunakan keputusan tertentu dalam laporan keuangan dan transaksi untuk mengubah laporan keuangan sebagai dasar kinerja perusahaan yang bertujuan menyesatkan pemilik atau untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang mengandalkan angka-angka akuntansi yang dilaporkan Healy dan Wahlen, 1999. Manajemen laba terjadi akibat adanya asimetri informasi yang terjadi antara manajer dan pemegang saham Dye, 1988 dalam Rusmin, 2010. Menurut Scott 2009 terdapat beberapa strategi yang digunakan manajemen perusahaan dalam praktik manajemen laba yaitu taking a bath, income maximization, income minimization, dan income smoothing. Taking a Bath yaitu melaporkan kerugian dalam jumlah besar yang diharapkan dapat meningkatkan laba di masa yang akan datang. Income Minimization dilakukan pada saat perusahaan memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi dengan maksud agar tidak mendapatkan perhatian oleh pihak-pihak yang berkepentingan aspek political- cost. Income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang 4 tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Income smoothing dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil. Skandal akuntansi telah berkembang secara luas, seperti halnya di Amerika Serikat dengan kasus Enron-nya, Australia juga tidak terlepas dari kasus skandal akuntansi Brennan dan McGrath, 2007. Pada kasus HIH yang merupakan salah satu kegagalan bisnis terbesar dalam sejarah Australia, salah saji pada aset tidak diungkapkan oleh Arthur Andersen dalam jurnal penyesuaian akhir tahun, oleh karenanya salah saji tersebut tidak dimasukkan pula dalam penilaian atas kebenaran dan fairness pada laporan keuangan. Kasus lain terjadi pada National Australia Bank. Kasus ini bermula ketika adanya pihak staf yang menyembunyikan adanya kerugian foreign-exchange trading melalui transaksi yang keliru dan manipulasi sistem yang tidak terdeteksi oleh auditor eksternal. Hal tersebut berakibat pada laporan keuangan yang menyesatkan. Dalam konteks Indonesia, hasil riset Leuz et al. 2003 menunjukkan bahwa karena lingkungan perlindungan investor yang lemah maka praktek manajemen laba di Indonesia cenderung lebih intensif dilakukan dibanding negara-negara lain dengan perlindungan investor yang kuat Ratmono, 2010. Manajemen laba dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui pilihan kebijakan akuntansi manajemen laba akrual dan tindakan riil atau yang kita kenal dengan manajemen laba riil Scott, 2009. Dalam fokus penelitian ini 5 hanya akan membahas manajemen laba akrual. Manajemen laba akrual merupakan model yang paling kuat dalam mendeteksi manajemen laba alasannya karena dalam pembuatan laporan keuangan disusun berdasarkan sistem akuntansi akrual Sulistyanto, 2008. Meningkatnya berbagai kasus skandal akuntansi di dunia menyebabkan berbagai pihak berspekulasi bahwa manajemen telah melakukan kecurangan pada laporan keuangan Skousen et al., 2009. Cressey 1953 menyatakan jika kecurangan laporan keuangan disebabkan oleh tiga kondisi, yaitu Tekanan pressure, Kesempatan opportunity, dan Rasionalisasi Rationalization yang sering disebut dengan Fraud Triangle. Teori Fraud Triangle ini telah diadopsi dalam standar auditing dan dianggap sebagai salah satu literatur utama dalam menjelaskan fenomena kecurangan laporan keuangan yaitu dalam Statement on Auditing Standards SAS No. 99. Komponen Fraud Triangle tidak dapat diteliti secara langsung maka peneliti harus mengembangkan variabel dan proksi untuk mengukurnya Skousen et al., 2009. Komponen Fraud Triangle yang pertama yaitu Tekanan Pressure, salah satu kondisi yang selalu hadir saat terjadi kecurangan laporan keuangan adalah tekanan pressure Cressey, 1953. Tekanan dapat terjadi saat kinerja perusahaan berada pada titik di bawah rata-rata kinerja industri Skousen et al, 2009. Kondisi tersebut tidak menunjukan bahwa perusahaan berada pada posisi yang stabil yang berarti bahwa perusahaan tidak mampu mendayagunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien. Hal ini juga akan berdampak buruk pada aliran dana yang masuk dari para investor. 6 Kaitannya dengan unsur tekanan, peneliti menggunakan proksi persentase perubahan total aset ACHANGE, arus kas operasi OCF, dan perusahaan yang melaporkan adanya kerugian LOSS untuk stabilitas keuangan financial stability. Untuk personal financial need digunakan proksi persentase kepemilikan saham oleh orang dalam OSHIP serta proksi Return On total Asset ROA untuk financial target. Variabel -variabel tersebut dipilih sekaligus untuk melihat konsistensinya dengan penelitian-penelitian terdahulu yang sebagian besar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Komponen fraud triangle yang kedua yaitu, kesempatan opportunity. Pada laporan keuangan terdapat akun-akun tertentu yang besarnya saldo ditentukan oleh perusahaan berdasarkan suatu estimasi, misalnya akun piutang tak tertagih dan akun persediaan usang. Kesalahan secara sengaja dalam menentukan estimasi untuk menilai saldo piutang tak tertagih dan menilai saldo persediaan usang menjadi sebuah kesempatan bagi manajemen untuk melakukan kecurangan Ratmono et al., 2014. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan proksi persentase perubahaan piutang pada penjualan RECEIV untuk kategori nature of industry dalam komponen kesempatan opportunity Komponen fraud triangle yang terakhir yaitu, rasionalisasi rationalization. Rasionalisasi merupakan komponen fraud triangle yang masih sulit untuk diteliti. Rasionalisasi lebih sering dihubungkan dengan sikap dan karakter seseorang yang membenarkan nilai-nilai etis yang sebenarnya 7 tidak baik Rustendi, 2009. Rendahnya integritas yang dimiliki seseorang menimbulkan pola pikir di mana orang tersebut merasa dirinya benar saat melakukan kecurangan, sebagai contoh manajemen membenarkan untuk melakukan praktik manajemen laba Ratmono et al., 2014. Francis dan Krishnan dalam Skousen et al., 2009 menyimpulkan bahwa kelebihan dari penggunaan diskresionari akrual menyebabkan opini audit tidak wajar. Tindakan manajemen laba tersebut tentunya karena manajemen merasionalkan perbuatannya. Oleh karena itu proksi opini audit AUDREP digunakan untuk mengukur rasionalisasi. Financial statement fraud yang tidak terdeteksi dapat berkembang menjadi skandal besar yang merugikan banyak pihak Skousen et al., 2009. Maka, penelitian ini dimaksudkan untuk mendeteksi financial statement fraud menggunakan analisis fraud triangle dengan acuan penelitian yang dilakukan oleh Skousen et al. 2009 dan Ratmono et al., 2014. Penelitian oleh Skousen et al. 2009 berhasil mengembangkan model prediksi kecurangan yang mengalami peningkatan substansial dibandingkan model prediksi fraud lainnya. Penelitian yang dilakukan untuk mendeteksi financial statement fraud menggunakan analisis fraud triangle masih cukup jarang di Indonesia. Penelitian ini merupakan replikasi dan pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh Resti Molida dan Anis Chariri yang meneliti tentang pengaruh financial stability, personal financial need dan ineffective monitoring pada financial statement fraud dalam perspektif fraud triangle yang meneliti faktor- faktor yang mempengaruhi kecurangan laporan keuangan dengan 8 menggunakan earning management sebagai proksi dari financial statement fraud yang diproksikan lagi dengan discretionary accruals, rasio perubahan total aset sebagai proksi dari financial stability unsur fraud triangle: pressure, persentase kumulatif dari kepemilikan pada perusahaan yang dimiliki oleh orang dalam sebagai proksi dari personal financial need unsur fraud triangle: pressure dan jumlah komite audit sebagai proksi dari ineffective monitoring unsur fraud triangle: oppurtunity. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu: 1. Dalam penelitian ini terdapat beberapa penambahan variabel independen yaitu Return On total Asset ROA, Operating Cash Flow OCF, perusahaan yang melaporkan kerugian LOSS, persentase perubahaan piutang pada penjualan RECEIV dan opini audit AUDREP. 2. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2014 sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan pada tahun 2011. 3. Dalam penelitian ini pengukuran nilai Discretionary Accruals atau manajemen laba diukur menggunakan Model Kothari et al. 2005. 4. Objek pada penelitian ini merupakan perusahaan pada sektor industri Property, Real Estate and Building Construction Go Public yang terdaftar selama periode 2010-2013 di mana pada penelitian-penelitian sebelumnya menggunakan sektor industri manufaktur dan perbankan sebagai objek penelitian dengan periode pengamatan selama 2 tahun. Selain itu peneliti juga menilai bahwa industri Property, Real Estate and Building Construction sedang dalam perkembangan yang sangat pesat, seperti 9 dikutip dari investor daily, Jumat 7 Desember 2012 menyatakan bahwa berdasarkan hasil riset Pricewaterhouse-Coopers PWC dan Urban Land Institute ULI, Jakarta dinobatkan sebagai kota tujuan utama investasi properti komersial di kawasan Asia Pasifik pada 2013. Jakarta mengalahkan kota besar lainnya, yakni Shanghai, Singapura, Sydney, dan Kuala Lumpur. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengambil judul “Pengaruh Financial Stability, Financial Target, Personal Financial Need, Nature of Industry dan Rationalization pada Financial Statement Fraud dalam Perspektif Fraud Triangle Studi Empiris Pada Perusahaan Property, Real Estate and Building Construction Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010- 2013”.

B. Perumusan Masalah