79
c. Uji Signifikansi Parameter Individual Uji Statistik t
Uji statistik t digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh masing-masing
variabel independen
secara individual
terhadap variabel dependen. Tabel 4.10 berikut ini menyajikan hasil uji statistik t dalam penelitian ini, yaitu:
Tabel 4.10 Hasil Uji Statistik t
B Sig.
Kesimpulan
ACHANGE 0,175
0,000 Berpengaruh
OCF -1,076
0,000 Berpengaruh
LOSS -0,062
0,010 Berpengaruh
ROA 0,309
0,019 Berpengaruh
OSHIP 0,057
0,377 Tidak Berpengaruh
RECEIV 0,014
0,576 Tidak Berpengaruh
AUDREP -0,021
0,058 Berpengaruh
Variabel Dependen: Manajemen Laba DAC Signifikansi pada α 5
Signifikansi pada α 10 Sumber: Data sekunder diolah
Berdasarkan tabel 4.10 di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat variabel independen yaitu persentase perubahan total
aset ACHANGE, arus kas operasi OCF, perusahaan yang melaporkan adanya kerugian LOSS, dan return on total assets
ROA yang berpengaruh signifikan dengan tingkat signifikansi pada 5. Sedangkan tiga variabel independen lainnya yaitu persentase
kepemilikan saham oleh orang dalam OSHIP, persentase perubahan piutang pada penjualan RECEIV, dan opini audit
AUDREP tidak berpengaruh pada kecurangan laporan keuangan
80 yang diindikasikan dengan manajemen laba dengan proksi
discretionary accruals. Adapun penjelasan dari masing-masing variabel adalah sebagai
berikut: a Pengaruh Persentase Perubahan Total Aset ACHANGE
terhadap Manajemen Laba Hasil pengujian variabel Persentase Perubahan Total Aset
mempunya signifikansi 0,000 lebih kecil dari α =0,05. Nilai
koefisien beta yang dihasilkan 0,175. Hal ini menunjukan bahwa hipotesis H
1
terdukung sehingga dapat dikatakan persentase perubahan total aset ACHANGE berpengaruh positif signifikan
terhadap manajemen laba akrual pada tingkat signifikansi 5. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Skousen et al 2009 dan Molida 2011, tetapi tidak mendukung hasil peneltian yang dilakukan oleh Ratmono et
al. 2014. Bentuk manipulasi pada laporan keuangan yang dilakukan
oleh manajemen salah satunya berkaitan dengan pertumbuhan aset perusahaan Skousen et al., 2009. Tingginya aset yang
dimiliki perusahaan menjadi daya tarik bagi investor. Untuk menarik para investor, manajemen perusahaan tentunya
berupaya untuk sebaik mungkin menyajikan gambaran
81 perusahaan melalui laporan keuangan yang meyakinkan bagi
investor salah satunya yaitu dengan tingginya aset yang dimiliki. b Pengaruh arus kas operasi OCF terhadap Manajemen Laba
Hasil pengujian variabel Arus Kas Operasi pada tabel 4.10 menunjukkan signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari
α = 0,05. Nilai koefisien beta yang dihasilkan -1,076. Hal ini menunjukkan
hipotesis H
2
terdukung sehingga dapat dikatakan arus kas operasi OCF berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba
akrual pada tingkat signifikansi 5, konsisten dengan hasil penelitian Nastiti dan Gumanti 2011 dan Pradhana dan
Rudiawarni 2013. Menurut Nastiti dan Gumanti 2011 arus kas dari aktivitas
operasi mencerminkan kemampuan riil perusahaan dalam menghasilkan dana arus dana untuk digunakan dalam
membiayai kegiatan operasinya, melunasi kewajiban, melakukan investasi baru tanpa mengandalkan dari sumber pendanaan lain.
Maka jika arus kas dari aktivitas operasi perusahaan tinggi mengindikasikan perusahaan tersebut kinerjanya baik sehingga
motivasi untuk melakukan kegiatan manajemen laba akrual akan menurun. Sebaliknya, pada saat arus kas dari aktivitas operasi
rendah, maka manajemen akan termotivasi melakukan manajemen laba akrual untuk memperbaiki kinerjanya agar
terlihat baik.
82 c Pengaruh Perusahaan Yang Melaporkan Adanya Kerugian
LOSS terhadap Manajemen Laba Hasil pengujian Perusahaan Yang Melaporkan Adanya
Kerugian LOSS pada tabel 4.10 menunjukkan signifikansi sebesar 0,01
0 lebih kecil dari α = 0,05. Nilai koefisien beta yang dihasilkan -0,062. Hal ini menunjukkan hipotesis H
3
terdukung sehingga dapat dikatakan perusahaan yang melaporkan adanya
kerugian LOSS berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba akrual.
Konsisten dengan hasil penelitian Herusetya et al., 2012. Hal ini menunjukan bahwa perusahaan yang mengalami dan
melaporkan kerugian dalam laporan keuangannya kemungkinan untuk melakukan praktik manajemen laba atau manipulasi
laporan keuangan lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang melaporkan laba pada laporan, karena perusahaan yang
cenderung melakukan manajemen laba menginginkan agar laporan keuangan yang mereka terbitkan nampak dalam kondisi
keuangan yang baik di mata para pengguna laporan keuangan tersebut.
d Pengaruh Return On total Asset ROA terhadap Manajemen Laba
Hasil pengujian Return On total Asset ROA mempunyai nilai signifikansi 0,019 lebih kecil dari
α =0,05. nilai koefisien
83 beta yang dihasilkan sebesar
0,309. Hal ini menunjukkan hipotesis H
4
terdukung sehingga dapat dikatakan bahwa Return On total Assets ROA berpengaruh positif signifikan terhadap
manajemen laba akrual pada tingkat signifikansi 5. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh
Norbarani 2012, Daljono 2013, dam Ratmono et al. 2014. Tetapi hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian
Skousen 2009 yang menunjukkan hasil berbeda bahwa Return On total Assets tidak berpengaruh terhadap kecurangan laporan
keuangan. Return On total Asset ROA digunakan untuk mengukur
manajemen perusahaan dalam memperoleh keuntungan laba secara keseluruhan. Semakin besar ROA yang diperoleh, semakin
besar pula tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi perusahaan tersebut dari
segi penggunaan aset Dendawijaya, 2005. ROA yang tinggi menunjukkan profitabilitas perusahaan
yang tinggi pula, hal tersebut menjadikan target keuangan yang harus dicapai pada tahun-tahun berikutnya. Selain itu ROA
adalah ukuran kinerja operasional yang banyak digunakan untuk menunjukkan sebearap efisien aktiva telah bekerja Skousen et al.
2009 dan sering digunakan dalam menilai kinerja manajer serta dalam penentuan bonus, kenaikan upah dan lain-lain. Oleh karena
84 itu, hal tersebut akan memberikan tekanan kepada manajemen
sehingga kemungkinan
manajamen melakukan
tindak kecurangan atau manipulasi laporan keuangan akan lebih besar.
Maka hal tersebut sesuai dengan hipotesis yang diajukan bahwa Return On total Asset memiliki dampak yang signifikan dalam
mempengaruhi manajemen melakukan tindak kecurangan laporan keuangan.
e Pengaruh Persentase Kepemilikan Saham Oleh Orang Dalam OSHIP terhadap Manajemen Laba
Tabel 4.10 menunjukkan hasil pengujian Persentase Kepemilikan Saham Oleh Orang Dalam OSHIP menghasilkan
signifikansi 0,377 lebih besar dari α = 0,05. Nilai koefisien beta
yang dihasilkan sebesar 0,057. Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis H
5
tidak terdukung sehingga dapat dikatakan Persentase Kepemilikan Saham Oleh Orang Dalam OSHIP tidak memiliki
pengaruh terhadap manajemen laba akrual. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Norbarani 2012, Daljono 2013, dan Ratmono et al. 2014. Dalam penelitian tersebut tidak mendapatkan bukti
OSHIP memiliki pengaruh terhadap manajemen laba akrual. Namun penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang
dilakukan oleh Skousen 2009 dan Molida 2011 yang
85 menunjukan hasil adanya pengaruh antara OSHIP terhadap
kecurangan laporan keuangan. Kaitannya dengan penelitian ini, OSHIP tidak menunjukkan
hasil adanya hubungan dengan kecurangan laporan keuangan dikarenakan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
perusahaan pada industri property, real estate, dan building construction yang terdaftar di Bursak Efek Indonesia di mana
terdapat cukup banyak perusahaan milik negara yang di dalamnya para manajemen tidak ada kepemilikan saham. Dari
seluruh sampel yang digunakan dalam penelitian, perusahaan dengan kepemilikan saham oleh orang dalam di bawah 5
sebanyak 54,84 dari total sampel, perusahaan dengan kepemilikan saham oleh orang dalam di atas 5 hanya 12,81,
dan sisanya sebesar 32,35 dari total sampel menunjukkan tidak adanya kepemilikan saham oleh orang dalam. Sehingga
dalam penelitian ini OSHIP tidak dapat menunjukkan adanya hubungan dengan manajamen laba akrual kaitannya dengan
kecurangan laporan keuangan. f Pengaruh Persentase Perubahan Piutang Pada Penjualan
RECEIV terhadap Manajemen Laba Tabel 4.10 menunjukkan hasil pengujian Persentase
Perubahan Piutang Pada Penjualan RECEIV menghasilkan signifikansi 0,576
lebih besar dari α = 0,05. Nilai koefisien beta
86 yang dihasilkan sebesar 0,014. Hal tersebut menunjukkan bahwa
hipotesis H
6
tidak terdukung sehingga dapat dikatakan Persentase Perubahan Piutang Pada Penjualan RECEIV tidak memiliki
pengaruh terhadap manajemen laba akrual. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan
oleh skousen 2009 yang menunjukkan bahwa Persentase Perubahan Piutang Pada Penjualan RECEIV tidak memberikan
bukti adanya pengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan. Namun hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Summers dan Sweeney 1998 dan Rahardjo 2014 yang menunjukkan adanya hubungan antara RECEIV dan
kecurangan laporan keuangan manajemen laba akrual. Berdasarkan penelitian ini perubahan piutang pada penjualan
belum mampu membuktikan adanya pengaruh RECEIV dengan manajemen laba akrual. Walaupun RECEIV diyakini karena
adanya penilaian subjektif dalam menentukan nilai dari akun tersebut, manajemen dapat menggunakan akun tersebut sebagai
alat untuk memanipulasi laporan keuangan Summers dan Sweeney, 1998. Kaitannya dengan penelitian yang dilakukan
Rahardjo 2014, penelitian ini memiliki hasil berbeda dikarenakan perbedaan sampel yang digunakan. Dalam
penelitian ini menggunakan sampel perusahaan property, real estate, dan building construction dengan kecenderungan seluruh
87 perusahaan memiliki piutang yang besar dan peningkatan setiap
tahunnya dikarenakan pada umumnya perusahaan property, real estate, dan building construction melakukan penjualan
dengan sistem yang hampir pasti selalu menimbulkan piutang sehingga variabel ini tidak dapat membedakan mana saja
perusahaan yang
cenderung melakukan
suatu praktik
manajamen laba. Sehingga pernyataan Rahardjo 2014 yang menyebutkan bahwa kenaikan piutang usaha yang signifikan
dapat menjadi dorongan bagi manajemen untuk memanipulasi laporan keuangan dapat dikatakan tidak berlaku dalam
penelitian ini. g Pengaruh Opini Audit AUDREP terhadap Manajemen Laba
Tabel 4.10 menunjukkan hasil pengujian Opini Audit AUDREP menghasilkan signifikansi 0,058 lebih kecil dari
α = 0,10. Nilai koefisien beta yang dihasilkan sebesar -0,021. Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis H
7
terdukung sehingga dapat dikatakan Opini Audit AUDREP memiliki pengaruh
negatif signifikan terhadap manajemen laba akrual pada tingkat signifikansi 10. Penggunaan signifikansi 10 pada penelitian
ini termasuk dalam kategori penelitian ekonomi dan ekonomi merupakan bagian dari social science, selalin itu dalam
kaitannya dengan Indonesia, opini Wajar Tanpa Pengecualian unqualified masih belum dapat memastikan seratus persen
88 bahwa suatu entitas yang mendapat opini tersebut terbebas dari
segala bentuk kecurangan seperti contoh kasus PT. Bank Lippo Tbk. pada tahun 2002 dan juga mengutip dari pernyataan Badan
Pemeriksa Keuangan RI bahwa opini WTP tidak menjamin tidak ada korupsi atau kecurangan Jakarta, 30 Juni 2011 sehingga
dalam konteks opini audit masih cocok untuk menggunakan tingkat signifikansi 10
α = 0,10. Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Skousen 2009 di mana dalam penelitian tersebut AUDREP tidak dapat membuktikan adanya
pengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan manajemen laba akrual. Tetapi hasil penelitian ini konsisten dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Soselisa dan Mukhlasin 2008 dan Effendi 2008 yang menunjukkan bahwa opini auditor wajar
tanpa pengecualian unqualified berpengaruh negatif terhadap kecurangan laporan keuangan.
Opini auditor wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor
kepada perusahaan
yang menyajikan
laporan keuangannya secara wajar dan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berterima umum di indonesia. Opini audit wajar tanpa pengecualian mengindikasikan bahwa tidak terdapat kesalahan
yang material dalam laporan keuangan yang disusun perusahaan Mulyadi, 2010. Praktik manajemen laba atau manipulasi
89 laporan keuangan merupakan suatu tindakan yang sangat material
dalam kaitannya dengan laporan keuangan, sehingga dapat dipastikan laporan keuangan yang terindikasi adanya praktik
manipulasi laporan keuangan tidak akan mendapat opini audit unqualified. Oleh karena itu perusahaan yang mendapat opini
audit Unqualified kecenderungan adanya praktik manipulasi laporan keuangan yang terjadi menjadi lebih kecil.
90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka didapat beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Persentase perubahan total aset ACHANGE berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan dengan indikator manajemen laba DAC.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Skousen et al 2009 dan Molida 2011.
2. Arus kas operasi OCF berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan dengan indikator manajemen laba DAC. Hasil penelitian ini
konsisten dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nastiti dan Gumanti 2011 dan Pradhana dan Rudiawarni 2013.
3. Perusahaan yang melaporkan adanya kerugian LOSS berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan dengan indikator manajemen laba
DAC. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Herusetya et al., 2012.
4. Return On Total Assets ROA berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan dengan indikator manajemen laba DAC. Hasil penelitian ini
konsisten dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Norbarani 2012, Daljono 2013, dam Ratmono et al. 2014.