Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal
1. Suyono pemilik showroom Shely Kusuma, jumlah pegawai 4 orang, produk yang dihasilkan souvenir dompet koin.
2. Joko Sudibyo pemilik showroom Dwi Jaya, jumlah pegawai 7 orang, produk yang dihasilkan sepatu kulit untuk dewasa dan anak-anak.
3. Ekwanto Iswan pemilik showroom Laras, jumlah pegawai 5 orang, produk yang dihasilkan tas dan jaket.
4. Subandriyono pemilik showroom Wenys, jumlah pegawai 8 orang, produk yang dihasilkan sepatu drumband.
5. Surahman pemilik showroom Anda, jumlah pegawai 3 orang, produk yang dihasilkan sabuk dan tas dompet.
Shely Kusuma dan Anda mewakili industri kulit berskala mikro, sedangkan Dwijaya, Laras, dan wenys mewakili industri kecil. Klasifikasi skala industri menurut
Badan Pusat Statistika BPS bahwa pengelompokan perusahaan atau usaha industri pengolahan berdasarkan jumlah tenaga kerjanya tanpa memperhatikan besarnya
modal yang ditanam yaitu : 1. Industri rumah tangga, jumlah tenaga kerja 1
– 4 karyawan. 2. Industri kecil, jumlah tenaga kerja 5 - 19 karyawan.
3. Industri menengah, jumlah tenaga kerja 20 - 99 karyawan. 4. Industri besar, jumlah tenaga kerja 100 karyawan lebih.
Analisis Internal
Menurut David 2009, lingkungan internal adalah suatu kondisi perusahaan yang dapat berpengaruh langsung terhadap kelangsungan perusahaan. Mempelajari
lingkungan internal, maka perusahaan dapat menentukan apa yang harus mereka lakukan untuk memaksimalkan kekuatan dan meminimalkan kelemahan. Tujuan
mengenali lingkungan di dalam industri adalah untuk mengenali kekuatan dan kelemahan internal organisasi. Evaluasi internal menekankan pada identifikasi
kekuatan dan kelemahan perusahaan pada area fungsional bisnis, yaitu manajemen, pemasaran, keuangan, produksi, penelitian dan pengembangan, sistem informasi
manajemen.
A. Aspek Manajemen Sebagian besar industri kulit di Manding memiliki struktur organisasi yang
sederhana, namun belum jelas job description dan job specification-nya, disebabkan skala industri yang masih mikro dan kecil sehingga pembagian
pekerjaan cukup mudah. Pada umumnya pembagian pekerjaan hanya dibagi menjadi bagian produksi dan bagian penjualan. Tingkat pergantian karyawan
sangat rendah, perikrutan dan pengawasan karyawan dilakukan sebatas unsur kekeluargaan dan saling percaya. Namun yang membuat kondisi harmonis dalam
menjalankan industri. Tingkat pendidikan karyawan SD, SMP dan SMA, dan belum ada penghargaan dan pelatihan dari dalam industri. Pelatihan hanya
dilakukan jika Pemerintah daerah Kabupaten Bantul menawarkan pada industri. Kegiatan pencatatan dan administrasi dilakukan dengan sederhana, sebatas jumlah
barang yang terjual, serta rekap catatan dilakukan rata-rata setiap 3 bulan.
B. Aspek Pemasaran Pelaku industri kulit Manding tidak melakukan segmentasi pasar, namun dari
hasil kuesioner terlihat rata-rata konsumen kelas menengah keatas. Penjualan disekitar Yoyakarta, seperti daerah Malioboro, pasar Bringharjo, dan daerah
wisata seperti Borobudur dan Prambanan. Pasar luar kota meliputi Jakarta, Semarang, Bali, Sumatra, Kalimantan, dan Papua. Pasar ekspor meliputi negara di
Benua Asia dan Eropa melayani pesanan dan pembelian grosir maupun retail. Cara penjualan terefektif adalah saat pembeli memesan dalam jumlah besar,
selanjutnya cara selanjutnya adalah penjualan melalui showroom, namun tidak semua pengrajin memiliki showroom. Belum melayani penjualan online dan
belum ada merk dagang, minimnya informasi produk kulit Manding kepada konsumen. Strategi yang mereka andalkan adalah mutu kulit yang baik dengan
harga yang cukup bersaing atau murah. Namun, untuk hal desain model dan warna, produk kulit Manding cenderung monoton. Promosi yang dilakukan
sebatas pencetakan kartu nama, bahkan produknya tidak memiliki merk dagang sendiri. Jaringan kerjasama untuk pemasaran sempit, sebatas menjaga hubungan
baik dengan pelanggan. Penjualan relatif banyak hanya saat libur nasional maupun libur sekolah, atau mendekati hari raya lebaran. Penetapan harga
berdasakan biaya bahan baku ditambah keuntungan yang diinginkan. Nama besar Manding sebagai sentra industri kulit memiliki dampak positif bagi penjualan,
serta letak Manding dinilai strategis karena memotong jalur utama dari kota Yogyakarta menuju pantai Parangtritis, sehingga wisatawan dapat membeli oleh-
oleh khas kulit. C. Aspek Keuangan
Seluruh pelaku industri kulit Manding mengalami penurunan pendapatan dalam tiga tahun terakhir ini. Ini disebabkan turunnya permintaan pesanan dari
pelanggan dan turunannya jumlah penjualan di showroom. Namun mereka memiliki modal yang cukup untuk bertahan. Keuangan dikelola oleh pemilik
sendiri, dan bukan merupakan ahli dalam bidang keuangan, pencatatan keuangan dilakukan secara sederhana. Keuangan industri tercampur dengan keuangan
keluarga pemilik industri, ini sering mengakibatkan permasalahan keuangan. Secara umum pengusaha memperoleh modal awal milik sendiri tidak ada yang
berasal dari investor, dan merupakan usaha turun temurun. Dalam usaha pengembangannya beberapa pengusaha mendapatkan modal pinjaman bank,
namun sebagian besar mengalami kesulitan dalam pengajuan pinjaman ke bank, merasa bunga pinjama terlalu tinggi, serta tidak memiliki agunan peminjaman.
D. Aspek Produksi Bahan baku utama berupa kulit samak selalu dapat tercukupi, diperoleh dari
daerah Yogyakarta dan magetan jawa timur, hanya saja harganya yang relatif mahal menjadi kendala dalam pemenuhan pesanan pembeli dalam jumah yang
besar. Prosedur pemesanan bahan baku dilakukan dengan mendatangi langsung pemasok bahan baku, ataupun pemesanan melalui telepon jika sudah
berlangganan. Tidak terjadi proses penggudangan bahan baku, karena pengrajin
hanya membeli seperlunya dan langsung diproses, sedangkan untuk produk langsung disimpan di showroom. Teknologi produksi konvensional secara manual
didapatkan dari ajaran turun-temurun keluarga. Pengendalian mutu produk dilakukan pada tahap finishing produk, ini dirasa sudah cukup efektif untuk
menjaga mutu produk. Melayani pembuatan produ sesuai pesanan. Mutu produk baik, variabel kenyaman, jahitan, daya tahan, bahan baku, harga, dan ketersediaan
cukup mendekati harapan konsumen, variabel model dan warna cukup jauh dari harapan konsumen. Variabel model dan warna menyangkut pengambangan
Desain produk yang lemah.
E. Aspek Pengembangan Inovasi desain produk jarang dilakukan pelaku industri kulit Manding, umumnya
mereka hanya menerima desain yang diinginkan oleh pemesan. Faktor yang mereka unggulkan adalah mutu baik dengan harga terjangkau. Pelatihan kepada
karyawan dilakukan jika hanya mendapat bantuan pelatihan dari pemerintah daerah Kabupaten Bantul maupun ATK.
Evaluasi Faktor Internal IFE
Hasil identifikasi faktor internal perusahaan dikelompokkan menjadi dua, yakni kekuatan internal strengths dan kelemahan internal weaknesses. Daftar
kekuatan dan kelamahan perusahaan diperoleh dengan meringkas kuesioner dan kemudian ditimbang selama diskusi dalam pertemuan, serta berdasarkan literatur.
Dari hasil analisis faktor internal tersebut diperoleh tujuh kekuatan dan tujuh kelemahan yang dimiliki perusahaan sebagai berikut:
Kekuatan :
S1 : Lokasi usaha yang strategis Menurut Sjaifudian 1997 penentuan lokasi sangat berperan penting dalam
kemajuan perkembangan usaha. Dekat dengan jaringan transportasi adalah yang paling utama. Biaya transportasi mempunyai pengaruh terhadap biaya pemasaran,
akibatnya konsumen akan memasukan biaya transportasi dalam fungsi permintaan. Lokasi fasilitas merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk
menciptakan efisiensi, efektivitas dan produktivitas dari kegiatan produksi-operasi perusahaan Pearce dan Robinson 2004
Sentra industri kulit Manding memiliki lokasi strategis yaitu terletak memotong jalan parangtritis yang merupakan jalur dari kota Yogyakarta menuju
pantai Parangtritis, pantai yang sangat terkenal dan banyak penunjungnya baik wisatawan dalam maupun luar negeri. Jalan ini juga merupakan jalur bus dan jalan
utama menuju pantai-pantai lain di bantul seperti pantai depok yang terkenal dengan pelelangan ikan, serta pantai glagah yang memiliki pasir putih. Lokasi Manding ini
memungkinkan banyak wisatawan berkunjung untuk membeli oleh-oleh maupun berbelanja untuk kebutuhan sendiri akan produk khas kulit. Pernyataan bahwa
Manding memiliki lokasi yang strategis disimpulkan dari hasil diskusi dengan pakar, pernyataan pelaku industri kulit, dan ungkapan beberapa responden konsumen bahwa
lokasi Manding merupakan salah satu alasan berbelanja disana.
S2 : Nama besar Manding sebagai sentra industri kulit dan sebagai Desa wisata. Loyalitas kosumen terhadap produk merupakan faktor kekuatan dari aspek
pemasaran Pearce dan Robinson 2004 dimana didalamnya termasuk loyalitas yang dipengaruhi nama besar perusahaan. Manding telah dikenal sebagai daerah sentra
para pengrajin kulit dari tahun 1980an hingga sekarang. Produk Manding terkenal dengan mutu yang baik serta harga yang lebih terjangkau. Ini terlihat dari masukan
para konsumen yang puas akan keawetan produk serta harga yang relatif lebih murah. Predikat Desa wisata juga sudah diberikan kepada Desa Manding, dukungan
pemerintah dan pengelola paguyuban Manding untuk mengankat Desa wisata Manding yang menyuguhkan kegiatan para pengrajin kulit dalam memproduksi
produk secara manual dan tradisional, ini diungkapkan oleh pakar dari dinas perindustrian Kabupaten Bantul, serta penerbitas video profil Desa wisata Manding
oleh pengelola kelompok sadar wisata Manding sebagai bukti keseriusan mereka mempromosikan Desa wisata Manding.
S3 : Terjaminnya ketersediaan bahan baku Menurut Pearce dan Robinson 2004 ketersediaan bahan baku merupakan
salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan efisiensi, efektivitas dan produktivitas dari kegiatan produksi-operasi perusahaan. Bahan baku berupa kulit
samak dan bahan tambahan lainya dengan mudah diperoleh para pelaku industri dari sekitar kota Yogyakarta ataupun dari magetan jawa timur. Pelaku industri tidak
merasa kesulitan dalam mendapatkan bahan baku hanya saja, harga kulit samak yang dirasa mahal. Menurut para pakar, ketersediaan kulit samak dirasa aman untuk saat
ini dan beberapa tahun kedepan.
S4 : Mutu produk memuaskan Dua hal yang dibeli konsumen dari sebuah produk. Pertama nilai yang
terkandung dalam produk tersebut dan service yang diberikannya. Nilai ditentukan oleh biaya dan kualitas sedangkan service ditentukan oleh mutu. Mutu ternyata
menjadi faktor penentu agar produk dapat menarik perhatian konsumen. Oleh karena itu mutu dapat dijadikan sebagai senjata strategik yang harus dikembangkan guna
mencapai kompetitif. Porter 1997 menyatakan bahwa produk yang bermutu, ditentukan oleh delapan faktor yaitu : Performance, Feature, Reability, Conformance,
Durability, Service Ability, Aesthetics, dan Perceived Quality. Produk kulit dari sentra industri kulit Manding munggul dalam mutu durability, yaitu mutu dengan
kecenderung pada ketahanan suatu produk saat digunakan. Mutu produk sangat dijaga oleh para pelaku industri kulit Manding. Mutu merupakan faktor andalan untuk
menarik dan mempertahankan konsumen. Mutu produk kulit Manding juga diakui oleh pakar dan para konsumen yang menyatakan produk awet saat dipakai dan
keaslian kulitnya terjamin.
S5 : Suasana kekeluargaan yang kental dalam bisnis Bisnis industri kulit di Manding merupakan usaha yang turun temurun,
mayoritas pegawainya juga merupakan kerabat dari pemilik industri, ini merupakan
pengakuan para pelaku industri. Ini terlihat juga dari sistem perikrutan pegawai atas unsur kedekatan dan kekeluargaan, serta sistem pengawasan yang berdasarkan
kepercayaan saja. Ini membuat suasana terasa harmonis dalam menjalankan bisnis industri kulit di Manding.
S6 : Harga produk lebih murah Keunggulan bersaing terjadi pada saat perusahaan mampu menyampaikan
manfaat seperti pesaing-pesaingnya tetapi dengan biaya yang lebih rendah cost advantage atau menyampaikan manfaat melebihi dari produk yang berkompetisi
differentiation advantage Porter 1997. Produk kulit di Manding diakui oleh pakar dan para konsumen memiliki harga yang relatif lebih murah dari toko-toko lain di
luar Manding. Ini dipengaruhi oleh penetuan harga jual produk yang cukup sederhana, yaitu biaya untuk pembelian bahan baku ditambah estimasi keuntungan
yang ingin didapatkan. Harga yang lebih murah juga merupakan faktor andalan untuk menarik dan mempertahankan konsumen.
S7 : Produk unik sesuai pesanan Menurut Porter 1997 service ability merupakan suatu mutu yang berbasis
pada kepuasan konsumen. Mutu ternyata menjadi faktor penentu agar produk dapat menarik perhatian konsumen. Oleh karena itu mutu dapat dijadikan sebagai senjata
strategik yang harus dikembangkan guna mencapai kompetitif. Pengrajin kulit Manding melayani pesanan dengan desain sesuai dengan keinginan konsumen, ini
menjadikan produk kulit Manding menjadi unik karena tidak diproduksi dalam jumlah yang banyak. Keunikan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen yang
ingin memiliki barang eksklusif dan tidak pasaran. Ini diungkapkan oleh pelaku industri kulit Manding sendiri dan juga pengakuan dari para konsumen.
Kelemahan :
W1 : Jaringan kerjasama terbatas
Keberhasilan program pengembangan usaha kecil sangat dipengaruhi oleh situasi pasar yang dihadapi oleh UKM. Situasi permintaan terhadap produk UKM
tidak saja melalui permintaan efektif, tetapi juga pada peningkatan akses terhadap informasi pasar serta akses kepada pasar ekspor Hubeis, 1997; Sjaifuddian et al,
1997; Thoha, 2000. Produk industri kulit Manding memang banyak di eksport, namun hanya dua industri berskala sedang yang memiliki jaringan langsung dengan
luar negeri, sedangkan untuk pengrajin yang lain, hanya melayani pesanan dari buyer yang memiliki jaringan ke luar negeri. Ini diungkapkan pelaku industri yang
menyatakan bahwa mereka hanya menunggu pesanan dari buyer, para pakar juga berpendapat yang sama bahwa jaringan pemasaran industri kulit di Manding masih
sangat terbatas.
W2 : Promosi kurang agresif. Promosi merupakan upaya untuk menarik konsumen, konsumen yang tertarik
akan membeli produk dan meningkatkan volume penjualan. Promosi menjadikan produk lebih dikenal oleh konsumen dan merupakan wadah untuk mencari pasar baru
Hakimi 2007. Promosi yang dilakukan para pengrajin Manding sebatas membuat kartu nama, dan terkadang mengikuti pameran yang ditawarkan oleh Pemerintah
daerah bantul. Belum ada tindakan promosi yang agresif ke konsumen, pemberian kartu nama showroom hanya jika konsumen memintanya. Kurangnya promosi
mengakibatkan rendahnya penjualan karena minimnya informasi yang didapatkan konsumen agar mempengaruhi keputusan untuk membeli produk.
W3 : Inovasi Desain produk rendah Kunci bagi kelangsungan hidup perusahaan adalah kemampuan perusahaan
untuk melakukan perubahan diri ketika lingkungan berubah dan menuntut perilaku yang baru. Perusahaan yang mampu menyesuaikan diri, mengikuti terus perubahan
lingkungan serta melakukan perubahan melalui perencanaan ke masa depan dan akan mempertahankan strategi yang ada sesuai dengan perubahan lingkungan Kotler,
2002. Inovasi adalah salah satu perubahan produk yang menyesuaikan keinginan
konsumen. Inovasi merupakan suatu proses yang tidak hanya sebatas menciptakan ide atau pemikiran baru. Ide tersebut harus diimpelementasikan melalui sebuah proses
adopsi. Keluhan konsumen mengenaik Desain model yang dimiliki produk Manding banyak saat pengisian kuesioner. Kurang mengikuti trend dan kurang variatif menjadi
keluahan utama. Dari hasil penilaian konsumen, variabel model dan warna produk Manding sangat jauh dari harapan konsumen. Para pakar juga mengakui para
pengrajin jarang melakukan pengembangan Desain produk, mereka cenderung hanya membuat Desain yang biasanya dipesan konsumen, padahal frekuensi pemesanan
tidak tentu, dan terkadang selera konsumen luar negeri berbeda dengan selera konsumen dalam negeri.
W4 : Tidak ada merk dagang Menurut Pearce dan Robinson 2004 loyalitas konsumen terhadap merk dari
perusahaan tertentu merupakan kekuatan dari aspek pemasaran, namun sampai sekarang produk hasil pengrajin Manding belum memiliki merk dagang sendiri,
mereka tidak mencantumkan merk dagang apapun pada produknya. Padahal merk produk dapat menjadi identitas sebuah industri, karena merk lebih mudah dikenal
oleh konsumen. Pengakuan pelaku industri sendiri bahwa mereka tidak memberikan merk dagang pada produk-produknya. Ini juga mendapatkan masukan dari konsumen
untuk memberikan identitas tertentu pada produk yang asli buatan pengrajin Manding, sehingga ciri khas Manding dapat terlihat, sehingga dapat dibedakan antara
produk asli buatan pengrajin Manding dengan produk buatan industri diluar Manding yang juga dijual di showroom.
W5 : Keterbatasan modal, sarana dan prasarana umum Sebagai entitas bisnis maka IKM juga menghadapi beberapa masalah, baik
masalah internal maupun masalah eksternal. Masalah internal meliputi masalah permodalan, masalah administrasi keuangan, keterbatasan sarana prasarana yang
dimiliki IKM, masalah kaderisasi dan masalah pengelolaan tunggal. Dari beberapa masalah tersebut, masalah permodalan merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh
UKM. Sebagai perusahaan kecil dan menegah, mereka seringkali tidak dapat memenuhi persyaratan teknis yang diminta bank atau lembaga keuangan lainnya
untuk mendapatkan kredit untuk meningkatkan usahanya sehingga mereka sulit berkembang Lestari, 2005.
Modal merupakan masalah kedua yang dikeluhkan pelaku industri kulit di Manding setelah masalah pemasaran. Pemenuhan pesanan dalam jumlah yang besar
terkadang menjadi kendala, karena modal pembelian bahan baku cukup mahal, sehingga terkadang pengrajin tidak bisa memenuhi pesanan yang terlalu besar.
Terbatasnya sarana dan prasarana umum seperti tempat parkir, toilet umum, serta area bermain anak dan tempat makan juga dikeluhkan oleh para konsumen. Sebenarnya
sudah banyak bantuan dari pemerintah dan pihak lain seperti BI, namun untuk memenuhi semua kebutuhan sarana dan prasarana tersebut juga dibutuhkan peran
aktif para pelaku industri kulit Manding.
W6 : Permasalahan Showroom Masalah internal IKM meliputi masalah permodalan, masalah administrasi
keuangan, keterbatasan sarana prasarana yang dimiliki IKM, masalah kaderisasi dan masalah pengelolaan tunggal Lestari, 2005. Sarana yang lebih spesifik untuk
kegiatan jual beli adalah showroom. Showroom merupakan sarana yang cukup banyak memberikan pendapatan bagi pemilik, namun tidak semua pelaku industri kulit di
Manding memiliki showroom. Seluruh industri kulit di Manding berjumlah 32, hanya 13 pengrajin yang memiliki showroom. Sisanya tidak memiliki showroom karena
keterbatasan modal. Selain itu permasalah lain dalam showroom adalah dijualnya produk kulit yang diproduksi oleh industri diluar Manding, sehingga konsumen tidak
dapat membedakan produk asli dengan produk luar Manding. Produk kulit luar Manding bertujuan untuk memberikan variasi pilihan produk kepada konsumen, tapi
ini justru menghilangkan ciri khas produk asli buatan pengrajin Manding.
W7 : Tingkat pendidikan rendah
Kaderisasi pada UKM juga merupakan masalah yang krusial mengingat generasi penerus setelah mencapai pendidikan yang lebih tinggi biasanya memilih
bekerja pada perusahaan lain yang lebih besar dan lebih menjanjikan dari pada meneruskan usaha orang tuanya. Selain itu masalah pengelolaan tunggal yang juga
merupakan masalah berat mengingat segala aktivitas dikerjakan sendiri oleh pemilik yang merangkap jadi manajer perusahaan Lestari 2005. Menurut pendapat para
pakar rendahnya tingkat pendidikan para pengrajin kulit di Manding membuat rendahnya kesadaran para pengrajin untuk menerapkan ilmu-ilmu yang diberikan saat
pelatihan, sehingga pelatihan dinilai kurang efektif. Misalkan pelatihan Desain produk yang tidak diterapkan, pelatihan pencatatan keuangan dan administrasi, yang
masih sering tercampur dengan keuangan keluarga, serta pelatihan ketrampilan lain seperti pelatihan pembuatan bola sepak dan pelatihan pembuatan produk dari kulit
ikan pari. Selanjutnya faktor kelemahan dan kekuatan tersebut dianalisis menggunakan
matriks IFE. Kekuatan yang dimiliki perusahaan menjadi faktor yang sangat menguntungkan bagi aktivitas perusahaan, sedangkan kelemahan yang dimiliki
perusahaan merupakan faktor yang bisa merugikan aktivitas perusahaan jika tidak ditangani dengan baik. Setiap faktor dinilai bobot dan rangkingnya. Pemberian bobot
pada setiap faktor dari 0,0 tidak penting sampai 1,0 paling penting. Bobot itu mengindikasikan signifikasi relatif dari suatu faktor terhadap keberhasilan
perusahaan. Jumlah seluruh bobot harus sama dengan 1. Untuk mempermudah penilaian, pembobotan dilakukan dengan metode pairwise comparison atau
perbandingan berpasangan, yaitu membandingakan setiap faktor yang akan diberi penilaian, dimana nilai 1 menunjukan faktor baris tidak lebih penting dari faktor
kolom, nilai 2 menunjukan faktor baris sama penting dengan faktor kolom, dan nilai 3 menunjukan faktor baris lebih penting dari faktor kolom David, 2009.
Pemberian peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor untuk mengindikasikan apakah faktor tersebut sangat lemah peringkat = 1, lemah peringkat = 2, kuat
peringkat = 3, atau sangat kuat peringkat=4. Perhatikan bahwa kekuatan harus
mendapat peringkat 3 atau 4 dan kelemahan harus mendapat peringkat 1 atau 2. Oleh karenanya, peringkat berbasis perusahaan, sementara bobot berbasis industri.
Kemudian bobot skor diperoleh dengan mengkalikan bobot dengan peringkat. Menjumlahkan skor bobot untuk memperoleh total skor bobot. Nilai total skor bobot
menunjukkan kekuatan internal perusahaan. Skor bobot tertinggi adalah 4, terendah adalah 1, dan rata-rata skor bobot 2,5. Skor 2,5 mencirikan organisasi yang lemah
secara internal David, 2009. Hasil internal faktor evaluasi pada industri kulit di Manding dapt dilihat pada tabel 13.
Tabel 13 Hasil evaluasi faktor internal perusahaan IFE Faktor Internal Utama
Bobot Peringkat Skor Bobot Kekuatan
A. Lokasi usaha yang strategis 0.064
4.00 0.255
B. Nama besar Manding, Desa wisata 0.085
4.00 0.341
C. Terjaminnya ketersediaan bahan baku 0.069
3.75 0.260
D. Mutu produk memuaskan 0.097
3.75 0.363
E. Suasana kekeluargaan yang kental dalam bisnis 0.036 3.50
0.127 F. Harga produk lebih murah
0.058 3.50
0.204 G. Produk unik sesuai pesanan
0.067 3.25
0.217 Kelemahan
H. Jaringan kerjasama terbatas 0.099
2.00 0.198
I. Promosi kurang agresif 0.082
1.25 0.102
J. Inovasi Desain produk rendah 0.071
1.00 0.071
K. Tidak ada merk dagang 0.043
1.50 0.064
L. Keterbatasan modal, sarana dan prasarana umum 0.062 2.00
0.124 M. Permasalahan Showroom
0.067 2.00
0.135 N. Tingkat pendidikan rendah
0.100 1.75
0.174 Total bobot skor
2.635 Hasil evaluasi faktor internal IFE bernilai 2.635 ini menunjukkan bahwa
perusahaan cukup baik dalam mengelola kondisi internalnya, dengan tiga faktor kekuatan yang memiliki skor bobot tertinggi secara berurutan adalah mutu produk
yang memuaskan 0.363, nama besar Manding sebagai sentra industri kulit dan sebagai Desa wisata 0.341 dan terjaminnya ketersediaan bahan baku 0.260. Nilai
terjaminnya ketersediaan bahan baku berbeda tipis dengan nilai faktor lokasi usaha yang strategi 0.255. Faktor kelemahan adalah tiga faktor utama yang memiliki skor
bobot yang paling tinggi adalah Jaringan kerjasama terbatas 0.198, Tingkat pendidikan rendah 0.174, dan Permasalahan Showroom 0.135. Hasil penilaian
kekuatan dan kelemahan oleh masing-masing pakar dapat dilihat pada Lampiran 1. Mutu produk yang memuaskan menjadi faktor yang sangat kuat dikendalikan
oleh pengrajin Manding, faktor mutu produk merupakan faktor yang sangat penting bagi sebuah perusahaan dan pengusaha di Manding mampu memenuhinya dengan
baik. faktor ini mencapai nilai tertinggi. Nama besar Manding sebagai sentra industri kulit dan Desa wisata sangat penting bagi daya tarik konsumen untuk membeli
produk kulit di Manding. Pengrajin Manding mampu mempertahankan nama mesar Manding dengan tetap menjaga mutu produk dan mempertahankan harga yang tetap
bersaing. Faktor terjaminnya ketersediaan bahan baku dan lokasi usaha yang strategis memiliki skor bobot yang hampir sama. Terjaminnya ketersediaan bahan baku karena
pemasok kulit samak mudah ditemukan wilayah Yogyakarta atau magetan, dan jumlahnya selalu mencukupi kebutuhan industri kulit Manding. Lokasi usaha yang
strategis dikarenakan Manding memotong jalur dari kota Yogyakarta menuju pantai Parangtritis, yang nama pantai parangtritis cukup besar menarik para wisatawan baik
lokal maupun manca negara. Dapat disimpulkan bahwa para pengrajin Manding harus dapat mempertahankan skor bobot faktor-fakor tersebut agar dapat tetap berkembang.
Faktor kelemahan yang memiliki skor bobot yang rendah adalah tidak adanya merk dagang produk, rendahnya inovasi Desain produk, serta promosi yang kurang
agresif. Merk dagang sangat membantu konsumen untuk mengidentifikasi produk kulit yang asli buatan pengrajin kulit di Manding, merk dagang merupakan media
promosi yang mudah, murah dan cukup diingat konsumen. Akibat tidak adanya merk dagang maka image produk asli Manding yaitu produk bermutu dengan harga murah,
dapat dirusak oleh produk dari luar Manding yang memiliki mutu yang kurang baik, namun dijual juga di showroom-showroom di wilayah Manding. Inovasi Desain
produk yang kurang variatif dan tidak mengikuti trend yang sedang digemari dipasaran juga merupakan permasalahan penting yang harus segera diatasi. Bagi
komsumen wanita, model warna dan trend yang ada merupakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam pembelian produk. menurut pakar, promosi yang kurang
agresif, salah satu hal yang menyebabkan turunnya penjualan dalam tiga tahun terakhir. Persaingan yang ketat yang terjadi akibat banyaknya pemain dalam industri
yang sama serta banyaknya produk substitusi mengharuskan sebuah perusahaan melakukan promosi yang cukup gencar, untuk menarik konsumen.
Analisis Eksternal
Lingkungan eksternal adalah suatu kondisi yang berada di luar perusahaan yang mana perusahaan tidak mempunyai pengaruh sama sekali terhadapnya
uncontrolable sehingga perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan ini akan mempengaruhi kinerja perusahaan dalam industri tersebut Wahyudi, 1996. Menurut
Umar 2005, Lingkungan eksternal dibagi menjadi dua kategori, yaitu lingkungan
jauh dan lingkungan industri, sementara lingkungan internal merupakan aspek-aspek
yang ada di dalam perusahaan. Tujuan dari analisis industri dan memeriksa faktor lingkungan adalah dengan memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman.
Dari hasil kuesioner mengenai pengaruh lingkungan remote faktor ekonomi, faktor sosial, budaya, demografi dan lingkungan, faktor pemerintah dan hukum,
faktor teknologi, faktor persaingan terhadap industri kulit di Manding menunjukkan bahwa seluruh faktor berpengaruh terhadap industri kulit di Manding, meskipun
untuk faktor teknologi pengaruhnya lemah dengan skor 2,33. Faktor yang paling kuat berpengaruh adalah faktor ekonomi 3,667, kemudian faktor persaingan 3,556,
faktor yang memiliki pengaruh sedang adalah faktor pemerintah dan hukum 3,222, serta faktor sosial, budaya, demografi dan lingkungan 3,00. Rekapitulasi kuesioner
lingkungan remote terlihat pada tabel 14. Tabel 14 Rekapitulasi kuesioner lingkungan remote
Lingkungan Remote Skor
Keterangan Faktor ekonomi
3.667 Berpengaruh kuat Faktor sosial, budaya, demografi dan lingkungan
3.000 Berpengaruh Faktor pemerintah dan hukum
3.222 Berpengaruh
Faktor teknologi 2.333 Berpengeruh lemah
Faktor persaingan 3.556 Berpengaruh kuat
A. Aspek Ekonomi Nilai tukar rupiah
– USD dan inflasi rupiah akan sangat berpengaruh terhadap industri kulit Manding terutama dalam harga pembelian bahan baku kulit samak,
mutu kulit samak impor lebih baik dari mutu kulit samak dalam negeri, mutu ini terlihat dari segi ukuran dan juga bentukkeutuhan kulit samak. Untuk
memproduk jaket atau tas eksklusif, para pengrajin lebih memilih menggunakan bahan baku kulit samak impor, meskipun harganya lebih mahal. Peningkatan
harga kulit samak mengakibatkan meningkatnya harga jual produk, ini mengakibatkan penurunan jumlah penjualan. Peningkatan jumlah pendapatan
masyarakat akan berpengaruh baik terhadap jumlah penjualan, karena daya beli masyarakat meningkat. Harga bahan bakar minyak juga mempengeruhi harga jual
produk, karena dengan meningkatnya BBM, maka semua harga bahan pembantu dan biaya transportasi akan meningkat. Suku bunga KUR retail dari BRI saat ini
berkisar 14, sedangakan KUR mikro 22 pertahun. Tingginya suku bunga KUR mikro membuat pengrajin kulit Manding enggan meminjam, padahal
peminjaman melalui paguyuban dapat dikenakan suku bunga yang lebih rendah.
B. Aspek Sosial, Budaya, Demografi dan Lingkungan Faktor gaya hidup, produk kulit asli masih memiliki citra eksklusif bagi
konsumen, ini memberikan dampak positif dalam keberlangsungan industri kulit di Manding. Saat ini kulit ikan pari sedang digemari konsumen kelas atas. Citra
ini mamupu membentuk segmen konsumen yang loyal terhadap produk kulit, meski harganya relatif lebih tinggi dari produk substitusinya. Mayoritas
konsumen yang berkunjung ke showroom Manding masih berasal dari dalam kota Yogyakarta, namun jika musim libur panjang tiba, banyak konsumen dari luar
kota, dan puncak penjualan terjadi saat liburan atau mendekati hari raya. Kestabilan keamanan lingkungan Indonesia juga mempengaruhi frekuensi
pemesanan dan jumlah produk yang akan di ekspor. Jumlah penduduk Yogyakarta merupakan potensi peningkatan konsumsi tas, jaket, dan sepatu
sebagai kebutuhan dasar manusia.
C. Aspek Pemerintah Dan Hukum Peran pemerintah sangat besar bagi perkembangan indutri kulit di Manding.
Dukungan dan bantuan berupa pelatihan, penyuluhan, dan bantuan penyediaan sarana dan prasarana umum sangat dibutuhkan. Berbagai acara yang
diselenggarakan pemerintah seperti pameran dan pemberian souvenir produk kulit Manding diberbagai kegiatan dapat sebagai media promosi yang efektif.
Perluasan jaringan pemasaran juga sangat membutuhkan bantuan dan dukungan pemerintah. Akademi Teknologi Kulit ATK dan Balai Besar Kulit Karet dan
Plastik BBKKP yang masih dibawah kendali pemerintah juga sangat berperan dalam perkembangan indutri kulit di Manding.
Adanya kebijakan pajak ekspor PE untuk membatasi ekspor kulit mentah dalam rangka menanggulangi kelangkaan pasokan kulit di dalam negeri dan untuk
memaksimalkan kapasitas terpasang di industri hilir kulit seperti industri penyamakan kulit dan sepatu. Dalam pelaksanaan PP No. 55 Tahun 2008 kulit
mentah, pickle dan wet blue dikenakan pungutan ekspor PE. Adapun besarnya pungutan ekspor dimaksud adalah 25 untuk kulit mentah dan pickle, serta 15
untuk wet blue.
D. Aspek Teknologi Teknologi produksi yang digunakan para pengrajin kulit di Manding masih
manual dan tradisional, merupakan keahlian yang didapatkan turun temurun dan hingga sekarang tidak banyak perubahan. Yogyakarta memiliki BBKKP dan ATK
yang seharusnya mampu memberi dukungan dalam perkembangan teknologi industri perkulitan. Teknologi infomasi seperti internet juga belum tersentuh
pengrajin kulit Manding, padahal saat ini teknologi informasi berbasis internet sangat familiar dengan konsumen. Rendahnya wawasan mengenai penggunaan
teknologi informasi membuat industri kulit Manding lamban menarik konsumen dan memperluas area pemasaran.
E. Aspek Persaingan Aspek
persaingan merupakan
faktor terkuat
yang mempengaruhi
perkembangan industri kulit di Manding setelah faktor ekonomi. Banyaknya jumlah pelaku industri kulit dalam berbagai skala industri, membuat sebuah
perusahaan harus memiliki daya saing yang tinggi sehingga mampu mendapatkan target konsumen yang diinginkan dan memenangkan persaingan pasar. Faktor
persaingan akan dijelaskan lebih detail pada analisis lingkungan industri.
Analisis Industri Five Force’s Competitor
Menurut Porter 1995, kekuatan bersaing pada lingkungan industri bergantung pada lima faktor yaitu ancaman masuknya pendatang baru, ancaman
terhadap produk substitusi, kekuatan tawar menawar pemasok, kekuatan tawar menawar pembeli dan intensitas persaingan dalam industri. Tabel 15 merupakan hasil
rekap kuesioner mengenai pengaruh lingkungan industri faktor ancaman pendatang baru, faktor daya tawar pemasok, faktor daya tawar pembeli, faktor ancaman barang
substitusi, dan faktor tingkat persaingan terhadap industri kulit di Manding menunjukkan bahwa seluruh faktor berpengaruh terhadap industri kulit di Manding.
A. Ancaman Pendatang Baru. Pendatang baru dalam suatu industri dapat membahayakan perusahaan-
perusahaan yang ada karena pendatang baru akan membawa kapasitas baru, keinginan untuk merebut pasar serta seringkali juga merebut sumberdaya yang besar.
Akibatnya harga dapat menjadi turun atau biaya membengkak sehingga mengurangi keuntungan. Seperti dikatakan Porter 1995 bahwa pendatang baru akan menghadapi
6 enam rintangan yaitu: 1 skala ekonomi; 2 diferensiasi produk; 3 kebutuhan modal; 4 biaya beralih pemasok; 5 akses ke saluran distribusi dan 6 peraturan
pemerintah. Faktor tersebut dikembangkan sesuai kondisi objek penelitian.
a. Skala ekonomi : industri kulit Manding umumnya berskala mikro dan kecil, hanya dua pengrajin yang berskala sedang. Sehingga kemampuan industri untuk
meningkatkan efisiensi dengan penurunan biaya satuan produk sangat lemah. Ini memberikan peluang kepada pemain baru untuk masuk di Manding dengan skala
ekonomi yang lebih baik. Maka ancaman pendatang baru pada faktor skala ekonomi cukup berpengaruh terhadap keberlangsungan industri kulit di Manding,
skor 3.00. b. Diferensiasi produk: layanan pesan sesuai dengan keinginan pelanggan
menghasilkan produk yang unik dan ini memberikan nilai tambah tersendiri bagi pelanggan, sehingga konsumen tersebut cenderung bersikap loyal sehingga
pendatang baru memerlukan biaya yang cukup besar untuk merebut loyalitas pelanggan tersebut. Namun industri kulit Manding lemah dalam inovasi Desain
produk yang sesuai dengan trend yang sedang diminati konsumen, sehingga ini menjadi peluang bagi pendatang baru. Maka ancaman pendatang baru pada faktor
diferensiasi produk berpengaruh lemah terhadap keberlangsungan industri kulit di Manding, dengan skor 2.22.
c. Kebutuhan Modal : modal yang dibutuhkan untuk mendirikan showroom di Manding memang cukup besar, namun bagi pemain baru yang memiliki cukup
modal, ini tidak menjadi masalah, ketersediaan lahan yang cukup, ketersediaan bahan baku yang cukup aman serta lokasi pemasok yang masih berada diwilayah
Yogyakarta sehingga mudah dijangkau. Peralatan produksi juga cukup sederhana. Maka ancaman pendatang baru pada faktor kebutuhan modal cukup berpengaruh
terhadap keberlangsungan industri kulit di Manding, dengan skor 3.00. d. Akses ke jaringan distribusi : jaringan distribusi industri kulit Manding sangat
sederhana, dengan kendaraan pribadi mengambil bahan baku serta mengantar pesanan. Jika bahan baku atau pesanan dalam jumlah yang banyak mereka
menggunakan jasa pengiriman yang tersedia untuk umum. Oleh karena itu, tidak ada hambatan bagi pendatang baru dalam akses ke jaringan distribusi. Maka
ancaman pendatang baru pada faktor Akses ke jaringan distribusi berpengaruh kuat terhadap keberlangsungan industri kulit di Manding, dengan skor 3.56.
Tabel 15 Rekapitulasi kuesioner lingkungan industri Lingkungan Industri
Skor Keterangan Ancaman Pendatang Baru
a. Skala Ekonomi 3.00
Berpengaruh b. Diferensiasi Penghalang Masuk
2.22 Berpengaruh lemah
c. Kecukupan Modal 3.00
Berpengaruh d. Akses ke Saluran Distribusi
3.56 Berpengaruh kuat
e. Mutu Produk 1.00
Tidak berpengaruh f. Peraturan Pemerintah
3.56 Berpengaruh kuat
g. Tindakan Penolakan yg Diperkirakan 3.44
Berpengaruh h. Harga Penghalang Masuk
1.00 Tidak berpengaruh
i. Teknologi Hambatan Masuk 2.78
Berpengaruh j. Pengalaman sebagai hambatan masuk
2.78 Berpengaruh
Daya Tawar Pemasok a. Kelompok Pemasok
2.44 Berpengaruh lemah
b. Produk Substitusi 2.78
Berpengaruh c. Pelanggan Penting
3.00 Berpengaruh
d. Masukan Yang Penting 2.89
Berpengaruh e. Pemerintah
1.33 Tidak berpengaruh
Daya Tawar Pembeli a. Kelompok Pelanggan
3.00 Berpengaruh
b. Diferensiasi Produk 1.78
Berpengaruh lemah c. Ancaman Integrasi Balik
2.44 Berpengaruh lemah
d. Mutu Produk 1.00
Tidak berpengaruh e. Informasi Pelanggan
3.78 Berpengaruh kuat
Ancaman Barang Substitusi 2.00
Berpengaruh lemah Tingkat Persaingan
a. Jumlah Kompetitor 4.00
Berpengaruh kuat b. Tingkat Pertumbuhan Industri
3.00 Berpengaruh
c. Biaya Tetap yang Besar 2.56
Berpengaruh e. Mutu produk : mutu produk yang dihasilkan industri kulit Manding cukup baik,
sehingga cukup sulit bagi pendatang baru untuk menyamai atau mengungguli mutu produk yang tersedia di Manding, maka ancaman pendatang baru pada
faktor mutu produk tidak berpengaruh terhadap keberlangsungan industri kulit di Manding, dengan skor 1.00
f. Peraturan Pemerintah : tidak ada kebijakan yang membatasi masuknya pendatang baru dalam usaha industri kulit di Manding, sehingga dengan mudah para
pendatang dapat mendirikan industri kulit di Manding, ini cukup mengancam keberlangsungan industri kulit yang merupakan bisnis turun temurun penduduk
Manding, maka ancaman pendatang baru pada faktor peraturan pemerintah berpengaruh kuat terhadap keberlangsungan industri kulit di Manding, dengan
skor 3.56. g. Tindakan penolakan yang diperkirakan : tidak ada penolakan yang berarti dari
pengrajin kulit Manding terhadap masuknya pendatang baru, ini dikarenakan mereka merasa tidak punya hak untuk melarang masuknya pendatang baru,
meskipun mereka menyadari pendatang baru pasti akan menjadi pesaing dalam memperebutkan konsumen. Tidak adanya tindakan penolakan yang diperkirakan
menjadi kabar baik bagi pendatang baru dibidang industri kulit di Manding, maka ancaman pendatang baru pada faktor tindakan penolakan yang diperkirakan
berpengaruh kuat terhadap keberlangsungan industri kulit di Manding, dengan skor 3.44.
h. Harga Penghalang Masuk : harga yang ditawarkan oleh industri kulit di Manding relatif murah, cukup berat bagi pemain baru untuk menekan harga sehingga dapat
menjual produk yang sama dengan harga yang lebih murah, maka ancaman pendatang baru pada faktor harga penghalang masuk tidak berpengaruh terhadap
keberlangsungan industri kulit di Manding, dengan skor 1.00 i. Teknologi hambatan masuk : teknologi produksi yang digunakan pengrajin
industri kulit Manding masih manual dan tradisional karena berasal dari ajaran turun temurun. Teknologi informasi juga belum dimanfaatkan dengan baik oleh
pengrajin industri kulit Manding. Ini menjadi peluang bagi pendatang baru untuk unggul dibidang teknologi, maka ancaman pendatang baru pada faktor teknologi
hambatan masuk cukup berpengaruh terhadap keberlangsungan industri kulit di Manding, dengan skor 2.78.
j. Pengalaman sebagai hambatan masuk : pengalaman yang dimiliki pelaku industri kulit Manding relatif lama, karena bisnis indutri kulit merupaka bisnis turun
temurun, sehingga dari usia muda mereka telah menekuni industri kulit. Ini menjadi ancaman bagi pendatang baru, maka ancaman pendatang baru pada
faktor pengalaman sebagai hambatan masuk cukup berpengaruh terhadap keberlangsungan industri kulit di Manding, dengan skor 2.78.
B. Kekuatan Tawar-Menawar Pemasok. Meningkatkan harga dan mengurangi mutu produk yang dijual adalah cara
potensial yang dapat digunakan pemasok untuk mendapatkan kekuatan terhadap perusahaan-perusahaan yang bersaing dalam suatu industri. Apabila perusahaan tidak
dapat menutup peningkatan biaya yang terjadi melalui struktur harganya maka kemampulabaannya akan berkurang akibat tindakan pemasok. Kondisi-kondisi yang
membuat pemasok kuat cenderung serupa dengan kondisi yang membuat pembeli kuat, dimana kelompok pemasok dapat dikatakan kuat jika :
a. Kelompok pemasok : pemasok kulit samak memang tidak berkelompok, namun posisi pemasok dinilai tidak kuat oleh para pakar, ini dikarenakan banyaknnya
pemasok yang dapat menjadi pilihan bagi pengrajin industri kulit Manding, maka kekuatan tawar menawar pemasok pada faktor kelompok pemasok berpengaruh
lemah terhadap keberlangsungan industri kulit di Manding, dengan skor 2.44. b. Produk substitusi : sebenarnya ada produk pengganti dari kulit sama yaitu kulit
sintetis yang sangat menyerupai kulit asli, namun tetap saja lebih baik kulit samak asli, maka kekuatan tawar menawar pemasok pada faktor produk substitusi cukup
berpengaruh terhadap keberlangsungan industri kulit di Manding, dengan skor 2.78.
c. Pelanggan Penting : industri kulit Manding bukan merupakan pelanggan satu- satunya para pemasok, karena memang tidak ada ikatan kerja sama, maka
kekuatan tawar menawar pemasok pada faktor pelanggan penting cukup berpengaruh terhadap keberlangsungan industri kulit di Manding, dengan skor
3.00. d. Masukan yang Penting : kulit samak merupakan bahan baku yang penting bagi
industri kulit Manding, sehingga kekuatan pemasok kulit Manding cukup besar,
namun untuk asesoris bukan merupakan masukan yang penting bagi industri kulit Manding, karena ternyata dari hasil rekap kuesioner responden lebih menyukai
produk yang tidak terlalu rame asesoris, maka kekuatan tawar menawar pemasok pada faktor masukan yang penting cukup berpengaruh terhadap keberlangsungan
industri kulit di Manding, dengan skor 2.89. e. Pemerintah : pemerintah memang mengeluarkan kebijakan berupa penetapan PE
kulit mentah sebesar 25 untuk melindungi industri hilir, namun ini tidak terlalu berpengaruh terhadap pemenuhan kulit samak lokal yang bermutu bagi industri
kulit di Manding, maka kekuatan tawar menawar pemasok pada faktor kebijakan pemerintah dianggap tidak berpengaruh terhadap keberlangsungan industri kulit
di Manding, dengan skor 1.33. Pasokan bahan baku sangat mudah diperoleh dari Yogyakarta dan Magetan.
Pemasok bahan baku kulit samak diperoleh antara lain dari : Jaynal Kulit, GM Collection, Loex Manleather, Nad Nad Tannery, PT. Rajawali Nusindo Magelang,
Rohmat Leather, UD. Antique Jaya Leather. Ancaman daya tawar pemasok dinilai lemah.
C. Kekuatan Tawar-Menawar Pembeli. Pembeli bersaing dengan industri dengan cara memaksa harga turun, tawar
menawar untuk mutu yang lebih tinggi dan pelayanan yang lebih baik. Sebaliknya pembeli lebih suka membeli produk dengan harga serendah mungkin dimana industri
dapat memperoleh pengembalian serendah mungkin yang dapat diterima. Dan kelompok pembeli dapat menjadi kuat pada situasi berikut :
a. Kelompok Pelanggan Pembeli: pelanggan produk kulit di Manding atau disebut buyer memesan dalam jumlah yang banyak, meskipun frekuensi pemesanannya
tidak tentu. Buyer memiliki daya tawar yang kuat sebagai konsumen, maka kekuatan tawar menawar pembeli pada faktor kelompok pelanggan cukup
berpengaruh terhadap keberlangsungan industri kulit Manding, dengan skor 3.00. b. Diferensiasi Produk: adanya pelayanan pemesanan sesuai dengan keinginan
konsumen menjadikan produk industri kulit Manding unik dan tidak banyak
ditemui dipasaran. Ini menjadikan konsumen memiliki daya tawar yang lemah terhadap produk kulit yang diperoleh dari layanan pesanan sesuai keinginan
konsumen, maka kekuatan tawar menawar pembeli pada faktor diferensiasi produk berpengaruh lemah terhadap keberlangsungan industri kulit di Manding,
dengan skor 1.78. c. Ancaman Integrasi Balik: pembeli yang memesan dalam jumlah besar atau
disebut buyer dapat melakukan integrasi balik dengan mengancam akan mengalihkan pesanan kepada pelaku industri yang lain, namun umumnya buyer
bersifat loyal terhadap pengrajin Manding. Sedangkan untuk pembeli eceran di showroom hanya dapat melakukan usaha tawar menawar harga yang tidak jauh
dengan harga yang ditawarkan penjual, maka kekuatan tawar menawar pembeli pada faktor ancaman integrasi balik berpengaruh lemah terhadap keberlangsungan
industri kulit di Manding, dengan skor 2.44. d. Mutu Produk: mutu produk kulit yang dihasilkan industri kulit di Manding cukup
memuaskan konsumen, sehingga konsumen yang sudah loyal tidak terlalu peka terhadap perubahan harga, maka kekuatan tawar menawar pembeli pada faktor
mutu produk tidak berpengaruh terhadap keberlangsungan industri kulit di Manding, dengan skor 1.00.
e. Informasi Pelanggan: kemudahan mengakses informasi pengenai produk kulit yang dijual online maupun offline, merupakan peluang bagi konsumen untuk
mendapatkan berbagai pilihan produk yang diinginkan. Ini tidak diimbangi dengan kemampuan para industri Manding untuk menawarkan produknya secara
online, ini menjadi ancaman bagi pemasaran industri kulit Manding, maka kekuatan tawar menawar pembeli pada faktor informasi pelanggan berpengaruh
kuat terhadap keberlangsungan industri kulit di Manding, dengan skor 3.78.
D. Ancaman Produk Pengganti. Produk pengganti yang melakukan fungsi serupa dengan produk yang
dihasilkan oleh industri kulit Manding memang banyak, seperti sepatu, jaket, tas, maupun asesoris yang lain yang terbuat dari kulit sintetis, namun produk dari kulit
asli memiliki keunikan tersendiri yang terkesan eksklusif bagi para konsumen. Ini membuatan ancaman keberadaan produk pengganti dirasa berpengaruh lemah
terhadap keberlangsungan industri kulit Manding, dengan skor 2.00.
E. Tingkat Rivalitas di antara Para Pesaing yang Ada. Persaingan disini terjadi karena satu atau lebih pesaing merasakan adanya
tekanan atau melihat peluang untuk memperbaiki posisi di industri dan sering disebabkan oleh harga, inovasi produk dan tindakan lain untuk mencapai diferensiasi
produk. Bagi kebanyakan industri, penentuan utama seluruh persaingan serta tingkat profitabilitas secara umum adalah persaingan antara perusahaan dalam industri.
Beberapa faktor utama yang menentukan sifat dan intensitas persaingan diantara perusahaan-perusahaan adalah :
a. Jumlah Kompetitor: jumlah pesaing yang berbisnis di industri kulit cukup banyak, banyak sentra industri kulit antara lain di Garut, Mojokerto, Tanggulangin, dan
Cibaduyut, serta masih banyak lagi pemain industri kulit berbagai berskala, maka tingkat rivalitas di antara para pesaing yang ada pada faktor jumlah kompetitor
berpengaruh sangat kuat terhadap keberlangsungan industri kulit di Manding, dengan skor 4.00.
b. Tingkat Pertumbuhan Industri: tingkat pertumbuhan industri kulit dinilai cukup cepat oleh para pakar, perusahaan kulit berskala besar melakukan ekspansi dan
terjadi perebutan pangsa pasar. Ini cukup mengancam keberlangsungan industri kulit di Manding, maka tingkat rivalitas di antara para pesaing yang ada pada
faktor tingkat pertumbuhan industri cukup berpengaruh terhadap keberlangsungan industri kulit di Manding, dengan skor 3.00.
c. Biaya tetap yang besar: biaya tetap yang harus dikeluarkan oleh perusahaan relatif rendah, karena biaya tiap unit produk sangat dipengaruhi oleh harga bahan baku
yang merupakan biaya variabel. Bila biaya tetap yang dikeluarkan tinggi maka akan menciptakan tekanan yang berat terhadap semua perusahaan untuk mengisi
kapasitas yang dapat menurunkan harga saat terjadi kapasitas berlebih dan sebaliknya bila biaya tetap kecil maka tekanan yang dialami perusahaan tidak
terlalu berat. Namun demikian, tingkat rivalitas di antara para pesaing yang ada pada faktor biaya tetap yang besar tetap berpengaruh terhadap keberlangsungan
industri kulit di Manding, dengan skor 2.56.
Persaingan industri kulit sejenis dirasa sangat kuat, industri kulit Manding bersaing dengan industri kulit Cibaduyut, Mojokerto, Tanggulangin, dan Garut
memperebutkan segmen pasar yang sama. Secara mutu dan harga produk Manding cukup bersaing, hanya saja model produk kurang bervariasi, promosi sangat minim
dan jaringan kerjasama pemasaran yang sempit. Penilaian persaingan industri kulit oleh pakar dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Penilaian persaingan industri kulit. Cibaduyut Mojokerto Tanggulangin
Garut Manding
Mutu 4
4 4
4 4
Harga 3
4 4
3 4
Variasi 4
4 4
3 3
Promosi 4
3 4
3 2
Jaringan pemasaran 4
4 4
4 2
Evaluasi Faktor Eksternal EFE
Hasil identifikasi faktor eksternal perusahaan dikelompokkan menjadi dua yaitu peluang opportunities dan ancaman threat. Menurut David 2009, Peluang
merupakan suatu kondisi yang berada di luar perusahaan yang dapat dimanfaatkan perusahaan dengan sebaik-baiknya untuk menjadi sesuatu yang menguntungkan bagi
perusahaan, sedangkan ancaman merupakan suatu kondisi yang berada di luar perusahaan yang harus dihindari perusahaan karena secara langsung ataupun tidak
langsung bisa merugikan perusahaan. Perusahaan tidak mempunyai kontrol langsung terhadap faktor faktor eksternal ini. Oleh karena itu, perusahaan harus bisa
memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman yang ada. Daftar peluang dan ancaman perusahaan diperoleh dengan meringkas kuesioner dan kemudian ditimbang
selama diskusi dalam pertemuan, serta mengacu pada literatur. Dari hasil analisis faktor eksternal tersebut diperoleh tujuh peluang dan tujuh ancaman yang dihadapi
perusahaan, sebagai berikut:
Peluang:
O1 : Ketersediaan kredit bagi IKM Kebijakan pemerintah untuk mendukung perkembangan IKM terbukti dengan
disediakannya kredit bagi IKM dan kebijakan tentang pengembangan IKM. Secara umum, baru sebagian kecil usaha kecil yang memiliki akses terhadap pelayanan
bank-bank formal. Dalam struktur pengambilan kebijakan lembaga perbankan memiliki pengaruh yang kuat khususnya dalam hal kebijakan industri termasuk
industri kecil dan perdagangan. Lembaga keuanganbank dapat diharapkan mendukung usaha kecil melalui penyediaan dana kredit Hubeis 1997.
Dewasa ini, pemerintah menyediakan kredit bagi IKM untuk pendanaaan usaha, kredit yang disediakan merupakan dana bergulir, jadi sangat memudahkan
bagi IKM untuk mengembalikan kredit tersebut. Lembaga keuangan seperti BRI juga menyediakan paket kredit bagi IKM. Industri kulit di Manding mayoritas berskala
mikro dan kecil sehingga kebijakan ini merupakan peluang yang sangat bagus untuk untuk meminimalkan kelemahan industri kulit di Manding dalam hal keterbatasan
modal.
O2 : Dukungan Pemerintah Kementerian Perindustrian, ATK, BBPPK Pemerintah daerah dengan dukungan staf dan anggaran yang dikuasainya,
Pemerintah memiliki potensi sekaligus kapasitas yang besar untuk menjangkau kelompok sasaran yang luas hingga kepelosok-pelosok desa yang terpencil sekalipun
Hubeis, 1997. Kebijakan pemerintah terhadap suatu usaha atau aktor ekonomi lain seperti perkreditan, perpajakan, perijinan, kemitraan, perundangundangan, kebijakan
mengenai perkembangan teknologi serta kebijakan mengenai perdagangan dapat berdampak pada kegiatan usaha UKM Sjaifudian, 1997.
Kebijakan yang mendukung pengembangan industri kulit Manding diantaranya adalah pemberian bantuan pembangunan fasilitas umum seperti gapura
selamat datang, parkiran umum, ATM center, pemberian bantuan peraatan produksi, pengadaan pameran untuk ajang promosi, pendanaan kegiatan penelitian yang
berkaitan dengan pengembangan industri kulit di bantul yang dilakukan melalui BBKKP dan ATK, memberi keleluasaan bagi industri kulit di Manding dalam
memasarkan produknya, mengadakan pelatihan dan pendampingan, serta memberikan informasi paket teknologi.
O3 : Jumlah penduduk Bantul khususnya dan Indonesia umumnya meningkat Jumlah penduduk Indonesia yang besar merupakan peluang bagi peningkatan
konsumsi produk dan nantinya akan meningkatan volume penjualan perusahaan Hakimi 2007. Jumlah penduduk Indonesia yang besar pada umumnya, dan jumlah
penduduk Bantul pada khususnya merupakan peluang bagi peningkatan kebutuhan produk industri kulit dan nantinya akan meningkatan volume penjualan perusahaan.
Tercatat dalam laporan badan statistic Kabupaten Bantul yang berjudul “Bantul
dalam Angka” bahwa penduduk Kabupaten Bantul mengalami peningkatan tiap tahunnya. Tahun 2007, jumlah penduduk Kabupaten Bantul adalah 831.657 jiwa.
Tahun 2008, jumlah penduduk Kabupaten Bantul adalah 856.206 jiwa. Tahun 2009, jumlah penduduk Kabupaten Bantul adalah 876.172 jiwa. Berdasarkan data dari BPS
Kabupaten Bantul, pada tahun 2010 jumlah penduduk Kabupaten Bantul tercatat sebanyak 910.572 jiwa Pada tahun 2011, Jumlah penduduk Kabupaten Bantul
sebanyak 921.263 jiwa.
O4 : Kesan produk kulit yang eksotis, elegan, dan eksklusif Faktor sosial yang mempengaruhi suatu perusahaan adalah kepercayaan, nilai,
sikap dan gaya hidup di lingkungan eksternal perusahaan, yang berkembang dari pengaruh kultural, ekologi, demografi, agama, pendidikan dan etnik Pearce dan
Robinson, 2004. Produk yang berasal dari kulit asli memiliki nilai tersendiri bagi kosumen, yaitu memiliki kesan eksklusif, elegan dan eksotis yang sangat digemari
wisatawan manca negara dan pelanggan dalam negeri yang jumlahnya tidak sedikit. Peluang inilah yang mampu membuat konsumen loyal terhadap produk yang berasal
dari kulit asli, meskipun harganya jauh lebih tinggi dari pada produk dari kulit
sintetis. Ini juga diakui oleh para pakar dan konsumen dari hasil penyebaran kuesioner.
O5 : Teknologi informasi Informasi adalah sumber daya pendukung yang vital bagi kegiatan suatu
usaha. Tidak hanya informasi tentang pasar, pasokan, produksi dan teknologi tapi juga tentang pasar produk yang ditawarkan. Ketimpangan informasi bagi UKM perlu
dibenahi dengan memberikan porsi yang lebih seimbang dibandingkan dengan usaha besar. Penyediaan pusat informasi yang mudah dijangkau dengan informasi aktual
merupakan sumber daya yang penting bagi pengembangan UKM Hubeis 1997. Untuk tetap bertahan dan unggul dalam persaingan pasar, perusahaan perlu
memberikan perhatian dan mampu memperoleh keunggulan dari peluang teknologis untuk mendukung strategi bisnis serta meningkatkan operasi dan layanannya. Dalam
hal ini, keberhasilan organisasi atau perusahaan sebagian ditentukan oleh daya tanggap dan adaptasi terhadap inovasi teknologi Higa, 1997. Kemajuan teknologi
yang pesat seperti teknologi informasi dan produksi dapat membuat kegiatan perusahaan menjadi lebih efektif. Penggunaan teknologi modern membuat
perusahaan dapat dengan mudah memperoleh berbagai informasi, berkomunikasi dan dapat mengefektifkan kegiatan manajemen produksi. Teknologi informasi juga
merupakan media yang murah dan efektif untuk kegiatan promosi dan jual beli online.
O6 : Produk kulit pari yang sedang digemari Faktor sosial yang mempengaruhi suatu perusahaan adalah kepercayaan, nilai,
sikap dan gaya hidup di lingkungan eksternal perusahaan, yang berkembang dari pengaruh kultural, ekologi, demografi, agama, pendidikan dan etnik Pearce dan
Robinson, 2004. Hasil interview dengan para pakar industri kulit menyatakan bahwa saat ini produk yang berasal dari kulit ikan pari sedang digemari oleh pecinta produk
kulit, ini juga dinyatakan oleh para konsumen. Motif dan tekstur kulit ikan pari yang unik menjadi daya tarik tersendiri, butiran sisik punggung yang bulat seperti mutiara
terlihat sangat elegan. Meskipun harganya jauh lebih mahal dari produk kulit sapi, namun peminat produk kulit ikan pari tidak sensitif terhadap harga karena berasal
dari segmen ekonomi atas. Ini menjadi peluang yang sangat baik bagi industri kulit Manding untuk mengembangkan berbagai produk dari kulit ikan pari.
O7 : Produk sepatu, jaket dan tas merupakan kebutuhan pokok Kebututuhan pokok manusia meliputi sandang atau pakaian; pangan atau
makanan; dan papan atau tempat tinggal. Produk yang dihasilkan oleh industri kulit di Manding berupa sepatu, sandal, jaket, tas, dompet, sabuk atau produk fungsional
lainnya yang merupakan kebutuhan pokok manusia. Ini menjadi peluang bagi industri kulit Manding untuk meningkatan volume penjualan perusahaan.
Ancaman :
T1 : Kenaikan harga BBM Tindakan politik yang dirancang untuk melindungi dan memberikan manfaat
bagi perusahaan meliputi undang-undang paten, subsidi pemerintah dan hibah dana riset produk. Sedangkan kendala politik dikenakan atas perusahaan melalui keputusan
tentang perdagangan yang adil, program perpajakan, ketentuan upah minimum, kebijakan tentang polusi dan penetapan harga, undang-undang perlindungan pekerja,
konsumen dan lingkungan Pearce dan Robinson, 2004. Ancaman kenaikan harga bahan bakar minyak akan memacu peningkatan
semua biaya yang dibutuhkan untuk operasional industri, tidak terkecuali pada industri kulit di Manding. Kenaikan biaya mulai dari bahan baku, bahan pembantu,
peralatan, transportasi, hingga tuntutan kenaikan honor tenaga kerja. Rencana pemerintah untuk meningkatkan harga BBM di tahun 2012 menjadi ancaman yang
cukup kuat berpengaruh terhadap kondisi industri kulit di Manding.
T2 : Mudahnya pendatang baru masuk
Menurut Porter 1997, kekuatan bersaing pada lingkungan industri bergantung pada lima faktor yaitu ancaman masuknya pendatang baru, ancaman
terhadap produk substitusi, kekuatan tawar menawar pemasok, kekuatan tawar menawar pembeli dan intensitas persaingan dalam industri. Pendatang baru dalam
suatu industri dapat membahayakan perusahaan-perusahaan yang ada karena pendatang baru akan membawa kapasitas baru, keinginan untuk merebut pasar serta
seringkali juga sumberdaya yang besar. Akibatnya harga dapat menjadi turun atau biaya membengkak sehingga mengurangi kemampulabaan Umar, 2005.
Mudahnya pemain baru masuk dalam bisnis industri kulit terlihat dari cukup tingginya bobot ancaman pendatang baru pada analisis lingkungan industri yang
dilakukan. Kebutuhan modal yang tidak terlalu besar, tidak adanya peraturan pemerintah yang menyulitkan, serta tidak adanya penolakan terhadap pendatang baru
dari industri yang sudah ada merupakan kemudahan yang terbentuk. Pendatang baru pada suatu industri ada kemungkinan memiliki kemampuan produksi yang lebih baik
dibandingkan dengan perusahaan yang sudah ada sebab dari pendatang baru tersebut tentunya ada keinginan untuk merebut pasar serta sering kali mempunyai sumberdaya
yang lebih besar. Ini menjadi ancaman bagi industri kulit di Manding, jika banyak pedatang baru maka persaingan akan semakin ketat.
T3 : Keberadaan perusahaan sejenis berbagai skala Menurut Porter 1997, kekuatan bersaing pada lingkungan industri
bergantung pada lima faktor yaitu ancaman masuknya pendatang baru, ancaman terhadap produk substitusi, kekuatan tawar menawar pemasok, kekuatan tawar
menawar pembeli dan intensitas persaingan dalam industri sejenis. Persaingan disini terjadi karena satu atau lebih pesaing merasakan adanya tekanan atau melihat peluang
untuk memperbaiki posisi dan sering disebabkan oleh harga, inovasi produk dan tindakan lain untuk mencapai diferensiasi produk. Bagi kebanyakan industri,
penentuan utama seluruh persaingan serta tingkat profitabilitas secara umum adalah persaingan antara perusahaan dalam industri Umar 2005. Banyaknya perusahaan
industri kulit yang berkembang saat ini mengakibatkan semakin besarnya pesaing
perusahaan. Banyaknya perusahaan industri kulit sejenis di Garut, Cibaduyut, Mojokerto, Tanggulangin dan daerah lain, membuat persaingan industri kulit menjadi
lebih tinggi untuk kedepannya.
T4 : Adanya produk substitusi Menurut Porter 1997, kekuatan bersaing pada lingkungan industri
bergantung pada lima faktor yaitu ancaman masuknya pendatang baru, ancaman terhadap produk substitusi, kekuatan tawar menawar pemasok, kekuatan tawar
menawar pembeli dan intensitas persaingan dalam industri. Tersedianya produk- produk pengganti merupakan faktor utama yang mempengaruhi keinginan konsumen
dan akan membangkitkan persaingan dengan perusahaan yang sudah ada Umar 2005. Adanya produk substitusi yang memiliki fungsi yang sama seperti sepatu
karet, tas anyam, jaket katun, dan produk kulit sintetis, memungkinkan orang untuk menggunakan produk substitusi tersebut sebagai pengganti produk kulit dari industri
kulit di Manding.
T5 : Bahan baku impor lebih bermutu Menurut Pearce dan Robinson 2004, kegiatan produksi-operasi perusahaan
dapat dilihat dari efisiensi, efektivitas dan produktivitas. Berdasarkan ketiga hal tersebut faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah biaya dan ketersediaan bahan
baku, hubungan dengan pemasok, sistem pengendalian persediaan, lokasi fasilitas, pemanfaatan teknologi, pengendalian mutu, riset dan pengembangan. Menurut salah
seorang pakar dari ATK, menyampaikan bahwa kulitas kulit samak impor lebih bermutu dari pada kulit samak lokal, mutu ini dilihat dari ukuran luasan kulit samak
dan penampakan permukaan kulit samak yang utuh tidak rusak atau berlobang. Harga kulit samak impor tentunya lebih mahal dari pada kulit samak lokal, ini akan
mengancam keberlangsungan pengrajin dengan modal kecil, karena tidak mampu bersaing dalam penyediaan produk dengan mutu bahan baku terbaik yang berasal dari
kulit impor.
T6 : Kulit imitasi semakin menyerupai kulit asli Tersedianya produk-produk pengganti merupakan faktor utama yang
mempengaruhi keinginan konsumen dan akan membangkitkan persaingan dengan perusahaan yang sudah ada Umar 2005. Sama halnya dengan produk substitusi,
produk kulit imitasi juga akan mempengaruhi keinginan konsumen untuk beralih keproduk yang lebih murah dari produk kulit asli. Kulit imitasi yang semakin
menyerupai kulit samak asli juga mengancam kelangsungan industri kulit Manding. Pelaku industri kulit di Manding tetap menjaga kepercayaan konsumen dengan
memberikan produk kulit asli, namun keberadaan kulit imitasi tentunya dapat memberikan harga yang lebih rendah dengan penampakan yang hampir sama. Ini
akan mempengaruhi keputuan konsumen dengan daya beli terbatas, untuk memilih produk kulit imitasi.
T7 : Bahan baku relatif mahal Meningkatkan harga dan mengurangi mutu produk yang dijual adalah cara
potensial yang dapat digunakan pemasok untuk mendapatkan kekuatan terhadap perusahaan-perusahaan yang bersaing dalam suatu industri. Apabila perusahaan tidak
dapat menutup peningkatan biaya yang terjadi melalui struktur harganya, maka kemampulabaannya akan berkurang akibat tindakan pemasok Umar 2005. Harga
bahan baku yang dirasa mahal dikeluhkan oleh 15,6 pengrajin Manding. Ini pasti disebabkan karena keterbatasan modal yang dimiliki industri kulit di Manding. Salah
seorang pengrajin bercerita bahwa harga 1 feet kulit samak berkisar antara Rp15.000 sampai Rp 25.000, untuk menghasilkan jaket berukuran XL membutuhkan sekitar 34
feet, sehingga harga jual jaket kulit cukup mahal, dan hanya konsumen yang berdaya beli tinggi yang berminat untuk membeli.
Hasil pengidentifikasian faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi strategi bersaing perusahaan, selanjutnya dievaluasi respon perusahaan terhadap masing-
masing faktor sehingga diketahui seberapa besar respon perusahaan terhadap faktor- faktor strategis eksternal tersebut. Teknik penentuan respon yang dilakukan adalah
dengan cara pemberian bobot dan per-rangking-an serta menyusun matriks External Factor Evaluation EFE.
Pemberian bobot pada setiap faktor dari 0,0 tidak penting sampai 1,0 paling penting. Bobot itu mengindikasikan signifikasi relatif dari suatu faktor terhadap
keberhasilan perusahaan. Jumlah seluruh bobot harus sama dengan 1. Untuk mempermudah penilaian, pembobotan dilakukan dengan metode pairwise comparison
atau perbandingan berpasangan, yaitu membandingakan setiap faktor yang akan diberi penilaian, dimana nilai 1 menunjukan faktor baris tidak lebih penting dari
faktor kolom, nilai 2 menunjukan faktor baris sama penting dengan faktor kolom, dan nilai 3 menunjukan faktor baris lebih penting dari faktor kolom David, 2009.
Pemberian peringkat 1 sampai 4 pada faktor peluang didasarkan kepada kemampuan perusahaan dalam meraih peluang yang ada, peringkat empat untuk
kemampuan yang sangat baik, peringkat tiga untuk kemampuan baik, peringkat dua untuk kemampuan sedang, dan peringkat satu untuk kemampuan yang tidak baik.
Sedangkan pemberian peringkat pada faktor ancaman didasarkan pada besarnya ancaman dalam mempengaruhi keadaan perusahaan. Peringkat empat diberikan jika
faktor ancaman tidak memberikan pengaruh terhadap perusahaan, peringkat tiga jika faktor ancaman memberikan pengaruh biasa terhadap perusahaan, peringkat dua jika
faktor ancaman kuat mempengaruhi perusahaan, sedangkan peringkat satu jika faktor ancaman sangat kuat mempengaruhi perusahaan.
Peringkat berbasis perusahaan, sementara bobot berbasis industri. Kemudian bobot skor diperoleh dengan mengkalikan bobot dengan peringkat. Jumlahkan skor
bobot untuk memperoleh total skor bobot. Nilai total skor bobot menunjukkan kekuatan eksternal perusahaan. Skor bobot tertinggi adalah 4, terendah adalah 1, dan
rata-rata skor bobot 2,5. Total skor sebesar empat mengindikasikan bahwa perusahaan mampu merespon dengan sangat baik peluang dan ancaman yang ada,
dengan kata lain perusahaan mampu menarik keuntungan dari peluang dan meminimakan pengaruh negative dari ancaman eksternal. Skor 2,5 mencirikan
perusahaan belum cukup mampu memanfaatkan peluang dan meminimalkan ancamam lingkungan eksternal David, 2009. Hasil internal faktor evaluasi pada
industri kulit di Manding terlihat pada Tabel 17. Tabel 17 Hasil Evaluasi Faktor Eksternal perusahaan EFE
Faktor Eksternal Utama Bobot Peringkat Skor Bobot
Peluang A. Ketersediaan kredit bagi IKM
0.063 1.75
0.109 B. Dukungan pemerintah
0.095 2.75
0.263 C. Jumlah penduduk meningkat
0.044 2.75
0.121 D. Kesan produk kulit yang eksotis, elegan, eksklusif 0.080
3.50 0.279
E. Teknologi informasi 0.055
1.75 0.096
F. Produk kulit pari yang sedang digemari 0.076
3.00 0.227
G. Sepatu, jaket, tas merupakan kebutuhan pokok 0.058
3.00 0.173
Ancaman H. Kenaikan harga BBM
0.099 1.75
0.173 I. Mudahnya pemain baru masuk
0.045 3.00
0.134 J. Keberadaan perusahaan sejenis berbagai skala
0.096 2.00
0.192 K. Adanya produk substitusi
0.067 2.50
0.167 L. Bahan baku impor lebih bermutu
0.060 2.25
0.136 M. Kulit imitasi semakin menyerupai kulit asli
0.065 2.25
0.145 N. Bahan baku relatif mahal
0.099 1.50
0.148 Total bobot skor
2,363
Hasil evaluasi faktor eksternal EFE bernilai 2.363 ini menunjukkan bahwa industri kulit di Manding belum cukup mampu memanfaatkan peluang dan
meminimalkan ancamam lingkungan eksternal. Tiga faktor peluang yang memiliki skor bobot tertinggi secara berurutan adalah kesan produk kulit yang eksotis, elegan,
dan eksklusif 0.279, Dukungan pemerintah Kementerian Perindustrian, ATK, BBPPK 0.263, serta Produk kulit pari yang sedang digemari 0.227. Tiga faktor
utama faktor ancaman yang memiliki skor bobot yang paling besar adalah keberadaan perusahaan sejenis berbagai skala 0.192; kenaikan harga BBM 0.173; serta produk
substitusi 0.167. Hasil penilaian peluang dan ancaman oleh masing-masing pakar dapat dilihat pada lampiran 2.
Kesan produk kulit yang eksotis, elegan, dan eksklusif dibenak konsumen menjadi peluang yang cukup dimanfaatkan oleh industri kulit Manding, memberikan
harga jual yang cukup tinggi untuk produk kulit asli dibandingkan dengan produk dari vinil, karena harga jual tersebut mencerminkan bahan baku yang bermutu.
Dukungan pemerintah melalui Kementerian Peridustrian, Akademi Teknologi Kulit,
dan Balai Besar Kulit Karet dan Plastik, berupa pemberian bantuan pembangunan fasilitas umum seperti gapura selamat datang, parkiran umum, ATM center,
pemberian bantuan peraatan produksi, pengadaan pameran untuk ajang promosi, pendanaan kegiatan penelitian yang berkaitan dengan pengembangan industri kulit di
bantul,memberi keleluasaan bagi industri kulit di Manding dalam memasarkan produknya, mengadakan pelatihan dan pendampingan, serta memberikan informasi
paket teknologi telah mampu dimanfaatkan para pengrajin Manding meskipun belum maksimal.
Produk kulit pari yang sedang digemari sudah ditangkap oleh pengrajin Manding, dengan cara menjual produk tersebut meski masih dalam jumlah yang
sangat sedikit, ini disebabkan karena keterbatasan modal, peralatan dan keahlian. Bahan baku kulit ikan pari harganya mahal, dalam memproduksi juga memerlukan
peralatan dan keahlian yang cukup berbeda dengan kulit samak lainnya, karena sisik kulit ikan pari cukup keras dan memerlukan perlakuan khusus agar terlihat elegan.
Faktor kelemahan yang memiliki skor bobot yang rendah adalah kondisi yang memudahkan pemain baru dalam bisnis industri kulit masuk di wilayah Manding.
Kemudahan itu terlihat dari kebutuhan modal yang tidak terlalu besar, tidak adanya peraturan pemerintah yang menyulitkan, serta tidak adanya penolakan terhadap
pendatang baru dari industri yang sudah ada. Ini menjadi ancaman bagi industri kulit di Manding, jika banyak pedatang baru maka persaingan akan semakin ketat. Bahan
baku impor yang lebih bermutu serta kulit imitasi semakin menyerupai kulit asli merupakan ancaman yang tidak mudah diatasi oleh pengrajin industri kulit Manding.
Usaha untuk meminimalkan ancaman tersebut sebatas mengkombinasikan kulit bermutu baik dan sedang dalam memproduksi produk, sehingga dapat menekan biaya
tiap unitnya, namun pengkombinasian ini tetap mengutamakan mutu produk.