Ashabiyah Menopang Agama Syariat

jumlah penduduknya”. Ia berkata sebagai berikut: “semangat agama dapat meredakan pertentangan dan iri hati yang dirasakan oleh satu anggota dari kelompok itu terhadap anggota lainnya dan menuntun mereka kearah kebenaran. Perhatian mereka telah terpusat pada kebenaran maka tidak ada sesuatu yang dapat menghalangi mereka. Sebab pandangan mereka adalah sama dan tujuan yang mereka kejar pun serupa dan satu untuk mereka, dan mereka bersedia berjuang sampai mati. 60 Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa agama dapat mengikat hati manusia menjadi satu, sehingga dapat mewujudkan segala sesuatu yang dikehendaki oleh ummat atau masyarakat, termasuk untuk mendirikan sebuah negara ataupun dalam menciptakan ketentraman dan kedamaian dan untuk melindungi masyarakat atau ummat dari serangan-serangan yang datang dari luar. 61

1. Ashabiyah Menopang Agama Syariat

Menurut Ibn Khaldun agama tidak akan berhasil tanpa dukungan ’ashabiyah solidaritas sosial, sesuai dengan Hadits Nabi SAW yang menyatakan bahwa: “Allah tidak mengutus seorang nabi kecuali bila mana ia mendapatkan dukungan dari kaumnya”. H.R. Ahmad 60 Ibn Khaldun, Muqaddimah, h.138. 61 Deliar Noer, Pemikiran Politik di Negara Barat, h.77 Pada pasal berikutnya mengenai dampak áshabiyah atas seruan keagamaan, yaitu dalam sebuah pasal ál-Muqaddimah dengan judul “Seruan keagamaan akan berhasil kecuali bila mempunyai dasar ‘ashabiyah. Sebabnya ialah rakyat hanya dapat digerakkan dan bertindak berkat dorongan ‘ashabiyah. Agama mempersatukan bahasa, fikiran, tujuan kehidupan mereka. Dengan adanya unsur agama ini, seluruh perhatian ditumpukkan kepada kebenaran saja. 62 Dari ucapan Ibn Khaldun di atas dapat disimpulkan bahwa ‘ashabiyah menopang agama. Dan sebagian suku-suku semisal suku arab, tidak akan meraih kekuasaan kecuali atas dasar agama. Sebab ‘ashabiyah mereka yang diwarnai kebiadaban, keliaran, dan kebebasan itu saja tidak cukup. Ibn Khaldun dalam sebuah pasal al- Muqaddimah dengan judul: Bangsa Arab tidak mampu mendirikan suatu kerajaan kecuali atas dasar agama, seperti wahyu seorang nabi atau ajaran seorang wali. Sebabnya ialah karena tabiatnya yang keras, sombong, kasar dan iri hati satu sama lainnya, terutama dalam persoalan-persoalan politik. Semua itu menyebabkan mereka menjadi manusia yang sukar diatur, karena keinginan- keinginannya sukar sekali terpenuhi. 63 Tetapi bila mereka memeluk agama yang dibawa seorang nabi atau wali, mereka memiliki prinsip-prinsip batin untuk menguasai hawa nafsu, dan kesombongan sehingga iri hati mereka dapat ditahan, dengan demikian mudahlah 62 A.R. Zainuddin, Kekuasaan dan Negara: Pemikiran Politik Ibn Khaldun Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama, 1992, h.165 63 Khudairi, Filsafat Sejarah Ibn Khaldun, h.159 menyatukan dan membimbing mereka. Sebab agama meniadakan kekasaran dan kesembongan dan meredakan iri hati dan persaingan. 64 Ibn Khaldun berpendapat bahwa suatu gerakan agama tidak akan berhasil apabila tidak disertai rasa golongan atau ‘ashabiyah. Menurutnya, suatu gerakan itu hanya berarti apabila disertai dengan pengikut yang banyak yang mempunyai rasa bersatu dengan adanya rasa ‘ashabiyah. Dan gerakan seperti ini dapat dihadapkan pada penguasa yang tidak disukai. Dengan kata lain, Ibn Khaldun telah mulai melihat factor yang mempengaruhi perkembangan suatu revolusi. Kemelut atau revolusi akan berhasil bila disertai rasa golongan yang kuat. Masyarakat beragama itu bukan saja memerlukan rasa golongan untuk menghadapi lawan, tetapi untuk terlaksananya hukum-hukum syariat. Tetapi Ibn Khaldun tidak membenarkan bila rasa golongan itu dipergunakan untuk tujuan- tujuan hidup yang berlainan dengan apa yang di kehendaki agama. Untuk menikmati kemenangan, kemewahan yang diperoleh tanpa memperhitungkan batas-batas yang harus dipegang, ini baginya berlawanan dengan apa yang diingatkan Nabi. 65 Menurut Ibn Khaldun, selain ’ashabiyah, yang menjadi faktor pendukung bagi tegaknya suatu negara adalah agama syariat Islam. Karena kekuasaan dan wibawa politis yang sesuai dengan syariat akan mencegah timbulnya keburukan- 64 Ibn Khaldun, Muqaddimah, h.132 65 Noer, Pemikiran Politik di Negara Barat, h.75. keburukan serta kejahatan-kejahatan yang mudah muncul bersamaan dengan adanya kekuasaan, misalnya perbuatan sewenang-wenang, ketidak adilan, dan keinginan bermandikan kesenangan lepas dari kepatutan. 66

E. Dalil al-Qur’an dan al-Hadits dalam Konsep ’Ashabiyah Ibn Khaldun