Keempat , suatu komitmen untuk memberikan kesempatan yang sama bagi setiap
orang untuk mengembangkan kemampuan dirinya.
30
Eksistensi demokrasi juga berkaitan dengan hak asasi manusia. Philippe C. Schimtter dan Tery Lyn Karl bahkan mengkarakterisasikan demokrasi bukan
sebagai kekuasaan “otokrasi, otoritarian, zalim, dictator, tirani, totalitarian, absolute, tradisional, monarki, oligarki, plutokrasi, aristokrasi, dan kesultanan”.
31
Hal ini juga berarti bahwa demokrasi tidak hanya berhubungan dengan institusi formal, tetapi juga dengan eksistensi nilai-nilai dalam kehidupan sosial politik.
D. Sistem Pemerintahan
Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga
fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinyu, Quo dan demokrasi
dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa
mempraktekkan sistem pemerintahan itu. Secara sempit, sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna
30
Djiwandono, Demos Kratos-Demokrasi: Panduan Bagi Pemula, h.10
31
Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna; Respon Intelektual Muslim Indonesia terhadap Konsep Demokrasi 1966-1930,
h.79-80
menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya prilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.
32
Filsafat politik yang mendasari sistem pemerintahan pada prinsipnya bersifat universal dan dapat diterapkan pada semua lapisan masyarakat dewasa
ini. Sebaiknya sistem pemerintahan yang berkembang di berbagai negara dalam berbagai era sangat bervareasi. Dalam negara demokrasi modern dapat dijalankan
dengan berbagai sistem pemerintahan. Dua model sistem pemerintahan yang utama adalah sistem pemerintahan parlementer dan presidensil. Kedua sistem itu
di banyak negara kemudian mengalami banyak penyesuaian dengan keadaan dan dinamika sosial, politik, budaya dan ekonomi masing-masing negara tersebut,
sehingga tidak ada lagi negara yang dapat dikatakan merupakan penjelmaan dari kedua sistem tersebut secara murni. Perbedaan utama di antara keduanya adalah:
Sistem presidensial merupakan tatanan negara yang berdasarkan pada konsep trias politika yang dijadikan pedoman bagaimana lembaga-negara harus
bekerja; sedangkan sistem parlementer terjadi sebagai hasil perkembangan sejarah negara yang bersangkutan. Kata Hans Kelsen, jika ingin melihat bagaimana
negara menjalankan sistem pemerintahannya cukup dilihat pada Undang-Undang
32
Hidayatul haq, Keunggulan Sistem Pemerintahan Islam Dengan Sistem Demokrasi, artikel diakses pada 06 September 2008 dari
http:www.hidayatulhaq.wordpress.com2008060712
Dasar UUD nya, sebab dari Undang-undang-nyalah segala sesuatu berkaitan dengan negara akan terlihat.
33
Dalam sistem presidensial, presiden memiliki kedudukan yang kuat dalam pembuatan keputusan dan kekuasaan politik yang kuat pula. Kekuasaan
politik presiden seringkali disejajarkan dengan parlemen atau bahkan lebih kuat dari parlemen. Sebaliknya dalam sistem parlementer, parlemen merupakan satu-
satunya lembaga perwakilan tertinggi untuk pengambilan keputusan. Peranan presiden dalam kasus ini terbatas hanya pada tugas-tugas mewakili negara dan
penengah dalam situasi konflik. Dalam sistem parlementer, kekuasaan pengambilan keputusan politik dijalankan oleh wakil-wakil rakyat sesuai dengan
hasil pemilihan umum. Sebaliknya dalam sistem presidensial, kepala negara yang dipilih secara langsung oleh rakyat memiliki kekuasaan mandiri baik kekuasaan
dalam membentuk pemerintahan maupun dalam penyusunan undang-undang.
34
Sistem presidensial, memiliki keuntungan karena dapat menciptakan unsur kesinambungan dan stabilitas dalam proses politik. Hal ini berlaku jika
kelompok-kelompok di parlemen jumlahnya banyak dan heterogen, sehingga kecil kemungkinan tercapainya konsesus di antara mereka untuk menggoyahkan
kedudukan pemerintah. Walaupun demikian, sistem presidensial memiliki batasan kepala negara yang jelas, untuk menghindari terjadinya konsentrasi kekuasaan
33
Sulardi, ”Sistem Presidensial”, artikel diakses pada 19 April 2008 dari http:www.kompas.comkompas-cetak020829opinipusa04.htm
34
Meyer, Demokrasi Sebuah Pengantar Untuk Penerapan, h.18-19
yang hampir menyerupai kediktatoran. Jika lembaga-lembaga penyeimbang seperti parlemen, pemerintah, partai, masyarakat sipil lemah, maka mutu
demokrasi presidensial dapat merosot secara tidak terkendali bahkan menciptakan kediktatoran.
Isu utama dalam perdebatan tentang sistem pemerintahan demokrasi adalah hubungan antara lembaga eksekutif dan legislatif. Sebagaimana telah
dibahas dalam uraian-uraian sebelumnya, kekuasaan lembaga eksekutif adalah kekuasaan sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan. Ia
merupakan perancang dan pelaksana utama dari kebijakan-kebijakan negara. Sedangkan lembaga legislatif yang muncul dari kerangka pemikiran untuk
menyeimbangkan kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan negara, dalam perspektif kedaulatan rakyat merupakan lembaga yang mewakili kehendak dan
kepentingan kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat dan diwujudkan dalam pembentukan undang-undang. Perdebatan yang kemudian berlanjut dalam
kaitannya dengan isu utama ini adalah bagaimana menciptakan keseimbangan kekuasaan di antara kedua lembaga ini agar tujuan untuk mengantisipasi dan
mengeliminasi kecenderungan penyelewengan kekuasaan dari masing-masing lembaga dapat dilakukan secara optimal. Persoalan-persoalan yang diajukan
untuk dijadikan bahan penilaian dalam mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing sistem adalah stabilitas pemerintahan, partisipasi
politik dan pergolakan politik.
Perbedaan-perbedaan yang dikemukakan di atas tentunya tidak merupakan kriteria-kriteria yang pasti berlaku dalam negara-negara yang
menganut masing-masing sistem. Sebagian negara-negara modern bahkan menggunakan sistem-sistem utama tersebut dengan berbagai modifikasi dan
variasi. Hal ini dikarenakan kedua sistem tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, selain itu keduanya tidak serta merta dapat
diadopsi utuh tanpa mempertimbangkan sistem politik, ekonomi dan sosial- budaya masing-masing negara.
35
35
Jimly Asshidiqie, Pergumulan Peran Pemerintah Dan Parlemen Dalam Sejarah Jakarta: UI Press, 1996, h.50.
BAB III TINJAUAN KONSEP ‘ASHABIYAH IBN KHALDUN