Supremasi Hukum Hubungan Prinsip Demokrasi Dalam Konsep ’Ashabiyah Ibn Khaldun

macam peraturan atau hukum itu Ibn Khaldun berpendapat bahwa macam yang kedua lebih baik, oleh karena dengan hukum yang bersumber dari ajaran agama akan terjamin tidak saja keamanan kesejahteraan di dunia tetapi juga di akhirat kelak. 102

1. Supremasi Hukum

Berhubungan dengan uraian diatas, dapat diketahui bahwa Ibn Khaldun adalah seorang pemikir Muslim yang tidak dapat melepaskan agama dari negara. Agama yang dimaksud adalah mengandung pengertian al-Din yang erat kaitannya dengan syariat. Ini juga mempunyai konotasi hubungan vertikal antara manusia dengan Allah SWT. Hukum-hukum Allah bertujuan mengatur perbuatan manusia dalam segala seginya, ibadah mereka, segala tatacara hidup mereka, juga yang berhubungan dengan negara, yang merupakan sebuah keharusan bagi masyarakat. 103 Berbicara penerapan hukum berarti tidak lepas dari kebijakan dan pengawasan terhadap pelaksanaan hukum tersebut oleh seorang kepala negara atau pemerintah terhadap negara atau rakyatnya. Oleh karena itu sifat al-’Adalah adalah merupakan salah satu syarat untuk menduduki jabatan kepala negara. Al- ’Adalah atau adil artinya bersikap jujur, berpegang pada keadilan, dan pada 102 Abd Rahman, Muqaddimah Ibn Khaldun, h.190. Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara , h.102. 103 Ibid., h.190. umumnya mempunyai sifat-sifat moral yang baik sehingga ucapannya dapat dipegang, perkataannya dapat dipercaya. Al-’adalah juga menunjukkan tentang ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi sebagai seorang yang tahu akan kewajibannya, misalnya sebagai saksi. Ia juga harus mempunyai kesanggupan dalam menjalani tugas-tugas yang dituntut oleh seorang kepala negara, termasuk menegakkan dan melaksanakan hukuman yang diputuskan secara konsekuen. 104 Intinya yang namanya warga negara secara keseluruhan tidak lepas dari hukum atau aturan hukum, baik itu yang bersumber dari agama syariat ataupun hasil dari Ijtihad manusia undang-undang yang tujuannya demi kemaslahatan bersama di dunia dan akhirat. Ibn Khaldun menekankan syariat tidak membatasi, mengekang ataupun melarang otoritas raja karena otoritasnya, dan tidak melarang otoritas itu terlaksana. Hukum agama hanya melarang kejahatan yang tumbuh dari padanya, seperti tirani, ketidakadilan, dan semata-mata mencari kesenangan. Sebaliknya hukum agama memuji keadilan, kewajaran, memenuhi kewajiban agama dan membela agama. 105 Kiranya patut dicatat bahwa Ibn Khaldun, selain berpendapat bahwa kebijakan dan peraturan keperintahan yang didasarkan atas ajaran atau hukum agama memang lebih baik dari pada yang hanya didasarkan atas rekayasa otak manusia. Ia juga beranggapan bahwa terdapat banyak negara yang mendasarkan 104 Oesman Raliby, Ibn Khaldun tentang Masyarakat dan Negara Jakarta: Bulan Bintang, 1962, h.117. 105 Zainuddin, Kekuasaan dan negara Pemikiran Politik Ibnu Khaldun, h. 30. kebijakan dan peraturan negara atas ajaran dan hukum agama, namun dapat mewujudkan ketertiban, keserasian hubungan antara para warga negaranya, bahkan dapat berkembang baik dan jaya. 106 Dalam konsep ’ashabiyah supremasi hukum adalah syarat mutlak yang harus ditegakkan dalam sebuah negara. Pengetahuan akan hukum sendiri menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yang oleh Ibn Khaldun dijadikan sebagai syarat mutlak yang harus dimiliki seorang raja dan di implementasikan dalam kehidupan bernegara dengan berlandaskan keadilan. Dengan demikian supremasi hukum dalam konsep ’ashabiyah sebagaimana penjelasan diatas sangatlah demokratis, sebab supremasi hukum dan keadilan adalah merupakan bagian inti dari tegaknya sebuah negara yang demokratis.

2. Persamaan