Analisis Interregional Input Output IRIO

77 W jI : pendapatan upah dan gaji rumah tangga dari sektor j, nilai tambah sektor j yang dialokasikan sebagai upah dan gaji anggota rumah tangga yang bekerja di sektor j di wilayah I T jJ : pendapatan pemerintah Pajak Tak Langsung dari sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi pendapatan asli daerah J dari sektor j T jB : pendapatan pemerintah Pajak Tak Langsung dari sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi pendapatan asli daerah B dari sektor j T jI : pendapatan pemerintah Pajak Tak Langsung dari sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi pendapatan asli daerah I dari sektor j S jJ : surplus usaha sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi surplus usaha di wilayah J S jB : surplus usaha sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi surplus usaha di wilayah B S jI : surplus usaha sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi surplus usaha di wilayah I M jJ : impor sektor j di wilayah J , komponen input produksi sektor j di wilayah J yang diperolehdibeli dari luar wilayah M jB : impor sektor j di wilayah B, komponen input produksi sektor j di wilayah B yang diperolehdibeli dari luar wilayah M jI : impor sektor j di wilayah I, komponen input produksi sektor j di wilayah I yang diperolehdibeli dari luar wilayah Parameter yang paling utama adalah koefisien teknologi yang secara matematis dalam analisis IRIO. Secara teknis terdapat beberapa persamaan yang dikembangkan dalam analisis IRIO guna memperoleh kaitan langsung ke depan dan ke belakang direct bacward and forward linkages dan berbagai multiplier atau interregional spilover effect yaitu : 1 Kaitan langsung ke belakang Direct backward linkages dihitung berdasarkan kaitan langsung ke belakang di dalam wilayah intraregional dan antar wilayah interregional sehingga diperoleh :  persamaan i n i menunjukkan keterkaitan langsung ke belakang sektor j di wilayah J DKI Jakarta terhadap input dari wilayah J DKI Jakarta  persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke belakang sektor j di wilayah B Bodetabek terhadap input dari wilayah J DKI Jakarta  persamaan ini menunjukkan keterkaitan 78 langsung ke belakang sektor j di wilayah I Sisa Indonesia terhadap input dari wilayah J DKI Jakarta  persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke belakang sektor j di wilayah B Bodetabek terhadap input dari wilayah B Bodetabek  persamaan i n i menunjukkan keterkaitan langsung ke belakang sektor j di wilayah J DKI Jakarta terhadap input dari wilayah B Bodetabek  persamaan i n i menunjukkan keterkaitan langsung ke belakang sektor j di wilayah I Sisa Indonesia terhadap input dari wilayah B Bodetabek  persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke belakang sektor j di wilayah I Sisa Indonesia terhadap input dari wilayah I Sisa Indonesia  persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke belakang sektor j di wilayah J DKI Jakarta terhadap input dari wilayah I Sisa Indonesia  persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke belakang sektor j di wilayah B Bodetabek terhadap input dari wilayah I Sisa Indonesia 2 Keterkaitan langsung ke depan direct forward linkage dihitung erdasarkan kaitan langsung ke depan di dalam wilayah intraregional dan antar wilayahinterregional sehingga diperoleh :  persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke depan input sektor i di wilayah J DKI Jakarta terhadap output di wilayah J DKI Jakarta 79  persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke depan input sektor i di wilayah B Bodetabek terhadap output di wilayah J DKI Jakarta  persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke depan input sektor i di wilayah I Sisa Indonesia terhadap output di wilayah J DKI Jakarta  persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke depan input sektor i di wilayah B Bodetabek terhadap output di wilayah B Bodetabek  persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke depan input sektor i di wilayah J DKI Jakarta terhadap output di wilayah B Bodetabek  persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke depan input sektor i di wilayah I Sisa Indonesia terhadap output di wilayah B Bodetabek  persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke depan input sektor i di wilayah I Sisa Indonesia terhadap output di wilayah I Sisa Indonesia  persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke depan input sektor i di wilayah J DKI Jakarta terhadap output di wilayah I Sisa Indonesia  persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke depan input sektor i di wilayah B Bodetabek terhadap output di wilayah I Sisa Indonesia 3 Kaitan langsung dan tidak langsung ke belakang direct and indirect backward llinkage 80  persamaan di atas menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor j di wilayah J DKI Jakarta, pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah J DKI Jakarta  persamaan di atas menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor j di wilayah B Bodetabek, pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah J DKI Jakarta  persamaan di atas menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor j di wilayah I Sisa Indonesia, pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah J DKI Jakarta  persamaan di atas menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor j di wilayah B Bodetabek, pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah B Bodetabek  persamaan di atas menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor j di wilayah J DKI Jakarta, pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah B Bodetabek  persamaan di atas menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor j di wilayah I Sisa Indonesia, 81 pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah B Bodetabek  persamaan di atas menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor j di wilayah I Sisa Indonesia, pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah I Sisa Indonesia  persamaan di atas menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor j di wilayah J DKI Jakarta, pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah I Sisa Indonesia  persamaan di atas menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor j di wilayah B Bodetabek, pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah I Sisa Indonesia 4 Kaitan langsung dan tidak langsung ke depan direct and indirect fordward linkage  persamaan ini menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor i di wilayah J DKI Jakarta, pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah J DKI Jakarta.  persamaan ini menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor i di wilayah B Bodetabek, pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah J DKI Jakarta.  persamaan ini menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu 82 unit output sektor i di wilayah I Sisa Indonesia, pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah J DKI Jakarta.  persamaan ini menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor i di wilayah B Bodetabek, pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah B Bodetabek.  persamaan ini menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor i di wilayah J DKI Jakarta, pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah B Bodetabek.  persamaan ini menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor i di wilayah I Sisa Indonesia, pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah B Bodetabek.  persamaan ini menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor i di wilayah I Sisa Indonesia, pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah I Sisa Indonesia.  persamaan ini menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor i di wilayah J DKI Jakarta, pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah I Sisa Indonesia.  persamaan ini menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor i di wilayah B Bodetabek, pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah I Sisa Indonesia. 5 Multiplier: Seperti halnya pada analisis IO, dalam analisis IRIO juga dikenal dua tipe multiplier, yakni: Multiplier Tipe I dan Multiplier Tipe II. Multiplier 83 Tipe I dihitung berdasarkan inverse matriks Leontief, I-A -1 , dimana sektor rumah tangga diperlakukan secara exogenous. Bila sektor rumah tangga dimasukkan dalam matriks saling ketergantungan, dengan menambah satu baris berupa pendapatan rumah tangga dan satu kolom berupa pengeluaran rumah tangga, yang berarti sektor rumah tangga diperlakukan secara endogenous dalam sistem, maka multiplier yang diperoleh adalah multiplier tipe II. Dalam multiplier tipe II, bukan hanya dampak langsung dan tidak langsung yang dihitung tetapi termasuk pula dampak induksi, yakni dampak dari perubahan pola konsumsi rumah tangga akibat peningkatan pendapatan terhadap kinerja sistem perekonomian wilayah. a Output Multiplier, dihitung berdasarkan dampak di dalam wilayah intra regional dan dampak terhadap wilayah lain interegional.  yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah J DKI Jakarta terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah J DKI Jakarta. Angka yang diperoleh sama dengan angka keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang seperti yang telah diuraikan di atas. Persamaanya adalah sebagai berikut :  yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah B Bodetabek terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah J DKI Jakarta. Persamaanya adalah sebagai berikut  yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah I Sisa Indonesia terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah J DKI Jakarta. Persamaanya adalah sebagai berikut  yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output 84 j sektor j di wilayah B Bodetabek terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah B Bodetabek. Persamaanya adalah sebagai berikut  yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah J DKI Jakarta terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah B Bodetabek. Persamaanya adalah sebagai berikut  yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah I Sisa Indonesia terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah B Bodetabek. Persamaanya adalah sebagai berikut  yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah I Sisa Indonesia terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah I Sisa Indonesia. Persamaanya adalah sebagai berikut  yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah J DKI Jakarta terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah I Sisa Indonesia. Persamaanya adalah sebagai berikut  yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah B Bodetabek terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah I Sisa Indonesia. Persamaanya adalah sebagai berikut b Income Multiplier, dihitung berdasarkan dampak di dalam wilayah intra regional dan dampak terhadap wilayah lain interegional. , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di 85 wilayah J DKI Jakarta terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah J DKI Jakarta. Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i di wilayah J DKI Jakarta terhadap total output sektor i di wilayah J DKI Jakarta. , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah B Bodetabek terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah J DKI Jakarta. Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i di wilayah B Bodetabek terhadap total output sektor i di wilayah J DKI Jakarta , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah I Sisa Indonesia terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah J DKI Jakarta. Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i di wilayah I Sisa Indonesia terhadap total output sektor i di wilayah J DKI Jakarta , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah B Bodetabek terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah B Bodetabek. Persamaannya adalah sebagai berikut: 86 dimana : : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i di wilayah B Bodetabek terhadap total output sektor i di wilayah B Bodetabek , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah J DKI Jakarta terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah B Bodetabek. Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i di wilayah J DKI Jakarta terhadap total output sektor i di wilayah B Bodetabek , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah I Sisa Indonesia terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah B Bodetabek. Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i di wilayah I Sisa Indonesia terhadap total output sektor i di wilayah B Bodetabek , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah I Sisa Indonesia terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah I Sisa Indonesia. Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i di wilayah I Sisa Indonesia terhadap total output sektor i di wilayah I Sisa Indonesia 87 , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah J DKI Jakarta terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah I Sisa Indonesia. Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i di wilayah J DKI Jakarta terhadap total output sektor i di wilayah I Sisa Indonesia , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah B Bodetabek terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah I Sisa Indonesia. Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i di wilayah B Bodetabek terhadap total output sektor i di wilayah I Sisa Indonesia c Total Value-Added Multiplier atau multiplier PDRB, dihitung berdasarkan dampak di dalam wilayah intra regional dan dampak terhadap wilayah lain interegional. , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah J DKI Jakarta terhadap peningkatan PDRB secara keseluruhan di wilayah J DKI Jakarta.Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio PDRB dari sektor i di wilayah J DKI Jakarta terhadap total output sektor i di wilayah J DKI Jakarta 88 , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah B Bodetabek terhadap peningkatan PDRB secara keseluruhan di wilayah J DKI Jakarta. Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio PDRB dari sektor i di wilayah B Bodetabek terhadap total output sektor i di wilayah J DKI Jakarta , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah I Sisa Indonesia terhadap peningkatan PDRB secara keseluruhan di wilayah J DKI Jakarta. Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio PDRB dari sektor i di wilayah I Sisa Indonesia terhadap total output sektor i di wilayah J DKI Jakarta , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah B Bodetabek terhadap peningkatan PDRB secara keseluruhan di wilayah B Bodetabek. Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio PDRB dari sektor i di wilayah B Bodetabek terhadap total output sektor i di wilayah B Bodetabek , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah J DKI Jakarta terhadap peningkatan PDRB secara keseluruhan di wilayah B Bodetabek. Persamaannya adalah sebagai berikut: 89 dimana : : rasio PDRB dari sektor i di wilayah J DKI Jakarta terhadap total output sektor i di wilayah B Bodetabek , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah I Sisa Indonesia terhadap peningkatan PDRB secara keseluruhan di wilayah B Bodetabek. Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio PDRB dari sektor i di wilayah I Sisa Indonesia terhadap total output sektor i di wilayah B Bodetabek , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah I Sisa Indonesia terhadap peningkatan PDRB secara keseluruhan di wilayah I Sisa Indonesia. Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio PDRB dari sektor i di wilayah I Sisa Indonesia terhadap total output sektor i di wilayah I Sisa Indonesia , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah J DKI Jakarta terhadap peningkatan PDRB secara keseluruhan di wilayah I Sisa Indonesia. Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio PDRB dari sektor i di wilayah J DKI Jakarta terhadap total output sektor i di wilayah I Sisa Indonesia 90 j , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah B Bodetabek terhadap peningkatan PDRB secara keseluruhan di wilayah I Sisa Indonesia. Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio PDRB dari sektor i di wilayah B Bodetabek terhadap total output sektor i di wilayah I Sisa Indonesia d Employment Multiplier, dihitung berdasarkan dampak di dalam wilayah intra regional dan dampak terhadap wilayah lain interegional. , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah J DKI Jakarta terhadap peningkatan serapan tenaga kerja secara keseluruhan di wilayah J DKI Jakarta. Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio serapan tenaga kerja dari sektor i di wilayah J DKI Jakarta terhadap total output sektor i di wilayah J DKI Jakarta , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah B Bodetabek terhadap peningkatan serapan tenaga kerja secara keseluruhan di wilayah J DKI Jakarta. Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio serapan tenaga kerja dari sektor i di wilayah B Bodetabek terhadap total output sektor i di wilayah J DKI Jakarta , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah I Sisa Indonesia terhadap peningkatan serapan tenaga kerja 91 secara keseluruhan di wilayah J DKI Jakarta. Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio serapan tenaga kerja dari sektor i di wilayah I Sisa Indonesia terhadap total output sektor i di wilayah J DKI Jakarta , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah B Bodetabek terhadap peningkatan serapan tenaga kerja secara keseluruhan di wilayah B Bodetabek. Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio serapan tenaga kerja dari sektor i di wilayah B Bodetabek terhadap total output sektor i di wilayah B Bodetabek , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah J DKI Jakarta terhadap peningkatan serapan tenaga kerja secara keseluruhan di wilayah B Bodetabek. Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio serapan tenaga kerja dari sektor i di wilayah J DKI Jakarta terhadap total output sektor i di wilayah B Bodetabek B Bodetabek , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah I Sisa Indonesia terhadap peningkatan serapan tenaga kerja secara keseluruhan di wilayah B Bodetabek. Persamaannya adalah sebagai berikut: 92 Dimana : rasio serapan tenaga kerja dari sektor i di wilayah I Sisa Indonesia terhadap total output sektor i di wilayah B Bodetabek , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah I Sisa Indonesia terhadap peningkatan serapan tenaga kerja secara keseluruhan di wilayah I Sisa Indonesia. Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio serapan tenaga kerja dari sektor i di wilayah I Sisa Indonesia terhadap total output sektor i di wilayah I Sisa Indonesia , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah J DKI Jakarta terhadap peningkatan serapan tenaga kerja secara keseluruhan di wilayah I Sisa Indonesia. Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio serapan tenaga kerja dari sektor i di wilayah J DKI Jakarta terhadap total output sektor i di wilayah I Sisa Indonesia , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah B Bodetabek terhadap peningkatan serapan tenaga kerja secara keseluruhan di wilayah I Sisa Indonesia. Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio serapan tenaga kerja dari sektor i di wilayah B Bodetabek terhadap total output sektor i di wilayah I Sisa Indonesia 93 j e Multiplier Penggunaan Lahan, dihitung berdasarkan dampak di dalam wilayah intra regional dan dampak terhadap wilayah lain interegional. , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah J DKI Jakarta terhadap peningkatan penggunaan lahan secara keseluruhan di wilayah J DKI Jakarta. Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio penggunaan lahan dari sektor i di wilayah J DKI Jakarta terhadap total output sektor i di wilayah J DKI Jakarta , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah B Bodetabek terhadap peningkatan penggunaan lahan secara keseluruhan di wilayah J DKI Jakarta. Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio penggunaan lahan dari sektor i di wilayah B Bodetabek terhadap total output sektor i di wilayah J DKI Jakarta , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah I Sisa Indonesia terhadap peningkatan penggunaan lahan secara keseluruhan di wilayah J DKI Jakarta. Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio penggunaan lahan dari sektor i di wilayah I Sisa Indonesia terhadap total output sektor i di wilayah J DKI Jakarta , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j 94 di wilayah B Bodetabek terhadap peningkatan penggunaan lahan secara keseluruhan di wilayah B Bodetabek. Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio penggunaan lahan dari sektor i di wilayah B Bodetabek terhadap total output sektor i di wilayah B Bodetabek , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah J DKI Jakarta terhadap peningkatan penggunaan lahan secara keseluruhan di wilayah B Bodetabek. Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio penggunaan lahan dari sektor i di wilayah J DKI Jakarta terhadap total output sektor i di wilayah B Bodetabek , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah I Sisa Indonesia terhadap peningkatan penggunaan lahan secara keseluruhan di wilayah B Bodetabek. Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio penggunaan lahan dari sektor i di wilayah I Sisa Indonesia terhadap total output sektor i di wilayah B Bodetabek , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah I Sisa Indonesia terhadap peningkatan penggunaan lahan secara keseluruhan di wilayah I Sisa Indonesia. Persamaannya adalah sebagai berikut: 95 Dimana : rasio penggunaan lahan dari sektor i di wilayah I Sisa Indonesia terhadap total output sektor i di wilayah I Sisa Indonesia , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah J DKI Jakarta terhadap peningkatan penggunaan lahan secara keseluruhan di wilayah I Sisa Indonesia. Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio penggunaan lahan dari sektor i di wilayah J DKI Jakarta terhadap total output sektor i di wilayah I Sisa Indonesia , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah B Bodetabek terhadap peningkatan penggunaan lahan secara keseluruhan di wilayah I Sisa Indonesia. Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio penggunaan lahan dari sektor i di wilayah B Bodetabek terhadap total output sektor i di wilayah I Sisa Indonesia

3.3.6. Rancang Bangun Model

Pengembangan pemodelan spasial dinamik dilakukan dengan terlebih dahulu mengkaji berbagai model yang telah ada. Kajian ini dibagi ke dalam tiga kategori yakni mode ekonomi, model ekologi, dan model sosial berdasarkan pembangunan berkelanjutan. Budiharsono 2008 mengatakan bahwa pembangunan berkelanjutan pada dasarnya mencakup tiga dimensi penting, yakni ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan. Dimensi ekonomi, antara lain berkaitan dengan upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memerangi kemiskinan, serta mengubah pola produksi dan konsumsi ke arah yang seimbang. 96 Dimensi sosial bersangkutan dengan upaya pemecahan masalah kependudukan, perbaikan pelayanan masyarakat, peningkatan kualitas pendidikan, dan lain-lain. Adapun dimensi lingkungan, diantaranya mengenai upaya pengurangan dan pencegahan terhadap polusi, pengelolaan limbah, serta konservasipreservasi sumberdaya alam. Dengan demikian, tujuan Pembangunan Berkelanjutan terfokus pada ketiga dimensi, keberlanjutan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi economic growth, keberlanjutan kesejahteraan sosial yang adil dan merata social progress, serta keberlanjutan ekologi dalam tata kehidupan yang serasi dan seimbang ecological balance. Dalam laporan Brundtland tujuan tersebut dinyatakan lebih rinci, antara lain: menata kembali pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kualitasnya; memenuhi berbagai kebutuhan pokok warga akan pekerjaan, makanan, energi, air, dan sanitasi; menjaga perkembangan penduduk agar tetap seimbang dengan daya dukung lingkungan untuk berproduksi; melakukan konservasi dan menambah sumberdaya yang tersedia; reorientasi penggunaan teknologi dan manajemen risiko; serta mengintegrasikan kebijakan ekonomi dengan kebijakan lingkungan dalam pengambilan keputusan. Guna mencapai tujuan dimaksud maka strategi pembangunan harus memenuhi persyaratan, seperti : sistem politik yang menjamin secara efektif partisipasi warga dalam pengambilan keputusan; system ekonomi dan inovasi teknologi yang mampu menghasilkan surplus secara bekesinambungan; sistem sosial yang menyediakan cara pemecahan secara efektif terhadap permasalahan yang timbul karena ketidakharmonisan dalam pelaksanaan pembangunan; dan system internasional dengan pola berkelanjutan dalam pengelolaan keuangan serta perdagangan. Kondisi berkelanjutan sosial yang mampu mendukung secara penuh kualitas kehidupan yang adil dan sejahtera, sehat, serta produktif bagi semua anggota masyarakat pada masa kini dan masa mendatang merupakan kepentingan utama core business Pembangunan Berkelanjutan. Hal itu diharapkan dapat dicapai dengan cara bertahap reformasi dari pemerintahan yang kini ada menuju pemerintahan baru yang lebih baik Good Governance. Pemerintahan ini melaksanakan Pembangunan Berkelanjutan secara konsisten untuk membrantas kemiskinan poverty eradication dan memelihara daya dukung lingkungan 97 natural resource carrying capacity, sehingga pola produksi dan konsumsi masyarakat dapat berlangsung secara berkelanjutan sustainable basis. Pemantauan atas pembangunan bentuk baru ini perlu dilakukan secara ketat untuk mengetahui dan menilai berhasil atau tidaknya pelaksanaannya dan mendorong pencapaian sasaran yang telah ditentukan. Penilaian difokuskan pada keberhasilan ketiga aspek terkait yang tak terpisahkan, yakni aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hubungan keterkaitan dari sistem digambarkan sebagai sebuah diagram dengan komponen-komponen penyusun entitas yang dibentuk dari 3 sub-sistem, yaitu: sub-sistem sosial, sub-sistem ekonomi, dan sub-sistem ekologi yang saling terkait seperti yang disajikan pada Gambar 6. E K O N O M I E K O L O G I S O S I A L P E N G G U N A A N L A H A N Gambar 6. Hubungan Keterkaitan antara Dimensi Ekonomi, Sosial dan Lingkungan Pemodelan yang akan dibangun mempertimbangkan ketiga dimensi di atas dalam satu kesatuan, sehingga akan ada suatu trade-off antara satu dimensi dengan dimensi lainnya. Pemodelan ini nantinya dapat digunakan untuk 98 menyusun alternatif-alternatif skenario pembangunan yang mendukung terwujudnya proses pembangunan berkelanjutan. Selain mempertimbangkan ketiga dimensi tersebut dalam penyusunan model tersebut juga dikaitkan dengan perubahan-perubahan penatagunaan lahan land use changes akibat adanya pembangunan tersebut.

3.3.4.1. Model Sistem Dinamik

Metode pendekatan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif Eriyatno 1999. Dalam pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal, yaitu: 1 mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah; dan 2 dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan rasional. Pengpenelitian dalam pendekatan sistem seyogyanya memenuhi tiga karakteristik, yaitu: 1 kompleks, dimana interaksi antar elemen cukup rumit; 2 dinamis, dalam arti faktor yang terlibat ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan; dan 3 probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi Eriyatno 1999. Dalam pelaksanaan metode pendekatan sistem diperlukan tahapan kerja yang sistematis. Prosedur analisis sistem meliputi tahapan tahapan sebagai berikut : analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi model dan implementasi Eriyatno, 1999. Secara diagramatik, tahapan analisis sistem disajikan pada Gambar 7. Penggunaan ruang untuk berbagai sektor di dalam wilayah Jabodetabek merupakan sistem yang kompleks dan dinamis. Pembatasan permasalahan dengan menggunakan asumsi-asumsi ilmiah akan dilakukan dalam rangka menyederhanakan sistem perencanaan tata ruang yang kompleks dalam suatu bentuk model. Pembatasan permasalahan akan mulai dilakukan sejak penyusunan skenario penggunaan ruang. Model optimasi akan disimulasi dengan bahasa pemrograman powersim.