Latar Belakang Aplikasi kitosan dengan penambahan esensial oil kunyit sebagai pengawet dan edible coating produk tahu

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permintaan konsumen terhadap makanan dengan kualitas tinggi tanpa pengawet kimia merupakan suatu tantangan bagi industri pangan saat ini. Hal ini mendorong peningkatan usaha bagi penemuan pengawet dan antimikroba alami baru. Termasuk pada bahan pangan yang digolongkan dalam High Perishable Food atau mudah rusak. Tahu merupakan satu diantara produk olahan kedelai yang paling diterima. Nilai gizinya tinggi terutama karena mutu protein dan daya cernanya yang tinggi. Kandungan genistein yang berasal dari kedelai memberikan nilai tambah bagi produk tahu. Genistein termasuk golongan isoflavon, yaitu senyawa estrogenik yang biasanya ditemukan pada tumbuhan. Akan tetapi, tahu merupakan bahan pangan yang perishable sehingga upaya-upaya pengawetan perlu dilakukan. Salah satu cara yang diterapkan secara luas untuk mempertahankan kesegaran tahu oleh pengusaha dan pengecer tahu di Indonesia adalah merebus atau merendam tahu dalam air, dan mengusahakan tahu tetap dalam keadaan basah atau berair selama proses penjualan. Sebaliknya air perendam yang kurang bersih justru akan mempercepat pembusukan, sehingga tahu cepat menjadi asam. Winarno 2004 menyebutkan bahwa penelitian terhadap tahu yang tidak direbus hanya tahan disimpan selama dua hari bila dalam air sumur atau air kran yang bersih. Untuk lebih memperpanjang umur simpan dari tahu tersebut, banyak produsen maupun pengecer tahu menambahkan bahan berbahaya ke dalam air rendaman, seperti formalin. Penggunaannya secara luas telah diketahui sejak tahun 1970 hingga tahun 2006. Penelitian Badan POM terhadap 700 sampel produk yang diambil dari Jawa, Sulawesi, dan Lampung menunjukkan bahwa 56 produk tersebut menggunakan formalin Anonim 2006. Pemakaian formalin pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia. Formalin yang bersifat racun tersebut tidak termasuk dalam daftar bahan tambahan makanan additive pada Codex Alimentarius, maupun yang dikeluarkan oleh Depkes. Jadi, penggunaan formalin termasuk yang dilarang dalam makanan. Kerusakan tahu tersebut berkaitan erat dengan aktivitas mikroorganisme. Kerusakan tahu dapat tergantung dari beberapa faktor antara lain: 1 adanya bakteri yang tahan panas seperti golongan termodurik, 2 adanya kontaminan yang mengkontaminasi tahu selama proses pembuatan sampai tahu siap dikonsumsi, 3 suhu penyimpanan, dan 4 adanya enzim tahan panas yang dihasilkan oleh golongan bakteri tertentu Shurtleff dan Aoyagi 1979. Hal ini terbukti dari penelitian No et al. 2002 dengan mengisolasi tujuh bakteri dari tahu rusak yang diidentifikasi sebagai Bacillus sp. S08, B. megaterium S10, B. cereus S17, S27, S28, S32, dan Enterobacter sakazakii S35. Berdasarkan hal tersebut, berbagai upaya dilakukan untuk menggantikan formalin dengan penggunaan pengawet bahan alami seperti penggunaan kitosan. Kitosan telah diuji coba dan digunakan untuk produk pangan seperti mayonise Oh et al. 2000 yang dimaksudkan untuk menghambat pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan mayonise antara lain Lactobacillus plantarum, Lactobacillus fructivorans dan Zygosaccharomyces baili. Selain itu kitosan juga digunakan pada buah-buahan Noh et al. 2000, jus Rhoades dan Roller 2000, mie basah Oh et al. 2000. Di Indonesia kitosan telah diujicobakan dan digunakan untuk mengawetkan berbagai produk pangan salah satunya produk tahu, namun hanya bertahan selama 24 jam jika disimpan pada suhu ruang sedangkan jika disimpan pada suhu 4 o C dapat mencapai 4 hari masa simpan Hardjito 2006 Usaha peningkatan daya hambat kitosan terhadap mikroba juga telah dilakukan, misalnya dengan penambahan bahan lain. Kombinasi penggunaan kitosan dengan bahan alam ekstrak alami tanaman pesisir Pemphis sp berhasil meningkatkan daya hambat kitosan terhadap S. aureus sekitar 2 kali lipat Hardjito 2006. Pada penelitian ini akan diujikan penambahan esensial oil dari ekstrak curcuma longa kunyit yang juga diketahui memiliki karakteristik antimikroba. Menurut Negi et al. 1999 bahwa aktivitas antibakteri dari esensial oil kunyit dapat menghambat pertumbuhan Bacillus cereus, Bacillus coagulans, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa. Dimana senyawa yang paling banyak terkandung adalah ar-Turmerone, turmerone, dan curlone. Kombinasi antara kitosan dan esensial oil ini diharapkan dapat bersifat sinergis dalam menghambat pertumbuhan mikroba dan sekaligus memberikan karakteristik fisik yang tetap baik pada produk tahu. Pembentukan karakteristik fisik tahu terutama berhubungan dengan sifat dari kitosan yang dapat membentuk gel. Ini juga didasarkan pada penelitian Chang et al. 2002 yang membuktikan bahwa kitosan memberikan pengaruh terhadap pembentukan gel pada tahu dimana kekuatan gel meningkat dan memperpanjang masa simpannya pada tingkat derajat deasetilasi tertentu. Kemampuan kitosan dalam membentuk film juga telah banyak diteliti. Kitosan sebagai film biodegradable yang digunakan untuk mengemas mangga yang disimpan dengan teknik modifikasi atmosfer dapat memperpanjang masa simpan hingga 9 hari dibanding tanpa menggunakan kitosan Srinivasa et al. 2002. Dalam penelitian Dong et al. 2003 melaporkan bahwa penggunaan kitosan sebagai peng-coating pada buah leci kupas dapat meningkatkan kualitas dan memperpanjang masa simpan dengan menekan kehilangan berat dan penurunan kualitas rasa. Penggunaan kitosan untuk mengemas bahan pangan tersebut merupakan suatu inovasi dengan menggunakan konsep kemasan aktif biodegradabel. Dimana kemasan yang dikembangkan ini memiliki kemampuan untuk mengurangi ataupun menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan makanan. Durango et al. 2005 mengatakan bahwa edible film dengan berbahan dasar kitosan yang dicampurkan bahan lain Dioscorea alata mampu menghambat pertumbuhan mikroba Salmonella enteridis. Oleh karena itu, selain penggunaan kitosan sebagai bahan campuran koagulan produk tahu maka akan dilakukan pula pengujian penggunaan kitosan yang diperkaya dengan esensial oil sebagai bahan edible coating.

1.2 Tujuan penelitian