35
Berdasarkan kriteria kekasaran Manning, nilai kekasaran saluran tersebut berkisar antara 0.04 sampai 0.045 Tabel 8.
Lebar dasar saluran dan talud pada daerah hulu dan tengah diperoleh dari pengukuran penampang melintang beberapa penggalan sungai, sedangkan pada
daerah hilir diperoleh dari pengukuran yang dilakukan oleh Departemen PU Dirjen Pengairan 1998. Lebar dasar saluran pada daerah hulu, tengah dan hilir
masing- masing berkisar antara 7.5 sampai 10 m, 12 sampai 18.4 m dan 18.6 sampai 19.7 m. Talud berkisar antara 0.7 sampai 1.2 m m
-1
. Tabel 8. Data Saluran pada masing- masing jangkauan di DAS Separi.
Jangkauan Panjang
m Ss
m m
-1
Bentuk W
m Z
m m
-1
N 1
3 100 0.010 Trapezoid
7.5 0.7 0.043
2 3 264
0.002 Trapezoid 10.0
0.8 0.043 3
3 513 0.003 Trapezoid
12.0 0.9 0.040
4 6 370
0.002 Trapezoid 14.7
0.9 0.043 5
4 551 0.002 Trapezoid
17.3 1.0 0.045
6 793
0.004 Trapezoid 18.4
1.0 0.040 7
1 227 0.002 Trapezoid
19.0 1.0 0.040
8 970
0.003 Trapezoid 18.6
1.2 0.040 9
4 320 0.003 Trapezoid
19.7 1.2 0.040
Keterangan: Ss: kemiringan saluran, , W : lebar bawah, Z : talud dan N : kekasaran saluran Manning
: Sumber Departemen PU Dirjen Pengairan 1998.
5.1.4. Kalibrasi
Tujuh pasangan kejadian hujan- hidrograf penguk uran dengan interval satu jam digunakan dalam penelitian ini. Data hujan digunakan sebagai masukan
komponen time series data manager pada model HEC-HMS sedangkan hidrograf pengukuran digunakan untuk kalibrasi. Spesifikasi hujan yang digunakan
memiliki kedalam antara 13.2 sampai 88.6 mm Tabel 9. Hidrograf aliran permukaan hidrograf aliran diperoleh dari pemisahan
hidrograf antara aliran permukaan dan aliran dasar. Parameter hidrograf aliran dari tujuh kejadian hujan tersebut adalah sebagai berikut: waktu puncak 18 sampai 100
jam, debit puncak 11.7 sampai 60.7 m
3
det
-1
dan volume aliran permukaan 998.1 10
3
sampai 11 928.7 10
3
m
3
.
36
Tabel 9. Kejadian hujan dan karakteristik hidrograf pengukuran. No
Tanggal Hujan
mm AMC
Parameter Hidrograf Tp
jam Qp
m
3
det
-1
Volume 10
3
m
3
1. 6 Februari
61.0 II
18.0 48.0
10 099.8 2.
6 maret 67.8
II 25.0
60.7 6 422.5
3. 20 Maret
43.4 III
19.0 36.8
7 346.3 4.
20 Juni 13.2
III 29.0
12.6 1 238.2
5. 18 Juli
37.2 I
26.0 11.7
998.1 6.
22 Juli 88.6
II 100.0
39.9 11 928.7
7. 23 Oktober
35.4 II
28.0 25.2
3 007.4 Hidrograf aliran model hasil prediksi yang dihasilkan dari masukan tujuh
kejadian hujan dan parameter model HEC-HMS adalah sebagai berikut: waktu puncak sebesar 17 sampai 86 jam, debit puncak 7.2 sampai 60.1 m
3
det
-1
dan volume aliran permukaan 953.7 10
3
sampai 11 507.1 10
3
m
3
Tabel 10. Tabel 10. Parameter hidrograf hasil model untuk masing- masing kejadian hujan.
No Tanggal
Parameter Hidrograf Tp
jam Qp
m
3
det
-1
Volume 10
3
m
3
1. 6 Februari 2007
19.0 51.3
6 290.6 2.
6 Maret 2007 26.0
56.9 6 010.0
3. 20 Maret 2007
20.0 42.3
6 073.4 4.
20 Juni 2007 29.0
7.2 953.7
5. 18 Juli 2007
28.0 12.1
1 233.2 6.
22 Juli 2007 86.0
43.0 11 507.1
7. 23 Oktober 2007
17.0 25.4
3 053.0 Koefisien efisiensi E yang dihasilkan dari kalibrasi antara parameter
hidrograf hasil prediksi dengan hidrograf pengukuran untuk waktu puncak, debit puncak dan volume aliran permukaan berturut-turut sebesar 0.93, 0.95 dan 0.84.
Menurut kriteria Nash-Sutcliffe, nilai E yang lebih dari 0.7 tergolong sangat tinggi. Tabel 11 menyajikan perbandingan parameter hidrograf hasil prediksi
model dengan hasil pengukuran. Perbandingan hidrograf pengukuran dan model tanggal 6 Maret 2007 disajikan pada Lampiran 9.
Koefisien determinasi R
2
untuk waktu puncak, debit puncak dan volume aliran permukaan berturut-turut sebesar 0.97, 0.95 dan 0.91 Gambar 11, dimana
besarnya variabel prediksi model y meningkat dengan meningkatnya variabel hasil pengukuran x. Pada Gambar 11, terlihat pencaran data berada pada sekitar
garis diagonal garis x = y. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nilai-
37
nilai parameter yang digunakan dalam model HEC-HMS cukup akurat untuk memprediksi aliran permukaan di DAS Separi.
Tabel 11. Perbandingan parameter hidrograf aliran permukaan antara model dengan hasil pengukuran.
No Tanggal
Hujan mm
Pengukuran Model
Tp jam
Qp m
3
det
-1
Volume 10
3
m
3
Tp jam
Qp m
3
det
-1
Volume 10
3
m
3
1. 6 Februari
61.0 18.0
48.0 10 099.8
19.0 51.3
6 290.6 2.
6 maret 67.8
25.0 60.7
6 422.5 26.0
56.9 6 010.0
3. 20 Maret
43.4 19.0
36.8 7 346.3
20.0 42.3
6 073.4 4.
20 Juni 13.2
29.0 12.6
1 238.2 29.0
7.2 953.7
5. 18 Juli
37.2 26.0
11.7 998.1
28.0 12.1
1 233.2 6.
22 Juli 88.6
100.0 39.9
11 928.7 86.0
43.0 11 507.1
7. 23 Oktober
35.4 28.0
25.2 3 007.4
17.0 25.4
3 053.0
Secara umum, hidrograf hasil prediksi cocok dengan hidrograf pengukuran, walaupun cenderung memiliki waktu puncak yang lebih cepat pada curah hujan
yang berdurasi panjang. Menurut Irianto 2000, adanya penyimpangan terhadap waktu puncak disebabkan karena penyederhanaan DAS, yang menyebabkan
adanya perbedaan kemiringan sungai, panjang sungai dan faktor- faktor lain yang mempengaruhi waktu puncak.
Selain itu, volume aliran permukaan hasil prediksi juga cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil pengukuran. Hal ini diduga disebabkan
oleh dua faktor, yaitu 1 distribusi masukan hujan tidak merata di DAS Separi dan 2 kurang akuratnya metode bilangan kurva-SCS dalam memperkirakan
volume aliran permukaan. Distribusi hujan yang tidak merata disebabkan karena hujan mengandung
variabilitas ruang dan waktu yang sangat tinggi. Menurut Made 1987 dalam Harto, 2000, khusus untuk daerah tropik, hujan memiliki ‘lingkaran pengaruh’
cicrle of influence yang sangat sempit, sedangkan pada umunya, analisis hidrologi dilakukan untuk luasan yang cukup besar, sehingga kejadian hujan
merata pada DAS yang luas seperti DAS Separi hampir tidak pernah ada. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji berganda uji berpasangan curah hujan harian tahun
2001-2005 antara stasiun Separi dan stasiun Marangkayu yang menghasilkan koefisien korelasi R
2
yang sangat rendah, yaitu sebesar 0.12.
38
10 20
30 40
50 60
70
0.0 10.0
20.0 30.0
40.0 50.0
60.0 70.0
Qp Pengukuran m3det Qp Prediksi m3det
2000 4000
6000 8000
10000 12000
14000
2000 4000
6000 8000
10000 12000
14000
Volume Pengukuran 1000 m3 Volume Prediksi 1000 m3
Gambar 11. Grafik Hubungan antara Parameter Hasil Prediksi dengan Pengukuran pada Masing-Masing Kejadian Hujan : Waktu Puncak A, Debit
Puncak B dan Volume Aliran Permukaan C. B
A
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Tp Pengukuran jam Tp Prediksi jam
C
R
2
= 0.97
R
2
= 0.95
R
2
= 0.91 E = 0.93
E = 0.95
E = 0.84
A
39
Selain hujan, faktor lainnya adalah penggunaan metode Bilangan Kurva dalam model HEC-HMS. Seperti diutarakan sebelumnya, BK digunakan untuk
memperkirakan jumlah hujan yang menjadi aliran permukaan. Kaitannya dengan hal ini, Chahinian et al. 2004 telah melakukan pengujian tiga metode infiltrasi
yaitu Horton, Phillips dan Morel Sytoux’s dan metode Bilangan Kurva-SCS terhadap kejadian banjir menggunakan 28 kejadian hujan. Hasilnya menunjukan
bahwa metode Bilangan Kurva memberikan akurasi yang paling rendah bila dibandingkan dengan ketiga metode lainnya. Selain itu, metode infiltrasi secara
umum baik dalam memperkirakan aliran permukaan selama kejadian hujan event sedangkan metode Bilangan Kurva lebih banyak digunakan untuk
memperkirakan aliran permukaan dalam satuan hari Kottegoda et al., 2000. Walaupun metode infiltrasi memberikan hasil yang lebih akurat daripada metode
Bilangan Kurva, terdapat penambahan parameter untuk metode infiltrasi Smemoea et al., 2004. Oleh sebab itu, metode Bilangan Kurva lebih banyak
digunakan dalam memprediksi volume aliran permukaan Irianto, 2000; Fakhrudin, 2003; Knebl et al., 2005; McColl Agget, 2007.
5.2. Perubahan Penggunaan Lahan DAS Separi