Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Iklim

12 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, dimulai dari Bulan Maret sampai Juni 2009. Lokasi yang dipilih adalah DAS Separi, terletak di 00 o 04’48’’- 00 o 21’36’’ LS dan 117 o 07’48’’-117 o 16’12’’ BT. Menurut administrasi pemerintahan, lokasi studiDAS Separi sebagian besar terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur. Lokasi DAS Separi disajikan pada Gambar 1.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta tanah skala 1:50 000, peta Rupa Bumi Indonesia tahun 1991 skala 1:50 000, data DEM Digital Elevation Model SRTM Shuttle Radar Thopography Mission, Citra Landsat TM tahun 2001 dan 2007, GPS Global Positioning System, clinometer, kompas, meteran, komputer dengan perangkat lunak Erdas Imagine versi 8.6, ArcGIS versi 9.2, WMS versi 7.0 dan HEC-HMS versi 3.0.1.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada tahap penelitian berikut: 1 pengumpulan data, 2 pembangkitan parameter model HEC-HMS, 3 pemisahan hidrograf aliran, 4 kalibrasi model, 5 penyusunan skenario penggunaan lahan, dan 6 simulasi model. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 2.

3.3.1. Pengumpulan Data

Data primer diperoleh melalui pengukuran dan pengamatan di lapangan, meliputi: geometri sungai, parameter kekasaran saluran, teknik pertanian dan kondisi hidrologi tanah pada beberapa jenis penggunaan lahan. Data sekunder didapatkan dari data yang dikumpulkan oleh peneliti sebelumnya atau oleh instansi terkait, meliputi: penggunaan lahan, jenis tanah, jaringan sungai, curah hujan dan tinggi muka air. Data curah hujan diperoleh dari stasiun hujan Separi, 13 Bayur, Marang Kayu dan Tanjung Santan. Sedangkan data tinggi muka air diperoleh dari stasiun pengamat tinggi muka air Separi. Status penggunaan lahan tahun 1991 diperoleh dari peta rupa bumi tahun 1991, sedangkan status penggunaan lahan tahun 2001 dan 2007 diperoleh melalui klasifikasi citra landsat TM tahun 2001 dan 2007 dengan metode klasifikasi terbimbing. Gambar 1. Peta Lokasi DAS Separi. 14 Gambar 2. Diagram Alir Penelitian

3.3.2. Pembangkitan Parameter Model Bilangan Kurva Aliran Permukaan

Bilangan Kurva BK merupakan pengaruh bersama penggunaan lahan, tanah, kondisi hidrologi dan kandungan air tanah sebelumnya. Dalam menetapkan bilangan kurva ini, SCS mengelompokkan tanah ke dalam empat kelompok hidrologi Hydrology Soil Group-HSG yang ditandai dengan huruf A, B, C dan D. Sifat-sifat tanah yang bertalian dengan keempat kelompok tersebut adalah adalah sebagai berikut: Peta Tanah, Peta Rupa Bumi Indonesia, citra landsat, DEM SRTM Hujan Pemisahan hidrograf Kalibrasi Pengumpulan data Pembangkitan Parameter model Bilangan Kurva Waktu tenggang Geometri sungai Hidrograf aliran pengamatan Hidrogra f model Hidrograf aliran permukaan pengamatan Simulasi Model E0.7 E 0.7 Pengukuran geometri sungai 15 Kelompok A : Pasir dalam, loess dalam, debu beragregat Kelompok B : loess dangkal, lempung berpasir Kelompok C : Lempung berliat, lempung berpasir dangkal, tanah berkadar organik rendah, dan tanah-tanah berkadar liat tinggi Kelompok D : tanah-tanah yang mengembang secara nyata jika basah, liat berat, plastis, dan tanah-tanah saline tertentu. Kelompok hidrologi tanah tersebut ditentukan oleh sifat-sifat tanah dari peta tanah semi detail skala 1: 50 000. Selanjutnya BK ditetapkan dengan membuat Hydrology Response Unit HRU yang dihasilkan dari tumpang susun antara peta penggunaan lahan dan peta kelompok hidrologi tanah. Nilai BK untuk masing- masing HRU selanjutnya ditentukan dengan menggunakan tabel BK-SCS Lampiran 1. Pada tahap ini, dihasilkan peta BK standar SCS. Metode BK-SCS dalam perhitungannya tidak melibatkan pengaruh kemiringan terhadap hasil aliran permukaan. Menurut Huang 2006 dalam Ebrahimian et al., 2009, kemiringan yang lebih dari 5 perlu memasukkan faktor lereng dalam perhitungan BK. Untuk memasukkan faktor kemiringan, dilakukan tumpang susun antara peta kelas lereng dan peta BK. Adapun peta BK- disesuaikan kemiringan diperoleh dengan mengalikan nilai BK dengan konstanta yang diperoleh dari persamaan 6 Huang, 2006 dalam Ebrahimian et al., 2009: 6 dimana K adalah konstanta untuk BK dan α adalah kemiringan lahan m m -1 . Teori di atas memiliki asumsi bahwa BK diperoleh dari tabel standar BK-SCS pada kemiringan 5. Nilai BK rata-rata setiap Sub DAS dihitung menggunakan persamaan 7: 7 dimana BK adalah nilai bilangan kurva rata-rata sub DAS, Ai adalah luas setiap poligon, BKi adalah bilangan kurva dari setiap poligon dan A adalah luas Sub DAS. Setelah memperoleh nilai BK-disesuaikan kemiringan, langkah berikutnya adalah menghitung retensi potensial S. Nilai S dihitung untuk setiap poligon A BKi Ai BK i . ∑ = 52 . 323 63 . 15 79 . 322 + + = α α K 16 menggunakan persamaan 4. Selanjutnya, abstraksi awal dihitung menggunakan persamaan 5. Waktu Tenggang Basin Lag Hidrograf aliran setiap sub DAS diperoleh menggunakan metode sintetik unit hidrograf Snyder. Teori Synder didasarkan pada asumsi bahwa pengalihragaman hujan menjadi hidrograf ditentukan oleh beberapa parameter DAS yang dapat diukur dan didasarkan pada kondisi hidrologi DAS. Untuk menghasilkan hidrograf pada setiap sub DAS, dibutuhkan masukan berupa waktu tenggang Tp serta koefisien puncak Cp. Nilai Cp berkisar antara 0.4-0.8 Harto, 2000. Tp diperoleh dengan persamaan yang telah dibuat oleh Los Angeles District, USACE 1994 dalam US Army Corps of Engineers-Hydrologic Engineering Center, 2000 seperti berikut: 8 dimana Tp adalah waktu tenggang yaitu beda waktu antara tengah-tengah hujan efektif dan debit puncak jam; L c adalah panjang sungai dari titik kontrol outlet sampai titik berat DAS mil; L adalah panjang sungai dari titik kontrol sampai batas DAS di hulu mil; C t adalah koefisien yang tergantung pada unit dan karakteristik drainase DAS; S adalah kemiringan umum sungai, yang diukur dari titik kosentrasi ke batas drainase DAS; dan N adalah eksponen, biasanya diambil 0,33. Nilai L, L c dan S dibangkitkan dari analisis data DEM SRTM. Geometri dan Kekekasaran Saluran Penelusuran aliran adalah cara matematik yang digunakan untuk melacak aliran melewati sistem hidrologi guna memperkirakan perubahan besaran, kecepatan dan gelombang sebagai fungsi waktu di satu atau beberapa titik di sungai Chow, 1998; Fread, 1993 dalam Harto, 2000. Metode yang digunakan untuk parameter ini adalah metode gelombang kinematik. Masukan yang dibutuhkan untuk metode gelombang kinematik adalah panjang saluransungai untuk setiap jangkauan reach, kemiringan saluran, koefisien kekasaran saluran Manning, dan geometri saluran bentuk, lebar dasar, dan talud. Geometri saluran dan koefisien kekasaran Manning diperoleh dari N S LLc Ct Tp     = 17 pengukuran dan pengamatan lapangan. Koefisien kekasaran Manning ditentukan dengan menggunakan tabel kekasaran Manning lampiran 4. Panjang saluran diperoleh dari data jaringan sungai yang diperoleh dari analisis DEM SRTM. Adapun kemiringan saluran dihitung dengan persamaan: 9 dimana Ss adalah kemiringan saluran m m -1 , Ku adalah ketinggian hulu saluran, Ki adalah ketinggian hilir saluran dan Ls adalah panjang saluran m. Untuk mempermudah permodelan, dibuat Element Network model HEC- HMS untuk DAS Separi Gambar 3. 3.3.3. Pemisahan Hidrograf Aliran Hidrograf aliran diperoleh dari konversi data tinggi muka air di outlet DAS dengan persamaan kurva lengkung debit rating curve. Persamaan kurva lengkung debit di outlet DAS Separi telah dibuat oleh Hakim 2008 sebagai berikut: Q = 10.599 5100-HON1000 1.4874 10 dimana Q adalah debit aliran m 3 detik -1 , HON adalah selisih antara AWLR dan tinggi muka air mm. Hidrograf aliran dianalisis berdasarkan pasangan data curah hujan dan debit aliran sungai. Komponen hidrograf aliran aliran sungai terdiri dari aliran permukaan, aliran antara dan aliran dasar. Dalam penelitian ini, untuk lebih menyederhanakan, ketiga komponen tersebut dijadikan dua komponen, dengan mengandaikan aliran permukaan dan aliran antara menjadi satu komponen, yang disebut aliran permukaan. Dengan asumsi ini, maka hidrograf hanya terdiri dari dua komponen saja, yaitu aliran permukaan dan aliran dasar. Pemisahan hidrograf antara aliran permukaan dan aliran dasar me nggunakan metode garis lurus straight line method Gambar 4. Langkah- langkah pemisahan hidrograf pada Gambar 4 adalah sebagai berikut: 1 Waktu dan debit aliran sungai diplot ke dalam grafik, dengan sumbu datar adalah waktu dan sumbu tegak adalah debit aliran. Sumbu tegak menggunakan skala logaritmik. Ls Ki Ku Ss − = 18 2 Titik resesi B merupakan akhir hidrograf yang penurunannya konstan yang ditandai dengan ekor hidrograf yang berbentuk garis lurus. 3 Selanjutnya ditarik garis lurus yang menghubungkan titik awal hirograf A dengan titk resesi B. Aliran dasar adalah debit yang berada di bawah garis lurus tersebut. 4 Aliran permukaan diperoleh dari pengurangan aliran sungai dengan aliran dasar. Gambar 3. Skema Element Network model HEC-HMS untuk DAS Separi. Sub DAS Percabangan Reach Penghubung Keterangan: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 19 s Gambar 4. Cara Pemisahan Hidrograf Metode Garis Lurus.

3.3.4. Kalibrasi

Kalibrasi model adalah proses penyesuaian nilai paramater model sampai hasil simulasi cocok dengan data pengukuran Garcia et al., 2008. Kalibrasi model dengan data hasil pengukuran adalah sebuah langkah yang penting dalam membuat representasi DAS yang dapat dipercaya Knebl et al., 2005. Parameter DAS yang telah dikemukakan sebelumnya mungkin perlu dimodifikasi untuk menghasilkan hidrograf yang paling sesuai antara model dan pengukuran. Metode kalibrasi yang digunakan adalah koefisien efisiensi Nash-Sutcliffe. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut Nash Sutcliffe dalam Garcia et al., 2008: 11 dimana EST i adalah aliran permukaan yang dihasilkan oleh model, REC i adalah aliran permukaan hasil pengukuran, REC adalah rata-rata aliran permukaan hasil pengukuran.             − − − = ∑ ∑ = = n i i n i i i REC REC REC EST E 1 2 2 1 1 1 10 100 1000 10000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Waktu jam Debit m3det A B 20 Nilai koefisien efisiensi Nash-Sutctlife menunjukkan tingkat akurasi model, dimana nilai E0.5 adalah tingkat akurasi rendah, 0.5E0.7 adalah tingkat akurasi tinggi dan E0.7 adalah tingkat akurasi sangat tinggi Garcia et al., 2008. Model dikalibrasi dengan pasangan data hujan-debit aliran permukaan pada tahun 2007. Parameter hidrograf yang dibandingkan adalah debit puncak, waktu debit puncak dan volume aliran permukaan. Jika model memiliki akurasi yang sangat tinggi, maka bisa digunakan untuk menge valuasi perubahan respon hidrologi disebabkan modifikasi penggunaan lahan.

3.3.5. Penyusunan Skenario Penggunaan Lahan Proyeksi Penggunaan Lahan Tahun 2013 Skenario 1

Pada skenario 1 alokasi penggunaan lahan disusun berdasarkan status perubahan penggunaan lahan dari tahun 19912001 dan tahun 20012007. Analisis trend dilakukan untuk memperoleh pola perubahan setiap jenis penggunaan lahan. Selanjutnya, dilakukan proyeksi penggunaan lahan di DAS Separi untuk tahun 2013. Skema alokasi penggunaan lahan skenario 1 adalah penambahan luas suatu penggunaan lahan proporsional dengan penurunan luas penggunaan lahan lainnya. Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung Skenario 2 Pada skenario 2 alokasi penggunaan lahan disusun berdasarkan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengalolaan Kawasan Lindung. Gambar 5 menyajikan penentuan kawasan lindung berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut. Langkah pertama dalam penentuan kawasan lindung adalah standarisasi nilai untuk menghilangkan perbedaan satuan yang dimiliki oleh kriteria-kriteria tersebut. Area yang memiliki kriteria yang harus dilindungi diberi nilai 1 dan area lain di luarnya diberi nilai 0. Langkah kedua, seluruh kriteria yang telah distandarisasi ditumpang susun menggunakan metode weigted overlay. Hasil dari tumpang susun tersebut adalah peta kawasan lindung. Setelah dihasilkan peta kawasan lindung, selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap penggunaan lahan tahun 2007 existing land use dengan cara menumpang susun peta kawasan lindung dengan peta penggunaan lahan tahun 2007. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengunaan lahan non- hutan yang 21 berada pada kawasan lindung. Skema alokasi penggunaan lahan skenario 2 adalah kawasan semak belukar, alang-alang dan tanah terbuka yang berada pada kawasan lindung dirubah menjadi hutan. Sehingga pada skenario ini terjadi penambahan luas hutan yang proporsional dengan penurunan luas semak belukar, alang-alang dan tanah terbuka. Gambar 5. Kriteria kawasan lindung berdasarkan Keppres No 32 tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Kelas Kemampuna Lahan Skenario 3 Pada Skenario 3 penggunaan lahan disusun berdasarkan evaluasi kemampuan lahan. Untuk menentukan kelas kemampuan, pertama-tama dibuat peta satuan lahan homogen SLH. SLH diperoleh dengan melakukan tumpang susun peta tanah dan peta kelas lereng. Tahap selanjutnya, menentukan kelas kemampuan lahan untuk masing- masing SLH menggunakan kriteria yang dikembangkan oleh Klingebiel dan Montgometru yang dimodifikasi oleh Arsyad 2006. Kriteria klasifikasi kemampuan lahan disajikan pada tabel 2 dan penjelasan kriteria tersebut disajikan pada La mpiran 5. Pada penelitian ini, hanya ditekankan pada enam faktor penghambat yang digunakan, yaitu lereng, tekstur lapisan atas, kepekaan erosi, kedalaman tanah, drainase dan permeabilitas. Selanjutnya, dilakukan evaluasi kemampuan lahan terhadap penggunaan lahan tahun 2007. Evaluasi kemampuan lahan bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara penggunaan lahan yang ada di DAS Separi dengan kelas Kesesuaian lahan untuk kawasan lindung Slope Elevasi Tanah Sempadan sungai 45 2000 m Regosol slope 15 Litosol slope 15 100 m di kiri dan kanan sungai 22 kemampuan lahan. Dari hasil evaluasi kemampuan lahan tersebut, disusun skema alokasi penggunaan lahan untuk skena rio 3. Tabel 2. Kriteria klasifikasi kemampuan lahan Arsyad, 2006. No Faktor Penghambat Kelas Kemampuan lahan I II III IV V VI VII VIII 1 Tekstur Lapisan atas t 1 ,t 2 ,t 3 t 1 ,t 2 ,t 3 t 1 ,t 2 ,t 3 ,t 4 t 1 ,t 2 ,t 3 ,t 4 t 1 ,t 2 ,t 3 ,t 4 t 1 ,t 2 ,t 3 ,t 4 t 5 2 Tekstur Lapisan bawah t 1 ,t 2 ,t 3 t 1 ,t 2 ,t 3 t 1 ,t 2 ,t 3 ,t 4 t 1 ,t 2 ,t 3 ,t 4 t 1 ,t 2 ,t 3 ,t 4 t 1 ,t 2 ,t 3 ,t 4 t 5 3 Lereng permukaan A B C D E F G 4 Drainase d 1 d 2 d 3 d 4 d 5 5 Kedalaman tanah k k 1 k2 k 3 6 Kepekaan erosi KE 1 , KE 2 KE 3 KE 4 ,KE 5 KE 6 7 Banjir O O 1 O 2 O 3 O4 8 Kerikilbatuan b b b 1 b 2 b 3 b 4 9 Permeabilitas P 2 ,P 3 P 2 ,P 3 P 2 ,P 4 P 2 ,P 4 P 1 P 5 Keterangan: : dapat mempunyai sembarang sifat faktor penghambat dari kelas yang lebih rendah. : tidak berlaku

3.3.6. Simulasi Model

Simulasi uji sensitifitas dilakukan apabila model HEC-HMS telah memiliki akurasi yang tinggi untuk DAS Separi. Analisis perubahan penggunaan lahan terhadap respon hidrologi DAS tujuan pertama dilakukan dengan simulasi model berdasarkan kondisi penggunaan lahan tahun 1991, 2001 dan 2007. Selanjutnya, hidrograf hasil model pada penggunaan lahan pada tahun 2007 dan 2001 dibandingkan dengan hidrograf hasil model pada penggunaan lahan tahun 1991. Simulasi model menggunakan skenario penggunaan lahan yang telah dibuat dilakukan untuk memperoleh penggunaan lahan yang paling baik dalam menurunkan aliran permukaan tujuan kedua. Dalam melakukan simulasi diasumsikan semua parameter model tetap kecuali parameter yang inputnya terkait dengan penggunaan lahan. Parameter-parameter masukan model yang berhubungan dengan penggunaan lahan dirubah sesuai dengan kondisi peggunaan lahan tersebut. 23 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1. Iklim

Stasiun hujan yang terdapat di DAS Separi adalah stasiun hujan Separi. Mempertimbangkan luas DAS Separi yang besar, penggunaan stasiun hujan ini dirasa masih belum memenuhi standar. Oleh sebab itu, digunakan stasiun hujan lainnya yang lokasinya berdekatan dengan DAS Separi, yaitu stasiun hujan Bayur, Marangkayu dan Tanjung Santan. Rata-rata curah hujan wilayah untuk DAS Separi diperoleh menggunakan metode poligon thiessen berdasarkan empat stasiun hujan tersebut. Asumsi yang digunakan adalah tidak terdapat pengaruh orografik terhadap distribusi curah hujan dari masing- masing stasiun. Hal ini dikarenakan elevasi di daerah ini tidak terlalu berbeda, dengan elevasi tertinggi sebesar 250 m dpl. Berdasarkan data hujan tahun 2001-2005, tipe iklim menurut klasifikasi Schmitd-Ferguson 1951 pada stasiun Separi dan Tanjung Santan adalah tipe B basah, stasiun Marangkayu adalah tipe A sangat basah. Penyebaran bulan basah 100 mm adalah pada Bulan Januari sampai Juni dan September sampai Desember, sedangkan bulan kering 60 mm terjadi pada Bulan Agustus. Rata- rata hujan tahunan sebesar 1 979 mm. Rata-rata hari hujan sebanyak 148 hari dan rata-rata curah hujan harian sebesar 14.55 mm.

4.2. Karakteristik Morfologi DAS