oleh orang lain. Akan tetapi, informan berusaha untuk memaknai dan menjadikan pengalamannya tersebut sebagai hal
positif, yaitu sebagai suatu pelajaran hidup dan bahan introspeksi serta motivasi untuk memperbaiki diri dan berubah
menjadi lebih baik.. Demikian penyataan yang diungkapkan informan:
“Ya pengalaman saya sih buruk
karna saya dinilai negatif sama orang, tapi pengalaman itu bisa dijadikan pelajaran hidup yang
bisa saya pelajari. Ehm kalau saya sih sabar aja, menerimanya dengan lapang dada..kalau saya sih terus ngaca aja. Ya
sebenarnya saya sih selalu menganggap omongan-omongan dari mereka itu sebagai suatu motivasi untuk memperbaiki diri,
suatu peringatan gitu loh..apa supaya kita sadar
” Informan 3, 75-76 dan 121-126
4. Informan 4
a. Deskripsi Informan 4
Informan penelitian merupakan seorang remaja putra yang berusia 17 tahun. Informan adalah seorang siswa kelas 3 SMA yang
bersekolah di SMA Bopkri 2 Yogyakarta. Salah seorang sahabatnya memandang informan sebagai sosok yang punya semangat yang
tinggi, keras, tegas, bisa menempatkan diri, dan mudah marah. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, dapat diketahui
bahwa informan merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Kakak laki-laki pertama informan sudah meninggal, sehingga kini
ia hanya memiliki seorang kakak dan adik perempuan. Kakak perempuan informan merupakan seorang mahasiswi yang berusia 20
tahun, sementara itu adik perempuan informan yang berusia 14 tahun kini duduk di bangku kelas 3 SMP. Sementara itu, ayah
informan merupakan seorang pegawai swasta dan ibu informan merupakan seorang ibu rumah tangga. Informan dan keluarganya
berasal dari suku Tionghoa dan menganut agama Kristen Protestan. Terkait relasinya dengan orang tua, informan menyatakan bahwa
dibandingkan dulu, kini hubungan dengan orang tuanya sudah membaik karena mereka sudah jarang berkonflik dan komunikasi di
antara mereka sudah lebih baik. Sementara itu, informan mengaku bahwa ia memiliki hubungan yang kurang dekat dengan kakak dan
adiknya. Informan menyatakan bahwa pada saat ia memiliki masalah, ia lebih memilih untuk bercerita kepada para sahabatnya
dan
sharing
dengan para evangelis gereja dibandingkan dengan keluarganya sendiri.
b. Pengalaman Informan 4 Terkait Label Negatif
Informan mulai mendapat label negatif pada saat SMP, dimana hal itu bermula ketika informan menendang teman
sekelasnya di hadapan guru dan teman-teman sekelasnya karena temannya tersebut meletakkan tisu-tisu bekas ke dalam laci
informan. Sifat pemarah informan tersebut akhirnya membuat teman-teman sekelas dan gurunya menyebutnya pemarah. Selain
pemarah, informan ternyata juga diberi label negatif pemalas dan “
ndableg
” oleh gurunya. Selain diberi label negatif oleh teman dan
gurunya di sekolah, informan ternyata juga diberi label negatif oleh anggota keluarganya. Pada saat di rumah, orang tua informan sering
memberi label negatif pada informan dengan memberi sebutan bodoh,
“
ndableg
”
,
dan kurang ajar. Kakak informan juga cukup sering memberi label negatif seperti
“
ndableg
”
,
bodoh, anak kurang ajar, dan anak yang tidak tahu sopan santun pada informan.
Sedangkan adik informan terkadang memberi label negatif pada informan dengan memberi sebutan kakak yang tidak mengerti
perasaan adiknya atau kakak yang tidak pengertian. Informan mengakui bahwa selama ini ia memberikan reaksi
atau respon yang relatif berbeda pada orang-orang yang memberinya label negatif, seperti diam, bersikap cuek, berpura-pura
mendengarkan dan berjanji untuk berubah, memilih untuk melakukan “kontak fisik”, dan membalas orang yang memberinya
label negatif dengan memberinya label negatif. Menurut informan, ada beberapa hal yang menyebabkan
significant others
memberikan label negatif kepadanya. Alasan pertama adalah kebencian orang
lain terhadap informan. Kedua adalah sikap atau perilaku informan yang di luar dugaan orang lain, seperti informan melakukan hal
negatif di luar kebiasaan positifnya. Alasan ketiga adalah informan tidak dapat menangkap maksud dari pembicaraan orang tua dengan
baik.
Pemberian label negatif dari
significant others
membuat informan merasakan berbagai dampak negatif. Sebagai contoh,
perasaan sakit hati, terbebani, motivasi belajar menurun, motivasi untuk melakukan hal-hal positif menjadi rendah, dijauhi atau
dikucilkan
significant others
, dan sebagainya. Kemudian, kendati informan memiliki hubungan yang tidak dekat dengan orang tuanya
dibandingkan
significant others-
nya yang lain, namun informan justru menyatakan bahwa ia merasakan dampak negatif yang lebih
besar pada saat diberi label negatif oleh orang tuanya. Informan merasa benar-benar sakit hati, menyimpan dendam pada orang tua,
dan memikirkan hal negatif atau mempertanyakan rasa sayang orang tua kepada informan. Berbagai dampak negatif yang dialami
informan membuat informan melihat pengalamannya terkait label negatif sebagai hal yang tidak menyenangkan. Selain itu, informan
juga mengaku bahwa terdapat beberapa label yang tidak dapat atau begitu sulit dihilangkan dari dirinya, seperti label negatif pemarah,
tukang misuh, dan egois dari teman-temannya; label negatif bodoh, “ndableg”, kurang ajar dari orang tuanya; label negatif kurang ajar
dari kakaknya; dan label negatif pemalas dari gurunya.
c. Pelaksanaan Wawancara Informan 4