Hipertensi dan obesitas Patogenesis hipertensi pada obesitas

b. Hipertensi sekunder. Merupakan hipertensi yang disebabkan sebagai akibat dari adanya penyakit lain atau dengan kata lain penyebabnya telah diketahui, seperti penyakit ginjal, kelainan hormonal, kegemukan, konsumsi alkohol, merokok, kurang olahraga dan pemakaian obat- obatan Klabunde, 2007. Hipertensi pada diabetes melitus tipe 2 muncul bersamaan dengan atau mungkin mendahului munculnya diabetes. Hal ini disebabkan pada penderita hipertensi sering ditemukan adanya sekumpulan kelainan lainnya yang disebut sindroma metabolik seperti obesitas sentral, dislipidemi, hiperurisemi dan hiperinsulinemia atau resistensi insulin Wicaksono dkk., 2012.

3. Hipertensi dan obesitas

Hipertensi dan obesitas merupakan suatu keadaan yang sering dihubungkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Prevalensi peningkatan risiko penyakit kardiovaskular cukup tinggi dan makin meningkat dari tahun ke tahun. Swedish Obese Study menyatakan angka kejadian hipertensi pada obesitas adalah sekitar 13,6. Farmingham Study melaporkan peningkatan insidensi hipertensi, diabetes melitus dan angina pektoris pada organ dengan obesitas dan risiko ini akan lebih tinggi lagi pada orang dengan obesitas sentral cit., Dinkes Jogja, 2012.

4. Patogenesis hipertensi pada obesitas

Individu obesitas ditemukan mengalami aktivasi saraf simpatis yang berperan penting dalam terjadinya hipertensi pada obesitas. Konsumsi makanan tinggi lemak dan karbohidrat meningkatkan konsentrasi norepinefrin di jaringan perifer. Hal ini menyebabkan stim ulasi reseptor α 1 dan β -adrenergik dan meningkatkan aktivitas saraf simpatis. Peningkatan aktivitas saraf simpatis akan meningkatkan sirkulasi asam lemak bebas, meningkatkan produksi angiotensinogen II, insulin dan leptin yang kemudian menyebabkan terjadinya hipertensi Kotsis, Stabouli, Papakatsika, Rizos, and Parati, 2010. Leptin pada hipotalamus berperan untuk meningkatkan tekanan darah melalui aktivasi saraf simpatis. Leptin adalah suatu protein asam amino yang disekresi oleh sel adiposit, dengan konsentrasi sesuai dengan banyaknya jaringan lemak dan memberikan sinyal pada hipotalamus Gambar 3. Leptin ditransportasikan pada saraf pusat dan berikatan pada reseptor yang terdapat di endotel vaskuler dan epitel pleksus koroideus. Leptin berfungsi mengatur nafsu makan, pemakaian energi dan sistem saraf simpatis Kotsis et al., 2010. Reseptor leptin diekspresikan pada berbagai sel nukleus hipotalamus yaitu nukleus arkuata, hipotalamus ventromedial, nukleus paraventrikular dan hipotalamus dorsomedial. Bagian terpenting bagi transduksi sinyal leptin adalah nukleus arkuata. Hiperleptinemia pada penderita obesitas menunjukkan adanya resistensi leptin karena tidak adanya proses metabolik pada individu tersebut. Resistensi leptin yang terjadi pada ginjal akan menyebabkan peningkatan retensi natrium dan air yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah Kotsis et al., 2010. Gambar 3. Mekanisme aksi leptin Rahmouni, 2001 Sistem renin-angiotensin juga memiliki peranan sangat penting pada hipertensi. Renin adalah enzim dengan protein kecil yang dilepaskan oleh ginjal bila tekanan arteri turun sangat rendah. berikut. Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu suatu globulin yang disebut bahan renin atau angiotensinogen, untuk melepaskan peptida asam amino-10, yaitu angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan tetapi tidak cukup untuk menyebabkan perubahan fungsional yang bermakna dalam fungsi sirkulasi. Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, terdapat dua asam amino tambahan yang memecah dari angiotensin untuk membentuk angiotensin II peptida asam amino-8. Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat. Selama angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh yang pertama, yaitu vasokontriksi, timbul dengan cepat. Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan air Campbell, Reece, and Mitchel, 2004. Angiotensin II menaikan tekanan darah dengan cara menyempitkan arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal. Angiotensin II merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali NaCl dan air. Hal tersebut akan jumlah mengurangi garam dan air yang diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah peningkatan volume darah dan tekanan darah. Pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal, yaitu organ yang terletak diatas ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron. Hormon aldosteron bekerja pada tubula distal nefron, yang membuat tubula tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium Na+ dan air, serta meningkatkan volume dan tekanan darah Campbell et al., 2004.

5. Hipertensi pada diabetes melitus tipe 2