Korelasi abdominal skinfold thickness terhadap tekanan darah pada diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung
KORELASI AB TEKANAN DAR
Dia Me
U
ABDOMINAL SKINFOLD THICKNESS TER ARAH PADA DIABETES MELITUS TIPE 2 D
KABUPATEN TEMANGGUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Oswaldine Heraolia Pramesthi NIM : 108114024
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2014
ERHADAP E 2 DI RSUD
(2)
KORELASI AB TEKANAN DAR
Dia Me
U
i
ABDOMINAL SKINFOLD THICKNESS TER ARAH PADA DIABETES MELITUS TIPE 2 D
KABUPATEN TEMANGGUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Oswaldine Heraolia Pramesthi NIM : 108114024
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2014
ERHADAP E 2 DI RSUD
(3)
(4)
(5)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini kepada
Tuhan Yang Maha Pengasih
Papa, Mama dan Kakakku
Sahabat-sahabatku terkasih
Teman-teman seperjuanganku, dan
Almamaterku
(6)
(7)
(8)
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Korelasi Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness terhadap Tekanan
Darah pada Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung dengan
sebaik-baiknya. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar
Sarjana Farmasi (S. Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Proses penyelesaian skripsi ini tentu tidak lepas dari bantuan dan
dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis
mengucapkan terima kasih atas bantuan, dukungan dan doa yang telah diberikan
kepada:
1. Ipang Djunarko, M. Sc., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
2. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK. selaku dosen pembimbing utama skripsi, yang
dengan sepenuh hati telah mendampingi, mendukung, menyediakan waktu
untuk berdiskusi, memotivasi, dan memberi masukan kepada penulis dari
awal hingga akhir proses penyusunan skripsi.
3. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. dan Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt.
(9)
viii
4. Ketua Komite Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada, yang telah memberikan izin untuk
melakukan penelitian.
5. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung yang telah bersedia
bekerja sama dan menyediakan tempat serta peralatan untuk penulis
melakukan penelitian.
6. Seluruh dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah
mendampingi dan membagikan ilmu kepada penulis.
7. Seluruh responden penyandang diabetes mellitus tipe 2 di RSUD Kabupaten
Temanggung yang telah bersedia untuk terlibat dalam penelitian.
8. Paulus Poniman dan Agustina Ninawati selaku orang tua penulis, serta
Hosea Reyna Primanti selaku kakak, yang tidak pernah berhenti
memberikan perhatian, kasih sayang, motivasi dan doa yang menjadi
sumber semangat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman- teman Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma angkatan 2010
yang telah berjuang bersama dalam suka dan duka masa perkuliahan.
10. Jonas, Padma, Della, Siska, Ambar, Ines, Reza, Lili, Indri, Yeni, Ela, Gissel
dan Anwar, rekan- rekan penulis dalam penelitian yang telah bersama-sama
bertukar pikiran, memberikan semangat, doa dan saling membantu untuk
menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.
11. Dhimas, Yayi, Devita, Dino, Hendy, Eng, Yosri, Lenny, Vera, Septi, Adra,
(10)
ix
penulis, memberikan semangat, selalu mendengarkan keluh-kesah penulis
dan menghibur penulis bilamana penulis merasa jenuh.
12. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu
per satu. Dukungan kalian sangat berharga bagi penulis hingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini,
oleh karena itu dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran
yng bersifat membangun. Kritik dan saran tersebut akan menjadi pembelajaran
bagi penulis untuk menjadi lebih baik. Penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat dan menjadi sumbangan bagi ilmu pengetahuan untuk meningkatkan
perhatian masyarakat terhadap kesehatan.
Yogyakarta, 28 November 2013
(11)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii
HALAMAN PENGESAHAN ...iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... .v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...vi
PRAKATA ...vii
DAFTAR ISI ...x
DAFTAR TABEL ...xiv
DAFTAR GAMBAR ... ..xv
DAFTAR LAMPIRAN ...xvi
INTISARI ...xvii
ABSTRACT ... ..xviii
BAB I. PENGANTAR ...1
A. Latar Belakang ...1
1. Perumusan Masalah ...4
2. Keaslian Penelitian ...5
3. Manfaat Penelitian ...8
B. Tujuan Penelitian ...9
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ...10
A. Diabetes Melitus ...10
(12)
xi
B. Diabetes Melitus Tipe 2 ...12
1. Patofisiologi ...13
2. Diabetes melitus tipe 2 dan obesitas ...14
C. Obesitas ...15
1. Obesitas sentral ...15
2. Obesitas perifer ...16
D. Tekanan Darah ...17
1. Pengukuran tekanan darah ...17
2. Hipertensi ...19
3. Hipertensi dan obesitas ...20
4. Patogenesis hipertensi pada obesitas ...20
5. Hipertensi pada diabetes melitus tipe 2 ...23
E. Antropometri ...24
1. Skinfold thickness ...25
2. Abdominal skinfold thickness ...26
F. RSUD Kabupaten Temanggung ...27
G. Landasan Teori ...27
H. Hipotesis ...28
BAB III. METODE PENELITIAN ...29
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...29
B. Variabel Penelitian...29
1. Variabel Bebas ...29
(13)
xii
3. Variabel Pengacau ...30
C. Definisi Operasional ...30
D. Responden Penelitian ...31
E. Lokasi dan Waktu Penelitian ...33
F. Ruang Lingkup Penelitian ...33
G. Teknik Pengambilan Sampel ...34
H. Instrumen Penelitian ...35
I. Tata Cara Penelitian ...35
1. Observasi awal ...35
2. Permohonan izin dan kerjasama ...35
3. Pembuatan informed consent dan leaflet ...36
4. Pencarian Responden ...37
5. Validitas dan reliabilitas instrumen penelitian ...38
6. Pengukuran antropometri dan tekanan darah ...39
7. Pembagian hasil pemeriksaan ...39
8. Pengolahan data ...40
J. Analisis Data Penelitian...40
K. Kesulitan Penelitian ...41
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...42
A. Profil Karakteristik Responden ...42
1. Usia ...43
2. Abdominal skinfold thickness ...44
(14)
xiii
B. Perbandingan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik pada Abdominal
Skinfold Thickness (AST) ...47
1. Perbandingan tekanan darah sistolik responden pria pada kelompok AST >23,58 mm dan AST <23,58 mm dan wanita pada kelompok AST >25,66 mm dan AST <25,66 mm ...48
2. Perbandingan tekanan darah diastolik responden pria pada kelompok AST >23,58 mm dan AST <23,58 mm dan wanita pada kelompok AST >25,66 mm dan AST <25,66 mm ...49
C. Korelasi Abdominal Skinfold Thickness terhadap Tekanan Darah ...50
1. Korelasi abdominal skinfold thickness terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik pada responden pria ...51
2. Korelasi abdominal skinfold thickness terhadap terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik pada responden wanita...54
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... . 59
A. Kesimpulan ... . 59
B. Saran ... . 59
DAFTAR PUSTAKA ... ..60
LAMPIRAN ... . 67
(15)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Kriteria Diagnosis untuk Diabetes Melitus...10
Tabel II. Klasifikasi Tekanan Darah Usia Dewasa menurut Joint National
Committee VII...17
Tabel III. Panduan Hasil Uji Hipotesis berdasarkan Kekuatan Korelasi, Nilai
p,dan Arah Korelasi ...41
Tabel IV. Karakteristik Responden Penelitian...42
Tabel V. Perbandingan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Responden Pria
pada Kelompok AST<23,58 mm dan AST >23,58 mm ...47
Tabel VI. Perbandingan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Responden Wanita
pada Kelompok AST <25,66 mm dan AST >25,66 mm ...48
(16)
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Perbedaan obesitas sentral dan perifer ...16
Gambar 2. Metode pengukuran tekanan darah ...18
Gambar 3. Mekanisme aksi leptin...22
Gambar 4. Teknik pengambilan lapisan lemak kulit pada pengukuran skinfold
thickness ………....25
Gambar 5. Pengukuran abdominal skinfold thickness ...26
Gambar 6. Skema responden...32
Gambar 7. Grafik sebar abdominal skinfold thickness terhadap tekanan darah
sistolik pada responden pria ...52
Gambar 8. Grafik sebar abdominal skinfold thickness terhadap tekanan darah
diastolik pada responden pria ...52
Gambar 9. Grafik sebar abdominal skinfold thickness terhadap tekanan darah
sistolik pada responden wanita ...55
Gambar 10. Grafik sebar abdominal skinfold thickness terhadap tekanan darah
diastolik pada responden wanita ...55
Gambar 11. Pengukuran abdominal skinfold thickness pada responden ...74
(17)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat Keterangan Izin Penelitian ... 68
Lampiran 2: Ethical Clearence ... 69
Lampiran 3: Informed Consent ... 70
Lampiran 4: Pedoman Wawancara ... 71
Lampiran 5: Leaflet ... 72
Lampiran 6: Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness... 74
Lampiran 7: Foto Instrumen Penelitian... 75
Lampiran 8: Hasil Pemeriksaan Laboratorium ... 76
Lampiran 9: Validasi Skinfold Caliper ... 77
Lampiran 10: Uji Normalitas Usia, AST dan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik pada Responden Pria ... 78
Lampiran 11: Uji Normalitas Usia, AST dan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik pada Responden Wanita ... 82
Lampiran 12: Uji Komparatif Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Responden Pria pada Kelompok AST<23,58 mm dan AST >23,58 mm... 86
Lampiran 13: Uji Komparatif Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Responden Wanita pada Kelompok AST <25,66 mm dan AST >25,66 mm.. 92
Lampiran 14: Uji Korelasi AST dan Tekanan Darah pada Responden Pria... 98
(18)
xvii
INTISARI
Jumlah penyandang diabetes melitus (DM) tipe 2 setiap tahun terus mengalami peningkatan. Sekitar 80% pasien dengan DM tipe 2 ditemukan menderita obesitas. Obesitas pada bagian abdominal berperan penting dalam terjadinya DM tipe 2 serta peningkatan tekanan darah atau hipertensi. Frekuensi hipertensi terjadi 2 kali lebih tinggi pada orang dengan DM. Pengukuran antropometri abdominal skinfold thickness dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat obesitas dari seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi
abdominal skinfold thickness (AST) terhadap tekanan darah pada penyandang
diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian potong lintang dan pengambilan sampel secara purposive
sampling. Penelitian ini menggunakan 100 orang responden yang terdiri dari 42
pria dan 58 wanita yang merupakan penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung. Data abdominal skinfold thickness dan tekanan darah yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara stastistik dengan uji normalitas
Kolmogorov-Smirnov dan Saphiro-Wilk, uji hipotesis komparatif menggunakan
uji t tidak berpasangan dan Mann-Whitney, dan uji korelasi menggunakan uji
Spearman dengan tingkat kepercayaan 95%.
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan adanya korelasi positif yang tidak bermakna dengan kekuatan korelasi sangat lemah antara AST dengan tekanan darah sistolik (p=0,353; r=0,124) dan diastolik (p=0,483; r=0,094) pada responden wanita. Pada responden pria penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung ditemukan korelasi negatif yang tidak bermakna dengan kekuatan korelasi sangat lemah antara AST dan tekanan darah sistolik (p=0,864; r= -0,027) dan diastolik (p=0,586; r= -0,087).
(19)
xviii
ABSTRACT
The number of patients with type 2 diabetes mellitus (T2DM continues to increase every year. About 80% of patients with type 2 diabetes suffers from obesity. Obesity in the abdominal site plays an important role in the elevated blood pressure. The frequency of hypertension is 2 times higher in people with diabetes mellitus. Anthropometric measurement of abdominal skinfold thickness can be one method to determine the level obesity from someone. The aim of this study was to determine a correlation of abdominal skinfold thickness (AST) to blood pressure in the bearers diabetes mellitus type 2 in RSUD Kabupaten Temanggung.
This study used cross-sectional design as a part of analytical observational study. Total of 100 persons consisted of 42 men and 58 women >40 years-old who are having type 2 diabetes mellitus in the RSUD Kabupaten Temanggung were included purposively. Data of abdominal skinfold thickness and blood pressure were analyzed stastistically by Kolmogorov-Smirnov normality test followed by independent t-test and Mann-Whitney comparative test then Spearman correlation analysis with 95% confidence intervals..
The conclusion of this study shows that there were an insignificant positive correlation between AST and systolic (p=0.353; r=0.124) and diastolic blood pressure (p=0.483; r=0.094) in diabetic women. In diabetic men in RSUD Kabupaten Temanggung, there were an insignificant negative correlation between AST and systolic (p=0.864; r= -0.027) and diastolic blood pressure (p=0.586; r= -0.087).
(20)
1
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) tipe 2 terjadi pada 85-90% dari total penderita
diabetes melitus (Wild, Sicree, Roglic, King, and Green, 2004). International
Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah
penyandang diabetes melitus tipe 2 dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0
juta pada tahun 2030. Jumlah penyandang diabetes melitus tipe 2 di Indonesia
diprediksi mengalami peningkatan dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar
21,3 juta pada tahun 2030 (WHO, 2008).
Data Dinas Kesehatan Jawa Tengah (2008) menunjukkan, prevalensi
kasus diabetes melitus tipe 2, mengalami peningkatan dari 0,83% pada tahun
2006, menjadi 0,96% pada tahun 2007, dan 1,25% pada tahun 2008. Prevalensi
diabetes melitus meningkat seiring dengan pertambahan usia (Rochmah, 2007).
Menurut Yuliasih dan Wirawanni (2009), insiden tinggi diabetes melitus tipe 2
terjadi pada usia lebih dari 40 tahun.
Wicaksono, Putra, dan Hakim (2012) menyatakan, orang yang berusia
≥45 tahun lebih berisiko terkena diabetes melitus dibandingkan dengan orang berusia <45 tahun. Menurut American Diabetes Association (2010), skrining
diabetes melitus sebaiknya dilakukan terhadap orang yang berusia 45 tahun ke
atas dengan interval 3 tahun sekali. Interval ini dapat lebih pendek pada pasien
(21)
Diabetes melitus merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskuler,
dimana mortalitas kardiovaskuler terjadi 2-3 kali lebih tinggi dibanding populasi
non-diabetes melitus. Penyakit kardiovaskuler lebih sering diderita oleh penderita
diabetik hipertensi (Siregar, 2010). Frekuensi hipertensi pada orang dengan
diabetes melitus dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa diabetes
(Adhita dan Pramuningtyas, 2010).
Penelitian yang dilakukan pada penyandang diabetes tipe 2 di tiga
wilayah Morocco menunjukkan prevalensi hipertensi sebesar 70,4% pada
penyandang diabetes tipe 2 dan tingginya kejadian hipertensi berkorelasi kuat
dengan besarnya indeks massa tubuh (Berraho, et al., 2011). Menurut Pusparini
(2007), sebanyak 80% pasien dengan diabetes melitus tipe 2 menderita obesitas.
Tekanan darah tinggi atau hipertensi seringkali muncul bersama dengan
diabetes yang ditandai dengan obesitas abdominal (Deedwania, 2011). Pada
individu tua, akumulasi lemak badan terjadi terutama di region abdominal sebagai
lemak visceral (Sudibjo, 2009). Massa lemak abdomen merupakan sumber asam
lemak bebas dalam sirkulasi (Aneja, El-Atat, McFarlane, and Sowers, 2004).
Peningkatan massa lemak abdomen menyebabkan peningkatan produksi
angiotensinogen di jaringan lemak, yang berperan penting dalam peningkatan
tekanan darah (Krikken, Lely, Bakker, and Navis, 2007).
Rahajeng dan Tuminah (2009), menyatakan obesitas abdominal secara
bermakna mempunyai risiko hipertensi dan besarnya risiko hipertensi pada
kelompok obesitas meningkat 2,79 kali dibandingkan mereka yang kurus. Data
(22)
penting yang memberikan kontribusi kuat terhadap risiko hipertensi (Francischetti
and Genelhu, 2007).
Pengukuran antropometri dapat dilakukan untuk mengetahui faktor risiko
hipertensi dan tingkat obesitas seseorang (Fran, 2011). Antropometri merupakan
sebuah studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Metode
antropometri dengan pengukuran skinfold thickness merupakan metode yang
paling banyak diminati untuk memprediksi lemak badan total maupun segmental
(Sudibjo, 2009). Menurut Moyad (2004), pengukuran skinfold thickness banyak
digunakan karena menyajikan data body fat secara langsung.
Budiman (2008) menyatakan, pengukuran lemak tubuh sebaiknya
dilakukan menggunakan cara skinfold dengan rumus 2 tempat pada triceps dan
subscapula. Pengukuran skinfold thickness dapat dilakukan pada 2, 3, 4, dan 7
tempat pengukuran. Semakin banyak jumlah tempat pengukuran, maka hasil
pengukurannya makin baik.
Mueller, et al., (2012), menyatakan bahwa pengukuran antropometri
abdominal skinfold thickness lebih baik dibandingkan dengan Body Mass Index
(BMI), Waist Circumference, dan Waist to Height Ratio. Penelitian Demura dan
Sato (2007) mengenai pengukuran skinfold thickness di 14 titik untuk
memprediksi kerapatan tubuh pada orang dewasa Jepang, menunjukkan kesalahan
paling kecil dalam pengukuran didapat melalui pengukuran abdominal skinfold
thickness. Pengukuran abdominal skinfold thickness mudah dilakukan karena
(23)
sehingga dapat dilakukan dimanapun (Wong, Stuff, Buttle, Smith, and Ellis,
2000).
Prevalensi diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung
pada tahun 2012 berada di peringkat ke-3 setelah penyakit diare dan hipertensi.
Data rekam medik RSUD Kabupaten Temanggung menunjukkan jumlah pasien
penyandang diabetes melitus tipe 2 terus meningkat setiap tahun. Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Temanggung merupakan Rumah Sakit (RS)
tipe B dan dapat menjadi RS pendidikan karena telah memenuhi persyaratan dan
standar sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI tahun 2010 (Kementerian
Kesehatan RI, 2010; Permenkes RI, 2010).
Penelitian mengenai korelasi abdominal skinfold thickness terhadap
tekanan darah pada penyandang diabetes melitus tipe 2 dapat dilakukan sebagai
salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran penyandang diabetes melitus tipe
2 terhadap faktor risiko hipertensi. Penelitian serupa belum pernah dilakukan di
RSUD Kabupaten Temanggung.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka permasalahan
yang diangkat oleh peneliti dalam penelitian ini adalah:
Apakah terdapat korelasi antara abdominal skinfold thickness terhadap tekanan
darah pada penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten
(24)
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang telah dipublikasikan dan berkaitan dengan penelitian ini,
antara lain:
a. Korelasi Pengukuran Antropometrik dengan Tekanan Darah pada
Laki-Laki Dewasa Sehat di Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Tahun 2010 (Fran, 2011). Penelitian observasional analitik dengan pendekatan
cross-sectional yang dilakukan pada 70 responden laki-laki sehat, usia 30-50
tahun menunjukkan, secara statistik terdapat korelasi yang tidak bermakna antara
tebal lipatan kulit trisep dengan tekanan darah sistolik dengan nilai r=0,201 dan
p=0,095. Pada korelasi antara tebal lipatan kulit trisep dengan tekanan darah
diastolik, secara statistik terdapat korelasi yang tidak bermakna dengan nilai
r=0,127 dan p=0,293.
b. Korelasi antara Body Mass Index (BMI), Lingkar Pinggang, Rasio
Lingkar Pinggang-Panggul (RLPP), dan Abdominal Skinfold Thickness terhadap
Tekanan Darah pada Staf Wanita Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (Mukti,
2011). Hasil penelitian pada 30 orang staf wanita Universitas Sanata Dharma yang
berusia 30-50 tahun menunjukkan korelasi antara BMI dengan tekanan darah
sistolik dan diastolik berturut-turut pada wanita r=0,066;p=0,627 dan
r=0172;p=0,202, lingkar pinggang dengan tekanan darah sistolik dan diastolik
r=0,091;p=0,501 dan r=0,179;p=0,183, RLPP dengan tekanan darah sistolik dan
diastolik r=0,247;p=0,064 dan r=0,246;p=0,065, dan abdominal skinfold thickness
dengan tekanan darah sistolik dan diastolik yaitu r=0,107;p=0,428, dan
(25)
c. Korelasi Body Mass Index dan Body Fat Percentage terhadap
Tekanan Darah pada Mahasiswa Mahasiswi Kampus III Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta (Dasanthi, 2013). Responden adalah 125 orang mahasiswa
dan mahasiswi sehat di Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian menunjukkan korelasi abdominal skinfold thickness (AST) pada
mahasiswa terhadap tekanan darah sistolik terdapat korelasi bermakna (p=0,006,
r=0,335), demikian juga pada tekanan darah diastolik (p=0,294, r=0,154). Pada
mahasiswi, korelasi AST terhadap tekanan darah sistolik tidak terdapat korelasi
yang bermakna (p=0,580, r=0,069), demikian juga pada tekanan darah diastolik
(p=0,820, r=0,028).
d. Pengaruh Obesitas terhadap Tekanan Darah pada Pria Dewasa Muda
(Noviantoro, 2009). Responden adalah sekelompok pria dewasa muda obesitas
dan sekelompok pria dewasa muda dengan berat badan normal. Hasil penelitian
diperoleh rerata tekanan darah sistolik obesitas sebesar 121,67 mmHg, berat
badan normal sebesar 104,13 mmHg dengan perbedaan rerata sistolik obesitas
terhadap berat badan normal sebesar 17,54 mmHg (p<0,05). Rerata tekanan darah
diastolik obesitas sebesar 82,87 mmHg, berat badan normal sebesar 73,27 mmHg
dengan perbedaan rerata diastolik obesitas terhadap berat badan normal sebesar
9,6 mmHg (p <0,05).
e. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia (Rahajeng dan
Tuminah, 2009). Penelitian cross-sectional dengan analisis case-control pada
567.530 orang menunjukkan korelasi bermakna antara pengukuran obesitas
(26)
f. Prevalensi Hipertensi pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di
Klinik Spesialis RSU Suaka Insan Banjarmasin Tahun 2005-2009 (Damian,
2009). Penelitian yang dilakukan secara total sampling menunjukkan prevalensi
hipertensi pada penderita DM tipe 2 adalah sebesar 76,66% (1.846 orang) dengan
karakteristik penderita DM tipe 2 yang mengalami hipertensi berdasarkan
sosiodemografi: jenis kelamin wanita 57,64% (1.064 orang), kelompok umur
50-59 tahun sebanyak 769 orang (41,7%), 813 orang (44%) memiliki IMT 29-31
kg/m2.
g. Hypertension and Type 2 Diabetes: a Cross-Sectional Study in
Morocco (EPIDIAM Study) (Berraho, et al., 2011). Hasil penelitian menunjukkan
prevalensi hipertensi sebesar 70,4% dan tingginya kejadian hipertensi berkorelasi
dengan usia (p<10-4), BMI (p<0,0002) dan lamanya diabetes (p<0,004). Penelitian ini dilakukan dengan rancangan cross-sectional pada 522 orang penyandang
diabetes tipe 2 di tiga wilayah Morocco.
h. Relationship between Anthropometric Parameters and Blood Pressure
in Sagamu Adolescent, Ogun State, South-West Nigeria (Oyewole and Oritogun,
2009). Penelitian cross-sectional pada 1638 remaja sehat di Sagamu. Hasil
penelitian menunjukkan tekanan darah sistolik dan diastolik memiliki korelasi
bermakna dengan BMI (p=0,039), triceps skinfold (p= 0,000), dan abdominal
skinfold (p= 0,000).
i. Inter-relationship of Waist-to-Hip Ratio (WHR), Body Mass Index
(BMI) and Subcutaneous Fat with Blood Pressure Among University-going Punjabi Sikh and Hindu Females (Badaruddoza, Kaur, and Barna, 2009). Hasil
(27)
penelitian menunjukkan terdapat korelasi bermakna (p<0,05) antara seluruh
pengukuran antropometri (berat badan, lingkar pinggang-panggul dan skinfold)
terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik. Penelitian dilakukan pada 150 orang
perempuan beragama Sikh dan 150 orang perempuan beragama Hindu.
j. Abdominal Obesity, Hypertension, Hyperglycemia and Dyslipidemia
in Rural Thai People (Niyomtham, et al., 2012). Penelitian cohort pada total 1312
orang menunjukkan korelasi bermakna antara obesitas abdominal dengan diabetes
melitus tipe 2 (OR=2.0, 95% CI=1.14-3.49, p<0.001) dan hipertensi (OR=3.75,
95% CI= 2,56-5.49, p<0.001).
Berdasarkan penelusuran pustaka yang dilakukan oleh peneliti, penelitian
mengenai korelasi abdominal skinfold thickness terhadap tekanan darah pada
penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung belum
pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoretis. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan
informasi mengenai korelasi abdominal skinfold thickness terhadap tekanan darah
pada penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung.
b. Manfaat praktis. Hasil pengukuran abdominal skinfold thickness
diharapkan mampu memberikan gambaran kondisi tekanan darah. Sehingga, para
penyandang diabetes melitus tipe 2 dapat lebih intensif meningkatkan dan
(28)
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur korelasi abdominal skinfold
thickness terhadap tekanan darah pada penyandang diabetes melitus tipe 2 di
(29)
10
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) merupakan kumpulan penyakit metabolik yang
ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi (Tabel I) sebagai akibat dari
gangguan pada sekresi insulin, gangguan pada kerja insulin, ataupun keduanya.
Tubuh pasien dengan diabetes melitus tidak dapat memproduksi atau tidak dapat
merespon hormon insulin yang dihasilkan oleh organ pankreas, sehingga kadar
gula darah meningkat dan dapat menyebabkan komplikasi jangka pendek maupun
jangka panjang pada pasien tersebut. Kadar gula darah tinggi (hiperglikemi)
kronis pada diabetes berhubungan dengan lamanya kerusakan, disfungsi, dan
kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, hati, dan pembuluh darah.
(Shahriar, et al., 2012).
Tabel I. Kriteria Diagnosis untuk Diabetes Melitus (American Diabetes Association, 2000)
Normal Diabetes
Kadar glukosa darah puasa <110 mg/dL (6,1 mmol/L) ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Kadar glukosa darah 2 jam setelah
<140 mg/dL (7,8 mmol/L) ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)
1. Jenis- jenis diabetes melitus
a. Diabetes melitus tipe 1. Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena sistem
imun tubuh merusak sel beta pankreas, satu-satunya sel di dalam tubuh yang
membuat hormon insulin yang berfungsi mengatur kadar glukosa darah. Untuk
bertahan hidup, orang dengan diabetes melitus tipe 1 harus diberikan insulin
(30)
dewasa muda, meskipun demikian penyakit ini juga dapat muncul pada berbagai
usia. Pada orang dewasa, sebanyak 5% hingga 10% terdiagnosa menderita
diabetes melitus tipe 1. Faktor risiko untuk diabetes melitus tipe 1 dapat berupa
autoimun, genetik atau lingkungan (Department of Health and Human Service
Centers for Disease Control and Prevention, 2007).
b. Diabetes melitus tipe 2. Ditemukan sebanyak 90%-95% orang dewasa
terdiagnosis menyandang diabetes melitus tipe 2. Penyakit ini biasanya diawali
terjadinya resistensi insulin, kelainan dimana sel tidak dapat menggunakan insulin
dengan semestinya. Saat kebutuhan insulin meningkat, pankreas perlahan-lahan
kehilangan kemampuannya untuk memproduksi insulin. Diabetes melitus tipe 2
muncul seiring dengan bertambahnya usia, obesitas, riwayat keluarga penyandang
diabetes, riwayat diabetes gestasional, terganggunya metabolisme glukosa,
kurangnya aktivitas fisik, dan ras/etnis (Department of Health and Human Service
Centers for Disease Control and Prevention, 2007).
c. Diabetes gestasional. Terjadi karena intoleransi glukosa selama masa
kehamilan. Diabetes gestasional muncul pada wanita obesitas dan wanita dengan
riwayat keluarga penyandang diabetes. Selama masa kehamilan, penyandang
diabetes gestasional memerlukan pengobatan untuk menormalkan kadar glukosa
darah untuk mencegah terjadinya komplikasi pada janin. Setelah kehamilan,
5-10% wanita dengan diabetes gestasional ditemukan menyandang diabetes tipe 2.
Wanita dengan diabetes gestasional memiliki 40-60% kemungkinan untuk
menyandang diabetes 5-10 tahun kemudian. (Department of Health and Human
(31)
B. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit yang disebabkan karena
terjadinya resistensi insulin dan berkurangnya kemampuan sel β pankreas dalam
memproduksi insulin. Insulin yang dihasilkan oleh tubuh tidak mampu
menurunkan glukosa dalam darah, sehingga diperlukan peningkatan sensitivitas
insulin dengan obat atau asupan insulin dari luar berupa injeksi insulin. Sebagian
besar pasien diabetes melitus diakibatkan karena pola hidup yang tidak sehat,
salah satunya ditandai dengan obesitas (WHO, 2008).
Tingginya prevalensi penyakit diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh
interaksi antara faktor-faktor kerentanan genetis dan paparan terhadap lingkungan.
Faktor lingkungan yang diperkirakan dapat meningkatkan risiko diabetes melitus
tipe 2 di antaranya adalah kebiasaan makan yang tidak seimbang akan
menyebabkan obesitas. Kondisi obesitas tersebut akan memicu timbulnya diabetes
melitus tipe 2 (Wicaksono dkk., 2012).
Manusia pada umumnya mengalami perubahan fisiologis yang secara
drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun (Jafar, 2009). Orang yang
berusia ≥45 tahun lebih berisiko terkena diabetes melitus dibandingkan dengan
orang berusia <45 tahun. Hal ini sesuai dengan beberapa studi epidemiologi yang
mengatakan bahwa tingkat kerentanan terjangkitnya penyakit diabetes melitus tipe
(32)
1. Patofisiologi
Toleransi karbohidrat dikontrol oleh berjuta pengaruh genetika. Oleh
karena itu diabetes tipe 2 merupakan kelainan poligenik dengan faktor metabolik
berganda yang berinteraksi dengan pengaruh eksogen untuk menghasilkan fenotip
tersebut. Mekanisme mayor resistensi insulin pada meliputi gangguan aktivasi
sintase glikogen, disfungsi regulator metabolis, reseptor down-regulation, dan
abnormalitas transporter glukosa. Mengakibatkan penurunan ambilan glukosa
selular yang dimediasi oleh insulin. Hepar juga menjadi resisten terhadap insulin,
yang biasanya berespon terhadap hiperglikemia dengan menurunkan produksi
glukosa. Pada diabetes tipe 2, produksi glukosa hepar terus berlangsung meskipun
terjadi hiperglikemia, mengakibatkan peningkatan keluaran glukosa hepar basal
secara tidak tepat. Obesitas, terutama obesitas abdomen, berhubungan langsung
dengan peningkatan derajat resistensi insulin (Valentina, 2008).
Disfungsi sel beta mengakibatkan ketidakmampuan sel pulau (sel islet)
pankreas menghasilkan insulin yang memadai untuk mengompensasi resistensi
insulin dan untuk menyediakan insulin yang cukup setelah sekresi insulin
dipergunakan. Diteorikan bahwa hiperglikemia dapat membuat sel beta semakin
tidak responsif terhadap glukosa karena toksisitas glukosa. Sekresi insulin
normalnya terjadi dalam dua fase, fase pertama terjadi dalam beberapa menit
setelah suplai glukosa dan kemudian melepaskan cadangan insulin yang disimpan
dalam sel beta; fase kedua merupakan pelepasan insulin yang baru disintesis
dalam beberapa jam setelah makan, pada diabetes tipe 2 fase pertama pelepasan
(33)
resistensi insulin membaik dengan penurunan berat badan dan peningkatan
aktivitas fisik (Valentina, 2008).
Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin pada fase 1
tertekan, kadar insulin dalam darah turun menyebabkan produksi glukosa oleh
hati meningkat, sehingga kadar glukosa darah puasa meningkat. Secara
berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk menghasilkan insulin akan menurun. Dengan
demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai dengan gangguan fase 1 yang
menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di mana tidak terjadi
hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta (Jafar, 2009).
2. Diabetes melitus tipe 2 dan obesitas
International Diabetes Foundation (IDF), pada tahun 2004 melaporkan
bahwa 80% dari penderita diabetes mempunyai berat badan berlebih. Pada orang
dewasa yang mengalami obesitas, terdapat kelebihan kalori akibat makan yang
berlebih sehingga akan menghambat kerja insulin di jaringan tubuh dan otot yang
menyebabkan glukosa tidak dapat diangkat ke dalam sel dan menimbun di dalam
pembuluh darah. Penumpukan glukosa ini akan meningkatkan glukosa di dalam
darah (Dinkes Jogja, 2012).
Kelebihan masukan energi daripada pengeluaran energi akan mengarah
menjadi akumulasi lemak. Massa lemak sendiri ditentukan oleh keseimbangan
antara pemecahan (lipolisis) dan sintesis (lipogenesis). Hormon utama yang
terlibat dalam penyimpanan lemak adalah insulin (akan menstimulasi
lipogenesis), GH, dan leptin yang akan mengurangi lipogenesis (Molina, 2006).
(34)
dalam bentuk trigliserid, dan sebagai organ endokrin. Sel lemak menghasilkan
berbagai hormon yang disebut juga adipositokin (adipokine) yaitu leptin, tumor
necrosis factor alpha (TNF-alfa), interleukin-6 (IL-6), resistin, dan adiponektin.
Hormon-hormon tersebut berperan juga pada terjadinya resistensi insulin (Dewi,
2007).
C. Obesitas
World Health Organization (2013), mendefinisikan obesitas sebagai
penumpukkan lemak yang berlebihan atau abnormal yang dapat mengganggu
kesehatan. Survey WHO pada tahun 2000 menunjukkan, persentase penduduk
Indonesia yang obesitas sebesar 4,7% (± 9,8 juta jiwa). Berdasarkan data WHO
tahun 2008, prevalensi obesitas pada usia dewasa di Indonesia meningkat dua kali
lipatnya, yaitu menjadi 9,4% dengan pembagian pada pria 2,5% dan pada wanita
mencapai 6,9% (Dinkes Jogja, 2012).
Pada orang dewasa obesitas, risiko timbulnya diabetes melitus tipe 2
empat kali lebih besar dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal.
Selain pola makan yang tidak seimbang dan gizi lebih, aktivitas fisik juga
merupakan faktor risiko mayor dalam memicu terjadinya diabetes melitus
(Wicaksono dkk., 2012). Obesitas terbagi menjadi dua tipe, yaitu obesitas sentral
dan obesitas perifer (Wajchenberg, 2000).
1. Obesitas sentral
Obesitas sentral atau obesitas abdominal merupakan jumlah lemak
(35)
dislipidemia. Jumlah lemak abdominal berlebih mengindikasikan bahwa jaringan
adiposa subkutan abdominal tidak mampu memanfaatkan kelebihan kalori tubuh.
Hal inilah yang kemudian merupakan tanda bahaya, karena adanya kelebihan
energi yang tersimpan di tempat yang tidak biasa dapat meningkatkan risiko
diabetes dan penyakit kardiovaskuler (International Chair on Cardiometabolic
Risk, 2011). Tipe obesitas ini juga dikenal sebagai “android obesity”. Obesitas
sentral berhubungan kuat dengan diabetes, hipertensi dan penyakit kardiovaskuler,
dan tipe obesitas ini lebih banyak didapatkan pada pria (Boivin and Popkin,
2001).
2. Obesitas perifer
Obesitas perifer merupakan penimbunan lemak dalam tubuh yang
melebihi nilai normal di daerah gluteo-femoral. Obesitas perifer dikenal juga
dengan obesitas tubuh bagian bawah atau “gynoid obesity”. Tipe obesitas ini
terjadi pada wanita karena berhubungan erat dengan gangguan menstruasi pada
wanita (Bergman and Mittleman, 2001).
(36)
D. Tekanan Darah
Tekanan darah merupakan desakan darah pada dinding arteri, seiring
dengan denyut jantung. Tekanan darah selalu ditunjukkan dalam dua angka.
Angka pertama atau angka atas merupakan tekanan darah ketika jantung berdetak,
ini disebut dengan tekanan sistolik. Angka kedua atau angka bawah merupakan
tekanan sisa pada arteri diantara detak, ini disebut tekanan diastolik (Cloutier,
Leblanc, McLean, and McKay, 2009). Joint National Committee VII pada tahun
2004, mengklasifikasikan tekanan darah menjadi empat kategori (Tabel II).
Tekanan darah diukur dengan menggunakan alat yaitu sphygmomanometer,
memiliki kantong yang dilekatkan pada lengan bagian atas dan dapat dipompa
(Fox, 2004).
Tabel II. Klasifikasi Tekanan Darah Usia Dewasa menurut Joint National
Committee VII (2004)
Kategori SBP dan/atau DBP
Normal <120 dan <80 Pre hipertensi 120-139 atau 80-89 Hipertensi tingkat 1 140-159 atau 90-99 Hipertensi tingkat 2 >=160 atau >=100
1. Pengukuran tekanan darah
Prinsip pengukuran tekanan darah adalah mengukur tekanan arteri
menggunakan sphygmomanometer, dengan memompa manometer (balon
pemompa) dan manset yang dapat mengembang. Sphygmomanometer dapat
dibagi menjadi dua kategori yaitu, auskultatori (manual) dan osilatori (elektronik).
Manometer air raksa merupakan sphygmomanometer auskultatori yang paling
banyak digunakan. Nilai sistolik pada sphygmomanometer osilatori cenderung
(37)
semua sphygmomanometer harus dipelihara dengan baik dan dikalibrasi tiap 6-12
bulan. Tanggal terakhir kalibrasi harus tertulis pada alat. Katup pengontrol harus
dapat menahan tekanan 200 mmHg selama 10 detik. Pemeriksaan katup
pengontrol secara teratur merupakan hal yang penting untuk dilakukan agar jalan
udara bebas tanpa tekanan yang tidak perlu (Johnson dan Taylor, 2002).
Pengukuran tekanan darah (Gambar 2) pada posisi terlentang atau berdiri
dapat dilakukan pada kondisi tertentu. Kondisi pengukuran harus tenang dan
mendukung privasi. Pengukuran dapat dimulai setelah pasien beristirahat 5 menit.
Manset yang digunakan harus sesuai (pediatri, kecil, normal, besar, atau sangat
besar). Jika manset terlalu kecil, tekanan darah yang diukur dapat terlalu tinggi.
Manset harus dipasangkan mengelilingi setidaknya 80% panjang dan 40% lebar
lengan atas (Dipiro, Talbert, Yee, Wells, dan Posey, 2008).
(38)
2. Hipertensi
Joint National Committee VII (2004), menyatakan hipertensi adalah
keadaan tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah diastolik >90
mmHg. Hipertensi bukanlah suatu penyakit tunggal tetapi suatu sindrom dengan
beragam penyebab. Hipertensi esensial atau sering disebut hipertensi primer
merupakan hipertensi yang kausanya tidak diketahui. Hipertensi yang
penyebabnya telah diketahui disebut dengan hipertensi sekunder (Ganong dan
McPhee, 2005).
Menurut WHO dan The International Society of Hypertension (ISH), saat
ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia dan 3 juta di antaranya
meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari sepuluh penderita tersebut tidak
mendapatkan pengobatan secara adekuat. Risiko hipertensi meningkat bermakna
sejalan dengan bertambahnya usia. Kelompok usia 25-34 tahun mempunyai risiko
hipertensi 1,56 kali dibandingkan usia 18-24 tahun dan kelompok usia >75 tahun
berisiko 11,53 kali. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi laki-laki pada kelompok
hipertensi lebih tinggi dibanding kontrol dan laki-laki secara bermakna berisiko
hipertensi 1,25 kali daripada perempuan (cit., Rahajeng dan Tuminah, 2009).
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Hipertensi primer atau esensial. Merupakan hipertensi yang tidak atau
belum diketahui penyebabnya. Sekitar 90% pasien termasuk dalam kategori
hipertensi primer. Faktor yang diduga berperan sebagai penyebab hipertensi
primer antara lain bertambahnya umur, stress psikologis, genetik dan jenis
(39)
b. Hipertensi sekunder. Merupakan hipertensi yang disebabkan sebagai
akibat dari adanya penyakit lain atau dengan kata lain penyebabnya telah
diketahui, seperti penyakit ginjal, kelainan hormonal, kegemukan, konsumsi
alkohol, merokok, kurang olahraga dan pemakaian obat- obatan (Klabunde,
2007).
Hipertensi pada diabetes melitus tipe 2 muncul bersamaan dengan atau
mungkin mendahului munculnya diabetes. Hal ini disebabkan pada penderita
hipertensi sering ditemukan adanya sekumpulan kelainan lainnya yang disebut
sindroma metabolik seperti obesitas sentral, dislipidemi, hiperurisemi dan
hiperinsulinemia atau resistensi insulin (Wicaksono dkk., 2012).
3. Hipertensi dan obesitas
Hipertensi dan obesitas merupakan suatu keadaan yang sering
dihubungkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Prevalensi
peningkatan risiko penyakit kardiovaskular cukup tinggi dan makin meningkat
dari tahun ke tahun. Swedish Obese Study menyatakan angka kejadian hipertensi
pada obesitas adalah sekitar 13,6%. Farmingham Study melaporkan peningkatan
insidensi hipertensi, diabetes melitus dan angina pektoris pada organ dengan
obesitas dan risiko ini akan lebih tinggi lagi pada orang dengan obesitas sentral
(cit., Dinkes Jogja, 2012).
4. Patogenesis hipertensi pada obesitas
Individu obesitas ditemukan mengalami aktivasi saraf simpatis yang
berperan penting dalam terjadinya hipertensi pada obesitas. Konsumsi makanan
(40)
perifer. Hal ini menyebabkan stimulasi reseptor α 1 dan β -adrenergik dan meningkatkan aktivitas saraf simpatis. Peningkatan aktivitas saraf simpatis akan
meningkatkan sirkulasi asam lemak bebas, meningkatkan produksi
angiotensinogen II, insulin dan leptin yang kemudian menyebabkan terjadinya
hipertensi (Kotsis, Stabouli, Papakatsika, Rizos, and Parati, 2010).
Leptin pada hipotalamus berperan untuk meningkatkan tekanan darah
melalui aktivasi saraf simpatis. Leptin adalah suatu protein asam amino yang
disekresi oleh sel adiposit, dengan konsentrasi sesuai dengan banyaknya jaringan
lemak dan memberikan sinyal pada hipotalamus (Gambar 3). Leptin
ditransportasikan pada saraf pusat dan berikatan pada reseptor yang terdapat di
endotel vaskuler dan epitel pleksus koroideus. Leptin berfungsi mengatur nafsu
makan, pemakaian energi dan sistem saraf simpatis (Kotsis et al., 2010).
Reseptor leptin diekspresikan pada berbagai sel nukleus hipotalamus yaitu
nukleus arkuata, hipotalamus ventromedial, nukleus paraventrikular dan
hipotalamus dorsomedial. Bagian terpenting bagi transduksi sinyal leptin adalah
nukleus arkuata. Hiperleptinemia pada penderita obesitas menunjukkan adanya
resistensi leptin karena tidak adanya proses metabolik pada individu tersebut.
Resistensi leptin yang terjadi pada ginjal akan menyebabkan peningkatan retensi
natrium dan air yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah (Kotsis
(41)
Gambar 3. Mekanisme aksi leptin (Rahmouni, 2001)
Sistem renin-angiotensin juga memiliki peranan sangat penting pada
hipertensi. Renin adalah enzim dengan protein kecil yang dilepaskan oleh ginjal
bila tekanan arteri turun sangat rendah. berikut. Renin bekerja secara enzimatik
pada protein plasma lain, yaitu suatu globulin yang disebut bahan renin (atau
angiotensinogen), untuk melepaskan peptida asam amino-10, yaitu angiotensin I.
Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan tetapi tidak cukup untuk
menyebabkan perubahan fungsional yang bermakna dalam fungsi sirkulasi.
Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, terdapat dua asam
amino tambahan yang memecah dari angiotensin untuk membentuk angiotensin II
peptida asam amino-8. Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat.
Selama angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai dua
pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh yang pertama,
yaitu vasokontriksi, timbul dengan cepat. Cara utama kedua dimana angiotensin
meningkatkan tekanan arteri adalah dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan
(42)
Angiotensin II menaikan tekanan darah dengan cara menyempitkan
arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal.
Angiotensin II merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali
NaCl dan air. Hal tersebut akan jumlah mengurangi garam dan air yang
diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah peningkatan volume darah dan
tekanan darah. Pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal,
yaitu organ yang terletak diatas ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron.
Hormon aldosteron bekerja pada tubula distal nefron, yang membuat tubula
tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium (Na+) dan air, serta
meningkatkan volume dan tekanan darah (Campbell et al., 2004).
5. Hipertensi pada diabetes melitus tipe 2
Hipertensi berhubungan dengan resistensi insulin, abnormalitas pada
sistem renin-angiotensin dan konsekuensi metabolik yang meningkatkan
morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan dengan peningkatan diabetes
melitus pada kelainan fungsi tubuh atau disfungsi endotelial. Sel endotelial
mensintesis beberapa substansi bioaktif kuat yang mengatur struktur fungsi
pembuluh darah (Jafar, 2009).
Endotelin (ET) terdiri atas 21 asam amino peptida, sekitar 80% disekresi
oleh sel endotel. Terdapat 3 jenis ET, yaitu ET-1, ET-2, dan ET-3. Endotelin
bekerja pada reseptor spesifik, yaitu ETA dan ETB. ETA secara primer terlibat
pada mekanisme vasokonstriksi dan mempunyai afinitas yang tinggi pada ET-1
dan ET-2, namun pada ET-3 afinitasnya rendah. Pada sel otot polos, reseptor ET
(43)
fosfolipase C, produksi diasilgliserol dan inositol triphospat menyebabkan
vasokonstriksi. Pada beberapa komplikasi DM, didapatkan kadar ET-1 meningkat.
Kadar ET-1 mempengaruhi tekanan darah dengan berbagai cara, yakni
meningkatkan tonus vasokonstriksi, mempengaruhi respon inflamasi yang
berkontribusi dalam gangguan vascular remodelling dan disfungsi endotel.
Meningkatnya kadar ET dapat disimpulkan memiliki peranan yang penting dalam
terjadinya hipertensi pada penderita DM (Kurniaatmaja, 2013).
E. Antropometri
Antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh
dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Pengukuran antropometri meliputi
pengukuran berat badan, tinggi badan, lipatan kulit serta lingkar berbagai bagian
tubuh. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada
periode tertentu dan juga dapat digunakan untuk screening pada kelompok yang
rawan masalah gizi (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2002).
Kelemahan metode antropometri ada pada sensitivitasnya yang kurang,
terutama karena faktor di luar gizi dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas
pengukuran. Kesalahan yang terjadi saat pengukuran dapat memengaruhi presisi,
akurasi, validitas pengukuran antropometri. Metode antropometri dengan
pengukuran skinfold thickness merupakan metode yang paling banyak diminati
dalam memprediksi lemak badan total maupun segmental (Supariasa dkk., 2002;
(44)
1. Skinfold thickness
Metode antropometri dengan pengukuran skinfold thickness merupakan
metode yang paling banyak digunakan dalam pengukuran lemak badan total, yang
biasanya dinyatakan sebagai persentase lemak tubuh. Metode ini selain murah
juga mudah dilakukan dan tidak merugikan kesehatan subyek yang diperiksa
karena tidak terpapar oleh sinar x-ray. Pengukuran skinfold thickness (Gambar 4)
dilakukan dengan menjepit lemak subcutan menggunakan skinfold calliper
dengan satuan milimeter (Sudibjo, 2009). Pengukuran-pengukuran tersebut
sebaiknya jangan dilakukan segera setelah subyek melakukan latihan fisik atau
perlombaan, mandi sauna, berenang atau mandi, selama latihan fisik, atau kondisi
yang menyebabkan hiperemia karena dapat meningkatkan ketebalan lipatan kulit.
Selain itu dehidrasi juga dapat menyebabkan peningkatan tebal lipatan kulit akibat
perubahan turgidity kulit (Norton, Carter, Olds, and Marfell, 2001).
Gambar 4. Teknik pengambilan lapisan lemak kulit pada pengukuran skinfold thickness (Hopemaru Enterprises, 2011)
(45)
2. Abdominal skinfold thickness
Abdominal skinfold thickness merupakan pengukuran tebal lemak kulit
pada bagian abdomen yang diukur dari lateral umbilicus sepanjang 5 cm dan
sekitar 1 cm di bawah jari yang memegang skinfold (Gambar 5). Pengukuran
dilakukan dengan cara meletakkan alat secara vertikal dan jangan meletakkan alat
maupun jari tangan di dalam umbilicus (Norton, et al., 2001). Masing-masing
pengukuran dilakukan sebanyak dua sampai tiga kali, kemudian nilai yang
diperoleh merupakan nilai rata-rata jika pengukuran dilakukan dua kali dan nilai
median bila pengukuran dilakukan tiga kali (Sudibjo, 2009). Abdominal skinfold
thickness dinyatakan memiliki persen kesalahan pengukuran yang paling rendah
dibandingkan pengukuran skinfold thickness pada daerah lain (Demura and Sato,
2007).
(46)
F. RSUD Kabupaten Temanggung
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Temanggung terletak di
Kabupaten Temanggung, di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah. Permukaan
wilayah Kabupaten Temanggung termasuk dataran tinggi dan sebagian
wilayahnya merupakan daerah lereng Gunung Sindoro dan Sumbing yang
terhampar dari sisi selatan, barat sampai dengan utara (Pemerintah Kabupaten
Temanggung, 2008).
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Temanggung
merupakan rumah sakit tipe B. Rumah Sakit Umum tipe B merupakan rumah
sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
sekurang-kurangnya 4 spesialis dasar, 4 spesialis penunjang medik, 8 spesialis
lainnya dan 2 subspesialis dasar serta dapat menjadi RS pendidikan apabila telah
memenuhi persyaratan dan standar (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Data rekam medik RSUD Kabupaten Temanggung periode 2010-2012
menunjukkan jumlah pasien penyandang diabetes melitus tipe 2 terus meningkat
setiap tahunnya. Prevalensi diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten
Temanggung pada tahun 2012 berada pada peringkat ke 3 setelah penyakit diare
dan hipertensi.
G. Landasan Teori
Obesitas sentral merupakan penimbunan lemak berlebih pada bagian
abdominal yang dapat menginduksi resistensi insulin yang kemudian akan
(47)
peranan penting terhadap terjadinya tekanan darah tinggi atau hipertensi. Tekanan
darah tinggi atau hipertensi selain ditemukan pada orang dengan obesitas,
seringkali juga ditemukan muncul bersama dengan diabetes. Pada orang dengan
diabetes melitus tipe 2 ditemukan peningkatan kadar endotelin 1 (ET-1).
Endotelian 1 (ET-1) merupakan suatu agen vasokontriktor kuat sehingga, dapat
dikatakan peningkatan ET-1 memiliki peranan yang penting dalam terjadinya
hipertensi pada penderita DM.
Pengukuran nilai obesitas dapat dinyatakan melalui metode antropometri
dengan pengukuran skinfold thickness. Skinfold thickness measurement
merupakan metode yang paling banyak diminati dalam memprediksi lemak badan
total maupun segmental karena menyajikan data persentase lemak tubuh secara
langsung. Salah satu metode pengukuran skinfold thickness yaitu, pengukuran
abdominal skinfold thickness. Pengukuran skinfold thickness pada area abdominal
dinyatakan memiliki persen kesalahan pengukuran yang paling rendah
dibandingkan pengukuran skinfold thickness pada area tubuh lainnya.
H. Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat korelasi positif bermakna
antara abdominal skinfold thickness terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik
(48)
29
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
pendekatan rancangan penelitian yaitu potong lintang atau cross-sectional.
Penelitian observasional analitik merupakan penelitian yang dilaksanakan tanpa
adanya perlakuan atau intervensi (Sastroasmoro, 2008). Penelitian cross-sectional
yaitu penelitian yang mempelajari mengenai korelasi antara faktor risiko dan
faktor efek (Notoatmodjo, 2002). Variabel yang termasuk faktor risiko dan
variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada saat yang sama (Sumantri,
2011).
Penelitian observasional analitik digunakan untuk mengindentifikasi
adanya korelasi antara abdominal skinfold thickness sebagai faktor risiko terhadap
tekanan darah yang merupakan faktor efek. Data penelitian yang diperoleh diolah
secara statistik untuk menganalisis korelasi antara faktor risiko dengan faktor
efek.
B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas
Abdominal skinfold thickness (mm)
2. Variabel tergantung
(49)
3. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali: usia dan kondisi puasa sebelum
pengambilan data
b. Variabel pengacau tak terkendali : aktivitas, gaya hidup responden,
pola makan, kondisi patologis, fisiologis dan obat-obatan yang dikonsumsi
C. Definisi Operasional
1. Responden adalah penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten
Temanggung yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini.
2. Karakteristik penelitian meliputi demografi (usia), pengukuran antropometri
(abdominal skinfold thickness), dan pengukuran tekanan darah sistolik dan
diastolik.
3. Pengukuran abdominal skinfold thickness adalah pengukuran tebal lipatan kulit
(mm) pada bagian abdominal secara vertikal kira- kira 5cm dari umbilicus.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan skinfold caliper.
4. Standar yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a. Abdominal skinfold thickness. Pengukuran dilakukan dengan mencubit
bagian abdomen secara vertikal kira-kira 5 cm dari umbilicus. Nilai normal yang
digunakan untuk abdominal skinfold thickness pada pria menggunakan nilai
median dan wanita menggunakan nilai mean abdominal skinfold thickness dari
hasil penelitian yang dilakukan peneliti.
b. Tekanan darah. Pengukuran tekanan darah dilakukan oleh tenaga
(50)
National Committee 7 (2004), yaitu tekanan darah prehipertensi 120-139 mmHg
untuk sistol, 80 -89mmHg untuk diastol dan tekanan darah hipertensi >140 mmHg
untuk sistol, 90 mmHg untuk diastol.
D. Responden Penelitian
Responden penelitian yaitu penyandang diabetes melitus (DM) tipe 2 di
RSUD Kabupaten Temanggung yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari
penelitian. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah penyandang DM tipe 2 di
RSUD Kabupaten Temanggung pada pria dan wanita dengan usia lebih dari 40
tahun, bersedia berpuasa selama 8-10 jam sebelum pengambilan data, dan
bersedia menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi pada penelitian ini
adalah penyandang DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung dengan penyakit
penyerta seperti stroke, gangren, gagal ginjal, dan penyakit jantung koroner (PJK)
pada saat pemeriksaan, tidak hadir saat pengambilan data, berusia <40 tahun, data
pemeriksaan responden tidak lengkap, dan data ganda (double data).
Pengambilan data dilakukan selama dua bulan di RSUD Kabupaten
Temanggung, yaitu pada bulan Agustus hingga Oktober 2013. Jumlah responden
wanita yang terlibat dalam penelitian yaitu 61 responden dan jumlah responden
pria yang terlibat dalam penelitian yaitu 45 responden, sehingga jumlah total
responden dalam penelitian ini adalah 106 responden. Data yang diperoleh
kemudian dieksklusi sebanyak 6 data yaitu, 1 data responden pria menunjukkan
usia <40 tahun, 1 data responden pria dan 2 data responden wanita tidak memiliki
(51)
responden wanita. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data dari 100
responden, dimana total data responden pria 42 data dan total data responden
wanita 58 data. Berikut adalah skema responden yang terlibat dalam penelitian
setiap minggunya.
(52)
E. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung yang berlokasi di
Jalan Dr. Sutomo No. 67, Temanggung, Jawa Tengah, 56212. Penelitian
berlangsung pada bulan Agustus- Oktober 2013.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian payung Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta yang berjudul “Korelasi Pengukuran Antropometri terhadap Profil Lipid, Kadar Glukosa Darah Puasa, dan Tekanan Darah pada
Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung”. Penelitian ini dilakukan berkelompok dengan jumlah anggota sebanyak 14 orang dengan kajian
yang berbeda. Kajian pada penelitian ini adalah:
1. Korelasi Pengukuran Body Mass Index terhadap Kadar Trigliserida.
2. Korelasi Pengukuran Body Mass Index terhadap Rasio Kadar Kolesterol
Total/HDL.
3. Korelasi Pengukuran Body Mass Index terhadap Rasio Kadar LDL/HDL.
4. Korelasi Pengukuran Body Mass Index terhadap Tekanan Darah.
5. Korelasi Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness terhadap Kadar
Trigliserida.
6. Korelasi Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness terhadap Rasio Kadar
Kolesterol Total/HDL.
7. Korelasi Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness terhadap Rasio Kadar
(53)
8. Korelasi Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness terhadap Tekanan Darah.
9. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul
terhadap Kadar Trigliserida.
10. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul
terhadap Rasio Kadar Kolesterol Total/HDL.
11. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul
terhadap Rasio Kadar LDL/HDL.
12. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul
terhadap Tekanan Darah.
13. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul
terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa.
14. Korelasi Pengukuran Body Mass Index dan Abdominal Skinfold Thickness
terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa.
G. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara
non-random dengan jenis purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan secara non-random, karena setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan yang
sama untuk menjadi responden penelitian. Pada pengambilan sampel dengan jenis
purposive sampling, pemilihan responden dilakukan berdasarkan pertimbangan
subjektif peneliti, yaitu responden dapat memberikan informasi sesuai dengan
tujuan penelitian (Sastroasmoro, 2010). Jumlah minimum sampel pada penelitian
(54)
H. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skinfold caliper
dengan merek pi zhi hou du fi® yang berfungsi untuk mengukur abdominal
skinfold thickness dan sphygmomanometer dengan merek Nova Presameter® yang
berfungsi untuk mengukur tekanan darah.
I. Tata Cara Penelitian 1. Observasi awal
Observasi awal dilakukan dengan pencarian informasi mengenai jumlah
penyandang diabetes melitus tipe 2 yang melakukan pemeriksaan di rawat jalan
pada poliklinik penyakit dalam RSUD Kabupaten Temanggung. Observasi juga
dilakukan untuk menentukan tempat yang dapat digunakan untuk wawancara
dengan responden serta pengukuran antropometri.
2. Permohonan izin dan kerjasama
Permohonan izin ditujukan kepada Bagian Penelitian dan Pengembangan
(Litbang) RSUD Kabupaten Temanggung. Permohonan izin selanjutnya ditujukan
kepada Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta untuk memperoleh ethical clearence.
Permohonan izin ini dilakukan untuk memenuhi etika penelitian dengan
menggunakan sampel darah manusia dan hasil penelitian dapat dipublikasikan.
Permohonan kerja sama diajukan kepada Laboratorium RSUD Kabupaten
Temanggung sebagai laboratorium yang mengambil dan mengolah darah
(55)
diabetes melitus tipe 2 sebagai calon responden, yang selanjutnya mengisi dan
menandatangani informed consent apabila bersedia mengikuti penelitian ini.
3. Pembuatan informed consent dan leaflet
Informed consent yang dibuat harus memenuhi standar yang ditetapkan
oleh Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Informed consent digunakan sebagai bukti
tertulis yang menyatakan kesediaan responden untuk ikut serta dalam penelitian.
Responden penelitian yang menyatakan diri bersedia untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini diminta untuk mengisi data nama, usia, dan alamat, serta
menandatangani informed consent setelah mendapatkan penjelasan penuh dari
peneliti terkait dengan penelitian yang akan dilakukan.
Leaflet berupa selembaran kertas berukuran A4 yang berisi informasi
mengenai gambaran umum dan penjelasan tentang penelitian. Leaflet yang
diberikan kepada responden berjudul ‘Korelasi Pengukuran Antropometri Terhadap Profil Lipid, Kadar Glukosa Darah Puasa dan Tekanan Darah pada Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung’. Isi leaflet tersebut
meliputi penjelasan mengenai pengukuran antropometri (Body Mass Index,
skinfold thicknesses, lingkar pinggang, dan lingkar panggul) serta pemeriksaan
laboratorium yang meliputi profil lipid, kadar glukosa darah puasa, dan tekanan
darah, yang dapat digunakan sebagai metode yang sederhana untuk deteksi dini
berbagai gangguan kesehatan yang mungkin muncul pada penyandang diabetes
(56)
4. Pencarian responden
Pencarian responden dilakukan setelah mendapatkan izin dari Litbang
RSUD Kabupaten Temanggung. Pencarian responden dilakukan secara langsung
(tatap muka) dengan penyandang diabetes melitus tipe 2 yang menjalani rawat
jalan dan kontrol di RSUD Kabupaten Temanggung. Apabila calon responden
belum berpuasa, peneliti mengajukan permohonan dan memberikan undangan
kepada calon responden untuk datang kembali ke RSUD Kabupaten Temanggung
dalam kondisi sudah berpuasa selama 8-10 jam. Selain itu, peneliti meminta
nomor telepon calon responden yang dapat digunakan untuk mengingatkan calon
responden dan konfirmasi mengenai waktu dan tempat pelaksanaan penelitian.
Peneliti juga memberikan undangan untuk ikut serta dalam penelitian kepada
penyandang diabetes melitus tipe 2 di puskesmas dan dinas kesehatan di daerah
Kabupaten Temanggung.
Calon responden selanjutnya diberi penjelasan oleh peneliti mengenai
maksud dan tujuan penelitian. Informasi yang diberikan kepada calon responden
adalah penjelasan mengenai pentingnya mengetahui pengukuran antropometri
serta korelasinya dengan profil lipid, kadar glukosa darah puasa, dan tekanan
darah. Media yang digunakan dalam pemberian informasi adalah leaflet yang
berjudul ‘Korelasi Pengukuran Antropometri Terhadap Profil Lipid, Kadar Glukosa Darah Puasa dan Tekanan Darah pada Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung’. Leaflet yang digunakan berisi informasi mengenai pentingnya pengukuran antropometri (BMI, abdominal skinfold
(57)
pemeriksaan penunjang di laboratorium (profil lipid dan kadar glukosa darah)
sebagai suatu metode deteksi dini berbagai masalah kesehatan khususnya
mengenai komplikasi DM tipe 2. Calon responden yang bersedia ikut serta dalam
penelitian dan memenuhi kriteria inklusi diminta untuk mengisi dan
menandatangani informed consent.
5. Validitas dan reliabilitas instrumen penelitian
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2011) instrumen
yang memiliki validitas dan reliabel yang baik dapat dinyatakan dengan nilai CV
(coefficient of variation) ≤ 5%. Reliabilitas instrumen merupakan suatu indeks
yang menunjukkan sejauh mana suatu instrumen dapat dipercaya atau diandalkan,
artinya bahwa hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan sebanyak 2 kali
atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan instrumen yang sama
(Notoadmodjo, 2002). Suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut
dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Ronny, 2013).
Penentuan validitas dan reliabilitas dilakukan dengan mengukur
abdominal skinfold thickness individu sebanyak 5 kali berturut-turut dengan
instrumen yang sama. Instrumen yang divalidasi pada penelitian ini adalah
skinfold caliper pi zhi hou du fi® dengan nilai CV=2% untuk pengukuran pada wanita dan CV=1,36% untuk pengukuran pada pria. Berdasarkan nilai CV
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa instrumen skinfold caliper pi zhi hou du
(58)
6. Pengukuran antropometri dan tekanan darah
Pengukuran antropometri yang dilakukan oleh peneliti adalah abdominal
skinfold thickness. Pengukuran tekanan darah dilakukan dilakukan oleh tenaga
kesehatan RSUD Kabupaten Temanggung menggunakan sphygmomanometer.
a. Pengukuran abdominal skinfold thickness. Pengukuran abdominal
skinfold thickness dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan alat skinfold caliper pi zhi hou du fi®. Pada saat pengukuran, responden diminta untuk berdiri
tegak dan mengangkat sedikit bajunya untuk kemudian lipatan kulit pada bagian
perut responden dijepit dengan menggunakan alat skinfold caliper. Rahang
skinfold caliper menjepit lapisan lemak dengan posisi vertikal. Abdominal skinfold thickness diukur dari lateral umbilicus sepanjang 5 cm. Kalibrasi alat skinfold caliper dilakukan setiap 10 kali pengukuran dengan menggunakan anak
timbang.
b. Pengukuran tekanan darah. Pengukuran tekanan darah dilakukan
dengan menggunakan sphygmomanometer Nova Presameter®. Pengukuran ini
dilakukan oleh tenaga medis dari RSUD Kabupaten Temanggung.
7. Pembagian hasil pemeriksaan
Peneliti membagikan hasil pemeriksaan kepada responden secara
langsung. Pemberian hasil pemeriksaan disertai dengan pemberian penjelasan
langsung dari peneliti kepada responden mengenai hasil pengukuran tekanan
(59)
8. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan mengelompokkan data sejenis, yaitu
menyusun dan menggolongkannya dalam kategori-kategori kemudian dilakukan
interpretasi data.
J. Analisis Data Penelitian
Data yang diperoleh kemudian diolah secara stastistik, dengan taraf
kepercayaan 95%. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov pada responden wanita (jumlah sampel >50) dan uji Shapiro-Wilk pada responden pria (jumlah sampel ≤50). Suatu data dikatakan normal apabila nilai p≥ 0,05 (Dahlan, 2011).
Uji hipotesis komparatif dilakukan dengan membandingkan tekanan darah
sistolik pada kelompok AST (abdominal skinfold thickness) <23,58 mm dengan
kelompok AST >23,58 mm dan tekanan darah diastolik pada kelompok AST
<23,58 mm dengan >23,58 mm untuk pria, serta tekanan darah sistolik pada
kelompok AST <25,66 mm dengan kelompok AST >25,66 mm dan tekanan darah
diastolik pada kelompok AST <25,66 mm dengan >25,66 mm untuk wanita. Data
yang terdistribusi normal, uji hipotesis komparatif dilakukan dengan uji t tidak
berpasangan dan untuk data yang tidak terdistribusi normal digunakan uji
Mann-Whitney. Apabila diperoleh nilai p<0,05, maka disimpulkan terdapat perbedaan
yang bermakna antara dua kelompok data (Dahlan, 2011).
Uji korelasi data penelitian yaitu, uji korelasi antara abdominal skinfold
(60)
dilakukan dengan uji korelasi Spearman karena variabel data tidak terdistribusi
normal (Dahlan, 2011).
Tabel III. Panduan Hasil Uji Hipotesis berdasarkan Kekuatan Korelasi, Nilai p, dan Arah Korelasi (Dahlan, 2011)
No. Parameter Nilai Interpretasi
1. Kekuatan korelasi (r)
0,0 sd <0,2 Sangat lemah 0,2 sd <0,4 Lemah 0,4 sd <0,6 Sedang 0,6 sd <0,8 Kuat 0,8 sd 1 Sangat kuat
2. Nilai p p < 0,05 Terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji.
p > 0,05 Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji.
3. Arah korelasi + (positif) Searah, semakin besar nilai satu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya. - (negatif) Berlawanan arah. Semakin besar nilai satu
variabel, semakin kecil nilai variabel lainnya.
K. Kesulitan Penelitian
Kesulitan dalam penelitian ini yaitu pencarian responden, dimana
responden yang merupakan pengandang DM tipe 2 di RSUD Kabupaten
Temanggung tidak bersedia terlibat dalam penelitian dan takut diinjeksi dengan
jarum suntik serta peneliti kesulitan dalam memperoleh responden yang berada
dalam kondisi berpuasa 8-10 jam pada saat melakukan pemeriksaan ke Rumah
Sakit. Peneliti juga tidak dapat melakukan validasi alat sphygmomanometer yang
digunakan dalam penelitian karena pengukuran tekanan darah dilakukan oleh
tenaga kesehatan RSUD Kabupaten Temanggung, serta beberapa data penelitian
harus dieksklusi sehingga mengurangi jumlah data untuk dianalisis secara
(61)
42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah pasien rawat jalan penyandang
diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung. Jumlah responden yang
terlibat dalam penelitian ini adalah 106 responden. Berdasarkan kriteria eksklusi,
kemudian diperoleh 100 responden, yang terdiri atas 42 responden pria dan 58
responden wanita. Data yang diperoleh kemudian diuji normalitasnya dengan
menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov untuk kelompok responden wanita dan
Shapiro-Wilk untuk kelompok responden pria. Uji Kolmogorov-Smirnov
digunakan pada jumlah sampel lebih dari 50, sedangkan Uji Shapiro-Wilk
digunakan pada jumlah sampel kurang dari 50. Berikut merupakan tabel
karakteristik responden penelitian.
Tabel IV. Karakteristik Responden Penelitian
Karakteristik
Wanita (n=58) Pria (n=42)
Mean±SD p Mean±SD p
Usia (tahun) 60,3±8,2* 0,200 60,4±9,6* 0,546 Abdominal
skinfold thickness (mm)
25,66±6,73* 0,200 23,58(9,17-37,00)** 0,013 Tekanan darah
sistolik (mmHg) 140(110-260)** 0,000 130(100-190)** 0,027 Tekanan darah
diastolik (mmHg) 90(70-110)** 0,000 90(70-120)** 0,001
Keterangan : * = rata-rata ± SD
** =median (minimum-maksimum)
p>0,05 menunjukkan bahwa data terdistribusi normal p<0,05 menunjukkan bahwa data terdistribusi tidak normal
(62)
1. Usia
Responden yang terlibat dalam penelitian ini memiliki rentang usia 44
hingga 77 tahun pada kelompok wanita dan rentang usia 41 hingga 78 tahun pada
kelompok pria. Data usia responden wanita diuji normalitas dengan menggunakan
Uji Kolmogorov-Smirnov dengan taraf kepercayaan 95% dan diperoleh nilai
signifikansi sebesar p=0,200. Hal ini menunjukkan bahwa usia responden wanita
terdistribusi normal karena nilai signifikansi yang diperoleh p>0,05. Data
responden pria diuji normalitas dengan menggunakan Uji Shapiro-Wilk dengan
taraf kepercayaan 95% dan diperoleh nilai signifikansi sebesar p=0,546 yang
menyatakan bahwa data usia responden pria terdistribusi normal (p>0,05).
Prevalensi penyandang diabetes melitus meningkat seiring dengan
pertambahan usia. World Health Organization menyatakan bahwa setelah
mencapai usia 30 tahun, akan terjadi peningkatan kadar glukosa darah puasa
sebesar 1-2% per tahun. Diabetes melitus tipe 2 lebih berisiko terjadi pada orang
yang berusia diatas 40 tahun dan jumlah terbesar penyandang diabetes melitus
berada pada rentang usia 40-59 tahun (Adhita dan Pramuningtyas, 2010; Yuliasih
dan Wirawanni, 2009).
Tingginya kejadian hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur.
Kaplan (2002), menyatakan bahwa pada umur 25-44 tahun prevalensi hipertensi
sebesar 29%, pada umur 45-64 tahun sebesar 51% dan pada umur >65 tahun
sebesar 65%. Menurut Hasurungan (cit., Kaplan, 2002), peningkatan risiko
(63)
kali dan umur >70 tahun 2,97 kali. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
usia memiliki korelasi terhadap terjadinya diabetes melitus dan hipertensi.
2. Abdominal skinfold thickness
Uji normalitas abdominal skinfold thickness (AST) pada responden pria
dilakukan dengan menggunakan Uji Shapiro-Wilk menunjukkan nilai p=0,013
yang dapat dinyatakan bahwa data terdistribusi tidak normal (p<0,05). Hasil ini
menyatakan bahwa data AST tidak tersebar merata. Pada responden wanita uji
normalitas dilakukan dengan menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov
menunjukkan nilai p=0,200 yang dapat dinyatakan bahwa data abdominal skinfold
thickness terdistribusi normal (p>0,05). Data yang terdistribusi normal
menunjukkan bahwa data AST tersebar merata. Rentang nilai AST pada
kelompok responden wanita adalah 10,50-37,00 mm dan rentang nilai AST pada
kelompok responden pria adalah 9,17-37,00 mm.
Pada individu tua, akumulasi lemak terjadi terutama pada bagian
abdomen sebagai lemak viseral yang dapat memungkinkan terjadinya komplikasi
metabolik seperti, intoleransi glukosa, hiperinsulinemia, hipertensi maupun
dislipidemia (Sudibjo, 2009). Penelitian yang dilakukan Kumboyono, Rini, dan
Indraswara, (2012) pada pria dan wanita hipertensi berusia >40 tahun yang
mengalami obesitas abdomen tingkat 2 di poliklinik jantung RSU Dr. Saiful
Anwar Malang, pada total 92 responden diketahui bahwa penderita hipertensi
tingkat 1 lebih banyak dialami oleh pria (25 responden) dibandingkan wanita (20
responden). Pada penderita hipertensi tingkat 2 lebih banyak ditemukan pada
(64)
Rahajeng dan Tuminah (2009), menyatakan bahwa risiko hipertensi pada
kelompok obesitas meningkat 2,79 kali, gemuk 2,15 kali dan normal 1,44 kali
dibandingkan mereka yang kurus dan obesitas abdominal juga mempunyai risiko
hipertensi secara bermakna dengan OR=1,40. Hal ini menunjukkan bahwa
obesitas abdominal atau peningkatan lemak pada bagian abdominal memiliki
kaitan erat terhadap terjadinya hipertensi.
3. Tekanan darah
Pria dan wanita sama-sama memiliki potensi peningkatan tekanan darah
selama hidupnya. Sebelum usia 45 tahun, pria memiliki kecenderungan lebih
besar mengalami tekanan darah tinggi dan pada usia kurang dari 55 tahun
memiliki kecenderungan tekanan darah tidak terkontrol lebih besar dibandingkan
wanita. Pada wanita, setelah usia 65 tahun ditemukan memiliki kecenderungan
tekanan darah tinggi dan tekanan darah tidak terkontrol lebih besar dibandingkan
dengan pria (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2012). Pengukuran
tekanan darah dilakukan dengan menggunakan sphygmomanometer. Data yang
diperoleh, kemudian dilakukan uji normalitas, masing-masing pada tekanan darah
sistolik dan diastolik responden pria dan wanita.
a. Tekanan darah sistolik
Uji normalitas tekanan darah sistolik pada responden pria yang dilakukan
dengan menggunakan Shapiro-Wilk menunjukkan nilai p=0,027 yang berarti data
terdistribusi tidak normal (p<0,05). Uji normalitas tekanan darah sistolik pada
(1)
b). Uji Komparatif Tekanan Darah Diastolik Responden Wanita pada Kelompok AST
25,66
mm dan AST >25,66 mm
Case Processing Summary
Klasifikasi_ AST
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
DIASTOL_WANITA <=25.66 26 100.0% 0 .0% 26 100.0%
>25.66 32 100.0% 0 .0% 32 100.0%
Descriptives
Klasifikasi_AST Statistic Std. Error
DIASTOL_WANITA <=25.66 Mean 90.73 1.667
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 87.30
Upper Bound 94.16
5% Trimmed Mean 90.43
Median 90.00
Variance 72.285
Std. Deviation 8.502
Minimum 79
Maximum 110
Range 31
Interquartile Range 20
Skewness .261 .456
(2)
>25.66 Mean 90.31 1.709
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 86.83
Upper Bound 93.80
5% Trimmed Mean 90.90
Median 90.00
Variance 93.448
Std. Deviation 9.667
Minimum 70
Maximum 100
Range 30
Interquartile Range 18
Skewness -.751 .414
Kurtosis -.296 .809
Tests of Normality
Klasifikasi_ AST
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
DIASTOL_WANITA <=25.66 .227 26 .001 .870 26 .004
>25.66 .237 32 .000 .829 32 .000
(3)
Mann-Whitney Test
Ranks
Klasifikasi_
AST N Mean Rank Sum of Ranks
DIASTOL_WANITA <=25.66 26 29.04 755.00
>25.66 32 29.88 956.00
Total 58
Test Statisticsa
DIASTOL_WANIT A
Mann-Whitney U 404.000
Wilcoxon W 755.000
Z -.198
Asymp. Sig. (2-tailed) .843
(4)
Lampiran 14. Uji Korelasi AST dan Tekanan Darah pada Responden Pria
a). Uji Korelasi AST dan Tekanan Darah Sistolik
Correlations
AST_PRIA SISTOL_PRIA
Spearman's rho AST_PRIA Correlation Coefficient 1.000 -.027
Sig. (2-tailed) . .864
N 42 42
SISTOL_PRIA Correlation Coefficient -.027 1.000
Sig. (2-tailed) .864 .
N 42 42
b). Uji Korelasi AST dan Tekanan Darah Diastolik
Correlations
AST_PRIA DIASTOL_PRIA
Spearman's rho AST_PRIA Correlation Coefficient 1.000 -.087
Sig. (2-tailed) . .586
N 42 42
DIASTOL_PRIA Correlation Coefficient -.087 1.000
Sig. (2-tailed) .586 .
(5)
Lampiran 15. Uji Korelasi AST dan Tekanan Darah pada Responden Wanita
a). Uji Korelasi AST dan Tekanan Darah Sistolik
Correlations
AST_WANITA
SISTOL_WANIT A
Spearman's rho AST_WANITA Correlation Coefficient 1.000 .124
Sig. (2-tailed) . .353
N 58 58
SISTOL_WANITA Correlation Coefficient .124 1.000
Sig. (2-tailed) .353 .
N 58 58
b). Uji Korelasi AST dan Tekanan Darah Diastolik
Correlations
AST_WANITA
DIASTOL_WANI TA
Spearman's rho AST_WANITA Correlation Coefficient 1.000 .094
Sig. (2-tailed) . .483
N 58 58
DIASTOL_WANITA Correlation Coefficient .094 1.000
Sig. (2-tailed) .483 .
(6)